You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial yang disebabkan oleh jamur
dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum spp, dan epidermophyton spp. Dermatofitosis
mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Penyakit ini
menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk yakni epidermis (tinea korporis, tinea kruris,
tinea manus et pedis), rambut (tinea kapitis), kuku (tinea unguinum). Dermatofitosis terjadi
karena terjadi inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab
dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya1
Tinea korporis merupakan infeksi dermatofit superfisial pada kulit glabrosa kecuali
telapak tangan, telapak kaki dan daerah lipatan. tinea korporis dapat ditularkan secara langsung
melalui kontak dengan manusia atau binatang yang terinfeksi, kontak dengan baju atau dikenal
dengan vomit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia baik laki-laki maupun wanita.
Seperti infeksi jamur kulit lainnya, panas dan kelembaban mempengaruhi munculnya infeksi ini.
Kondisi ini yang menyebabkan tinea korporis lebih sering ditemukan di daerah tropis dan
subtropis1
Gejala klinis dermatofitosis khas berupa lesi anuler dengan skuama eritema pada daerah
tepi, dimana pada daerah tepi ini dapat berupa vesikuler dan berkembang secara sentrifugal.
Tengah lesi dapat berskuama atau bahkan menyembuh. Terdapat rasa gatal yang kadang
menghebat, derajat inflamasi bervariasi dengan morfologi dari eritema sampai vesikel dan
pustul, bergantung pada spesies penyebab dan status imun seseorang. Pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis tinea korporis dapat dengan pemeriksaan mikroskopik langsung,
kultur dan biopsi1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tinea korporis merupakan infeksi dermatofit superfisial pada kulit glabrosa


kecuali telapak tangan, telapak kaki dan daerah lipatan selain lipatan dibadan1
Tinea korpuris terjadi pada kulit yang tidak berambut (glabrous skin).
Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak
berkembang pada jaringan yang hidup4

2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan menyerang 20-
25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering 2. Penyakit ini
tersebar di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga
infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan
kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi3
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika Serikat
penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Universitas Sumatera Utara
Trycophyton mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika
penyebab tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton
mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum,
sementara di Asia penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton
mentagropytes dan Tricophyton violaceum1

2.3 ETIOLOGI
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton yang mempunyai kemampuan untuk
invasi dan tumbuh di jaringan keratinisasi pada host yang hidup. Variasi penyebabnya
dapat ditemukan berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu. Namun demikian
yang lebih umum menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum, T.mentagrophytes, dan
M.canis4

2
2.4 PATOGENESIS
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat
melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak
memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum
korneum dari kulit.
Types Of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission
Antropofilik : manusia ke manusia
Zoofilik : hewan ke manusia
Geofilik : tanah ke manusia/hewan
Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam perkembangan
klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa
pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum,
dengan bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti trauma,
keringat yang berlebih dan maserasi juga berpengaruh1
Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat
sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti
pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau
cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim
keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak
keratinosit.5
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan
terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi
bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan
proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini akan menciptakan
bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit
dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler5
Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-kadang
disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang normal dapat
diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur5

3
2.5 GAMBARAN KLINIS
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering
terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di
daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma6
Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Gambaran klinis dimulai dengan lesi
bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-
bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang polisiklik,arsinar,dan
sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema,
adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang
(Central healing). Tinea korporis yang menahun, tandatanda aktif menjadi hilang dan
selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja6
Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan
binatang piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan
mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi
melalui benda misalnya pakaian, perabot dan sebagainya6
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum
disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat,
yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari
dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian
tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Bila dengan
jari tangan kita meraba dari bagian tengah kearah luar, akan terasa jelas skuama yang
menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar
dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran disebelahnya sehingga membentuk
pinggir yang polisiklik4

4
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan
dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea dan psoriasis. Untuk
alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang
tidak jelas penyebabnya :
1. Dermatitis seboroik : Kelainan kulit menyerupai tinea korporis, namum berbeda
predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), dan daerah lipatan-lipatan kulit,
misalnya di belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.
2. Pitiriasis rosea : distribusi kelainan kulit simetris dan terbatas pada tubuh dan
bagian proksimal anggota badan. Yang membedakan dengan tinea korporis adalah
herald patch.
3. Dermatitis Numular : berbeda predileksinya, misalnya daerah ekstensor
dan dengan karakteristik lesinya menyerupai koin, eritema dan berbatas tegas. Bila
terdapat vesikel, lambat laun akan pecah, terjadi eksudasi dan
mengering membentuk krusta kekuningan. Penyembuhan dimulai dari
tengah, sehingga menyerupai derrmatomikosis

Gambar 1. . Dermatitis Seboroik Gambar 2. Pitiriasis rosea

Gambar 3. Dermatitis Numularis

5
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan
pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan
lampu wood, biopsi dan histopatologi, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan
dengan menggunakan PCR7
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari
kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau
sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini
memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta atau
bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil sebesar 1-3µ7
Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan merupakan
pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi
jamur. Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting
untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana
terlihat hifa diantara material keratin7
Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25- 30⁰C),
kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur. Spesies
jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora7
Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila
sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu,
sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat dengan memberi warna (fluoresensi).
Beberapa jamur yang memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini,
M.ferrugineum dan T.schoenleinii7

2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk melihat
elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi spesies jamur
penyebab yang lebih akurat8

6
Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi
dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi
dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur8

2.9 PENATALAKSANAAN
Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama
pengobatan bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat
oral atau kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada keadaan
inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan
kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi
keluhan pasien 9
Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Non Medikamentosa Menurut Badan POM RI (2011), dikatakan bahwa
penatalaksanaan non medikamentosa adalah sebagai berikut:
a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau
bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi
ke bagian tubuh lainnya.
b. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan
orang yang terinfeksi.
c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk mencegah
penyebaran jamur tersebut.
d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-
sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan
kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat
sirkulasi udara.
f. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan debu-
debu yang menempel pada sepatu.

7
g. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan
sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet

2. Medikamentosa
a. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi
oleh mekanisme kerja obat tersebut. Pilihan obat diantaranya adalah9:
 Derivat azol: mikonazol 2, klotrimasol 1%, dan yang terbaru serta conazole
nitrate
 Derivat alilamin : Aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1%
 Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoate (6-12%) dalam bentuk
salep (salep whitfield)
 Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4)
 Kortikosteroid potensi rendah sampai sedang, namun penggunaannya tidak
boleh dalam jangka waktu yang panjang

b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus tinea korporis dengan infeksi kulit
yang luas,pasien imunocopromise, pasien resisten dengan pengobatan topical, dan
komorbid dengan tinea kapitis atau tinea unguium. Pilihan obat diantaranya
adalah9:
 Anti Histamin, Sedatif dan non sedatif
 Griseofulvin 0,5-1 gr untuk dewasa, sedangkan untuk anak-anak 0,25-0,5 gr atau
10 -25 mg/KgBB sehari dalam dosis tunggal atau terbagi. Sediaan mikrosize 500
mg. Lama pemberian sampai gejala klinis membaik, dan umumnya 3-4 minggu.
 Derivat azol : ketokonazol 200 mg per hari selama 3-4 minggu, namun merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan kelainan hati. Itrakonazol 100 mg per hari
selama 2 minggu atau 200 mg per hari selama 1 minggu.

8
2.10 PROGNOSIS

Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan
menggunakan anti jamur sistemik

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Dem Sitepu
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Bukit Sigantang
Tanggal pemeriksaan : 25 Januari 2019
No. RM : 11.22.95

3.2. Anamnesis
a. KeluhanUtama :
Gatal-gatal dilipat payudara sebelah kiri dan tungkai bawah kiri-kanan. Hal ini dialami
Os sejak ± 1 bulan yang lalu.

b. Telaah:
Os merasa gatal di lipat payudara dan tungkai bawah kiri-kanan. Gatal dan ruam
pada lipat payudara timbul sekitar 1 bulan yang lalu. Sedangkan gatal pada kaki sudah
pernah seperti ini kurang lebih 10 tahun yang lalu, hilang timbul, dan kumat kembali
sekitar satu bulan.
RPA : -
RPT :-
RPK :-
RPO : Tidak Ada

Status dermatologi :
Ruam :
Plak hiperpigmentasi, pinggir aktif, skuama, central healing  pada sela payudara

10
Plak hiperpigmentasi, skuama, varises (+)  kedua tungkai bawah.
Lokasi : Lipat Payudara sebelah kiri
Kedua tungkai bawah
Foto Kasus :

Ruam Kulit Ibu Dem Sitepu


Tinea Corporis

Pada tanggal 25 januari 2019 pada tanggal 06 Februari 2019

Dermatitis Seboroik

Pada tanggal 25 januari 2019 pada tanggal 06 Februari 2019

3.3. Diagnosis Banding


 Tinea Corporis + Dermatitis Statis
 Ptiriasis Rosae + Dermatitis Statis
 Dermatitis Numularis + Dermatitis Statis

11
3.4. Diagnosis kerja
 Tinea Corporis + Dermatitis Statis

3.5. Penatalaksanaan
 Cetirizin 1x1
 Ketokonazole 1x200 mg
 Ketokonazole Cream II  Lipat payudara
 Nerilon Cream II  untuk tungkai bawah
 Soft U Derm

12
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Resume

Seorang Perempuan, 65 tahun datang dengan keluhan Os merasa gatal di lipat


payudara dan tungkai bawah kiri-kanan. Gatal dan ruam pada lipat payudara timbul
sekitar 1 bulan yang lalu. Sedangkan gatal pada kaki sudah pernah seperti ini kurang
lebih 10 tahun yang lalu, hilang timbul, dan kumat kembali sekitar satu bulan. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai plak hiperpigmentasi, pinggir aktif, skuama, central
healing pada sela payudara dan plak hiperpigmentasi, skuama, varises (+) kedua
tungkai bawah.

4.2. Diskusi
Dari status pasien diatas dijelaskan bahwa pasien Perempuan dan berusia 65
tahun didiagnosis Tinea Korporis. Hal ini sesuai dengan teori Havlickova B (2008)
bahwa penyakit Tinea Korporis ini dapat menyerang semua ras dan kelompok umur
sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim
panas dan kelembaban yang tinggi).

Dari anamnesa di atas dijelaskan bahwa Os mengeluhkan adanya rasa gatal


dilipatan payudara sebelah kiri Os. Hal ini ini sesuai dengan teori Goedadi, M., Suwito
(2004) dimana gejala subyektif tinea kruris yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat
dan kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.

Dari Lokasi ruam pasien diatas ruam terletak di lipatan payudara sebelah kiri.
Hal ini ini sesuai dengan teori Verma S, Heffernan (2008) dimana Tinea korporis
merupakan infeksi dermatofit superfisial pada kulit glabrosa kecuali telapak tangan,
telapak kaki dan daerah lipatan selain lipatan pada badan. Dan menurut teori Djuanda A
(2011) Tinea korpuris terjadi pada kulit yang tidak berambut (glabrous skin).

13
Pada pasien dijumpai ruam kulit yang berupa plak hiperpigmentasi, pinggir
aktif, skuama, central healing. Hal ini ini sesuai dengan teori Goedadi, M., Suwito
(2004) dimana ruam tinea korporis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi
yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar pada bagian
pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau
vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang (Central healing).

Pengobatan pada Os diatas diberikan Cetirizin 1x1 untuk mengurangi rasa gatal
pada pasien, lalu diberikan obat Anti Fungi Sistemik yaitu Ketokonazole 1x200 mg,
biasa diberikan selama 10 hari, dan Anti fungi Topikal, yaitu Ketokonazole Cream II,
obat ini diberikan selama 3-4 minggu. Dan diberikan Nerilon Cream II untuk tungkai
bawah yang mengalami pelebaran pembuluh darah atau Dermatitis Statis , dan Soft U
Derm untuk melembabkan kulit pasien. Hal ini sesuai dengan tatalaksana tinea
korporis, dimana dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama pengobatan
bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat oral atau
kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada keadaan
inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid
jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien.

14
BAB V
KESIMPULAN

 Dari pasien diatas, diketahui bahwa penderita Tinea Korporis dapat menyerang
siapa saja, dimana pasien diatas berjenis kelamin Perempuan dan berusia 65 tahun,
karena biasanya penderita Tinea Korporis ini dapat menyerang semua ras dan
kelompok umur sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara
tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi) dan pada orang yang sudah tua karena
fungsi kulitnya sudah berkurang.
 Dari anamnesa di atas diketahui bahwa pasien mengeluhkan adanya rasa gatal di
lipatan payudara sebelah kiri, hal ini bisa disebabkan karena adanya keringat yang
berlebihan dilipatan payudara bisa karna pengaruh iklim tropis menyebabkan keringat
berlebih, jarang mengganti bra dan adanya gesekan bra dengan kulit.
 Pada pasien diatas ditemukan bahwa lokasi ruam Tinea Korporis terletak di lipatan
payudara sebelah kiri, dimana lipatan payudara tempat yang lembab ditambah jika
berkeringat, menyebabkan jamur suka berkembang didaerah lipatan tersebut. Hal ini
sesuai dengan ciri Tinea korporis sering terdapat pada kulit glabrosa kecuali telapak
tangan, telapak kaki dan daerah lipatan selain lipatan pada badan.
 Pada pasien diatas dijumpai ruam kulit pada lipat payudara berupa plak
hiperpigmentasi, pinggir aktif, skuama, central healing. Hal ini ini sesuai dengan ruam
yang ditimbulkan oleh Tinea Korporis yaitu lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang
aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar pada bagian
pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau
vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang (Central healing).
 Pada pasien diatas Os didignosis mengalami Tinea Koporis sehingga diberikan
pengobatan berupa obat Cetirizin 1x1 untuk mengurangi rasa gatal pada pasien, lalu
diberikan obat Anti Fungi Sistemik yaitu Ketokonazole 1x200 mg, biasa diberikan
selama 10 hari, dan Anti fungi Topikal, yaitu Ketokonazole Cream II, obat ini
diberikan selama 3-4 minggu. Hal ini sesuai dengan tatalaksana tinea korporis, dimana
dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama pengobatan bervariasi antara
1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Verma S, Heffernan MP. Superficial fungal infection. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General
Medicine.7thed. New York: McGraw-Hill Companies Inc, 2008.p.1807-44 2.
2. Rezvani M, Sefidgar S, Roushan M. Clinical patterns and etiology of dermatphytosis in 200
casws in babol north of iran. Casp J Intern Med [Internet]. 2010 [cited 2014 Jan 26]; 1(1):23-
6. Available from: http://ecc.isc.gov.ir/ShwFArticle.aspx?aid=185903.
3. Havlickova B, Czaika VA, Fried M. Epidemiological trends in skin mycoses worldwide.
Mycoses [Internet]. 2008 [cited 2014 Jan 26]; 5(14).2-15. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18783559.
4. Djuanda, A dhi. Dkk, :ilmu penyakit kulit dan kelamin.Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Jakarta.
5. Cholis, M., 2004. Imunologi Dermatomikosis Superfisialis. Dalam : Dermatofitosis
Superfisialis. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI.
6. Goedadi, M., Suwito., 2004. Tinea Korporis dan Tinea Kruris. Dalam : Dermatomikosis
Superfisialis. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI
7. Hay RJ, Moore MK. 2004. Rook's textbook of dermatology, edisi ke-7. New York:
Blackwell Publishing Company. pp.l407-507.
8. Wirya duarsa Dkk,:Pedoman Diagnosa dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP
Denpasar.
9. Mansjoer A, et al. Tinea Korporis. In: Mansjoer A (ed). Kapita Selekta
Kedokteran. 3th ed. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000.p 98-99.

16

You might also like