You are on page 1of 8

Pendekatan Konflik

Menurut Fred R. David, sebagaimana dikutip oleh Dono Sunardi bahwa ada tiga pendekatan manajemen
konflik, yaitu:

a.       Penghindaran (avoidance): pengabaian persoalan dengan harapan konflik akan selesai dengan
sendirinya.

b.       Defisi (Defision) : tidak menekan perbedaan antar pihak yang berkonflik.

c.       Konfrontasi: mempertukarkan pihak-pihak yang berkonflik sebagai pembelajaran.

Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh seorang guru di dalam melatih anak asuhnya agar
terampil dalam mengelola konflik mereka adalah sebagai berikut:

1)        Mengenalkan substansi konflik anak asuh yang akan dilatih untuk mengelola konflik perlu
diberikan wawasan yang cukup komprehensif tentang hakekat konflik, yaitu bahwa di mana pun
konflik bisa saja terjadi, berkonotasi negatif, perlu dikenali dan apa pun hasil akhirnya sangat
tergantung pada pengelolaannya.
2)        Mengenalkan faktor terjadinya konflik
Munculnya konflik biasanya diisyaratkan oleh adanya komentar
emosional, serangan gagasan yang apriori, saling tuduh, dan saling serang pada pribadi. Dengan
memahami hal ini diharapkan anak didik dapat berfikir cerdik dan mampu menganalisa sendiri
setiap perilaku yang berpotensi menimbulkan konflik.
3)      Mengenalkan aspek positif dari konflik
Anak asuh perlu mengetahui dengan baik bahwa konotasi negatif dalam setiap konflik bukanlah
sesuatu yang final. Di balik sisi negatifnya masih terdapat sisi positif yang dapat dimanfaatkan
apabila dikelola dengan baik. pengelolaannya dapat dilakukan dengan cara konfrontasi agresif,
manufer negatif, penundaan terus menerus, dan bertempur secara pasif.
4)      Membangun keberagaman inklusif
Dengan memberikan wawasan tentang pendidikan multicultural pada anak asuh tersebut
akhirnya bermuara pada terciptanya sikap siswa/anak asuh yang mau memahami, menghormati,
menghargai perbedaan budaya, etnis, agama yang ada dilingkungan tersebut. Bahkan bisa
dimungkinkan mereka dapat bekerja sama kemudian pendidikan multicultural memberikan
penyadaran bahwa perbedaan di antara mereka tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk
bersatu. Dengan perbedaan siswa, justru diharapkan tetap bersatu, tidak bercerai berai’ mereka
juga diharapkan menjalin kerja sama dengan berlombah-lombah dalam kebaikan.
5)        Memberikan pendidikan sosial anak
Yang dimaksud pendidikan sosial/kemasyarakatan disini ialah pendidikan anak agar terbiasa
melakukan hal-hal yang positif; seperti, tata karma sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan dan
emosi keimanan yang mendalam agar dimasyarakat anak bisa bergaul dengan baik dan bertindak
bijak, 20karena pendidikan sosial merupakan fenomena tingkah laku dan psikologis watak yang
dapat mendidik anak guna menunaikan segala kewajiban, sopan santun, control sosial, dan
interaksi yang baik dengan orang lain.
Seorang guru dalam mengelola konflik siswa berbeda antara guru yang satu dengan guru
yang lain, masing-masing guru mempunyai cara dan metode yang berbeda dalam menyelesaikan
konflik siswa. Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses
belajar-mengajar itu kurang lancar. Siswa merasa ada distansi (jarak) dengan guru, maka sulit
untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar.
Guru yang kurang bijaksana, dan tidak pernah mengadakan pendekatan dengan murid, tidak
pernah mengetahui bahwa didalam kelas itu ada klik atau group yang satu dengan yang lainnya
saling bersaing secara tidak konstruktif, malah mungkin bisa melatar belakangi perkelahian antar
pelajar secara massal. Jiwa kelas perluh dibina, bahkan hubungan antar individu perlu
ditonjolkan. Kelas yang mati, yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk group atau gang tidak
diharapkan. Guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong
dalam belajar berkelompok.

B.       Jenis-Jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar
kelompok dan konflik antar organisasi.
1.      Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila
pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi
sekaligus. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a.       Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-
sama menarik.
b.      Konflik pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama menyulitkan.
c.       Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.      Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda
status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika
yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan
beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi
proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.    Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai
contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena
ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4.    Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja-manajemen merupakan dua macam bidang
konflik antar kelompok.
5.    Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap
sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini
berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara
lebih efisien.

C.      Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan
tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang
mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
b.      Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
c.       Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang
lebih tinggi. Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat
baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan
mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1)        Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat
diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
2)        Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
3)        Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat
merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi
organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang
adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik.
Menurut Mc.Namara (2007) ada beberapa tipe tindakan manajerial yang menyebabkan konflik di tempat kerja
yaitu :
a.    Komunikasi yang terbatas.
b.   Jumlah sumber daya yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi
c.    “Karakter Pribadi”, termasuk konflik nilai atau tindakan antara manajer dengan pekerja.
d.   Masalah kepemimpinan, termasuk ketidakkonsistenan, kehilangan arah, kepemimpinan yang memperoleh
informasi cukup.

D.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konflik


Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1.         Faktor Intern
a.         Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat
konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai
pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
b.      Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara
berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
c.    Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
d.   Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan,sitem imbalan
dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan
bukanlah soal yang mudah.

2.      Faktor Ekstern
a.       Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir
menjadi konflik.
b.        Kekaburan aturan/norma di masyarakat. Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan
pola bertindak.
c.         Derajat ketergantungan dengan pihak lain Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain
semakin mudah konflik terjadi.
d.        Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup
menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

E.       Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan
juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara
lain :
1.         Introspeksi diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi konflik? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang
menjadi dasar dan persepsi kita?. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur
kekuatan kita.
2.      Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat
mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka
atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk
sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua
sudut pandang.
3.         Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat
teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4.         Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik :
a.         Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan
pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan
keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital.
Hanya perlu diperhatikan situasi menang-kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang
kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa
dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya
(kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.      Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik
ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag
kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba
untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa
terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu
pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c.       Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain
mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal
ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap
menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan
hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d.      Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-
sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win
solution)
e.       Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri
kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada
lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita
pertimbangkan.
F.       Konflik Siswa
1.      Pengertian
Seseorang mempunyai asumsi atau pendapat yang berbeda mengenai konflik. Asumsi
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti budaya, agama, pendidikan, pengalaman
mengahadapi konflik, jenis kelamin, dan sebagainya. Secara umum, asumsi orang dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu konflik buruk dan merusak; konflik netral, tidak baik
dan tidak buruk, serta sesuatu yang baru. Asumsi orang mengenai konflik memengaruhi gaya
manajemen konflik orang ketika menghadapi situasi konflik. Apalagi pada seorang anak didik,
karena pada usia-usia sekolah anak lebih cenderung menggunakan emosi terlebih dahulu.
Banyak orang juga berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang buruk, negatif, dan
merusak. Oleh karena itu, konflik harus dicegah dan dihindari. Stephen P. Robbins (1992)
menyebut asumsi ini sesuatu yang merusak mengasosiasikan konflik dengan sesuatu yang
negatif, antara lain sebagai berikut:
a.    Konflik buruk. konflik menimbulkan sesuatu yang buruk, seperti pertentangan, kompetisi,
perkelahian, perang, dan sebagainya.
b.    Konflik merusak. Konflik merusak keharmonisan hidup dan hubungan baik antarmanusia,
keselarasan, serta keseimbangan hidup dan interaksi sosial antar manusia.
c.    Konflik sama dengan kekerasan dan agresi. Konflik mengarah kepada kebencian, kekerasan,
agresi, perkelahian, dan perang.
d.   Konflik emosional dan irasional. Konflik dapat membuat orang menjadi emosional dan irasional;
membuat orang merasa bahwa dirinya sendiri yang benar dan lawan konfliknya salah, tanpa
mempertimbangkan fakta dan data yang ada.
e.    Konflik merupakan penyebab stres dan frustasi. Pihak-pihak yang terlibat konflik akan
mengalami stres dan frustasi sehingga mempengaruhi fisik dan kejiwaan seorang anak.
f.     Konflik sama dengan perang, agresi, kehancuran, dan penderitaan manusia. Konflik destruktif
sama dengan perang. Dimana terjadi saling menyerang dan agresi.
g.    Konflik ancaman. Bagi pihak yang terlibat konflik, konflik merupakan ancaman dari lawan
konflik yang berupaya untuk mengalahkannya. Apabila kalah saat terlibat konflik, maka akan
kehilangan apa yang diimpikannya.
Seseorang yang berasumsi bahwa konflik adalah buruk dan merusak maka ia akan berupaya
untuk menghindari dan mencegah terjadinya konflik. Caranya dengan menghilangkan penyebab
terjadinya konflik, yaitu dengan menghindari penyebab konflik dan menindas penyebab konflik
tersebut jika suatu konflik akan terjadi dan telah terjadi.
2. Penyelesaian Konflik Pada Siswa
Dalam pembahasan mengenai hal ini strategi yang digunakan manajemen konflik dalam
mengatasi konflik siswa adalah dengan cara problem solving, yaitu dengan mencari alternatif
yang memuaskan anspirasi kedua belah pihak. Problem solving dapat di devinisikan sebagai
segala macam usaha yang dilakukan untuk mengalokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang
terjadi, yang dapat diterima oleh semua belah pihak. Peneliti sama sekali tidak bermaksud
mengatakan bahwa problem solving adalah langkah terakhir dalam suatu kontroversi.
Bahkan, problem solving sering kali digunakan sebagai strategi pertama, terutama bila dengan
pihak lain di anggap berharga untuk tetap dipertahankan.
Problem solving yang terbaik melibatkan usaha bersama untuk medapatkan solusi yang dapat
deterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak dapat berbicara dengan bebas. Mereka dapat
saling bertukar informasi tentang kepentingan dan priorotas masing-masing. Bersama-sama
mengidentifikasi apa yang sesungguhnya terjadi.
Ada banyak argumentasi untuk menggunakan problem solving, salah satunya adalah karena
strategi ini mengurangi kemungkinan terjadinya eskalasi yang tak terkendali. Hal ini dapat
timbul karena strategi ini tidak menjadi ancaman bagi pihak lain dan secara psikologis bersifat
kompatibel. Problem solving  juga mendorong ditemukannya kompromi dan opsi-opsi integratif
yang sesuai dengan kepentingan semua pihak.
Tetapi bukan berarti bahwa problem solving tidak mengandung resiko. Usaha-usaha
individual untuk mencari solusi yang dapat diterima semua pihak cenderung melemahkan usaha
suatu pihak untuk mencari penyelesaian sendiri, sehingga dapat di anggap sebagai sinyal
kelemahan oleh pihak lain.
Problem solving yang sukses dapat melahirkan tiga macam hasil, yakni: kompromi,
kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang, atau solusi integratif.
a.    Kompromi
Kompromi adalah kesepakatan yang dicapai ketika kedua belah pihak mengambil titik
tengah dari sebuah dimensi yang jelas. Kompromi terkadang baik bagi kedu belah pihak, namun
terkadang juga bias sangat buruk. Tetapi kebanyakan kompromi memberikan hasil yang lebih
kurang berada ditengah bagi kedua belah pihak. Apabila dapat dicapai, solusi integratif bagi
kedua belah pihak biasanya lebih baik dari pada kompromi.
b.      Kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang
Kompromi bukanlah satu-satunya solusi yang adil. Terkadang hasil dari problem
solving berupa sebuah prosedur untuk menentukan siapa yang keluar sebagai pemenang, yaitu
aturan untuk mengabulkan semua permintaan salah satu pihak, sementara pihak yang lainnya
mendapatkan sedikit atau bahkan tidak mendapatkan apapun.
c.    Solusi Integratif
Sebuah solusi yang integratif adalah solusi yang merekonsiliasikan (yang berarti
mengintegrasikan) kepentingan kedua belah pihak. Solusi integratif terkadang disertai alternatif
yang sudah dikenal sebelumnya, tetapi yang lebih sering terjadi ada pengembangan alternatif
baru yang membutuhkan kreativitas dan imajinasi. Untuk alasan ini lebih tepat dikatakan bahwa
solusi integratif biasanya muncul dari proses berpikir kreatif. Solusi integratif dapat dirancang
oleh masing-masing pihak secara sendiri-sendiri, oleh kedua belah pihak secara bersama-sama,
atau oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator.
Meskipun memang benar bahwa problem solving dapat melahirkan salah satu dari tiga
kemungkinan hasil kompromi, kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang, atau solusi
integratif, tetapi pihak-pihak yang berkonflik sangat disarankan untuk seajauh mengkin berusaha
mencapai solusi integratif. Saran ini diberikan karena empat alasan utama:
1)   Apabila aspirasi masing-masing pihak tinggi dan dikedu belah pihak ada perlawanan
untuk yielding.  Mungkin konflik tidak mungkin diatasi kecuali jika ditemukan cara yang dapat
menyatukan kedua belah pihak.
2)   Kesepakatan yang mengandung keuntungan lebih tinggi biasanya juga lebih berkemungkinan
untuk stabil. Kompromi, lempar koin dan kesepakatan mekanis lainnya seringkali tidak
memuaskan salah satu atau bahkan kedua belah pihak, yang menyebabkan isu yang
dikontrofersikan muncul kembali dimasa yang akan datang.
3)   Karena bersifat membuat semua pihak merasa senang, solusi integrati biasanya cenderung
memperkuat hubungan antara pihak-pihak yang terkait. Hubungan yang diperkuat biasanya
mempunyai kelebihan tertentu
4)   Dan juga memfasilitasi berkembangnya solusi integratif didalam situasisituasi selanjutnya.
5)   Solusi integratif biasanya mempunyai kontribusi terhadap kesejahteraan hidup masyrakat yang
lebih luas dimana pihak-pihak yang berkonflik menjadi anggotanya.
Dari ketiga hasil yang dapat timbul dari problem solving, solusi integratif hampir selalu
merupakan hasil yang paling diharapkan. Solusi integratif cenderung berlangsung lebih lama dan
memberikan lebih banyak sumbangan terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terkait
maupun terhadap kesejahteraan masyarakat yang lebih luas, bila dibandingkan dengan kompromi
dan kesepakatan tentang cara menentukan pemenang. Disamping itu, solusi integratif cenderung
mengurangi perasaan berkonflik. Meskipun solusi integratif tidak selalu ada, tetapi dikebanyakan
situasi ada lebih banyak potensi integratif dari pada yang terlihat. problem solving sangat
mungkin melahirkan solusi integratif apabila aspirasi masing-masing pihak tinggi, tekanan waktu
rendah, ketakutan terhadap konflik rendah, dan pihak-pihak yang berkonflik tidak terlalu
terobsesi oleh pentingnya keadilan.
3. Metode Penyelesaian Konflik Siswa
Berikut ini adalah metode-metode penanganan konflik siswa,
a.         Metode menstimulusi konflik
Menstimulusi konflik pada unit-unit atau siswa yang tetinggal lebih sulit jika dibandingkan
dengan standar. Disebabkan oleh tingkat konflik yang terjadi terlampau rendah. Yang dimaksud
dengan tingkat konflik yang terlalu rendah disini adalah memunculkan sikap yang bertentangan
dengan kebiasaan perilaku siswa. Implikasi yang muncul pada metode ini adalah :
1)      Apabila anggota kelompok memiliki keterbukaan dalam menerima pertentangan, maka konflik
melalui metode stimulasi membawa dampak yang konstruktif, bagi siswa.
2)      Apabila anggota kelompok bersifat tertutup dan tidak mengiginkan adanya petentangan, maka
bagi guru cara ini tidak berhasil dan akan membawa dampak destruktif karena anggota hanya
bersifat statis dan sulit untuk berubah. Bagi beberapa pihak yang dilibatkan akan menyisakan
dampak emosional yang tidak sehat.
3)      Apabila anggota kelompok memiliki keterbukaan maka bagi guru cara ini lebih mudah, dengan
memberikan stimulus/rangsangan ke arah yang positif agar kelompok yang satu berlomba
dengan yang lain untuk meraih prestasi yang lebih baik. Dengan adanya stimulus/rangsangan
yang positif, seorang anak akan lebih fokus pada apa yang diharapkannya, dan mereka juga bisa
bekerja sama antara satu dengan yang lainnya.
Metode ini dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut:
a)      Menyertakan orang luar
b)      Bertindak bertentangan
c)      Merestrukturisasi kelompok yang bersangkutan
d)     Merangsang persaingan
e)      Memilih ketua kelompok yang tepat
b.      Metode mengurangi konflik siswa
Dalam metode ini seorang guru mengelola konflik dengan jalan mendinginkan situasi yang
panas, tanpa mempersoalkan apa yang menjadi penyebab timbulnya konflik tersebut. Usaha
pendidik lebih pada mengurangi antagonisme yang timbul karena konflik. Pendidik dapat
menggunakan cara yang efektif dalam metode ini. antara lain adalah:
1)        Pemberian informasi tentang kelompok lain yang bertentangan, memperbanyak kontak-kontak
yang menyenangkan antara kelompok-kelompok yang berkonflik dengan mengusulkan untuk
mengadakan perudingan. Dan hal ini ternyata menujukkan bahwa tidak terlalu efektif untuk
mengurangi konflik.
2)        Menyadarkan dan mengarahkan segala tindakan kelompok kelompok tersebut kepada tujuan
yang lebih positif dan buka semata-mata untuk kepentingan kelompok.
3)        Mempersatukan kelompok-kelompok yang ada dengan jalan menghadapkan mereka dengan
bahaya antara masing-masing kelompok secara keseluruhan.

You might also like