You are on page 1of 6

BANDUNG LAUTAN API

KELOMPOK 2 :

1. Imam Mubarok
2. Adryan Saputra
3. M. aldiansyah
4. Dhio maulana s
5. Pernanda Erika
6. Mei risa cahaya M
7. Salsa bila syafa azra
8. Beby Feiza
9. Lela novita
10. Nabila sapitri R
11. Nola sapitri

XI MIPA 8

SMAN 1 PELABUHANRATU

2022
Bagian selatan Bandung dibakar oleh  TRI

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Bandung,
provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk
Bandung[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan
Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat
menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945.
Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua
senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR (Tentara Keamanan Rakyat), diserahkan kepada
mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-
tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR
(Tentara Keamanan Rakyat) tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR (Tentara
Keamanan Rakyat) dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan
Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai
markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar
Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu)
meninggalkan Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumi-hangus". Para pejuang pihak
Republik Indonesia tidak rela bila Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk
membumi-hanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan
di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946. Kolonel
Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan
memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat
menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul
membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga
pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan
Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini
Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun
dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan
gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di
dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi
keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari
Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI.
Namun, api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.

Pembumi-hangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang
Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak
Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan
perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami Ismail Marzuki beserta para
pejuang Indonesia saat itu untuk mengubah dua baris terakhir dari lirik lagu Halo, Halo Bandung menjadi
lebih patriotis dan membakar semangat perjuangan. Beberapa tahun kemudian, lagu Halo, Halo Bandung
menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu,
menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.

Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumi-hangusan
tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang
Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan
strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.

"Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu
di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana,
Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan
api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air."-A.H Nasution, 1 Mei 1997

Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946.
Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung
dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat
Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan
memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya,
maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".

Beberapa tokoh pertempuran Bandung Lautan Api yang turut terlibat dalam keputusan untuk
mengadakan pembumi hangusan dan kronologi Bandung Lautan Api  yaitu:
1. Kolonel Abdul Haris Nasution

Untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan menanggapi ultimatum Sekutu agar
mengosongkan Kota Bandung maka diselenggarakan suatu musyawarah pada 23 Maret 1946 di Jakarta.
Sebagai Komandan Divisi III, tokoh pertempuran Bandung Lautan Api Kolonel Abdul Haris Nasution
bertanggung jawab akan nasib rakyat serta anak buahnya. Ia sangat terlibat pada musyawarah yang
dilakukan untuk pengambilan keputusan yang mengarah kepada peristiwa Bandung Lautan Api.

Pertemuan tersebut dilakukan bersama dengan pemerintahan sipil, polisi, DPRD dan
Karesidenan. Ia menyampaikan keputusan musyawarah dan memerintahkan evakuasi rakyat Bandung.
Pemerintah pusat telah memutuskan untuk mematuhi ultimatum yang diberikan Inggris untuk
menghindari pertumpahan darah lagi dan menugaskan militer untuk menjalankan keputusan tersebut.
Setelah itu AH. Nasution kemudian mengadakan pertemuan lagi dengan para pejuang, yang
menghasilkan keputusan untuk membumi hanguskan kota Bandung.

2. Muhammad Toha
Ia adalah tokoh pertempuran Bandung Lautan Api yang berasal dari BRI atau Barisan Rakyat
Indonesia. Muhammad Toha lahir pada tahun 1927 di Bandung. Ia salah satu komandan pejuang yang
ditugaskan dalam misi untuk menghancurkan gudang senjata dan amunisi milik pasukan sekutu.
Walaupun berhasil meledakkannya dengan menggunakan dinamit, Mohammad Toha harus
mengorbankan nyawanya bersama seorang pejuang lainnya yaitu Moh. Ramdan. Namun pengorbanannya
tidak sia – sia karena sekutu mengalami kerugian besar dengan kehilangan pasokan senjatanya.
Muhammad Toha gugur pada 24 Maret 1946.

3. Mayor Rukana

Mayor Rukana adalah tokoh pertempuran Bandung Lautan Api, seorang komandan Polisi Militer
Bandung. Ia adalah orang yang mencetuskan ide untuk membakar Bandung Selatan menjadi lautan api.
Awalnya ia menanggapi Letkol Omon Abdurachman yang ditegur Kolonel Nasution karena ingin
melakukan perlawanan. Rukana yang juga ingin melawan mengatakan untuk meledakkan terowongan
Sungai Citarum yang ada di Rajamandala agar sungai meluap dan membuat Bandung menjadi lautan air.
Namun karena emosi, ia malah mengatakan lautan api, dan bukan lautan air.

4. Atje Bastaman

Reputasi surat kabar Suara Merdeka pada waktu itu barangkali bisa disejajarkan dengan surat kabar Suara
Rakyat di Surabaya, yang lalu pindah ke Kediri, Malang dan Mojokerto. Kedua surat kabar ini dibredel
Belanda pada saat melakukan Agresi Militer I di Jli 2014. Istilah Bandung Lautan Api kemudian dikenal
berkat sebuah artikel yang ditulis oleh Atje Bastaman, seorang wartawan muda yang menulis untuk koran
Suara Merdeka. Atje menyaksikan peristiwa terbakarnya kota Bandung yang sudah tampak merah dari
Cicadas hingga Cimindi dari atas bukit Gunung Leutik di Garut. Ketika tiba di Tasikmalaya keesokan
harinya ia langsung menuliskan apa yang disaksikan. Tulisannya tersebut yang terbit di harian Suara
Merdeka pada 26 Maret 1946 diberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Judul artikelnya kemudian harus
dipangkas menjadi Bandoeng Laoetan Api karena keterbatasan ruangan cetak di koran tersebut.

4. Sutan Syahrir

Tokoh pertempuran Bandung Lautan Api ini pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri
Republik Indonesia Serikat. Ketika Kolonel Nasution mengajukan keberatan untuk mengosongkan
Bandung, Syahrir justru memutuskan untuk menuruti ultimatum tentara Inggris / Sekutu. Dasar
pertimbangannya adalah bahwa TRI belum memiliki sarana yang memadai untuk menjadi tandingan
sekutu yang membawa banyak persenjataan. Dalam kondisi demikian, sangat beresiko menimbulkan
korban jiwa lagi di pihak Indonesia. Padahal TRI dibutuhkan untuk melawan NICA yang akan datang
setelah sekutu. Sutan Sjahrir menghawatirkan tindakan pembakaran akan merugikan rakyat juga karena
memerlukan biaya untuk membangunnya kembali.

You might also like