1. Sudah berapa lama bapak/ibu berdomisili di Desa Hiliganö wö ?
Jawaban : saya hidup di desa ini sudah 65 Tahun 2. Apakah stratifikasi sosial di masyarakat Desa Hiliganö wö masih berlaku? Jawaban : Tentu saja masih berlaku sampai sekarang. Masih ada yang namanya si’ulu, si’ila dan masyarakat desa. 3. Menurut pandangan bapak/ibu, apakah status keturunan bangsawan atau si’ulu masih sangat diprioritaskan di Desa Hiliganö wö ? Jawaban : Menurut apa yang saya lihat, memang si’ulu masih diutamakan di desa ini baik pada acara duka maupun suka. 4. Bagaimana cara membedakan antara masyarakat keturunan bangsawan dan bukan bangsawan di Desa Hiliganö wö ? Jawaban : Biasanya kalau kita berhadapan dengan si’ulu ini, kita tidak boleh berbicara dengan sembarangan, artinya bahasa kita harus sopan. Berbeda jika kita berbicara kepada masyarat biasa seperti kita, memang kita mesti berbicara sopan antar sesama, tetapi kepada si’ulu kita sopan dan ada juga segannya kita berbicara kepada mereka. 5. Menurut bapak/ibu adakah perbedaan antara keluarga yang memiliki ekonomi rendah atau tinggi dalam melaksanakan pesta atau acara adat? Jawaban : Ya, pasti ada perbedaannya. Biasanya orang yang ekonominya bagus bila mengadakan pesta banyak orang yang akan hadir dan memeriahkan pestanya, karena dalam segi makanan pasti tersedia dengan banyak. Sedangkan oranga yang ekonominya rendah, pasti akan mengadakan pesta yang seadanya saja. 6. Apa yang menjadi perbedaan dan persamaan antara keluarga yang memiliki ekonomi rendah atau tinggi dalam melaksanakan acara pesta atau adat? Jawaban : Persamaannya dalam mengadakan acara yang pastinya sama-sama akan dihadiri oleh si’ila dan si’ulu serta kerabatnya. Dan tata caranya juga sama. Hanya yang menjadi kelebihan orang yang memiliki ekonomi tinggi dengan pengadaan jumlah kebutuhan pada saat pesta itu pasti lebih banyak di banding orang yang ekonominya rendah. 7. Apakah upacara adat pernikahan, pemakaman, atau acara adat lainnya mempengaruhi keadaan ekonomi bapak/ibu? Jawaban : Tentu saja, kami saja disini kalau ada acara-acara tersebut ya, kalau ternak babi kami sudah bisa untuk dijual, tentu ternak babi kami pasti dibeli oleh orang yang mengadakan acara. 8. Bagaimana menurut pandangan bapak/ibu tentang stratifikasi sosial di desa Hiliganö wö ? Jawaban : Menurut saya stratifikasi sosial di desa ini sudah pas, sudah sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan adat di desa ini. FAGEWE DUHA 1. Sudah berapa lama bapak/ibu berdomisili di Desa Hiliganö wö ? Jawaban : 75 tahun 2. Apakah stratifikasi sosial di masyarakat Desa Hiliganö wö masih berlaku? Jawaban : Kalau stratifikasi sosial di desa ini masih berlaku sampai sekarang. Hanya saja golongan sawuyu atau budak sudah tidak berlaku lagi. 3. Menurut pandangan bapak/ibu, apakah status keturunan bangsawan atau si’ulu masih sangat diprioritaskan di Desa Hiliganö wö ? Jawaban : Status keturunan bangsawan di desa ini masih di nomor satukan sesuai posisinya dalam adat istiadat di desa ini yaitu posisi tertinggi. Terbukti juga dalam hal pengambilan keputusan musyawarah di desa ini, si’ulu pasti akan lebih di junjung tinggi. 4. Bagaimana cara membedakan antara masyarakat keturunan bangsawan dan bukan bangsawan di Desa Hiliganö wö ? Jawaban : Secara umumnya kita bisa membedakan dari sikap, cara berbicara, pembawaannya, kharismanya, wibawanya. Si’ulu adalah sosok yang menjadi panutan bagi masyarakat desa, untuk itu kalau kita perhatikan biasanya mereka kalau berbicara penuh kharisma dan berwibawa. Meskipun mereka berbaur dengan masyarakat biasa, kharisma mereka lebih terlihat. 5. Menurut bapak/ibu adakah perbedaan antara keluarga yang memiliki ekonomi rendah atau tinggi dalam melaksanakan pesta atau acara adat? Jawaban : Itu pasti ada. Dalam keseharian saja pasti ada perbedaan antara orang yang memiliki ekonomi tinggi dengan yang ekonomi rendah. 6. Apa yang menjadi perbedaan dan persamaan antara keluarga yang memiliki ekonomi rendah atau tinggi dalam melaksanakan acara pesta atau adat? Jawaban : Untuk persamaannya terlihat pada tata cara pengadaan acara adat, sama-sama ada tokoh adatnya. Prosesinya juga sama. Baik itu dalam pernikahan maupun pemakaman. Sedangkan perbedaannya, hanya pada jumlah tamunya, jumlah makananya, dan kemeriahan atau kemewahan pestanya. 7. Apakah upacara adat pernikahan, pemakaman, atau acara adat lainnya mempengaruhi keadaan ekonomi bapak/ibu? Jawaban : Sudah pasti ada pengaruhnya terhadap pendapatan kami. Dengan adanya acara, orang yang mengadakan, hajatan pasti membutuhkan bahan-bahan makanan seperti bumbu-bumbu dapur, telur, mie dan lain-lain. Dengan begitu orang tersebut akan berbelanja di warung kami, meskipun tidak semuanya di beli di warung kami, tapi setidaknya itu membuat barang dagangan kami laku. 8. Bagaimana menurut pandangan bapak/ibu tentang stratifikasi sosial di desa Hiliganö wö ? Jawaban : Menurut saya stratifikasi di desa ini sudah berjalan dengan semestinya, sesuai dengan perannya masing-masing. Palingan yang perlu di kembangkan adalah kemampuan pengetahuan generasi berikutnya untuk meneruskan budaya dan adat istiadat desa ini. MESRA DUHA (tokoh adat) 1. Apa saja mata pencaharian masyarakat desa Hiliganö wö ? Jawaban : Mata pencaharian di desa ini yaitu, petani, pedagang, pandai besi, beternak, dan sebagian kecil menjadi tenaga pendidik dan kerja kantoran. 2. Bagaimana tingkatan stratifikasi sosial di Desa Hiliganö wö ? Jawaban : Dari beberapa generasi yang lalu atau sejak pertama kali diberdirikan desa ini, memang masih berlaku stratifikasi sosial adat di desa ini, ada si’ulu, si’ila, sato, dan sawuyu. Hanya saja karena perkembangan zaman istilah sawuyu ini sudah tidak digunakan lagi. 3. Apakah setiap masyarakat di desa Hiliganö wö diwajibkan melaksanakan acara adat? Jawaban :Hal Itu bukan lah sekedar pelaksanaan saja tetapi itu adalah kewajiban setiap kita yang berada di lingkup desa adat ini. hal ini sudah ditetapkan oleh para leluhur kita yang terdahulu, dan mau tidak mau acara adat harus dilaksanakan. 4. Menurut bapak adakah perbedaan antara keluarga yang memiliki ekonomi rendah atau tinggi dalam melaksanakan pesta atau acara adat? Jawaban :Pasti ada perbedaannya. Ekonomi masyarakat di desa ini tidak merata, ada yang rendah, sedang dan ada yang tinggi. Dan dalam pelaksanaan pesta pastinya orang yang berkeadaan menginginnkan supaya pestanya digelar secara besar-besaran, dan yang ekonominya rendah juga akan menyesuaikan pada kondisi atau kemampuan ekonominya. 5. Apakah ada perbedaan jumlah mahar antara keturunan si’ulu, dan masyarakat biasa? Jawaban : Ada perbedaannya. Pada penuturan mahar saja sudah jelas terlihat berbeda. Untuk mahar si’ulu sawali dituturkan sebesar “sara ambö otu”, untuk si’ulu biasa sebesar “sara ambö fitu nafulu”, dan untuk masyarakat biasa sebesar “sara ambö öfawulu” 6. Apakah ada perbedaan prosesi acara adat yang dilaksanakan si’ulu, dan masyarakat biasa? Jawaban : Tentu ada, untuk prosesi adat pada acara yang diadakan si’ulu ini biasanya dilengkapi dengan tarian adat untuk menerima tamu-tamu para si’ulu, dan ada faluaya pada prosesi penguburan si’ulu. Sedang untuk masyarakat biasa tidak seperti itu, hanya prosesi adat yang biasa saja yang dilakukan. 7. Apakah upacara adat pernikahan, pemakaman, atau acara adat lainnya mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat desa Hiliganö wö ? Jawaban : Pasti ada pengaruhnya. Bagi masyarakat yang berdagang, pasti laku barang dagangannya, yang beternak babi pasti laku ternakknya. Apa lagi masa sekarang yang dipergunakan bukan hanya babi saja, tapi dipergunakan juga ayam dan telur. Dan pesatinya ini menguntungkan masyarakat yang menjual ayam potong dan telur. Begitu juga kepada masyarakat yang memiliki usaha sewa tenda dan kursi, pelaminan dan alat musik pasti memberikan keuntungan bagi mereka. 8. Apakah ekonomi masyarakat dapat mempengruhi stratifikasi sosial masyarakat di desa Hiligan ö wö ? Jawaban : Yang namaya status sosial secara adat itu tidak bisa diganti dengan kekayaan atau dengan kata lain tidak bisa diperjual-belikan. Jadi mau sebanyak apa pun uangnya dia tidak akan bisa membeli status kebangsawanan. 9. Bagaimana menurut pandangan bapak tentang stratifikasi sosial di desa Hiliganö wö ? Jawaban : Untuk stratifikasi sosial adat kita di desa ini sudah tertata dengan baik, dan mudah- mudahan hal ini bisa dilestarikan oleh generasi penerus nantinya. HARATO DUHA (tokoh adat) 1. Apa saja mata pencaharian masyarakat desa Hiliganö wö ? Jawaban : Mayoritas masyarakat desa hiliganöwö bertani, berkebun, pandai besi, beternak dan berdagang. 2. Bagaimana tingkatan stratifikasi sosial di Desa Hiliganö wö ? Jawaban : Di desa ini tingkatan stratifikasi sosial adat itu masih sama seperti yang dulu, yaitu si’ulu, si’ila dan masyarakat biasa. Namun sedikit perbedaannya karena zaman sekarang kita tidak lagi menggunakan istilah sawuyu. Pola pikir manusia sekarang lebih maju dan terbuka, sekarang istilah budak ini sudak tidak etis jika masih digunakan dalam peradaban kita. Karena ini mengandung diskriminasi terhadap sesama. Dulu budak ini ada karena seseorang yang melakukan kesalahan atau melanggar peraturan yang berlaku di desa dan kemudian dijatuhi hukuman atau diberi sanksi secara adat. Jika orang ini tidak ditebus, maka dia akan dijadikan sebagai budak seumur hidupnya, dan keturunannya juga menyandang status itu yaitu keturunan budak. Dan jika hal itu masih kita pertahankan tentunya akan berpotensi pembulian dan diskriminasi terhadap generasi budak yang dulu. Hal itu tentunya berstentangan dengan rasa kemanusiaan kita. 3. Apakah setiap masyarakat di desa Hiliganö wö diwajibkan melaksanakan acara adat? Jawaban : Memang diwajibkan. Karena dari dulu yang diutamakan adalah acara adat. Contohnya dalam suatu pernikahan jika putusan secara adat sudah sah, maka bisa dilanjutkan secara agama dan seterusnya. Hal ini sudah menjadi budaya dan aturan kita dalam bermasyarakat di dalam desa ini. 4. Menurut bapak adakah perbedaan antara keluarga yang memiliki ekonomi rendah atau tinggi dalam melaksanakan pesta atau acara adat? Jawaban : Hal itu sudah pasti. Memang secara adat mereka sama kedudukannya adalah masyarakat biasa dan prosesi acara adatnya juga pasti sama. Hanya saja yang membedakannya adalah pengadaan pestanya. Orang yang berkeadaan ekonominya akan menyediakan makanan dengan jumlah banyak, memotong babi dengan jumlah besar, dan undangannya juga pasti banyak. Dan orang yang kurang mampu terkadang hanya prosesi secara adat saja yang dilaksanakan atau tidak lagi menggelar acara syukuran atau resepsi kalau dalam pernikahan karena mengingat kemampuan ekonominya yang tidak cukup. 5. Apakah ada perbedaan jumlah mahar antara keturunan si’ulu, dan masyarakat biasa? Jawaban : Jumlah mahar untuk keturunan si’ulu jelas berbeda dengan mahar masyarakat biasa. Untuk tingkatan maharnya yang pertama adalah disebut dengan istilah “sara ambö otu” ini mahar kepada si’ulu sima’awali, yang kedua “sara ambö fitunafulu” ini mahar untuk si’ulu biasa, dan untuk masyarakat biasa yaitu “sara ambö öfawulu”. 6. Apakah ada perbedaan prosesi acara adat yang dilaksanakan si’ulu, dan masyarakat biasa? Jawaban : Tentu ada, pada acara yang digelar oleh bangsawan selalu memotong babi untuk dibagikan kepada “nafulu” sedangkan masyarakat biasa hanya memotong babi untuk “ono nakhi dan sanelima”. Dan apabila bangsawan meninggal maka akan diadakan “faluaya” sedangkan pada pernikahannya juga cara menerima tamunya yaitu dengan “mogaele”. Hal ini tidak dilakukan pada acara adat masyarakat biasa. 7. Apakah upacara adat pernikahan, pemakaman, atau acara adat lainnya mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat desa Hiliganö wö ? Jawaban : Ada pengaruhnya dalam ekonomi masyarakat di desa ini. contohnya kalau ada acara pasti membutuhkan babi, daging ayam, dan kebutuhan lainnya, dengan begitu yang mengadakan acara pasti akan menduluankan mencari bahan-bahan kebutuhan tersebut di desa ini. hal ini tentunya menambah pendapatan masyarakat di desa ini. terlebih lagi kalau tamu-tamu berasal dari desa lain, meraka pasti membeli di warung-warung masyarakat desa, seperti membeli minum, jajanan, dan lain sebagainya. 8. Apakah ekonomi masyarakat dapat mempengruhi stratifikasi sosial masyarakat di desa Hiligan ö wö ? Jawaban : Kalau kedudukan secara adat tidak bisa digeser hanya karena keadaan ekonomi. Kedudukan ini tidak bisa sembarangan dilekatkan dengan seseorang. Contohnya meskipun Ama Peni memiliki harta yang banyak, tetapi dia tidak bisa diangkat menjadi “si’ulu”. 9. Bagaimana menurut pandangan bapak tentang stratifikasi sosial di desa Hiliganö wö ? Jawaban : Dengan perkembangan zaman sekarang, kita memang seharusnya menyesuaikan diri. Tetapi kalau untuk stratifikasi secara adat di desa ini sepertinya sudah sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di desa ini. hanya saja untuk generasi muda harus selalu diajari supaya budaya kita dapat dilestarikan. YOFIANUS DUHA (Kepala Desa) 1. Tingkat pendidikan di Desa Hiliganö wö bisa dikatakan masih rendah. Masih banyak warga yang tidak bersekolah. Namun untuk generasi baru sudah lumayan banyak yang bersekolah. Dan ada juga beberapa orang warga desa ini yang mempunyai gelar Magister (S2) 2. Mata pencaharian masyarakat Hiliganö wö yaitu petani tradisional, nelayan tradisional (menyelam), pandai besi, pedagang keliling, dan beternak. Jadi itulah mata pencaharian mayoritas masyarakat desa Hiliganö wö . 3. Stratifikasi yang ada di desa Hiliganö wö ada beberapa tingkatan yang masih berlaku sampai sekarang yaitu si’ulu, si’ila dan masyarakat biasa. tingkatan Sawuyu sudah tidak diberlakukan lagi masa sekarang kalau nggak salah sejak masyarakat desa ini mulai mengenal agama. Mulai dari situlah adanya pengikisan strata sawuyu. 4. Di desa Hiliganö wö masih kental sekali perbedaan antara keturunan bangsawan dan masyarakat biasa. Hal ini terlihat jelas apa bila ada acara-acara adat atau pesta lainnya. Kaum bangsawan lebih dipercayai oleh masyarakat, memiliki pengaruh tinggi, kemudian kalau ada acara adat masyarakat biasa masih dijunjung tinggi keputusan kaum bangsawan. 5.