You are on page 1of 20

ii

Laporan Kasus
MORBILI

Disusun untuk melengkapi tugas Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit

Oleh
dr. Siska Wulandari

Pembimbing
Dr. Donna Alfina, Sp.PD

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


RS BHAYANGKARA TK III PEKANBARU
PEKANBARU
2018
iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh; dengan mengucap


syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka atas rahmat-Nya akhirnya penulis
dapat menyusun Laporan Kasus ini dengan lancar. Laporan Kasus adalah salah
satu tugas yang harus dipenuhi peserta Program Internship Dokter Indonesia. Pada
kesempatan kali ini, Laporan Kasus yang penulis susun berjudul “morbili”
Tentunya dalam penyusunan Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat
rintangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan beberapa pihak rintangan dan
hambatan itu bisa teratasi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada dr. Donna alfina, sp.PD selaku pembimbing dan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan Laporan Kasus ini.
Tentunya penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari
kata sempurna, baik itu dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan
saran-saran yang membangun dari pembaca tentunya sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan penulisan selanjutnya.
Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat menjadi manfaat bagi
pembaca terkhusus rekan sesama peserta Program Internship Dokter Indonesia
lainnya.

Wassalamua’laikum Wr.Wb
Pekanbaru,

Penulis
4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

BAB 2 LAPORAN KASUS ................................................................................ 7

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14

3.1. DEFENISI MORBILI .................................................................................... 14

3.2. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................... 14

3.3. ETIOLOGI .................................................................................................... 15

3.4. GEJALA KLINIS .......................................................................................... 15

3.5. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS .............................................................. 16

3.6. PENCEGAHAN ............................................................................................ 17

3.7. TATALAKSANA .......................................................................................... 18

KESIMPULAN ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20


5

BAB I

PENDAHULUAN

Campak atau morbili atau rubeola merupakan infeksi yang umum terjadi pada

anak dan menyebar melalui droplet. Morbili merupakan salah satu penyebab kematian

pada anak-anak meskipun telah ditemukan vaksin terhadap virus campak Penyakit ini

dikarakteristikan denga gejala prodromal seperti demam, batuk, pilek, dan

konjungtivitis yang diikuti dengan ruam makulopapular.

Selama r66tahun 2000-2013 vaksinasi morbili telah mencegah 15,6 juta

kematian,dengan penurunan jumlah kematian sebesar 75% dari 544.400 pada tahun

2000 menjadi 145.700 pada tahun 2013. Sebelum era vaksinasi, lebih dari 90% anak

dibawah 15 tahun pernah mengalami morbili. Tahun 2011, Indonesia memiliki

cakupan vaksinasi campak sebesar 93,4% dan terdapat kasus campak sebesar 21.893

kasus dengan Sembilan kasus meninggal. Morbili disebabkan oleh virus campak

yang termasuk golongan paramyxovirus yang berada di dalam secret nasofaring dan di

dalam darah. Faktor resiko yang mendukung terjadinya infeksi virus morbili adalah

imunodefisiensi, malnutrisi, status vaksinasi dan defisiensi vitamin.

Morbili memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-

masing memiliki ciri khusus 6-8 Stadium prodormal berlangsung kira-kira 4-5 hari

dengan gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Stadium

erupsi yang berlangsung 4-7 hari setelah stadium prodormal ditandai dengan timbulnya

bercak koplik dan ruam mulai muncul dari belakang telinga menyebar ke wajah,

badan, lengan dan kaki. Stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai dengan erupsi
6

yang mulai menghilang. Kematian yang terjadi pada morbili terkait dengan komplikasi

yang terjadi. Sekitar 30% komplikasi dengan jumlah yang lebih banyak terjadi

pada anak usia di bawah lima tahun. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain

pneumonia, infeksi telinga, diare dan ensefalitis. Dengan pemberian vaksinasi campak

pada anak dapat mengurangi jumlah kematian. Vaksin campak dianjurkan untuk

diberikan melalui dua dosis karena sekitar 15% anak gagal mendapatkan imunitas

pada dosis pertama.


7

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS KORBAN

Nama : Tn. A R

Usia : 20 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Anggota polri

Alamat :Jl. Arifin ahmad

ANAMNESIS

Keluhan utama: Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang :

Sudah 5 hari pasien demam tinngi SMRS, demam di rasakan terus menerus dan

kadang menggil. Pasien juga mengeluhkan batuk kering dan di sertai pilek namun

tidak di sertai sesak. Sebelum SMRS pasien di ba pergi berobat ke klinik dan

diberikan obat penurun panas dan batuk namun keluhan pasien tidak berkurang. Pasien

juga mengeluhkan nyeri dan gatal pada tenggorokan serta muncul bercak-bercak

kemerahan di wajah, leher, dada samapi tangan dan kaki. Orang tua pasien mengaku

pertama kali muncul di wajah dan menjalar ke leher dada dan semakin lama bercak

kemerahan semakin meluas.bercak tidak bersisik, tidak menonjol, dan tidak terasa
8

panas ataupun gatal. Mata terlihat kemerahan dan berair nafsu makan berkurang. Mual

(+) muntah (-), mimisan(-) gusi berdarah di sangkal. BAB BAK dalam batas normal.

Riwayat penyakit terdahulu: Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini

sebelum nya.

riwayat penyakit keluarga:-

riwayat pengobatan: Paracetamol, ambroxol sirup, ctm

riwayat alergi: Alergi terhadap obat, makanan, dan debu disangkal

PEMERIKSAAN FISIK UMUM

a. Keadaan Umum : Baik, kesadaran sadar penuh, kooperatif


b. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
c. Nadi : 88 x/i
d. Pernafasan : 20 x/i
e. Suhu :38.8 °C
I. PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : Normochepal, ruam mukulopapular, batas tidak tegas di


seluruh wajah
Mata :
a. Kelopak :Edema (-/-)
b. Konjungtiva :Anemis (-/-),hiperemis (+/+)
c. Sklera :kemerahan dan berair, Ikterik (-/-)
d. Pupil :Bulat, isokor 3mm/3mm, refleks cahaya(+/+)
Telinga : Pendengaran dalam batas normal.
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-).
Mulut : bibir kering (+), lidah kotor (-), faring tampak hiperemis.
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal
9

Thorax :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-/-).
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Auskultasi : S1 S2 regular, bising jantung (-).
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tampak makulopapular batas tidak tegas tersebar di
kulit sekitar abdomen, tidak ada jejas atau luka.
Palpasi : Supel
Auskultasi : BU (+) normal.
Ektremitas : Akral hangat, oedem (-/-), tampak macula tersebar banyak di
kaki serta tangan pasien

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin

PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Darah rutin (24 maret 2018)
- Hemoglobin : 12,7 gr/dl
- Leukosit : 4000 /mm3
- Trombosit : 124.000 /mm3
- Hematokrit : 42,7 %
10

2. Rongent thorax

kesan : cord an pulmo dalam batas normal

II. DIAGNOSA
o Observasi febris ec Morbili
dd/ - Dengue
- Rubella
III. RENCANA TERAPI
- IVFD RL 40 gtt/i

- Paracetamol 3x1

- inj. Ranitidine 2x1

Followup 25 maret 2018

S : demam (+), batuk (+)

O: S : Compos Mentis

TD :110/60 mmHg

N : 94 x/mnt

RR : 18 x/mnt
11

T : 39,2°C

A : observasi febris

 IVFD RLl 30 ggt/i


 inf paracetamol 1000 mg 3x1 fls
 inj. Ranitidine 2x 25 mg
 codein 3x1 tablet

Followup 26 maret 2018

S : demam (+), batuk (+), gatal tenggorokan

O:
S : Compos Mentis
TD :120/60 mmHg
N : 92 x/mnt
RR : 18 x/mnt
T : 38,1°C
A : hypereksia ec morbili

• IVFD RL 30 ggt/i
• inf paracetamol 1000 mg 3x1 fls
• inj. Ranitidine 2x 25 mg
• codein 3x1 tablet
• Cetirizine 2x1

Followup 27 maret 2018


S : Demam (+) batuk (+)
O:
TD: 110/70
HR: 68x/i
RR: 20x/i
12

T : 36,0oC
A : hyperpireksia ec morbili

• IVFD RL 30 ggt/i
• inf paracetamol 1000 mg 3x1 fls
• inj. Ranitidine 2x 25 mg
• codein 3x1 tablet
• cetirizine 2x1

Followup 28 maret 2018


S : Demam (+) batuk (+)
O:
TD: 110/70
HR: 68x/i
RR: 20x/i
T : 36,2oC
A : Morbili

• IVFD RL 30 ggt/i
• inf paracetamol 1000 mg 3x1 fls
• inj. Ranitidine 2x 25 mg
• codein 3x1 tablet
• cetirizine 2x1
• acc BLPL
13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFENISI MORBILI

Morbili atau campak merupakan penyakit infeksi akut, kebanyakan menyerang

anak-anak dan disebabkan oleh virus (WHO, 2004). Virus penyebab penyakit campak

termasu ke dalam genus morbilivirus dan famili paramixovirus.

3.2 EPIDEMIOLOGI

Campak merupakan penyakit yang ada diseluruh negara di dunia ini. Campak

dikenal sebagai penyakit yang infeksius sejak 150 juta tahun yang lalu, pada tahun

1846 Panun mempelajari penyakit campak di Kepulauan Faroe dan menyatakan

penyakit campak merupakan penyakit menular dengan masa inkubasi kurang lebih 2

minggu dan setelah infeksi setiap penderitanya akan memiliki kekebalan seumur

hidupnya (WHO, 1999). Pada daerah beriklim sedang penyakit campak biasanya

muncul pada musim semi dan akhir musim dingin sedangkan di daerah yang beriklim

tropis campak lebih banyak terjadi pada musim panas. Campak merupakan penyakit

endemis di daerah metropolitan dan kemungkinan periode untuk terjadi Kejadian Luar

Biasa (KLB) umumnya antara 2-3 tahun, sedangkan pada daerah yang terpencil

interval antar KLB (honeymoon period) umumnya lebih panjang, namun daerah yang

terkena lebih luas dan lebih berat (Chin, 2009).

Pada tahun 2009 di Indonesia dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan

angka insiden sebesar 0,77 per 10.000 penduduk. Tiga Provinsi dengan Insident Rate

(IR) tertinggi adalah Riau (3,52/10.000 penduduk, Sumatera Barat 2/10.000 penduduk

dan Kalimantan Selatan 1,98 per 10.000 penduduk). Selama periode Januari sampai
14

dengan Desember 2009 di Indonesia telah terjadi 96 kali KLB campak, 2.770

penderita ditemukan saat KLB dengan kematian 42 orang (1,52%). Kelompok umur

tertinggi yang menderita campak adalah umur 5-9 tahun yaitu sebesar 5.698 orang

sedangkan yang paling rendah adalah usia <1 tahun sebanyak 1.890 orang

(Depkes,2009).

3.3 ETIOLOGI

Penyakit campak disebabkan oleh measles virus (MV), genus virus morbili

famili Paramyxoviridae (RNA), jenis morbilivirus yang mudah mati karena panas,

cahaya, ether dan trypsin (Depkes, 2008). Virus akan menjadi tidak aktif pada suhu

37ºC, pH asam atau bila dimasukkan dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan

pembekuan lambat maka infeksifitasnya akan hilang. Selama masa prodromal, virus

dapat ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih. Virus campak

hanya dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan hanya dapat aktif pada suhu

kamar selama 34 jam di alam bebas.

3.4 GEJALA KLINIS

Secara umum gejala atau tanda-tanda campak menurut Depkes (2008) adalah:

a. Panas badan biasanya ±38ºC selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu gejala

batuk, pilek, mata merah atau mata berair.

b. Gejala yang khas adalah adanya koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan

dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal).


15

c. Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk

makulo papular selama tiga hari atau lebih, dalam 4-7 hari akan menyebar keseluruh

tubuh.

d. kemerahan makulo papular setelah 1 minggu sampai 1 bulan berubah menjadi

kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Pada awal infeksinya penyakit

campak agak sulit untuk dideteksi, namun pada umumnya manifestasi klinik penyakit

campak terdiri dari tiga fase stadium yaitu fase prodromal, fase erupsi / paraxysmal

dan fase convalescen. Periode sejak terjadinya infeksi sampai munculnya gejala

berkisar antara 10 sampai dengan 12 hari.


16

3.5 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Otitismedia merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada infeksi

campak. Pneumonia interstitial (pneumonia campak) atau pneumonia bakterial dapat

timbul akibat infeksi bakteri sekunder oleh Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

aureus, atau Streptococcus grup A. Pasien dengan gangguan imunitas seluler (cell

mediated immunity) dapat mengalami pneumonia sel raksasa (pneumonia Hecht),

yang umumnya berakibat fatal. Anergi yang berkaitan dengan campak dapat

mengaktivasi tuberkulosis laten. Miokarditis dan limfadentis mesenterika merupakan

komplikasi yang jarang terjadi Ensefalomielitis terjadi pada 1-2 per 1000 kasus dan

umumnya timbul 2-5 hari setelah terjadinya ruam. Ensefalitis dini mungkin terjadi

karena infeksi langsung virus pada otak, sedangkan ensefalitis yang timbul kemudian

merupakan proses demielinisasi dan mungkin merupakan fenomena imunopatologis.

Panensefealitis sklerotik subakut (subacute sclerosing panencephalitis, SSPE)


17

merupakan komplikasi neurologis lambat yang terjadi pada infeksi campak yang

ditandai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan intelektualitas secara

progresif, dan disusul dengan kematian. SSPE diperkirakan terjadi pada 1 : 1.000.000

kasus campak, rata-rata 8-10 tahun setelah terjadinya campak. Belum ada terapi yang

efektif untuk penyakit ini.

3.6 PENCEGAHAN

Vaksin hidup campak mencegah terjadinya infeksi campak dan

direkomendasikan sebagai vaksin MMR untuk anak berusia 12-15 bulan dan 4-6

tahun. Vaksin measles, mumps, rubella, and varicella (MMRV), vaksin MMR yang

dikombinasi dengan vaksin varisela, merupakan vaksin alternatif yang dapat diberikan

pada anak usia 12 bulan – 12 tahun. Dosis kedua MMR bukan merupakan dosis

penguat (booster) tetapi ditujukan untuk mengurangi angka kegagalan vaksin yang

telah diberikan pertama kali, yaitu sebesar 5%. Kontraindikasi pemberian vaksin

campak adalah keadaan immunokompromais akibat immunodefisiensi kongenital,

infeksi HIV berat, leukimia, limfoma, terapi kanker, atau pemberian terapi

immunosuppresif kortikosteroid (>2mg/kg/hari selama lebih dari 14 hari), kehamilan,

atau pernah menerima immunoglobulin (dalam jangka waktu 3-11 bulan, tergantung

dosis yang diberikan). Vaksinasi MMR direkomendasikan untuk pasien HIV yang

tidak memiliki gejala imunosupresi berat (total CD4 T limfosit yang rendah sesuai usia

atau kadar CD4 T limfosit yang rendah dibandingkan limfosit total), pasien kanker

anak yang sedang dalam masa remisi yang tidak menerima kemoterapi dalam waktu 3

bulan, anak yang tidak sedang dalam pengobatan terapi imunosupresan kortikosteroid
18

pada bulan sebelumnya. Penderita penyakit kronik atau penderita immunokompromais

apabila didalam lingkungan rumahnya terdapat anggota keluarga yang terpajan

campak harus menerima profilaksis pasca pajanan dengan vaksin campak dalam waktu

72 jam setelah terjadinya pajanan, atau pemberian immunoglobulin dalam kurungan

waktu 6 hari setelah pajanan.

3.7 PENATALAKSANAAN

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak harus diberikan cukup

cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian

antipiretik antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila diperlukan. Pada kasus ini

cairan yang dibutuhkan adalah cairan maintenance yang fungsinya adalah untuk

menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja,paru, dan kulit. Karena cairan yang

keluar sedikit sekali mengandung elektrolit, maka cairan pengganti terbaik adalah

cairan hipotonik. Pemberian antibiotic dapat dilakukan jika ada indikasi infeksi

sekunder. Selain itu pemberian antibiotic sebagai profilaksis dari infeksi sekunder

tidak bermanfaat dan tidak dianjurkan. Pemberian antibiotic golongan cephalosporin

berupa ceftriaxone dapat digunakan pada infeksi saluran nafas dan dengan dosis 50-75

mg/kgBB/kali sehari atau dibagi mejadi 2 dosis.


19

KESIMPULAN

Studi kasus dilakukan pada anak perempuan usia 20 tahun. Pada anamnesa, pasien

datang ke RSBHY dengan keluhan timbul bintik- bintik merah mulai pada wajah dan

menyebar ke leher, dada dan seluruh tubuh. Ibu pasien mengatakan di mulut anaknya

timbul bercak-bercak putih sebelum timbul bintik merah di seluruh tubuh.Selain

i`tu, mata dan bibir anaknya tampak berwarna merah sekali dan berair. Sejak 4 hari

sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam. Demam terus menerus

meningkat namun tidak menggigil maupun kejang. Selain itu pasien mengalami gejala

batuk berdahak, dahak kental berwarna putih tanpa bau disertai pilek tanpa disertai

sesak napas. Gejala dan tand`a tersebut adalah gejala yang timbul pada saat pasien

berada dalam masa prodromal yang umumnya timbul antara 4-5 hari dan ditandai

dengan demam 38,4–40,6ºC, timbul gejala koriza yaitu batuk pilek, konjungtivitis, dan

bercak koplik berwarna putih disekitar mulut. Demam sangat tinggi disaat ruam

merata dan menurun dengan cepat setelah 2-3 hari timbulnya erupsi. Sedangkan,

bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada mukosa

bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul warna putih atau

abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau eritematosa.

Pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik antitusif,

ekspektoran dan antikonvulsan bila diperlukan. Pada kasus ini cairan yang dibutuhkan

adalah cairan maintenance yang fungsinya adalah untuk menggantikan air yang hilang

lewat urine, tinja,paru, dan kulit. Karena cairan yang keluar sedikit sekali mengandung

elektrolit, maka cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotonik. Pemberian antibiotic
20

dapat dilakukan jika ada indikasi infeksi sekunder. Selain itu pemberian antibiotic

sebagai profilaksis dari infeksi sekunder tidak bermanfaat dan tidak dianjurkan.
21

DAFTAR PUSTAKA

 Parker A. F, & James L. G. (2015). Measles (Rubeola). CDC.

www.cdc.gov/measles. Di akses tanggal 28 November 2015. Available from:

http//www.cdc.gov/measles.

 Rahayu T, Tumbelaka AR. Gambaran klinis penyakit

eksantema akut pada anak. Sari Pediatri. 2002; 4(3):10413.

 WHO. Progress in global measles control and mortality

reduction, 2000–2007. Wkly Epidemiol Rec. 2008;

83:441–8.

 WHO. (2012). Global measles and rubella strategic plan: 2012–2020. 2012.

Report No.: ISBN, 978(92), 4.

 Kasniyah N. (2005). Persepsi dan perawatan penyakit Morbili (campak) pada

Penduduk Desa Karangmangu di Purwojati Kabupaten Banyumas Jawa

Tengah. di akses 12 Desember 2015.

 Pudjiadi S. Ilmu gizi klinis pada anak. Universitas Indonesia Jakarta.2001.

 Thappa DM. Clinical pediatric dermatology. USA: Elsevier; 2012.

You might also like