You are on page 1of 14

Pajak

Pertambahan
Nilai (PPN)
Oleh :
Masthura (2001103010021)
Nova Mulya Sari (2001103010052)
Fayza Nasywa (2001103010122)
Pengertian
Tax Planning PPN merupakan pengaturan objek PPN berdasarkan UU PPN
No.42 Tahun 2009 yang harus diperhatikan untuk mencegah pembayaran PPN
yang lebih besar.

Mekanisme Pengkreditan PPN


“Jika pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya
merupakan PPN yang harus dibayar.”
“Jika pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan
kelebihan bayar PPN yang bisa dikompensasi dengan masa pajak berikutnya
atau dikenakan restitusi.”
Perencanaan
Pajak PPN
Selanjutnya
Penyederhanaan Administrasi dan
Pengaturan Cash Flow
Penyederhanaan administrasi dapat dilakukan dengan cara
menyesuaikan Tahun Buku dengan Tahun Pajak. Apabila
perusahaan menghendaki untuk tetap menggunakan Tahun Buku
yang sudah ada, sebaiknya perusahaan mengajukan permohonan
persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak agar ketika melaporkan
SPT-nya dapat menggunakan Tahun Pajak sesuai dengan Tahun
Buku yang dimiliki perusahaan.
Pengaturan cash flow dapat dilakukan dengan cara melaporkan
keseluruhan omzet penjualan serta membayar PPN Terutang atas
omzet yang belum dilaporkan.
Pengkreditan Pajak Masukan terutang
Pajak Keluaran
Perusahaan dapat memanfaatkan fasilitas untuk mengkreditkan Pajak
Masukan dengan cara membeli bahan baku dari perusahaan yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

PPN Masukan dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran dalam masa Pajak
yang sama. Dan pengkreditan PPN Masukan dapat dilakukan melalui
pembetulan SPT Masa PPN. Kedua cara pengkreditan dilakukan apabila
PPN Masukan belum dibebankan sebagai biaya pada harga perolehan
BKP/JKP dan belum dilakukan pemeriksaan. Perhitungan PPN yang
dibayar oleh PKP ke kas Negara dengan mengurangi PPN Keluaran
dengan PPN Masukan.
Pengukuhan PKP
Perusahaan memilih untuk mengukuhkan diri sebagai PKP karena
perusahaan banyak melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah
dimana salah satu syarat untuk menjadi rekanan instansi pemerintah
adalah harus mendaftarkan diri sebagai PKP. Sebagai perusahaan yang
telah mengukuhkan diri sebagai PKP, maka perusahaan harus
melakukan kewajibannya sebagai wajib pajak. Kewajiban tersebut
antara lain adalah melakukan pembukuan, membayar pajak terutang,
serta melaporkan SPT. Perusahaan yang menjual barang hasil produksi
yang juga disebut dengan Barang Kena Pajak (BKP), oleh karena itu
perusahaan harus menyertakan unsur PPN dalam harga jual barang
hasil produksinya.
Ketentuan
PPN
Selanjutnya
Objek dan Subjek PPN
PPN atas Bidang Usaha: merupakan jenis pajak yang sering ditemui dalam tagihan
pembayaran/ tagihan belanja. PPN atas bidang usaha dikenakan pada setiap proses
produksi dan distribusi, tetapi pajak terutang dikenakan kepada konsumen akhir yang
memakai produk tersebut. Sistem pajak ini sesuai dengan yang tercantum dalam
dasar hukum pengenaan PPN yaitu UU No.42 tahun 2009.
Dalam UU No.42 tahun 2009 tercantum hal yang berhubungan dengan PPN seperti
Objek PPN meliputi :
Penggunaan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
Penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
Impor BKP.
Ekspor BKP Berwujud atau TIdak Berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak.
Tempat dan Saat Terutang PPN
Sesuai PER Dirjen Pajak No. 14/PJ/2010, batas waktu penyetoran PPN pelaporan SPT
Masa PPN ditetapkan sebagai berikut:
• PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh Tempo penyetoran bertepatan dengan hari
libur termasuk hari Sabtu tau hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari
kerjaberikutnya.
• SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikut ya setelah
berakhirya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalah hari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, maka SIT Masa PPN dapat disampaikan pada hari kerja
berikutnya.
Penjagaan terhadap batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN ini
sangat penting, karena keterlambatan pelaporan SPT masa PPN tersebut akan dikenai
denda Rp 500.000, sedangkan untuk keterlambatan penyetoran PPN dikenai denda
bunga 2% per bulan dati PPN yang terutang.
Faktur Pajak
afaktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat PKP yang mela kukan penyerahan BKP atau JKP,
atau bukti pungutan pajak karena BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dari definisi di atas, beberapa poin penting yang dapat dicatat adalah:
1. Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau karena impor BKP yang
digunakan oleh DJBC.
3. PPN yang dipungut berfungsi sebagai Pajak Keluaran bagi penjual Jan Pajak Masukan bagi pembeli.
PKP perlu memperhatikan tata cara pembuatan pembuatan Faktur Pajak agar tidak dikenai sanksi
perpajakan. Keterlambatan atau kekeli- ruan dalam pembuatan Faktur Pajak dapat dikenakan sanksi 2%
dari DPP sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
Secara umum, Faktur Pajak dapat dibagi menjadi tiga:
1. Faktur Pajak
2. Faktur Pajak Gabungan
3. Dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Faktur Pajak (lihat juga SE_No.43/PJ/2010 dan PER-
14/PJ/2010)
Pengkreditan PM – Restitusi
Pemilihan restitusi atau kompensasi sangat bergantung pada kondisi masing-masing WP
atau Pengusaha Kena Pajak. Pertimbangan utama dalam menentukan pilihan tersebut
berkaitan dengan biaya pemeriksa din opportunity cost yang timbul dari kelebihan pajak
yang ada di (time value of money). Yang dimaksud dengan biaya pemeriksaan ah biaya
yang timbul karena pemeriksaan berkaitan dengan status h bayar, waktu, tenaga dan
biaya yang harus dialokasikan selama ses pemeriksaan berlangsung dalam penyelesaian
permohonan resti- Sedangkan opportunity cost tercermin dari tingkat bunga deposito
ang berlaku.
Kredit umum bagi manajemen dalam memutuskan perlu tidaknya mengajukan
permohonan restitusi PPN:
1. Bila besarnya PPN yang lebih bayar tersebut cukup signifikan/material jumlahnya
2. Bila kondisi keuangan perusahaan mengalami gangguan cash flow.
3. Bila sudah diyakini kesiapan perusahaan untuk diperiksa oleh fiskus.
4. Bila prediksi masa depan pembayaran PPN menunjukkan lebih bayar PPN
Penjualan Ke Pemungut PPN
Dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 8/2021, pemungut PPN meliputi BUMN, BUMN yang
dilakukan restrukturisasi olen pemerintah setelah tanggal 1 April 2015 dan
restrukturisas tersebut dilakukan melalu pengalihan saham milik negara kepada
BUMN lainnya dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung aleh BUMN.
Adapun perusahaan tertentu merupakan perusahaan yang demiki secara langsung
oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25%.
Selanjutnya, terkat dengan mekanisme pemungutan PPN atas penyerahan BK daratau
JKP kepada pemungut PPN, dapat merujuk ke Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 8/2021
yang mengatur bahwa:
“(1) PPN atau PPN dan PPBM yang terutang atas penyeranan BKP dan/atau JKP oleh
rekanan kepada pemungut PPN dipungut disetor, dan diaporkan oleh pemungut
PPN.
(2) Rikanan sebagaimana dievaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kona Pajak
yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN.”
Fasilitas PPN
Sejak diberlakukannya UU Nomor 36 Tahun 2008, fasilitas di bidang PPN yang dikenal dalam
ketentuan PPN adalah PPN Tidak Dipungut, PPN Dibebaskan, dan PPN ditanggung pemerintah.
Bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN Tidak Dipungut, PPN Masukan yang berhu bungan
dengan perolehan BKP/JKP tetap dapat dikreditkan, sedangkan bagi PKP yang mendapatkan
fasilitas PPN dibebaskan, PPN Masukan yang berhubungan dengan perolehan BKP/JKP tidak
dapat dikreditkan. Fasilitas yang berkaitan dengan PPN adalah:
1. Fasilitas PPN tidak dipungut
2. Fasilitas PPN dibebaskan
3. Fasilitas PPN ditanggung pemerintah
Dalam perencanaan pajak, memaksimalkan pemanfaatan fasilitas tersebut akan memberi
dampak pada berkurangnya jumlah yang dibayar oleh pembeli terhadap barang yang dibeli dari
penjual minimal 10% dari harga jual, dan sebaliknya pemanfaatan tersebut akan mendo- rong
penjual untuk menurunkan harga jualnya secara proporsional se harus hingga terjadi suatu
keseimbangan pasar yang baru dari produk yang bersangkutan akibat dari efisiensi harga yang
diperoleh. Memaksimalkan fasilitas tersebut akan mendorong pembentukan harga barang di
pasar lebih murah sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat, omzet penjualan akan meningkat
yang bermuara pada perolehan profit dan setoran pajak akan lebih besar.
Thank You

You might also like