You are on page 1of 18

A.

Pengertian

Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti


menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat
kombinasi antara darah janin dan darah dewasa yang mampu menarik O 2
dari udara dan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Pengahncuran darah
janin inilah yang menyebabkan terjadi icterus yang sifatnya fisiologis.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi
cukup bulan sekitar 15 mg % sedangkan bayi cukup bulan 10 mg %. Di
atas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia, yang dapat membedakan
kernikterus.
(Manuaba, 2010)
Ikhterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini
merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran
empedu dan penyakit darah bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg %,
maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus belum terlihat
meskipun bilirubin sudah melebihi 5 mg %. Ikterus terjadi karna
peninggian kadar bilirubin indirect (unconjugated) dan kadar bilirubin
direct (conjugated). Bilirubin indirect akan mudah melewati darah otak
apabila bayi terdapat berat badan rendah, hipoksia dan hipoglikemia.
( Markum H, 2005 )
Ikhterus neonatorum didefinisikan sebagi keadaan dimana
terdapat warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mulosa akibat
penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubenium adalah ikterus dengan
kunsentrasi bilirubin serum yang menjurus yang menjurus kearah
karnikterus atau ensifelopati bilirubin bila bilirubin tidak dikendalikan.
( Mansjoer ,2000 )

Kernikterus adalah akumulasi bilirubin dalam jaringan otak


sehingga dapat mengganggu fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis
sesuai tempat akumulasi tersebut.
Kesimpulannya ikterus neonatorum adalah warna kuning yang
tampak pada kulit dan mukosa oleh karena keadaannya bilirubin pada
jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin darah yang sering
ditemukan pada BBL yang terbagi ikterus fisiologis dan patalogis.
B. Penyebab
Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau
disebabkan oleh beberapa faktor:
1) Produksi yang berlebihan
- Golongan darah Ibu - bayi tidak sesuai
- Hematoma, memar
- Spheratisosis kongental
- Enzim G6PD rendah
2) Gangguan konjugasi hepar
- Enzim glukoronil tranferasi belum adekuat (prematur)
3) Gangguan transportasiAlbumin rendah
- Ikatan kompetitif dengan albumin
- Kemampuan mengikat albumin rendah
4) Gangguan ekresi
- Obstruksi saluran empedu
- Obstruksi usus
- Obstruksi pre hepatik
(Ngastiyah, 2005)
Faktor Resiko Ikterus
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis)
menurut Moeslichan (2004) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah
ini :
a) Faktor Maternal
1) Rasa atau kelompok etnik tertentu.
2) Komplikasi dalam kehamilan (DM, inkontambilitas ABO, Rh)
3) Penggunakan oksitosin dalam larutan hipotonik.
4) ASI
5) Mengonsumsi jamu-jamuan
b) Faktor perinatal
1) Trauma lahir (chepalhematom, ekamosis)
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c) Faktor Neonatus
1) Prematuritas
2) Faktor genetik
3) Obat (Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol,sulfisoxazol)
4) Rendahnya asupan ASI (dalam sehari min. 8 kali sehari)
5) Hipoglikemia
6) Hiperbilirubinemia
C. Klasifikasi
Macam-macam Ikterus
Macam-macam ikterus menurut Ngastiyah (2005) adalah sebagai berikut :
1. Ikterus Fisiologi
Ikterus Fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua
dan hari ketiga yang mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan, atau mempunyai potensi
menjadi kern-ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau
selambat-lambatnya 10 hari pertama.
Ikterus dikatakan Fisiologis bila :
1) Timbul pada hari kedua sampai ketiga.
2) Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak melewati 15 mg %
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada neonatus kurang
bulan.
3) Kecepatan peninakatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg %
perhari.
4) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
5) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
(kern – ikterus)
6) Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
2. Ikterus Patologik
Ikterus Patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat
timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.
Menurut Ngastiyah (2005) Ikterus dikatakan Patologis bila :
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
3) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
4) Ikterus menetap susudah 2 minggu pertama.
5) Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%.
6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
D. Manifestasi klinik
1. Tanda
Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2003)
yaitu :
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
b. Letargis (lemas)
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
episiototonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
g. Perut membuncit
h. Pembesaran pada hati
i. Feses berwarna seperti dempul
j. Tampak ikterus: sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa.
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.
2. Gejala
Gejala menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia
dikelompokkan menjadi:
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernicterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melenking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi
pada saat kelahiran.
b. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk
menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada
24 jam pertama kelahiran.
2.1. Penilaian
Penilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan rumus
KRAMER (Sri agung Lestari, 2009) :
No Luas Ikterus Kadar bilirubin (mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 dan badan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan 11
tungkai
4 Daerah 1,2,3 dan lengan dan kaki di 12
bawah dengkul
5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16
2.2. Kern – Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus
subtalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar
ventrikulus ke IV.
Tanda-tanda kliniknya adalah mata yang berputar, letargi, kejang,
tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
opistotonus.
Pada umur yang lebih lanjut bila bayi hidup dapat terjadi spasme
otot, opistotonus, kejang, atetosis, yang disertai ketegangan otot.
Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan gangguan bicara dan
retardasi mental.
E. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan, Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit dan
Polisitemia.Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia,
Asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada
derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia
( AH, Markum,1991).

F. Pathway
G. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi yang cukup bulan billirubin mencapai puncak kira-kira
6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10
mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar billirubin
mencapai puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari kehidupan. Kadar
bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari brown
AK dalam text books of pediatric 1996 : ikterus fisiologis pada bayi
cukup bulan, bilirubin indirek munculnya ikterus 2-3 hari dan hilang
4-5 hari dengan kadar bilibirum yang mencapai puncak 10-12 mg/dl.
Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin indirek muncul 3-4
hari dan hilang 7-9 hari dengan bilirubin mencapai puncak 15 mg/dl/
hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5
mg/dl/hari dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl. Maisetes 1994
dalam Whaley dan wong 1999 : Meningkatnya kadar serum total lebih
dari 12-13 mg/dl.
2. Ultrasound untuk mengevalusi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis dari atresia billary.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ikterus secara umum antara lain yaitu :
1) Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada
waktu hamil
2) Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir, yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
3) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup
baik di tempat bayi dirawat.
4) Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.
(Surasmi, 2003)
2. Penatalaksanaan berdasarkan waktu timbulnya ikterus
Ikterus neonatorum dapat dicegah berdasarkan waktu timbulnya
gejala dan diatasi dengan penatalaksanaan di bawah ini.
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang
dilakukan :
1) Kadar bilirubin serum berkala
2) Darah tepi lengkap
3) Golongan darah ibu dan bayi diperiksa
4) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD biakan darah
atau biopsy hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang
perlu diperhatikan.
1) Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat
dilakukan pemeriksaan darah tepi .
2) Periksa kadar bilirubin berkala.
3) Pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu
pertama Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan
selanjutnya. Pemeriksaan yang dilakukan :
1) Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berkala
2) Pemeriksaan darah tepi
3) Pemeriksaan penyaring G6PD
4) Biarkan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
3. Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih
terjadi, maka bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini
macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.
1) Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya
sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas
normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat
dipecahkan dan menjadi mudah laurt dalam air tanpa harus
diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga
kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan
risiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi
berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang
tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun
secara parallel. Dibagian bawah lampu ada sebuah kaca yang
disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar
sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan
pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan
alat kalamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa.
Tujuannya untuk mencegah efek cahaya dari lampu-lampu
tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum
sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian
retinanya, begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi
risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
2) Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi taka da perbaikan dan
kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau
lebih, maka perlu dilakukan terapi transfuse darah. Dikhawatirkan
kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak
(kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak
bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motoric dan
bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu,
darah bayi sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah
lain. Proses tukar darah akan dilakukan bertahap.
Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah
menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi transfuse
bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses
transfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah
masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang
dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini
terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
3) Terapi obat-obatan
Terapi lainya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat
Phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan
bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect
berubah jadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung
plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan
bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya
terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan
ini dikurangi bahkan dihenntikan. Efek sampingnya adalah
mengantuk. Akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang minum
ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam
darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu,
teapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani
hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil bisa
ditangani
(revel-indonesia.com)
4) Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan
feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI.
Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang
dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya.
5) Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi
tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di
rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan
posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan
telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup.
Lakukan anatara jam 07.00 sampai 09.00 pagi. Inillah waktu
dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Dibawah
jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas
jam Sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan
merusak kulit. Hindari posisi yang membuat bayi melihat
langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan
pula situasi disekeliling, keadaan udara harus bersih.
(www.revell-indonesia.com)
I. Fokus pengkajian keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh,
ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan
dan ASI.
b. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis
melengking, refleks menyusui yang lemah, iritabilitas.
Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan
dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah
Bonding, perpisahan dengan anak.
c. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan
pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga
lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia .Analisa Data :Data Subyektif
Data Obyektif.
- Ibu mengatakan anak rewel, daya hisap lemah .
- Ibu mengatakan merasa khawatir dan takut karena tidak
- bisa terus bersama- sama dengan bayinya. 1. Kulit dan
sklera terlihat kuning
2. Bayi iritabel, letargi
3. Kadar bilirubin indirek lebih dari 12,5 mg% pada bayi cukup bulan
dan pada bayi BBLR lebih dari 10 mg%
4. Kulit tampak kemerahan.
5. Frekuensi bab meningkat.
J. Diagnosa keperawatan
1) Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
2) Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
3) Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4) Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan
dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
5) Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
6) Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi.
7) Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,
infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
8) PK Kern Ikterus
K. Rencana tindakan keperawatan
1) Dx Keperawatan : Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya
intake cairan serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan :Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
 Jumlah intake dan output seimbang
 Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
 Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
 Intervensi & Rasional :
1. Kaji reflek hisap bayi ( Rasional/R : mengetahui kemampuan
hisap bayi )
2. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat (R:
menjamin keadekuatan intake )
3. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi
faeces( R : mengetahui kecukupan intake )
4. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah
tanda-tanda dehidrasi )
5. Timbang BB setiap hari (R : mengetahui kecukupan cairan dan
nutrisi).
2) Dx Perawatan :Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan :Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil
antara 36,5-37 0 C.
 Intervensi dan rasionalisasi :
1. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam (R : suhu
terpantau secara rutin )
2. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan
berikan kompres dingin serta ekstra minum ( R : mengurangi
pajanan sinar sementara )
3. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi ( R : Memberi
terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
3) Diagnosa Keperawatan :Risiko /Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :
 tidak terjadi decubitus
 Kulit bersih dan lembab
 Intervensi :
1. Kaji warna kulit tiap 8 jam (R : mengetahui adanya perubahan
warna kulit )
2. Ubah posisi setiap 2 jam (R : mencegah penekanan kulit pada
daerah tertentu dalam waktu lama ).
3. Masase daerah yang menonjol (R : melancarkan peredaran
darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut )
4. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion
pelembab ( R : mencegah lecet )
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar
bilirubin turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan (R: untuk
mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )
4) Diagnosa Keperawatan :Gangguan parenting ( perubahan peran
orangtua) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk
gabung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment”
,orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses
Bounding.
 Intervensi :
1. Bawa bayi ke ibu untuk disusui ( R : mempererat kontak sosial
ibu dan bayi.
2. Buka tutup mata saat disusui (R: untuk stimulasi sosial dengan
ibu )
3. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya (R:
mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan ( R:
meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
5. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya (R:
mengurangi beban psikis orangtua)
5) Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat berhubungan dengan
therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan
orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin
dan kooperatif dalam perawatan.
 Intervensi :
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien ( R :
mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
2. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan
perawatannya ( R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan
penyakit )
3. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam
erawat bayi)
6) Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek
fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis,
kerusakan jaringan kornea )
 Intervensi :
1 Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya ( R :
mencegah iritasi yang berlebihan).
2 Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan
daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi
hidung dan bibir (R : mencegah paparan sinar pada daerah yang
sensitive.
3 Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam (R: pemantauan dini terhadap kerusakan
daerah mata )
4 Buka penutup mata setiap akan disusukan. ( R : memberi
kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
5 Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan ( R :
memberi rasa aman pada bayi ).
7) Diagnosa Keperawatan :Risiko tinggi terhadap komplikasi
berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam
diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
 Intervensi :
1. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler )
2. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum
melakukan tindakan (R : mencegah trauma pada vena
umbilical ).
3. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan (R: mencegah
aspirasi )
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
( R : mencegah hipotermi )
5. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan
ditranfusikan adalah darah segar ( R : mencegah tertukarnya
darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan )
6. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan
dan elektrolit, kejang selama dan sesudah tranfusi (R :
Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat
melakukan tindakan lebih dini )
7. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif (R : dapat melakukan
tindakan segera bila terjadi kegawatan)
8) Dx perawatan : PK Kern Ikterus
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tanda-tanda awal kern ikterus bisa dipantau
 Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar,
letargi , epistotonus, dll )
2. Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.
Daftar pustaka

Suriadi, Yuliani,2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung Seto,


Jakarta
Drakeiron,2008, Info Iterus Neonatorumhttp://drakeiron.wordpress.com/
2008/12/03/info-ikterus-neonatorum/(5Agustus2010)

Staf Pengajar FKUI, 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3.


Infomedika;Jakarta

Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Suriadi, Yuliani,2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung Seto,


Jakarta
www.revell-indonesia.com

You might also like