You are on page 1of 12

Bab III

Etika Profesi

A. Konsep etika
Kata “etika” secara etimologis berasal dari kata Yunani “ethos”, yang harfiah berarti “adat
kebiasaan”, “watak”, atau “kelakuan manusia”. Sebagai suatu istilah yang cukup banyak
dipakai dalam hidup sehari-hari, kata tersebut memiliki arti yang lebih luas dari sekadar
arti etimologis-harfiah. Dalam pemakaian sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat
dibedakan tiga arti kata “etika”. Arti pertama adalah sebagai “sistem nilai”. Kata “etika” di
sini berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan hidup atau sebagai
pedoman penilaian baik-buruknya perilaku manusia, baik secara individual maupun sosial
dalam suatu masyarakat. Arti pertama ini, misalnya dipakai dalam “Etika Jawa”, “Etika
Protestan” (Max Weber), dsb. Arti yang kedua adalah “kode etik”; maksudnya adalah
sebagai kumpulan norma dan nilai moral yang wajib diperhatikan oleh pemegang profesi
tertentu. Sebagai contoh misalnya pemakaian dalam istilah “Etika Kedokteran”, “Etika
Jurnalistik”. Arti ketiga, dan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah ilmu yang
melakukan refleksi kritis dan sistematis tentang moralitas
Etika sebagai salah satu cabang ilmu filsafat yang secara khusus mengkaji perilaku manusia
dari segi baik-buruknya atau benar-salahnya tindakan manusia sebagai manusia, dewasa ini
telah cukup berkembang dan mempunyai beberapa cabang atau spesialisasi bidang kajian.
Secara umum, dapat dibedakan dua cabang besar etika, yakni etika Umum atau Etika Dasar
dan Etika Khusus. Yang pertama adalah Etika yang menyajikan beberapa pengertian dasar
dan mengkaji beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral. Sedangkan yang kedua
adalah Etika yang membahas beberapa permasalahan moral dalam bidang-bidang khusus.
Sebagai contoh Etika Khusus, misalnya: Etika Sosial (Politik, Kemasyarakatan, Hukum),
Etika Biomedis, Etika Bisnis, Etika Ilmu, Etika Profesi, Etika Jurnalistik, Etika Keluarga,
Etika Lingkungan Hidup, Etika Kedokteran, Etika Keperawatan.

B. Konsep Etika Kerja


1. Pengertian Etika Kerja
Etika kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini
oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar pekerjaan yang diwujud
nyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas.
Etika kerja merupakan suatu hal yang sangat penting untuk digunakan oleh suatu individu
atau perusahaan sebagai pedoman dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, guna aktivitas
yang dilakukan tidak merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Menurut Rudito ,etika sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku
untuk seseorang, sekelompok, atau institusi. Jadi, etika kerja dapat diartikan sebagai
doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan
benar yang terwujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka.
Menurut Rudito yang menyatakan etika kerja sebagai semangat kerja yang didasari oleh
nilai-nilai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Supardan yang
menyatakan bahwa etika kerja adalah suatu semangat kerja yang dimiliki oleh masyarakat
untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup mereka. Etika kerja
menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan. Sedangkan
menurut Ernawan etika kerja merupakan sikap, pandangan, kebiasaan, ciri-ciri atau sifat
mengenai cara bekerja yang dimiliki seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa. Etika
kerja yang tinggi tentunya rutinitas tidak akan membuat bosan, bahkan mampu
meningkatkan prestasi kerjanya atau kinerja. Hal yang mendasari etika kerja tinggi di
antaranya keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan, maka individu yang
mempunyai etos kerja tinggi akan turut serta memberikan masukan-masukan ide di tempat
bekerja.
2. Fungsi Etika Kerja
Secara umum etika kerja dapat berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan
kegiatan sebuah individu. Menurut Ernawan fungsi etika kerja adalah:
1) Pendorong timbulnya perbuatan.
Etika kerja dapat menjadi pendorong timbulnya perbuatan, dimana etika kerja bisa
membuat individu atau dalam kelompok dapat melakukan suatu perbuatan agar tercapai
hal yang diinginkan
2) Penggairah dalam aktivitas.
Dalam melakukan sebuah aktivitas sehari-hari baik itu secara individu atau dalam
kelompok, etika kerja dapat menjadikannya lebih bersemangat dalam menjalankan
aktivitas tersebut. Sehingga dapat dicapai hasil yang diinginkan.
3) Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar.
Etika kerja dapat menggerakkan individu atau sekelompok orang agar mau melakukan
sesuatu untuk mencapai hal yang diinginkan, sehingga terciptalah kesepakatan dalam
pencapaian target tersebut.
3. Indikator Etika Kerja
Indikator yang dibuat menurut Instrumen Abbas Ali yang terdiri dari item:
1) Dedikasi pekerjaan.
2) Bekerja dengan baik bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain.
3) Seseorang harus bekerja sesuai dengan kemampuannya.
4) Hubungan baik dalam organisasi harus ditumbuhkan dan dikembangkan.

C. Konsep Etos Kerja


1. Pengertian Etos Kerja
Manusia adalah mahluk kerja yang ada persamaannya dengan hewan juga, bekerja
dengan cara sendiri. Tetapi tentu lain dengan caranya. Hewan bekerja semata
berdasarkan naluriah, tidak ada etos, kode etik atau permintaan akal. Tetapi manusia
memilikinya harus punya etos dan pendayagunaan akal. Untuk meringkan beban tenaga
kerja yang terbatas maupun meraih prestasi yang sehebat mungkin. Bilamana manusia
bekerja tanpa etos, tanpa moral dan akhlak maka gaya kerja manusia meniru hewan,
turun tingkat kerendahan. Demikian juga bilamana manusia bekerja tanpa
menggunakan akal, maka hasil kerjanya tidak akan memperoleh kemajuan apa-apa.
Etos berasal dari bahasa Yunani ethos yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki individu, tetapi juga
oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk dari berbagai kebiasaan, pengaruh
budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos lahirlah apa yang disebut
dengan “ethic” yaitu, pedoman, moral dan perilaku, atau dikenal pula etiket yang
artinya cara bersopan santun. Sehingga dengan kata etik ini, dikenallah istilah etika.
Etika berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang.
Etos juga mempunyai makna nilai moral yaitu suatu pandangan batin yang bersifat
mendarah daging dengan menghasilkan pekerjaan yang baik, bahkan sempurna, nilai-
nilai Islam yang diyakini dapat diwujudkan. Karenanya, etos bukan sekedar
keperibadian atau sikap, melainkan lebih mendalam lagi, dia adalah martabat, harga
diri, dan jati diri seseorang. Etos menunjukkan pula sikap dan harapan seseorang.
Harapan diartikan sebagai keterpautan hati kepada yang diinginkannya terjadi dimasa
yang akan datang perbedaana antara harapan dengan angan-angan adalah bahwasanya
angan-angan membuat seseorang menjadi pemalas dan terbuai oleh khayalannya tanpa
mau mewujudkannya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etos adalah pandangan hidup yang khas dari
suatu golongan sosial. Sedangkan etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri
khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Sejalan dengan itu Franz Magnis
Suseno berpendapat bahwa etos adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau
sekelompok orang sejauh didalamnya termuat tekanan moral dan nilai-nilai moral
tertentu. Sedangkan Clifford Geertz mengartikan etos sebagai sikap yang mendasar
terhadap diri dan dunia yang dipacarkan hidup.
Dengan demikian, etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja,
menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun
kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Manusia tidak dapat memperbaiki hidupnya
tanpa semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang pekerjaan
yang ditangani.
Sedangkan Etos Kerja Menurut Max Weber Adalah sikap dari masyarakat terhadap
makna kerja sebagai pendorong keberhasilan usaha dan pembangunan. Etos kerja
merupakan fenomena sosiologi yang eksistensinya terbentuk oleh hubungan produktif
yang timbul sebagai akibat dari struktur ekonomi yang ada dalam masyarakat.
Menurut Pandji Anoraga, etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa
atau suatu umat terhadap kerja. Kalau pandangan dan sikap itu melihat bekerja sebagai
suatu hal yang luhur untuk eksitensi manusia sebagai etos kerja itu akan tinggi.
Sebaliknya kalau melihat kerja sebagai suatu hal yang tak berarti untuk kehidupan
manusia. Apalagi kalu sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja. Oleh
sebab itu untuk menimbulkan pandangan dan sikap yang menghargai kerja sebagai
sesuatu yang luhur, diperlukan dorongan atau motivasi.
Menurut Jansen H. Sinamo, etos kerja professional adalah seperangkat perilaku kerja
positif yang berakar pada kesadaran kental, keyakinan yang fundamental, disertai
komitmen yang total pada paradigma kerja integral. Istilah paradigma disini berarti
konsep utama tentang kerja itu sendiri yang mencakup idealisme yang mendasari,
prinsip-prinsip yang mengatur, nilai-nilai yang menggerakkan,sikap-sikap yang
dilahirkan,standar-standar yang hendak dicapai, termasuk karakter utama, pikiran
dasar, kode etik, kode moral, dan kode perilaku bagi para pemeluknya. Jadi jika
seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigmakerja tertentu,
percaya padanya secara tulus dan serius, serta berkomitmen pada paradigma kerja
tersebut maka kepercayaan itu akan melahirkan sikap kerja dan perilaku kerja mereka
secara khas itulah etos kerja mereka, dan itu pula budaya kerja mereka.
Dengan kata lain, etos kerja dapat juga berupa gerakan penilaian dan mempunyai gerak
evaluatif pada tiap-tiap individu dan kelompok. Dengan evaluasi tersebut akan tercipta
gerak grafik menanjak dan meningkat dalam waktu-waktu berikutnya. Ia juga
bermakna cermin atau bahan pertimbangan yang dapat dijadikan pegangan bagi
seseorang untuk menentukan langkah langkahyang akan diambil kemudian.
Ringkasnya, etos kerja adalah double standar of life yaitu sebagai daya dorong di satu
sisi, dan daya nilai pada setiap individu atau kelompok pada sisi lain.
2. Ciri-Ciri Etos kerja.
Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap
dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam
bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang
akan memuliyakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia
pilihan,di antaranya:
a) Memiliki jiwa kepemimpinan (leadership)
Memimpin berarti mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain,
agar orang lain tersebut dapat berbuat sesuai dengan keinginannya. Kepemimpinan
berarti kemampuan untuk mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran (role),
sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya.
b) Menghargai waktu
Dia sadar waktu adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik, dan dia pun
sadar bahwa sedetik yang lalau tak pernah akan kembali padanya. Waktu baginya
adalah aset Ilahiyah yang sangat berharga, adalah ladang subur yang membutuhkan
ilmu dan amal untuk diolah dan dipetik hasilnya pada waktu yang lainnya.
c) Dia tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan (positive improvements), karena
merasa puas di dalam berbuat kebaikan, adalah tanda-tanda kematian kreatifitas.
Sebab itu sebagai konsekuensi logisnya, tipe seorang mujahid itu akan tampak dari
semangat juangnya, yang tak mengenal lelah, tidak ada kamus menyerah, pantang
surut apalagi terbelenggu dalam kemalasan yang nista.
d) Hidup berhemat dan efisien.
Orang yang berhemat adalah orang yang mempunyai pandangan jauh ke depan.
Dengan berhemat bukanlah dikarenakan ingin mempunyai kekayaan, sehingga
melahirkan sifat kikir individualistis, tetapi berhemat dikarenakan ada suatu
reserve, bahwa tidak selamanya waktu itu berjalan secara lurus, ada up and down,
sehingga berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan terjadi dimana yang
akan datang.
e) Memiliki jiwa wiraswasta (enterpreunership).
Dia memiliki semangat wiraswasta yang tinggi, tahu memikirkan segala fenomene
yang ada di sekitarnya, merenung dan kemudian bergelora semangatnya untuk
mewujudkan setiap renungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan realistis.
f) Memiliki insting bertanding & bersaing.
Insting bertanding merupakan butir darah dan sekaligus mahkota kebesaran setiap
muslim yang sangat obsesif untuk selalau tampil meraih prestasi atau achievements
yang tinggi. Dia tidak pernah akan menyerah pada kelemahan atau pengertian nasib
dalam artian sebagai seorang fatalis.
g) Keinginan untuk mandiri (independent)
keyakinannya akan nilai tauhid penghayatannya terhadap ikrar-iyyaka na’budu,
menyebabkan setiap pribadi muslim yang memiliki semangat jihat sebagai etos
kerjanya, adalah jiwa yang merdeka.
h) Haus untuk memiliki sifat keilmuan
Seseorang yang mempunyai wawasan keilmuan tidak pernah cepat menerima
sesuatu sebagai taken for granted karena sifat pribadinya yang kritis dan tak pernah
mau menjadi kerbau yang jinak, yang hanya mau manut kemana hidungnya ditarik.
Dia sadar bahwa dirinya tidak boleh ikut-ikutan tanpa pengetahuan karena seluruh
potensi dirinya sesuatu saat akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT.
i) Berwawasan makro universal
Dengan wawasan yang luas, seorang menjadi manusia yang bijaksana. Mampu
membuat pertimbangan yang tepat, serta setiap keputusannya lebih mendekati
kepada tingkat presisi (ketepatan) yang terarah dan benar.
j) Memperhatiakan kesehatan dan gizi
k) Ulet dan pantang menyerah
l) Berorientasi pada produktivitas
m) Memperkaya jaringan silaturahmi

D. Konsep Etika Profesi


Munculnya etika profesi berasal dari terjadinya banyak penyimpangan perilaku dari
penyandang profesi terhadap sistem nilai, norma, aturan ketentuan,yang berlaku dalam
profesinya. Tidak adanya komitmen pribadi dalam melaksanakan tugas, tidak jujur, tidak
bertanggungjawab, tidak berdedikasi, tidak menghargai hak orang lain, tidak adil dan
semacamnya. Alasan-alasan penyandang profesi melakukan tindakan tidak etis biasanya
didasarkan pada pemikiran bahwa manusia akan berbuat apa yang paling leluasa bisa
diperbuatnya; berbuat apa saja demi suatu kemenangan; selalu mencoba merasionalisme
pilihan-pilihannya dengan relativisme (dengan kata lain akan selalu berusaha mencari
pembenaran yang dapat diterima untuk setiap perilakunya).
Etika profesi merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari
etika sosial. Kita sudah memahami bahwa etika secara definitif adalah cabang ilmu yang
berisi sistem dan pedoman nilai yang berkaitan dengan konsepsi benar salah yang berlaku
di suatu komunitas. Sedangkan profesi dipahami sebagai suatu bidang pekerjaan yang
didasarkan pada suatu kompetensi khusus, berbasis intelektual, praktikal dan memiliki
standar keprofesian tertentu yang membedakannya dari profesi lainnya. Dengan
megelaborasi kedua definisi tersebut maka kita dapat mendefinisikan bahwa etika profesi
merupakan pedoman nilai berperilaku yang disepakati pada tatanan suatu profesi.
Anang Usman memberikan definisi filosofis mengenai etika profesi sebagai sikap hidup
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan
keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan
terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang
seksama (http://for7delapan.wordpress.com/2012/06/22/definisi-etika-profesi-menurut-
para-ahli/).
Cutlip, Carter dan Broom (2000:144) menjelaskan bahwa “right conduct suggest that
actions are consistent with moral values generally accepted as norms in a society or culture.
In profession, the application of moral values in practice is referred to as applied ethics.
Establish profession translate widely shared ideas of right conduct into formal codes of
ethics and professional conduct.” Intinya mereka mengatakan bahwa etika profesi
merupakan perilaku yang disarankan secara efektif dalam bertindak sesuai dengan
pedoman nilai-nilai moral yang diterima secara umum di masyarakat atau kebudayaan
tertentu. Menurut professional, aplikasi nilai moral pada implementasinya didasarkan pada
etika pelaksanaannya. Membangun etika perilaku profesi tersebut, akan sangat ideal
apabila sejalan dengan kode etik normatif (formal) dan mendapatkan pengakuan secara
professional, yang berdasarkan cara pelaksanaannya dan penerapan sanksinya jika terjadi
pelanggaran pada pelaksanaannya.
Etika profesi merupakan sikap etis yang menjadi bagian integral dari sikap hidup dalam
menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Sebagai cabang filsafat etika profesi
mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada
bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia. Etika profesi juga berkaitan dengan
bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangat diperlukan untuk
menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).
E. Prinsip-Prinsip Etika Profesi
Menurut Keraf (1993:49-50) dalam Rismawaty (2008), prinsip- prinsip etika profesi, antara
lain:
1) Tanggungjawab
Setiap orang penyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap
profesi, hasil dan dampaknya yang ditimbulkan tersebut terdapat dua arti:
- Tanggungjawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya (by function), artinya
keputusan yang diambil dan hasil dari pekerjaan tersebut harus baik serta dapat
dipertanggung jawabkan, sesuai dengan standar profesi, efisien dan efektif.
- Tanggungjawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan dari pelaksanaan profesi
(by profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi,
organisasi/perusahaan dan masyarakat umum lainnya, serta keputusan atau hasil
pekerjaan tersebut dapat memberikan manfaat dan berguna yang baik bagi dirinya atau
pihak lainnya. Prinsipnya, sebagai profesional harus berbuat yang baik (beneficence)
danj tidak untuk berbuat sesuatu kejahatan (non maleficence).
2) Kebebasan
Para profesional memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa takut
atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggungjawab dalam batas-batas
aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik sebagai standar perilaku profesional.
3) Kejujuran
Jujur dan setia serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya, mengakui akan
kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan
diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan,
pelatihan dan pengalaman.
4) Keadilan
Dalam menjalankan profesinya, maka setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak
dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak atau mengganggu milik orang lain,
lembaga atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik bangsa dan Negara. Di samping
itu harus menghargai hak-hak, menjaga kehormatan nama baik, martabat dan milik bagi
pihak lain agar tercipta saling menghormati dan keadilan secara obyektif dalam kehidupan
masyarakat.
5) Otonomi
Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam
menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuannya.
Organisasi dan departemen yang dipimpinnya itu melakukan kegiatan operasional atau
kerja yang terbebas dari campur tangan pihak lain. Apa pun yang dilakukannya itu adalah
merupakan konsekuensi dari tanggung jawab profesi, kebebasan, otonom merupakan hak
dan kewajiban yang dimiliki bagi setiap profesional.
F. Pelaksanaan Etika Dalam Profesi
Nilai yang terkandung didalam etika bukan hanya milik satu atau dua orang atau
sekelompok tertentu saja, akan tetapi juga merupakan milik setiap kelompok masyarakat,
bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan
keberadaan nilai-nilai etika tersebut, maka suatu kelompok diharapkan akan memiliki
pedoman tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
Kelompok masyarakat yang memiliki nilai-nilai yang menjadi pijakan dalam pergaulan
baik dengan kelompok atau masyarakat pada umumnya maupun dengan sesama
anggotanya dikatakan sebagai masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat
perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode
etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
Sorotan masyarakat dapat menjadi semakin tajam ketika perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati
bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada
masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya
mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter yang melakukan tindakan malpraktek,
atau juga tindakan profesi wartawan yang banyak mengabaikan aspek keseimbangan
pemberitaan.
Dalam melakukan penilaian pada perilaku etis, Berten (2013:165) melakukan dua
pendekatan moral yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yaitu etika kewajiban
dan etika keutamaan. Etika kewajiban mempelajari prinsip-prinsip dan aturan-aturam
moral yang berlaku untuk setiap perbuatan. Etika ini menunjukkan norma dan prinsip mana
yang perlu diterapkan. Jika terjadi konflik antara dua atau lebih prinsip moral, dan
keseluruhannya tidak dapat diimplementasikan secara simultan (bersamaan) maka etika ini
mencoba menentukan pilihan mana prinsip moral yang menjadi prioritas.
Etika keutamaan memiliki orientasi yang berbeda. Etika ini tidak berfokus pada perbuatan
satu demi satu, apakah sesuai dengan norma moral atau tidak, tetapi lebih menekankan pada
manusia itu sendiri. Etika ini mempelajari keutamaan yang artinya, sifat watak asli yang
dimiliki manusia. Etika ini tidak menyelidiki apakah perbuatan itu benar atau salah – baik
atau buruk , tetapi lebih mengarahkan pada si pelakunya yaitu manusia (being) dan ini
berkebalikan dengan etika kewajiban yang berfokus pada perbuatannya (doing). Dengan
kata lain, etika keutamaan hendak menjawab pertanyaan: “Seharusnya saya menjadi orang
yang bagaimana?”, sedangkan etika kewajiban hendak menjawab pertanyaan: ‘Apa yang
seharusnya saya lakukan?”
Pertanyaannya adalah: “Apakah keduanya berjalan sendiri-sendiri? Saling bertentangan?
Saling mendahului?”
Jawabannya tentu saja tidak. Etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan. Etika
kewajiban biasanya diatur dalam bentuk nilai dan norma yang dibakukan dalam bentuk
aturan-aturan untuk mengelola tindakan-tindakan seseorang. Sementara etika keutamaan
bersumber dari nature atau sifat dari si manusia itu sendiri. Maknanya, aturan-aturan tidak
akan berarti apabila tidak didukung dengan sifat manusia yang bersedia untuk menjalankan
aturan-aturan tersebut. Kesimpulannyan, aturan-aturan yang sudah baik tidak akan
terimplementasi jika si pelaksana aturan enggan menjalankannya. Dari sini maka jelas
bahwa etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan.
Merujuk kepada konsepsi tersebut, maka jelas dalam menjalankan sebuah profesi
dibutuhkan kedua pendekatan itu – etika keutamaan dan kewajiban. Seorang professional
tidak hanya terikat pada kode etik profesi namun juga memiliki kewajiban untuk
menjalankannya. Hal ini dimaksudkan agar kode etik tidak sekedar menjadi norma-norma
tanpa makna dan tidak implementatif. Perilaku dan tindakan seorang professional harus
mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung didalam kode etik pada profesinya.
G. Kode Etik Profesi
Kita sudah menyinggung mengenai kode etik profesi pada bagian sebelumnya. Frasa ini
sudah sangat sering kita dengar dalam keseharian, namun jarang dari kita yang benar-benar
memahami apa sesungguhnya definisi dan makna yang terkandung dalam frasa kode etik
ini. Dari kaidah bahasa frasa ini terdiri dari dua kata yaitu ‘kode’ dan ‘etik’. Kode
merupakan tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang
disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita,
keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan
peraturan yang sistematis. Sementara frasa etik dan profesi sudah pernah kita bahas
sebelumnya. Maka jika digabungkan, kode etik profesi merupakan sekumpulan peraturan
yang sistematis yang mengatur perilaku dan tindakan para penyandang profesi.
Masing-masing penyandang profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru
kemudian dapat melaksanakannya. Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi.
Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah
dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas
dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-
norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi
adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang
apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang
dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional.
Sigit (2012:127) mendefinisikan kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan
professional tertulis yang secara tegas menyatakan hal-hal yang benar dan baik serta hal-
hal yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Secara formal, kode etik ini
dirumuskan atau diterapkan secara resmi oleh asosiasi, organisasi profesi atau suatu
lembaga/entitas tertentu.
Bertens (dalam Ruslan, 2011:69) mengatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma
yang telah ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi dan untuk mengarahkan atau
memberikan petunjuk kepada para anggotanya, yaitu bagaimana seharusnya (das sollen)
berbuat sekaligus menjamin kualitas moral profesi yang bersangkutan di masyarakat untuk
memperoleh tanggapan yang positif. Apabila dalam pelaksanaannya (das sein) ada anggota
profesi melakukan perbuatan yang melanggar kode etiknya, maka secara keseluruhan
kelompok profesi tersebut akan tercemar reputasinya di masyarakat.
Kode etik profesi merupakan perumusan norma-norma dan nilai-nilai moral yang menjadi
indikator perilaku (code of conduct) kelompok profesi tertentu. Kelompok profesi harus
menaati kode etik tersebut, sekaligus mencegah pelanggaran serta berani menjatuhkan
sanksi kepada setiap anggotanya yang melanggar. Sehingga kode etik ini baru bisa efektif
dilakukan apabila dapat dijiwai oleh cita-cita dan nilai luhur yang hidup dalam profesi
tersebut.
Kode etik pada dasarnya bukan merupakan hal yang baru. Tata nilai ini sudah lama
dilakukan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh
kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah adanya “SUMPAH HIPOKRATES”, yang
dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hipokrates yang hidup pada
zaman Yunani kuno mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Kedokteran yang
namanya dijadikan sebagai kode etik kedokteran hingga hari ini. Ia hidup pada abad ke-5
SM. Meskipun ahli-ahli sejarah meragukan bahwa sumpah ini merupakan buah karya
Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya “kode etik” berasal dari murid-muridnya dan
meneruskan semangat profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani tersebut.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan
pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada,
pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya
selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah
satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak
akan efektif kalau didrop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-
instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam
kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan
barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu
sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan
baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil self regulation (pengaturan diri) dari profesi.

You might also like