Professional Documents
Culture Documents
Ebook Pengelompokan Kayu-Perdagangan Indonesia
Ebook Pengelompokan Kayu-Perdagangan Indonesia
Ratih Damayanti
Jamal Balfas
Efrida Basri
Jasni
I.M. Sulastiningsih
Andianto
D. Martono
Gustan Pari
Adang Sopandi
Mardiansyah
Krisdianto
Penerbit
FORDA PRESS
Penerbitan untuk:
Penulis:
Djarwanto
Ratih Damayanti
Jamal Balfas
Efrida Basri
Jasni
I.M. Sulastiningsih
Andianto
D. Martono
Gustan Pari
Adang Sopandi
Mardiansyah
Krisdianto
Pengarah:
Dr. Ir. Dwi Sudharto, M.Si.
Narasumber:
Y.I. Mandang
Penyunting:
Prof. Dr. Imam Wahyudi, M.S.
Ir. Nana Suherna M. Saad, M.P.
Dr. David, S.E., M.M.
Penerbit
FORDA PRESS
2017
PENGELOMPOKAN JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA
Penulis:
Djarwanto
Ratih Damayanti
Jamal Balfas
Efrida Basri
Jasni
I.M. Sulastiningsih
Andianto
D. Martono
Gustan Pari
Adang Sopandi
Mardiansyah
Krisdianto
Pengarah:
Dr. Ir. Dwi Sudharto, M.Si.
Narasumber:
Y.I. Mandang
Penyunting:
Prof. Dr. Imam Wahyudi, M.S.
Ir. Nana Suherna M. Saad, M.P.
Dr. David, S.E., M.M.
ISBN: 978-602-6961-23-5
Penerbit:
Forda Press (Anggota IKAPI No. 257/JB/2014)
Diterbitkan untuk:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. Gunung Batu, No. 5, Bogor
Tugas utama Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI) berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah menyeleng-
garakan penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang lingkungan hidup dan kehutanan
untuk mendukung eselon I teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan
pemangku kepentingan lainnya. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019, untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan keunggulan kompetitif dan kemampuan IPTEK, BLI harus menghasilkan IPTEK
yang inovatif dalam rangka menjawab berbagai permasalahan dan tantangan di sektor
lingkungan hidup dan kehutanan.
Hingga saat ini, BLI telah menghasilkan berbagai kajian dan hasil inovasi IPTEK yang
menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan dan praktik pengelolaan lingkungan hidup dan
kehutanan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjelaskan bahwa inovasi
adalah kegiatan penelitian, pengembangan dan/atau perekayasaan yang bertujuan untuk
mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara
baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau
proses produksi. Inovasi di bidang LHK cukup bervariasi, antara lain tentang sifat dasar kayu,
perbaikan sifat dan pemanfaatannya.
Penelitian sifat dasar kayu dari jenis yang kurang dikenal telah lama dilakukan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hasil Hutan. Pengembangan hasil penelitian terse-
but telah dituangkan dalam bentuk publikasi jurnal ataupun publikasi Atlas Kayu Indonesia.
Hasil penelitian dalam bentuk publikasi tersebut semakin terasa manfaatnya dengan adanya
kajian pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia. Dari hasil publikasi data dan
informasi sifat dasar kayu bersama dengan pemberdayaan koleksi kayu di Xylarium Bogoriense
1915, Puslitbang Hasil Hutan telah mampu memberikan sumbangan pikiran bagi para
pengambil keputusan dalam pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia.
Akhirnya, saya ucapkan selamat kepada para peneliti Puslitbang Hasil Hutan yang telah
menghasilkan formula pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia sebagai bahan
kebijakan dalam pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia.
| iii
Sambutan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Jenis kayu yang biasa dipakai untuk keperluan bahan bangunan, mebel, barang kerajinan,
dan kayu lapis semakin terbatas jumlahnya dan tidak seimbang dengan kebutuhan yang
semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan kayu, saat ini mulai digunakan jenis kayu lain
yang mudah didapat, seperti kayu kurang dikenal dari hutan alam ataupun dari hutan rakyat.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri, telah
banyak diperdagangkan jenis kayu yang pada awalnya dianggap tidak memiliki nilai ekonomi.
Ditunjang dengan perkembangan teknologi, semua jenis kayu memiliki nilai komersial, bahkan
untuk jenis tertentu dapat diolah menjadi produk kayu mewah.
Akibat kurang dikenalnya jenis kayu tersebut, muncul nama-nama yang tidak baku,
seperti kayu borneo, kayu merah, kayu racuk, dan sebagainya. Penetapan Provisi Sumber Daya
Hutan (PSDH) bagi jenis ini relatif sulit sehingga untuk memudahkan penetapannya,
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 163/Kpts-II/2003, kayu tersebut masuk ke
dalam kelompok Rimba Campuran. Padahal, kualitas kayunya belum tentu lebih rendah dari
jenis yang sudah lebih dahulu dikelompokkan ke dalam kelompok kayu perdagangan.
Akhirnya, saya menyampaikan penghargaan dan ucapan selamat kepada tim penyusun
dan tim penyunting buku ini yang telah mengkaji dan menentukan kriteria dan formula
pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia. Harapannya, hasil kajian pengelompokan
kayu perdagangan Indonesia dapat dijadikan sebagai acuan ilmiah dalam penyusunan kebijakan
pengelolaan kayu perdagangan. Terima kasih disampaikan pula kepada Asosiasi Pengusaha
Hutan Indonesia (APHI), PT. Sinarmas Forestry, dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)
yang telah membantu dalam penerbitan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi khalayak
luas, khususnya para pengambil keputusan di bidang pengusahaan hutan, baik di kalangan
pemerintahan, dunia usaha maupun masyarakat luas.
|v
Kata Pengantar
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam berupa jenis pohon penghasil kayu yang
sangat banyak jumlahnya. Berdasarkan hasil penelitian, ada sekitar 4.000 jenis pohon berkayu
yang terdapat di hutan alam. Pengumpulan contoh kayu beserta bahan herbarium sudah dimulai
sejak tahun 1915 oleh peneliti dan pejabat kehutanan daerah. Bersamaan dengan itu, pada
tahun yang sama juga didirikan Xylarium, yaitu satuan kerja yang bertugas mengumpulkan dan
menyimpan contoh kayu dari berbagai jenis pohon. Jumlah koleksi yang ada saat ini tercatat
sebanyak 45.067 sampel kayu, yang tergabung dalam 110 suku, 675 marga, dan 3.667 spesies.
Xylarium tersebut diberi nama Xylarium Bogoriense 1915 yang didirikan di bawah lembaga yang
bernama Proefstation voor het Boschwezen. Lembaga tersebut merupakan cikal bakal
terbentuknya Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kehutanan. Xylarium Bogoriense
1915 sudah tercatat dalam Index Xylariorum, Institutional Wood Collection of the World sejak
tahun 1975, dan menempati peringkat ketiga di dunia setelah Forest Products Laboratory USA
yang koleksinya mencapai 100.000 sampel kayu dari seluruh dunia dan The Royal Museum of
Central Africa di Belgia dengan jumlah koleksi 57.165 sampel kayu. Selain itu, kegiatan
eksplorasi untuk mengetahui kekayaan sumber daya hutan Indonesia sudah dilakukan sejak
zaman Belanda melalui penelitian taksonomi tumbuhan berkayu di seluruh wilayah Indonesia.
Hasil eksplorasi ini kemudian dituangkan ke dalam buku De Nuttige Planten van Indonesie oleh
K. Heyne tahun 1927, kemudian diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan pada tahun 1987
dalam seri buku Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I-IV.
Berdasarkan hasil pengumpulan sampel kayu dan bagian pohon lainnya (daun, bunga, dan
lain-lain) oleh Den Berger, herbarium pun dibuat untuk penentuan jenis dan penelitian sifat
kayu yang ditujukan untuk penentuan kelas kuat (I–V) dan kelas awet (I–V). Kayu dengan Kelas
Kuat I dan II (berat jenis/BJ>0,60) diperuntukkan sebagai bahan konstruksi/bangunan berat
yang selalu berhubungan dengan tanah basah dan/atau cuaca, serta angin (seperti kayu perka-
palan, jembatan, tiang listrik, bantalan rel kereta api, dan konstruksi bangunan rumah), Kelas
Kuat III untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan tanah basah (mebel dan sebagainya),
dan Kelas Kuat IV dan V untuk konstruksi/bangunan ringan (plafon, peti kemas, dan sebagai-
nya). Penentuan kelas kuat sangat penting dalam aplikasinya di lapangan karena berhubungan
langsung dengan keselamatan manusia dan lingkungan, terutama dalam penggunaannya sebagai
bahan konstruksi yang memikul beban berat. Demikian juga keawetan yang menentukan umur
pakai kayu. Kayu yang tidak awet jika digunakan tanpa adanya perlakuan pengawetan akan
merugikan karena masa pakai rendah sehingga masyarakat setiap saat harus mengganti kusen,
daun pintu, dan jendela rumah akibat dimakan rayap dan atau bubuk kayu.
Sistem penggolongan kelas awet kayu terhadap organisme perusak seperti rayap tanah
dan bubuk kayu kering diciptakan oleh Dr. Pfeiffer, lalu mengalami sedikit perubahan oleh Balai
Penyelidikan Kehutanan pada tahun 1923 dan 1946. Berdasarkan kelas awet kayu, jenis kayu
apa saja yang sangat awet dapat dengan mudah diketahui karena tidak pernah rusak dimakan
rayap dan atau bubuk. Demikian pula kayu sangat tidak awet, yang mana dalam hitungan bulan
sudah dimakan bubuk. Data tentang jenis kayu beserta kelas kuat dan kelas awetnya dirangkum
| vii
pada tahun 1964 oleh Oey Djoen Seng dari Pusat Litbang Hasil Hutan dalam Pengumuman No. 13
tentang “Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk
Keperluan Praktek”, yang hingga saat ini masih digunakan oleh praktisi perkayuan di Indonesia.
Hingga saat ini, Pusat Litbang Hasil Hutan (P3HH) masih intensif melakukan penelitian
sifat dasar kayu, yaitu sifat inheren/asli yang melekat pada kayu. Pada tahun 1973 dan 1975,
Pengumuman No. 3 dan No. 56 diterbitkan yang kemudian dirangkum pada tahun 1979 oleh
Kartasujana & Martawijaya dalam buku Kayu Perdagangan Indonesia: Sifat dan Kegunaannya.
Selanjutnya, hasil penelitian sifat dasar oleh P3HH dituangkan dalam seri Buku Atlas Kayu
Indonesia Jilid I–IV dan menjadi buku terlaris dan paling banyak diunduh sampai ke luar negeri
hingga saat ini.
Publikasi yang terbit sebelum tahun 1995 menjadi acuan dalam pengelompokan jenis
kayu perdagangan Indonesia yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan
(Kepmenhut) No. 311/Kpts-IV/1995 tentang Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar
Pengenaan Iuran Kehutanan. Dalam perkembangannya, Keputusan Menteri Kehutanan tersebut
sudah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu melalui Kepmenhut No. 574/Kpts-II/1997,
kemudian disempurnakan dengan Kepmenhut No. 707/Kpts-II/1997. Terakhir, peraturan
tersebut diganti dengan Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 yang hingga saat ini masih tetap
berlaku, serta hanya terbatas pada 121 kelompok dagang yang terdiri dari 186 jenis/kelompok
jenis kayu. Jumlah ini tentu tidak sebanding dengan jumlah jenis kayu nasional yang mencapai
±4.000 jenis. Hal yang menarik, amar kedua dari Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 menjelaskan
bahwa jenis kayu yang belum ditentukan sebagai salah satu dari kelompok yang telah
ditetapkan, dimasukkan ke dalam Kelompok Kayu Rimba Campuran/Komersial Dua. Hal ini
berarti lebih dari 90% jumlah jenis kayu Indonesia masih tergolong dalam kelompok Jenis Kayu
Rimba Campuran, yang berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No.
P.68/Menhut-II/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan Untuk Perhitungan Provisi
Sumber Daya Hutan, nilainya sangat rendah sehingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
dari komoditas kayu belum optimal.
viii |
dalam License Information Unit (LIU) sudah mencapai 1.044 jenis sehingga sudah saatnya untuk
dilakukan penyesuaian terhadap Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Pusat Litbang Hasil Hutan, Badan Litbang dan
Inovasi (BLI) KLHK menyelenggarakan diskusi mengenai Pengelompokan Jenis Kayu Perdagang-
an Indonesia di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, pada tanggal 16 Desember 2016. Kegiatan
ini dihadiri oleh peneliti dan akademisi, pemerintah hingga pengusaha yang bergerak di bidang
perkayuan. Diskusi tersebut memaparkan hasil kajian mengenai evaluasi dan penyempurnaan
terhadap substansi Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003, serta penetapan kriteria pengelompokan
jenis kayu perdagangan Indonesia berdasarkan status konservasi, nilai komersialitas (keindah-
an), dan kualitas kayu (berat jenis dan keawetan).
Pusat Litbang Hasil Hutan sebagai salah satu institusi penelitian di Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkomitmen untuk terus melakukan kajian terhadap kayu
Indonesia sehingga dapat menempatkan dan menilai suatu jenis kayu berdasarkan sifat yang
dimilikinya: Adil untuk kayu, adil untuk negara dan adil untuk para pengusaha.
Pada kesempatan ini, tim penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada narasumber, [Alm.] Ir. Y.I. Mandang, seorang ilmuwan sejati, wood
anatomist Indonesia yang hingga akhir hidup beliau masih menyempatkan waktu, tenaga, dan
pikiran mendampingi proses penilaian seluruh kayu dan pembuatan buku ini dari awal hingga
siap terbit. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para penyunting, antara lain Prof.
Dr. Imam Wahyudi, M.S. dari Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor; Ir. Nana Suherna M. Saad, M.P. dari Direktorat Iuran dan Peredaran Hasil
Hutan, Pengelolaan Hutan Produksi Lestari; dan Dr. David, S.E., M.M. dari Asosiasi Pengusaha
Hutan Indonesia (APHI), yang telah memberikan koreksi dan masukan yang berharga sehingga
buku ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang secara langsung berhubungan dengan
pemanfaatan dan perdagangan kayu.
Tim Penulis
| ix
Daftar Isi
| xi
Daftar Gambar
Gambar 1. Kayu yang memiliki corak kontras (a) (eboni, Diospyros celebica Bakh.), samar
(b) (anggerit, Neonauclea pallida Bakh.f.), dan polos (c) (gelam, Melaleuca
leucadendron (L.) L. (cajuputi)) .................................................................................................... 9
Gambar 2. Kayu yang memiliki warna merata (a) Artocarpus kemando dan tidak merata
(b) Pterocymbium viridiflorum ...................................................................................................... 10
Gambar 3. Ilustrasi berbagai arah serat miring kayu (sumber: Mandang & Pandit, 2002) ... 11
Gambar 4. Kayu dengan arah serat lurus (a) Mangifera foetida, serat berpadu (b)
Pterospermum javanicum, dan serat bergelombang (c) Acacia mangium ............... 11
Gambar 5. Kayu dengan tekstur halus (a) Schima walichii dan tekstur kasar (b) Heritiera
simplicifolia............................................................................................................................................. 12
Gambar 6. Diagram alir dasar pemikiran dan kriteria penilaian pengelompokan jenis
kayu perdagangan ............................................................................................................................... 18
xii |
Daftar Tabel
Tabel 2. Kriteria seleksi kualitas kayu berdasarkan berat jenis dan keawetan kayu untuk
pengklasifikasian jenis kayu kelompok komersial lainnya .................................................... 16
| xiii
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial
Indah I .................................................................................................................................................... 51
Lampiran 2. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial
Indah II .................................................................................................................................................. 61
Lampiran 3. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial I .... 131
Lampiran 4. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial II .. 142
Lampiran 5. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial III. 189
xiv |
I. Pendahuluan
Hingga saat ini, keputusan Menteri Kehutanan tentang pengelompokan jenis kayu
perdagangan yang berlaku adalah Kepmenhut Nomor 163/Kpts-II/2003. Dalam Keputusan
tersebut, sebanyak 121 kelompok kayu perdagangan yang terdiri atas 186 jenis/marga dibagi ke
dalam empat kelompok, yaitu Kelompok Jenis Meranti (Komersial Satu), Kelompok Jenis Kayu
Rimba Campuran (Kelompok Komersial Dua), Kelompok Jenis Kayu Eboni (Kelompok Indah
Satu), dan Kelompok Jenis Kayu Indah Dua. Pengelompokan dilakukan berdasarkan hasil
penelitian terhadap kayu yang diperdagangkan saat itu namun jumlah kayu dalam Lampiran
Kepmenhut Nomor 163/Kpts-II/2003 masih sedikit dibandingkan dengan perkiraan jenis pohon
berkayu yang tumbuh di Indonesia, yang mencapai ±4.000 jenis (Kartasujana & Martawijaya
1979).
Amar kedua dari Kepmenhut Nomor 163/Kpts-II/2003 menjelaskan bahwa terhadap jenis
kayu yang belum tercantum dalam keputusan tersebut, maka jenis tersebut dimasukkan ke
dalam Kelompok Rimba Campuran/Komersial Dua. Hal ini berarti lebih dari 90% jumlah jenis
kayu Indonesia tergolong ke dalam kelompok Jenis Kayu Rimba Campuran dengan nilai iuran
kehutanan sangat rendah berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor
P.68/Menhut-II/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Perhitungan Provisi
Sumber Daya Hutan, Ganti Rugi Tegakan, dan Penggantian Nilai Tegakan (Direktorat Iuran dan
Peredaran Hasil Hutan 2015a).
Dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), kayu yang diperdagangkan di Indonesia
terekam di dalam License Information Unit (LIU) yang dapat diakses melalui http://silk/dephut.
|1
go.id. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa jenis kayu yang diperdagangkan terus
bertambah. Pada era tahun 1950–1970-an, jumlah jenis kayu yang penting diperkirakan sekitar
400 jenis yang terdiri atas 267 jenis kayu perdagangan dan 133 jenis kelompok jenis kayu
kurang dikenal (Hildebrand 1952; Kartasujana & Martawijaya 1979). Perekaman LIU pada awal
bulan November 2016 menunjukkan bahwa komoditas kayu yang diperdagangkan telah
mencapai 2.146 komoditas yang terdiri atas 1.044 jenis kayu. Jumlah ini jauh di atas jumlah
jenis kayu yang telah ditetapkan kelompoknya sehingga diperlukan kriteria ilmiah
pengelompokan jenis kayu perdagangan yang dapat diaplikasikan pada setiap jenis kayu yang
diperdagangkan. Oleh sebab itu, penyusunan buku ini dianggap penting guna menjawab
tantangan yang dimaksud. Buku ini disusun berdasarkan hasil kajian substansi Kepmenhut No.
163/Kpts-II/2003 yang bertujuan melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap
Kepmenhut tersebut, serta mengembangkan penyusunan kriteria pengelompokan jenis kayu
perdagangan Indonesia berdasarkan parameter yang terukur.
2|
II. Kajian Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003
Penetapan jenis kayu perdagangan dan pengelompokannya telah dimulai sejak tahun
1995 melalui Kepmenhut No. 311/Kpts-IV/1995. Kemudian, terdapat penambahan jenis
beberapa kali, hingga diubah dan ditetapkan kembali melalui Kepmenhut No. 707/Kpts-II/1997.
Kebijakan ini dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan yang ada. Oleh
sebab itu, pada tahun 2003, penetapan pengelompokan jenis baru dilakukan melalui Kepmenhut
No. 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003. Sejak tahun 2003 hingga saat ini, penentuan
pengenaan iuran kehutanan kayu perdagangan pun mengacu kepada Kepmenhut No. 163/Kpts-
II/2003 tersebut.
Berdasarkan nama ilmiah yang tercatat dalam kolom keterangan Kepmenhut No.
163/Kpts-II/2003 tersebut, terdapat 186 jenis/genus yang masuk dalam kriteria kayu
perdagangan. Jumlah tersebut masih jauh dari perkiraan jumlah tumbuhan berkayu yang ada di
Indonesia yang diperkirakan sebanyak 4.000 jenis (Kartasujana & Martawijaya 1979).
Berdasarkan Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003, hanya sekitar 7% jenis kayu yang
diperdagangkan, sedangkan sisanya sebanyak 93% jenis kayu dikategorikan ke dalam Kelompok
Kayu Rimba Campuran. Terkait dengan hal ini, evaluasi perlu segera dilakukan terhadap
Kepmenhut tersebut agar Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari provisi hasil hutan lebih
optimal.
Salah satu jenis kayu yang populer diperdagangkan pada tahun 80-an adalah kayu ramin.
Berdasarkan Kepmenhut No.163/Kpts-II/2003, kayu ramin (Gonystylus bancanus Baill.)
termasuk ke dalam Kelompok Jenis Kayu Indah Dua. Sejak tahun 2001, kayu ramin telah
|3
dimasukkan ke dalam Appendix III Convention of International Trade of Endangered Species of
Wild Flora and Fauna (CITES) dan statusnya naik ke Appendix II pada tahun 2004 (Wardhani et
al., 2010). Ketentuan ini menyebabkan perdagangan kayu ramin harus dibatasi dan dikontrol
untuk menghindari pemanfaatan yang tidak sesuai dengan pelestarian habitatnya yang dapat
menyebabkan kepunahan kayu tersebut. Di sisi lain, permintaan pasar terhadap jenis kayu
ramin relatif tetap tinggi sehingga pelaku pasar dan pihak terkait mencari jenis kayu di
Indonesia yang memiliki kemiripan sifat dengan kayu ramin, yakni dengan tujuan mensubstitusi
kayu ramin. Hasil penelitian Basri et al. (2009); Hadjib (2006); dan Oey (1964) menyebutkan
terdapat 28 jenis kayu yang memiliki kemiripan dengan jenis ramin berdasarkan struktur
anatomi (warna, tekstur, arah serat, dan kilap), berat jenis, dan kekuatannya (Oey 1964; Hadjib
2006). Jenis kayu tersebut adalah gopasa/biti (Vitex sp.), pimping (Sterculia foetida), ketimon
(Timonius timon), sendok-sendok/sesendok (Endospermum malaccense), balobo (Diplodiscus sp.),
kibulu (Gironniera subaequalis), ki sampang (Evodia aromatica), segoe/nyatoh putih (Pouteria
duclitan), saribanaek/ki bancet (Turpinia sphaerocarpa), dan nyaling (Mastixia trichotoma).
Kelompok kayu tersebut dalam Kepmenhut No.163/Kpts-II/2003 umumnya termasuk ke dalam
kategori Kayu Rimba Campuran dengan nilai provisi paling rendah.
Publikasi ilmiah yang ditulis oleh Panshin et al. (1964), Saranpää et al. (2003), dan
Boampong et al. (2015) menyebutkan bahwa kualitas kayu sangat ditentukan oleh sifat
kekuatan dan keawetan kayu sehingga kedua variabel tersebut dapat dijadikan dasar dalam
pengelompokan jenis kayu perdagangan. Namun, di dalam Kepmenhut No.163/Kpts-II/2003,
beberapa jenis kayu yang memiliki berat jenis dan keawetan tinggi justru dikelompokkan
bersama dengan jenis kayu yang memiliki berat jenis dan keawetan rendah. Seharusnya,
kelompok jenis kayu kuat dan awet memiliki kelas tersendiri agar penggunaan kayu dari
kelompok jenis ini dapat diarahkan sesuai kegunaan atau fungsinya, seperti untuk konstruksi
penyangga beban. Selain itu, kelompok jenis kayu dengan berat jenis tinggi memiliki
kecenderungan pertumbuhan fisiologi yang lambat sehingga memerlukan daur tanam yang
panjang. Dalam hal ini, lamanya waktu penanaman dari kelompok jenis yang memiliki berat
jenis dan kelas awet tinggi dapat diantisipasi oleh manajemen hutan tanaman.
Dalam Kepmenhut No.163/Kpts-II/2003, kelompok jenis kayu meranti secara jelas dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu meranti merah, meranti kuning, dan meranti putih. Pada masing-
masing kelompok tersebut, banyak dijumpai jenis meranti yang memiliki sifat kekuatan dan
keawetan yang lebih tinggi, namun dikenakan tarif iuran yang sama dengan jenis meranti yang
memiliki berat jenis rendah dan kurang awet. Oleh sebab itu, pengelompokan jenis kayu
perdagangan yang lebih spesifik perlu dilakukan menurut kualitas kayunya.
4|
tersebut, Shorea palembanica dan S. lepidota masih termasuk ke dalam kelompok jenis meranti
(Komersial Satu) yang dapat diperdagangkan menurut Kepmenhut No.163/Kpts-II/2003. Selain
itu, dalam kelompok jenis balau pada Kepmenhut tersebut, terdapat jenis kayu dengan nama
spesies Shorea spp. Hal ini dapat diartikan bahwa seluruh jenis kayu marga Shorea dapat
diperdagangkan, baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi.
Selain pengelompokan jenis kayu, nama botani kayu juga mengalami perubahan
berdasarkan perubahan taksonominya. Namun, nama botani yang tercantum di dalam
Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 hingga saat ini belum pernah diperbaharui. Padahal,
perubahan nama berdasarkan taksonomi terjadi secara dinamis, seperti marga Eugenia sp.
untuk kayu jambu-jambu atau kelat telah direvisi menjadi Syzygium sp. dan kayu sengon atau
jeungjing yang memiliki nama botani Paraserianthes falcataria telah direvisi menjadi Falcataria
moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes. Selain kedua jenis kayu tersebut, kayu giam yang
termasuk dalam kelompok Komersial Satu dengan nama lokal resak batu dan resak gunung
memiliki nama botani Cotylelobium sp. dan di perdagangan internasional, jenis ini dikenal
dengan nama dagang resak. Padahal, dalam perdagangan domestik, kayu giam merujuk pada
kayu dari marga Hopea yang memiliki berat jenis tinggi.
Sejak tahun 2012, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan telah menerapkan SVLK. Untuk melengkapi dokumen kelengkapan ekspor dan
impor, produk kayu harus disertai dokumen V-legal yang dapat diperoleh melalui Sub Direktorat
Informasi Verifikasi Legalitas Kayu secara daring melalui laman http://silk/dephut.go.id yang
lebih dikenal dengan nama SILK (Sistem Informasi Legalitas Kayu). Sejak diluncurkan pada
tanggal 1 Agustus 2012, SILK daring ini telah berfungsi sebagai penerbit dokumen V-legal dan
menjadi pusat data dan informasi verifikasi legalitas kayu. Dalam laman tersebut, terdapat
informasi jenis kayu yang diperdagangkan di Indonesia saat ini, baik yang berasal dari dalam
negeri maupun yang diimpor dalam License Information Unit (LIU). Jumlah jenis kayu yang
diperdagangkan di Indonesia dan tercatat dalam LIU mencapai sekitar 200 jenis pada tahun
2013, kemudian bertambah menjadi 400 jenis pada tahun 2014, dan menjadi sekitar 700 jenis
pada tahun 2015. Jenis kayu yang diperdagangkan terus bertambah dan mencapai 1.044 pada
awal November 2016.
Penambahan jenis kayu pada data LIU mengindikasikan bahwa jumlah kayu yang
diperdagangkan semakin hari semakin bertambah. Saat ini, jenis kayu yang diperdagangkan dari
dokumen LIU sudah di luar daftar jenis yang ada pada Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003. Hal ini
dapat menjadi koreksi terhadap kebijakan Pemerintah agar bisa memberikan ruang yang
memadai bagi perubahan perdagangan kayu yang akan terus bertambah dan berubah di masa
yang akan datang. Pertambahan ragam jenis kayu yang diperdagangkan akan terus berlangsung
hingga suatu saat mencapai penggunaan secara totalitas jenis-jenis kayu Indonesia. Fakta di
lapangan menunjukkan bahwa dalam dekade terakhir terdapat beberapa jenis kayu dari
kelompok pohon pionir, seperti mahang (Macaranga spp.) dan beringin (Ficus spp.) yang telah
dimanfaatkan secara profesional oleh industri kayu dengan teknologi pengolahan kayu tingkat
tinggi untuk pembuatan beberapa produk panel.
|5
Secara umum, pendapatan negara dari Iuran Hasil Hutan yang mengacu pada imple-
mentasi Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 masih dapat dioptimalkan. Pemerintah, melalui
Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. P.68/Menhut-II/2014 (Direktorat Iuran dan
Peredaran Hasil Hutan 2015a), telah menetapkan nilai iuran untuk setiap kelompok jenis dalam
Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003, yaitu untuk kayu yang termasuk dalam Kelompok Jenis Kayu
Eboni (Kelompok Indah Satu) di dalamnya termasuk kayu eboni bergaris (Diospyros celebica
Bakh.), eboni hitam (D. rumphii Bakh.), dan eboni (D. ebenum Koen., D. ferrea Bakh., D. lolin
Bakh., D. macrophylla Bl., D. cauliflora Bl., D. areolata King. et G., dan Diospyros spp.) tanpa
batasan diameter batang dikenakan Iuran Hasil Hutan sebesar Rp 9.150.000,00/ton. Sementara
itu, jenis kayu yang termasuk dalam Kelompok Jenis Rimba Campuran (Kelompok Komersial
Dua) dikenakan tarif jauh lebih rendah. Nilai tarif iuran kayu dari Kelompok Jenis Rimba
Campuran hampir setengah dari nilai tarif Kelompok Jenis Meranti/Kelompok Komersial Satu;
bahkan, jenis kayu bulat Rimba Campuran (Ø>30 cm) yang belum tercantum dalam kelompok
jenis komersial hanya dikenakan tarif Rp 200.000,00/m3.
Berdasarkan Permenhut No. P.68/Menhut-II/2014, nilai iuran untuk jenis Kayu Indah Dua
lebih tinggi sekitar 400% dari nilai iuran untuk jenis Rimba Campuran. Dari hasil kajian,
terdapat 205 jenis kayu Rimba Campuran yang berdasarkan pengelompokan baru naik ke Kelas
Indah Dua. Dengan demikian, apabila Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 disempurnakan, maka
pendapatan negara dari PSDH kayu bulat dan dana reboisasi akan lebih optimal.
6|
III. Kriteria Keindahan Kayu
Kayu merupakan produk dari proses metabolisme suatu tumbuhan tingkat tinggi (pohon)
sehingga sifat-sifatnya sangat bervariasi akibat pengaruh faktor dari dalam dan dari luar selama
hidupnya. Kayu yang dihasilkan oleh suatu jenis pohon memiliki karakteristik yang khas
(Panshin et al. 1964). Sifat dan karakteristik kayu yang bervariasi dalam setiap jenis akan
menentukan peruntukan kayu dan terkait langsung dengan nilai ekonomi suatu jenis kayu.
Salah satu parameter yang menentukan nilai ekonomi kayu adalah corak atau figure kayu.
Kayu yang memiliki corak yang lebih baik atau lebih indah akan memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, terutama untuk tujuan pembuatan produk kayu berkualitas tinggi, seperti veneer
dekoratif dan mebel kayu mewah. Keindahan kayu merupakan resultan dari beberapa unsur
penentu penampilan kayu, seperti corak, warna (kecerahan dan kerataan), kontras, orientasi
serat, kehalusan, dan kilap, yang semuanya disebut sebagai ciri umum kayu (Forest Product
Laboratory 2010).
Pada proses identifikasi kayu, ciri umum merupakan karakter/sifat kayu yang ditetapkan
berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis (Mandang & Pandit 2002). Pengamatan
secara makro meliputi pengamatan terhadap elemen makro penyusun kayu yang tampak jelas
terlihat dan mudah diamati menggunakan mata secara langsung atau dengan bantuan lup
dengan perbesaran 10–15 kali. Secara makro, ciri umum dapat diamati pada tiga bidang
pengamatan kayu, yaitu bidang aksial, radial, dan tangensial (Bowyer et al., 2003; Mandang &
Pandit, 2002; Panshin et al., 1964). Ciri umum yang dapat diamati secara makro adalah riap
tumbuh, rasio kayu teras dan kayu gubal, arah serat, tekstur, kilap, warna, corak, kekerasan, dan
bau (Booker & Sell, 1998; Mandang & Pandit, 2002; Pandit & Kurniawan, 2008; Pandit et al.,
2009). Ciri umum yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan keindahan kayu adalah corak,
warna, orientasi serat, tekstur, dan kilap (Jane et al., 1970; Forest Product Laboratory, 2010).
A. Corak Kayu
Corak kayu yang atraktif dan berkesan indah sangat berhubungan dengan struktur anato-
mi sel penyusunnya (Panshin et al. 1964). Mandang & Pandit (2002) menuliskan bahwa corak
suatu jenis kayu dapat ditimbulkan akibat adanya perbedaan warna kayu awal dan kayu akhir,
perbedaan warna jaringan seperti jaringan parenkim, dan perbedaan intensitas pewarnaan pada
lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berlainan. Gambar 1 menunjukkan contoh
perbedaan jenis kayu yang memiliki corak tegas, samar, dan polos. Secara lebih detail, Pandit et
al. (2009) menyampaikan bahwa struktur anatomi kayu yang menimbulkan corak permukaan
kayu indah antara lain susunan pori tata lingkar, perbedaan warna kayu awal dan kayu akhir,
susunan jari-jari multiseriate, struktur jari-jari kerinyut (ripple mark), parenkim paratrakeal dan
marginal, kayu teras yang tidak teratur, dan adanya kayu reaksi.
Susunan pori yang tata lingkar, yang mana pori berukuran besar bersusun konsentris
pada daerah kayu awal dan pori kecil tersusun pada daerah kayu akhir, memberikan gambaran
yang menarik pada kayu. Pola susunan pori seperti ini membentuk riap pertumbuhan berupa
|7
garis yang jelas. Corak kayu yang disebabkan oleh pola pori tata lingkar ini tampak berbeda
menurut bidang orientasinya. Pada permukaan papan tangensial, pori tata lingkar menimbulkan
corak atraktif berupa garis tipis membentuk parabola yang saling menutup. Pada permukaan
papan radial, pori tata lingkar memberikan gambaran berupa garis yang bersusun sejajar satu
dengan yang lain. Salah satu jenis kayu yang memiliki corak akibat susunan pori tata lingkar
adalah kayu jati. Selain karakteristik lainnya, adanya corak menjadi daya tarik tersendiri bagi
produk kayu jati, seperti mebel dan veneer indah kayu jati.
Dalam pertumbuhan pohon, pembentukan sel penyusun kayu dipengaruhi oleh kondisi
cuaca. Pada saat cuaca mendukung pertumbuhan pohon, kambium pun membentuk xilem secara
optimal yang disebut dengan istilah kayu awal dengan diameter sel yang relatif lebih besar
namun berdinding tipis. Pada saat cuaca tidak mendukung, kambium kurang optimal
membentuk xilem sehingga elemen sel kayu yang terbentuk lebih kecil dan berdinding tebal
(Jane et al. 1970). Di negara yang memiliki empat musim, pembentukan kayu awal terjadi pada
musim semi dan kayu akhir dibentuk pada musim panas; sedangkan di negara yang memiliki
dua musim, kayu awal dibentuk pada musim hujan dan kayu akhir pada musim kemarau. Variasi
ukuran dan ketebalan dinding sel pada kayu awal dan kayu akhir memberikan perbedaan yang
kontras, serta menimbulkan corak yang menarik dengan pola tebal tipis yang teratur.
Jari-jari kayu merupakan jaringan parenkim yang menyusun kayu ke arah transversal.
Berdasarkan lebarnya, jari-jari kayu dibagi menjadi dua bagian: jari-jari sempit dan jari-jari
lebar. Jari-jari sempit adalah struktur jari-jari yang terdiri atas satu seri (uniseriate) dan jari-jari
dua seri (biseriate). Jari-jari lebar (multiseriate) adalah struktur jari-jari yang terdiri dari lebih
dua seri. Struktur jari-jari multiseriate akan menyebabkan susunan sel jari-jari yang tampak
jelas, terutama pada bidang lintang karena tersusun oleh banyak sel, sehingga menimbulkan
kesan yang lebar. Pada permukaan papan radial, susunan jari-jari multiseriate ini akan
menampilkan corak yang sangat atraktif karena tersingkapnya potongan jari-jari. Susunan jari-
jari kayu yang teratur pada permukaan papan tangensial menimbulkan kesan jari-jari kayu
bertingkat, kerinyut, atau disebut ripplemark. Struktur ripplemark ini akan menimbulkan
gambaran yang menarik.
Parenkim paratrakeal adalah sel parenkim aksial yang menyinggung sel pembuluh dengan
pola, sedangkan parenkim marginal adalah parenkim aksial yang berbentuk pita pada batas riap
tumbuh. Pola susunan sel parenkim seperti ini tergambar pada penampang melintang batang
membentuk riap pertumbuhan yang jelas terlihat. Dalam sebuah papan, kayu yang mempunyai
struktur parenkim seperti ini akan menampilkan corak kayu yang indah.
Pembentukan kayu teras sekunder menyebabkan warna kayu tidak merata, yang mana
ada bagian yang warnanya jelas dan ada bagian yang warnanya kurang jelas. Warna kayu teras
yang tidak merata membentuk corak kayu yang cukup atraktif sehingga dalam sebuah papan,
corak kayu akibat perbedaan warna tersebut memberikan pola yang tidak teratur dengan
gambaran yang khas.
Kayu reaksi adalah massa xilem yang dibentuk oleh kambium sebagai reaksi internal
akibat adanya aksi dari luar. Kayu reaksi yang terjadi pada kayu daun jarum (softwood) disebut
8|
kayu tekan (compression wood), dan disebut kayu tarik (tension wood) jika terjadi pada kayu
daun lebar (hardwood). Karakteristik struktur mikroskopis kayu reaksi sangat berbeda dengan
struktur mikroskopis kayu normal. Struktur mikroskopis kayu reaksi ditandai oleh dimensi sel
penyusun kayu berukuran pendek, diameter dan rongga sel yang lebar, serta dinding sel yang
tipis (Bowyer et al. 2003). Struktur mikroskopis kayu reaksi sangat berbeda dengan struktur
mikroskopis kayu normal sehingga kayu reaksi sering dianggap sebagai cacat kayu. Cacat ini
banyak menimbulkan masalah dalam proses pengolahan kayu, seperti pada proses
penggergajian, pengeringan, dan pengerjaan. Dalam proses pengeringan, adanya kayu reaksi
menyebabkan cacat pecah dan perubahan bentuk, seperti melengkung pada arah memanjang
kayu (bowing). Sementara itu, selama proses penyerutan, adanya kayu reaksi sering
menimbulkan cacat permukaan berupa serat berbulu. Namun demikian, adanya kayu reaksi
dapat memberikan gambaran corak yang indah ditandai dengan adanya warna kayu yang lebih
gelap dan pola permukaan melintang batang yang eksentrik.
a b c
Gambar 1. Kayu yang memiliki corak kontras (a) (eboni, Diospyros celebica Bakh.), samar (b) (anggerit,
Neonauclea pallida Bakh.f.), dan polos (c) (gelam, Melaleuca leucadendron (L.) L. (cajuputi))
B. Warna Kayu
Warna kayu terutama disebabkan oleh adanya zat ekstraktif yang mempunyai zat warna
atau pigmen tertentu. Warna kayu bervariasi menurut jenis kayu, posisi kayu di dalam batang,
dan kondisi lingkungan. Warna kayu bervariasi dari putih, krem, kuning, kemerahan, cokelat,
hingga hitam (Mandang & Pandit 2002). Warna suatu jenis kayu umumnya terdiri atas
campuran berbagai warna sehingga sulit dinyatakan secara pasti. Pernyataan warna kayu secara
tepat umumnya disesuaikan dengan warna suatu benda yang mempunyai warna yang sama.
Sebagai contoh, kayu damar dinyatakan warnanya seperti warna jerami.
Penilaian warna suatu jenis kayu umumnya dilihat dari warna bagian terasnya dalam
kondisi kering udara. Untuk bahan baku industri mebel, kayu yang lebih disenangi umumnya
yang berwarna terang, cerah, atau putih karena mudah untuk dikonversi menjadi warna yang
|9
diinginkan. Homogenitas dan kerataan warna menentukan nilai keindahan pada suatu jenis
kayu. Semakin homogen atau merata warnanya, kayu pun dianggap semakin indah. Kayu ramin
memiliki nilai keindahan yang cukup tinggi karena kecerahan dan kerataan warnanya yang
jarang dimiliki oleh jenis kayu lainnya. Gambar 2 menunjukkan contoh kayu yang memiliki
warna yang merata dan tidak merata. Pemilihan warna kayu untuk bahan baku industri mebel
juga sangat dipengaruhi oleh selera pasar. Untuk pasar Eropa, kayu berwarna gelap umumnya
lebih disukai karena memberi kesan antik; sedangkan untuk pasar Jepang atau Korea, mereka
umumnya lebih menyukai warna kayu yang terang (Damayanti 2010).
a b
Gambar 2. Kayu yang memiliki warna merata (a) Artocarpus kemando dan tidak merata (b) Pterocymbium
viridiflorum
C. Orientasi Serat
Arah serat kayu adalah orientasi sel-sel serat kayu yang bentuknya memanjang terhadap
sumbu panjang batang. Arah serat pada permukaan kayu pada dasarnya dapat digolongkan ke
dalam dua pola umum, yaitu arah serat lurus (straight grain) dan arah serat miring (cross grain)
(Panshin et al. 1964; Bowyer et al. 2003). Serat kayu dikatakan lurus apabila sel-sel yang
berukuran panjang yang menyusun kayu tersusun sejajar dengan sumbu batang. Sebaliknya,
serat kayu dikatakan miring apabila sel-sel panjang yang menyusun kayu orientasinya tidak
sejajar sehingga membentuk sudut dengan sumbu batang. Serat miring dibagi ke dalam
beberapa kelompok, yaitu serat melilit/terpilin (spiral grain), serat berpadu (interlocked grain),
serat bergelombang (wavy grain), dan serat diagonal (Gambar 3).
Serat diagonal dapat disebabkan oleh kesalahan dalam penggergajian atau juga sering
disebabkan karena bentuk batang yang mempunyai taper besar. Orientasi serat yang tidak lurus
memberikan gambaran corak kayu yang menarik, seperti serat kayu bergelombang memberikan
gambaran kayu berpola gelombang tebal dan tipis yang khas (Gambar 4c).
10 |
a. serat berpadu b. serat terpilin c. serat bergelombang d. serat diagonal
Gambar 3. Ilustrasi berbagai arah serat miring kayu (sumber: Mandang & Pandit, 2002)
a b c
Gambar 4. Kayu dengan arah serat lurus (a) Mangifera foetida, serat berpadu (b) Pterospermum
javanicum, dan serat bergelombang (c) Acacia mangium
D. Tekstur Kayu
Tekstur kayu adalah kesan permukaan kayu yang disebabkan oleh besar kecilnya ukuran
diameter sel penyusun kayu. Tekstur kayu dikatakan kasar apabila diameter sel penyusun kayu
berukuran besar, sedangkan tekstur kayu dikatakan halus apabila diameter sel penyusun kayu
berukuran kecil. Gambar 5 menunjukkan contoh kayu yang memiliki tekstur halus dan kasar.
Pada kayu daun lebar (hardwood), bentuk dan ukuran sel penyusun kayu yang dapat
memengaruhi tekstur kayu, antara lain sel pembuluh/pori (vessel) dan sel serat (fiber). Tekstur
kayu daun lebar dikatakan kasar apabila diameter sel pembuluhnya mempunyai ukuran >200
µm, tekstur sedang atau moderat apabila diameter porinya berkisar 100–200 µm, dan tekstur
kayu disebut halus jika diameter pori <100 µm. Untuk bahan baku industri mebel, kayu yang
mempunyai tekstur halus hingga sedang pada umumnya lebih disenangi, daripada kayu dengan
tekstur kasar karena tekstur halus meningkatkan kualitas hasil finishing mebel kayu (Kasmudjo
2010).
| 11
a b
Gambar 5. Kayu dengan tekstur halus (a) Schima walichii dan tekstur kasar (b) Heritiera simplicifolia
E. Kilap Kayu
Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang memungkinkan permukaan kayu dapat
memantulkan cahaya sehingga kesan permukaannya mengkilap. Kilap kayu dalam hal ini
berbeda dengan kesan permukaan kayu akibat proses finishing. Kilap kayu ditentukan oleh
karakteristik sel penyusun kayu. Permukaan bidang radial dapat menampilkan kilap yang lebih
baik dibandingkan dengan bidang tangensial karena adanya sel jari-jari yang tersingkap. Dari
berbagai jenis kayu, hanya ada beberapa jenis kayu yang diketahui dapat memantulkan cahaya
sehingga memiliki kesan mengkilap.
Selain sel penyusunnya, kandungan minyak atau lilin (wax) dalam kayu teras juga
memengaruhi kilap permukaan kayu. Kayu yang tersusun oleh sel berdinding tipis dengan
lumen sel yang lebar umumnya cenderung menampilkan kesan buram. Bahan baku kayu untuk
industri mebel yang mempunyai kilap alami yang baik sangat membantu dalam proses finishing.
Jati termasuk salah satu jenis kayu yang mempunyai kilap alami yang baik.
12 |
IV. Kriteria Kualitas Kayu
Selain keindahan, parameter yang digunakan dalam penentuan nilai kayu adalah kualitas
kayu. Kualitas kayu merupakan kesesuaian atau kecocokan kayu untuk penggunaan tertentu
(Panshin et al. 1964). Kualitas kayu merupakan suatu ukuran kayu yang memengaruhi sifat
produk yang dibuat darinya, yang mana ukuran kualitas merupakan hal yang sangat subjektif,
bergantung produk yang akan dibuat. Panshin et al. (1964) menyebutkan bahwa kualitas kayu
merupakan kesesuaian atau kecocokan kayu untuk penggunaan tertentu sehingga sifat penting
kayu yang digunakan untuk suatu produk berbeda dengan sifat penting untuk produk yang lain
(Panshin et al. 1964; Savidge 2003; Anisah & Siswamartana 2005).
Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian memerlukan pengetahuan
sifat kayu, terutama berat jenis, kekuatan, dan keawetan. Ketiga sifat ini sangat penting
diketahui oleh setiap pelaku usaha pengolahan kayu sebagai salah satu informasi penting
berkenaan dengan pemanfaatan kayu untuk produk tertentu dan penentuan nilai ekonominya
(Pendidikan Industri Kayu Atas, 1979).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kayu yang terberat merupakan kayu yang terkuat,
yang mana sifat teknis lainnya, seperti keteguhan dan kekerasan berbanding lurus dengan berat
jenis (Oey 1964). International Association of Wood Anatomist (IAWA) dalam Wheeler et al.
(1989) mengklasifikasikan berat jenis (BJ) kayu ke dalam tiga kelompok, yaitu BJ rendah
(≤0,40), BJ sedang (0,40–0,75), dan BJ tinggi (≥0,75). Sementara itu, Oey (1964) mengelom-
pokkan kayu ke dalam lima kelas kuat (bersama Keteguhan Lengkung Mutlak dan Keteguhan
Tekan Mutlak) berdasarkan berat jenisnya, yaitu Kelas Kuat I dengan BJ >0,90; Kelas Kuat II
dengan BJ 0,90–0,60; Kelas Kuat III dengan BJ 0,60–0,40; Kelas Kuat IV dengan BJ 0,40–0,30; dan
Kelas Kuat V dengan BJ <0,30.
Selain sifat fisis kayu, keawetan kayu yang merupakan ukuran ketahanan alami suatu jenis
kayu terhadap serangan organisme perusak; seperti rayap tanah, rayap kayu kering, kumbang
bubuk kayu kering, jamur pelapuk, dan binatang laut; menjadi salah satu parameter penting
dalam menentukan kualitas kayu. Tingkat keawetan kayu memberikan prediksi berapa lama
kayu dapat bertahan secara alami tanpa diserang organisme perusak dan menentukan perlunya
suatu kayu diawetkan atau tidak. Oey (1964), Martawijaya & Sumarni (1978), dan Standar
Nasional Indonesia (SNI) (2014) mengklasifikasikan jenis kayu Indonesia ke dalam lima kelas
awet, yaitu Kelas I (sangat awet), Kelas II (awet), Kelas III (kurang awet), Kelas IV (tidak awet),
dan Kelas V (sangat tidak awet). Oleh sebab itu, dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia dapat mengacu pada nilai
komersialitas (corak, keindahan) dan kualitas kayu, yaitu berat jenis dan kelas awet.
| 13
V. Penetapan Kriteria Pengelompokan Jenis Kayu Perdagangan
Kriteria yang dapat digunakan sebagai bahan penilaian dalam penggolongan jenis kayu
terbagi menjadi dua, yaitu nilai komersialitas dan kualitas. Nilai komersialitas mengacu pada
keindahan kayu yang dinilai berdasarkan corak, warna, orientasi serat, tekstur, dan kilap kayu.
Sementara itu, nilai kualitas digolongkan berdasarkan berat jenis dan kelas awet kayu.
Sebelum penetapan kriteria pengelompokan jenis kayu perdagangan, salah satu hal
penting yang perlu diperhatikan adalah status konservasi jenis kayu tersebut. Status konservasi
jenis kayu sangat menentukan apakah kayu tersebut termasuk jarang ditemukan dan telah
masuk dalam Appendix I CITES yang berarti tidak boleh diperdagangkan sehingga dikeluarkan
dari pengelompokan kayu perdagangan, atau jenis-jenis kayu dengan larangan tebang seperti
jenis Shorea penghasil tengkawang. Daftar jenis pohon yang dilindungi (dilarang tebang atau ada
batasan minimum diameter) dapat dilihat pada:
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang
Dilindungi.
Di Indonesia, kayu ramin dan gaharu termasuk dalam Appendix II CITES sehingga masih
dapat diperdagangkan meski dengan kuota yang ketat untuk mencegahnya dari kepunahan.
Apabila suatu saat kayu ramin dan gaharu masuk dalam Appendix I CITES maka kedua jenis
tersebut akan dikeluarkan dari daftar kayu perdagangan.
Dalam proses penilaian, setiap jenis kayu akan dikelompokkan melalui dua tahap.
Pertama, jenis diseleksi berdasarkan tingkat keindahan (Kelas Komersial Indah I dan Kelas
Komersial Indah II). Kedua, kayu yang tidak masuk ke dalam Kelas Komersial Indah I dan Kelas
Komersial Indah II akan dinilai berdasarkan berat jenis dan keawetan untuk dikelompokkan ke
dalam Kelas Komersial I, II, dan III). Penilaian suatu jenis kayu berdasarkan keindahannya
menjadi parameter pertama yang digunakan dalam menilai suatu jenis kayu karena menentukan
tingkat komersialitas jenis kayu tersebut. Kriteria keindahan kayu didasarkan pada keberadaan
dan ketegasan corak kayu, kerataan warna, orientasi serat, tekstur, dan kesan kilap. Pembobotan
untuk setiap parameter keindahan disajikan pada Tabel 1.
| 15
Tabel 1. Kriteria seleksi keindahan kayu
Nilai keindahan suatu jenis kayu menjadi semakin tinggi jika memiliki corak yang indah
dan tegas. Homogenitas atau kerataan warna juga menentukan nilai keindahan suatu jenis kayu,
yang mana semakin homogen atau semakin merata warnanya maka nilai keindahan kayu
tersebut semakin tinggi. Ciri penunjang keindahan lainnya adalah arah serat lurus dengan
tekstur yang halus dan mengkilap akan menempatkan suatu jenis kayu sebagai kayu
perdagangan dalam Kelas Komersial Indah I dan Kelas Komersial Indah II.
Batas penilaian untuk jenis kayu yang masuk Kelas Komersial Indah I adalah 40–50 dan
Kelas Komersial Indah II adalah 30–39. Secara khusus untuk Kelas Komersial Indah I, jenis kayu
yang dikelompokkan ke dalamnya adalah kayu yang memiliki nilai komersialitas dan kualitas
tinggi. Parameter komersialitas ditentukan oleh keindahan kayu, sedangkan parameter kualitas
ditentukan oleh berat jenis dan keawetan seperti yang dijabarkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria seleksi kualitas kayu berdasarkan berat jenis dan keawetan kayu untuk pengklasi-
fikasian jenis kayu kelompok komersial lainnya
Klasifikasi:
- Kelas Komersial Indah I nilai 40–50, berat jenis dan keawetan tinggi, nilai gabungan minimal 56;
- Kelas Komersial Indah II nilai keindahan minimal 30;
- Kelas Komersial I, II dan III, nilai keindahan <30; dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan berat jenis dan kelas
awet.
16 |
Selama proses penilaian, apabila tidak memenuhi kriteria dalam Kelas Komersial Indah I
dan Kelas Komersial Indah II, kayu tersebut akan dinilai berdasarkan berat jenis dan kelas awet.
Selanjutnya, kayu diklasifikasikan ke dalam tiga kelas komersial, yaitu:
Berat jenis merupakan salah satu sifat kayu yang memberikan pengaruh pada kekuatan
kayu. Dalam laporan ini, berat jenis kayu dikelompokkan ke dalam tiga kelas, yaitu tinggi
(>0,75); sedang (0,40–0,75), dan rendah (<0,40) mengikuti kombinasi klasifikasi dalam
International Association of Wood Anatomist (Wheeler et al., 1989) dan Oey (1964). Secara lebih
ringkas, metode dalam penilaian jenis kayu sebagai dasar pengelompokan jenis kayu
perdagangan Indonesia disajikan dalam diagram alir pada Gambar 6.
Contoh cara penilaian sebagai berikut:
a. Kayu eboni (Diospyros celebica Bakh.)
Kriteria keindahan:
– Corak nilai 10
– Warna nilai 10
– Orientasi Serat nilai 8
– Tekstur nilai 10
– Kilap nilai 10
Nilai keindahan 48
Kriteria kualitas:
– Berat Jenis 1.09 nilai 10
– Kelas Awet I nilai 10
Nilai kualitas 20
Nilai total 68
Masuk Kelas Komersial Indah I (Status di SK: Kelas Indah Satu)
| 17
Gambar 6. Diagram alir dasar pemikiran dan kriteria penilaian pengelompokan jenis kayu perdagangan
18 |
VI. Pengelompokan Jenis Kayu Perdagangan Indonesia
Seperti telah disebutkan dalam Bab I (Pendahuluan) jenis kayu yang tercatat dalam LIU
hingga November 2016 telah mencapai 1.044 jenis. Dalam kajian ini, penilaian dilakukan
terhadap jenis kayu yang tercantum dalam Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 dan LIU dengan
kriteria yang telah ditetapkan pada Bab V sesuai dengan skema dalam Gambar 6. Hasil
pencermatan daftar jenis pada LIU juga menunjukkan masih adanya jenis yang dilindungi.
Contohnya tengkawang, jenis ini termasuk dalam komoditas yang diperdagangkan sehingga
petugas di lapangan perlu mencermati jenis kayu yang diperdagangkan agar perdagangan jenis
yang dilindungi dapat dihindari. Rekapitulasi hasil penilaian untuk pengelompokan jenis kayu
perdagangan Indonesia disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 1.044 jenis kayu, sebanyak 809 jenis telah dikelompok-
kan berdasarkan kriteria parameter komersialitas dan kualitas, sembilan jenis kayu dikeluarkan
dari daftar kayu perdagangan karena merupakan jenis kayu yang dilindungi, sedangkan 226
jenis kayu belum bisa dikelompokkan karena datanya belum lengkap. Contoh kayu jenis
tersebut tidak ditemukan di koleksi kayu Xylarium Bogoriense 1915 dan data dari pustaka yang
ada belum mencakup 226 jenis kayu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan 226 jenis kayu
tersebut termasuk kayu impor yang belum diberi keterangan dan/atau adanya jenis kayu
sinonim. Dari 809 jenis kayu yang telah dikelompokkan, sebanyak 40 jenis masuk ke dalam
Kelas Komersial Indah I, 317 jenis kayu masuk ke dalam Kelas Komersial Indah II, 52 jenis kayu
masuk ke dalam Kelas Komersial I, 201 jenis kayu masuk ke dalam Kelas Komersial II, dan 199
jenis kayu masuk ke dalam Kelas Komersial III.
Dari pencermatan hasil penilaian, tampak bahwa 40 jenis kayu yang termasuk dalam Kelas
Komersial Indah I merupakan kayu yang memiliki nilai keindahan, BJ, dan kelas awet tinggi.
Sebanyak 317 jenis kayu yang termasuk dalam Kelas Komersial Indah II memiliki nilai corak
keindahan lebih rendah atau setara dengan Kelas Komersial Indah I, tetapi rerata BJ dan kelas
awetnya sedang hingga rendah. Jenis kayu Kelas Komersial I yang berjumlah 52 jenis memiliki
nilai BJ dan kelas awet tinggi, namun keindahan kurang. Sebanyak 201 jenis kayu yang termasuk
dalam kelompok Kelas Komersial II memiliki nilai BJ dan kelas awet sedang, sedangkan 199
jenis kayu termasuk dalam kelompok Kelas Komersial III dengan nilai BJ dan kelas awet rendah.
| 19
Perbandingan hasil penilaian pengelompokan jenis kayu perdagangan berdasarkan
komersialitas dan kualitas dengan klasifikasi dalam Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003
menunjukkan bahwa terdapat 322 jenis (39,80%) kayu naik kelas dari Rimba Campuran
menjadi Kelas Komersial Indah I, Kelas Komersial Indah II, atau Kelas Komersial I. Kenaikan
klasifikasi ini mengindikasikan adanya potensi peningkatan PNBP dari Provisi Sumber Daya
Hutan (PSDH) dari jenis yang sebelumnya dikategorikan sebagai Rimba Campuran. Selain
kenaikan tingkat klasifikasi, terdapat juga 176 jenis kayu (21,76%) yang berubah dari kelas
komersial tinggi (Indah Satu, Indah Dua, atau Komersial Satu) berdasarkan Kepmenhut No.
163/Kpts-II/2003 menjadi kelas komersial lebih rendah, yaitu Kelas Komersial II dan Kelas
Komersial III atau Kelas Indah Satu turun ke Kelas Komersial Indah II dan Kelas Komersial I–III.
Penurunan ini disebabkan beberapa jenis kayu yang pada awalnya masuk ke dalam Kelas Indah
dalam Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 memiliki keindahan yang kurang memenuhi kritera
yang ditetapkan. Hasil pencermatan terhadap hasil penilaian juga menunjukkan bahwa 311 jenis
kayu (38,44%) memiliki klasifikasi yang setara. Perubahan pengelompokan jenis kayu
perdagangan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan terhadap Kepmenhut No. 163/Kpts-
II/2003 disajikan pada Tabel 4. Hasil pengelompokan jenis kayu perdagangan Indonesia
disajikan dalam Tabel 5, 6, 7, 8, dan 9. Penampang tangensial, radial, dan transversal setiap jenis
kayu disajikan dalam Lampiran 1, 2, 3, 4, dan 5.
Tabel 4. Perubahan pengelompokan jenis kayu perdagangan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
terhadap Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003
1. Naik: status di Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 adalah Rimba Campuran atau Kelas Indah Dua, berdasarkan
kriteria baru adalah dapat dikelompokkan dalam Kelas Komersial Indah I, Kelas Komersial Indah II, atau Kelas
Komerial I. Kayu-kayu dalam Kelas Indah Dua di Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 disebut naik jika berdasarkan
kriteria baru dikelompokkan ke Kelas Komersial Indah I.
2. Turun: status di Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 adalah Kelas Indah Satu, Indah Dua atau Komersial Satu,
berdasarkan kriteria baru turun menjadi kelas Kelas Komersial II/III atau Kelas Indah Satu turun ke Kelas
Komersial Indah II dan Kelas Komersial I–III.
3. Setara: di Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 maupun berdasarkan kriteria baru statusnya sama, misal dari Kelas
Indah Satu menjadi Kelas Komersial Indah I, Kelas Indah Dua menjadi Kelas Komersial Indah II, Kelas Komersial
Satu menjadi Kelas Komersial I, Rimba Campuran menjadi Kelas Komersial II dan III.
20 |
Tabel 5. Kelompok kayu perdagangan Kelas Komersial Indah I
7. Eboni hitam Diospyros ferrea (Willd.) Bakh Ebenaceae Indah Satu setara
22. Pelawan Tristania obovata (B.) P.G.W. & Myrtaceae Rimba Campuran naik
J.T.W.
23. Pelawan Tristania whiteana (G.) P.G.W.& Myrtaceae Rimba Campuran naik
J.T.W.
24. Perepat darat Combretocarpus rotundatus Dans Anisophylleaceae Indah Dua naik
29. Sawo Manilkara fasciculata (Warb.) H.J. Sapotaceae Indah Dua naik
Lam. & Maas Geest.
30. Sawo Manilkara kanosiensis H.J.L.et B.M. Sapotaceae Indah Dua naik
| 21
Status Kepmenhut Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts- Status
II/2003
31. Sawo Manilkara kauki (L.) Dubard. Sapotaceae Indah Dua naik
33. Simpur Dillenia celebica Hoogl. Syn. Dilleniaceae Rimba Campuran naik
Dillenia ochreata
34. Simpur Dillenia oblonga Wallich ex Hook.f. Dilleniaceae Rimba Campuran naik
& Thomson
35. Simpur Dillenia obovata Wallich ex Hook.f. Dilleniaceae Rimba Campuran naik
& T.
36. Sonokeling Dalbergia latifolia Roxb. Leguminosae Indah Dua naik
39. Tempinis Streblus elongatus (Miq.) Corner Moraceae Rimba Campuran naik
40. Ulin Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Lauraceae Indah Dua naik
Binnend.
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
1. Ainam Celtis rigescens (Miq.) Planch. Ulmaceae Komersial Satu naik
14. Anggerit Neonauclea parviflora Ridsd. Syn. Rubiaceae Rimba Campuran naik
N. purpurascens
15. Anggerit Neonauclea schlechteri (Val.) Rubiaceae Rimba Campuran naik
Merr.et Perry
16. Ara Ficus adenosperma Miq. Moraceae Rimba Campuran naik
22 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
17. Ara Ficus annulata Blume Moraceae Rimba Campuran naik
25. Aser Acer caesium Reinw.et Bl.Kosterm Aceraceae Rimba Campuran naik
26. Aser Acer laurinum Hassk.ex Miq Arecaceae Rimba Campuran naik
29. Balau penyau Upuna borneensis Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu naik
30. Balik angin Mallotus floribundus (Blume) Euphorbiaceae Rimba Campuran naik
Muell.Arg.
31. Banitan Gonystylus affinis Radlk. Thymelaeaceae Rimba Campuran naik
32. Banitan nirang Gonystylus forbesii Gilg. Thymelaeaceae Rimba Campuran naik
| 23
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
50. Bipa Pterygota forbesii F.v.M. Sterculiaceae Rimba Campuran naik
51. Bongin Irvingia malayana Oliv. Ex. A.W. Simaroubaceae Rimba Campuran naik
62. Bunut, Kikuya Ficus vasculosa Wall.ex.Miq. Moraceae Rimba Campuran naik
64. Cempaka Magnolia candollii (Blume) H. Keng Magnoliaceae Indah Dua setara
gunung
65. Cempaka Magnolia koordersiana Noot. Magnoliaceae Indah Dua setara
gunung
66. Cempaka Magnolia montana Blume Magnoliaceae Indah Dua setara
gunung
67. Cempaka hutan Elmerrillia ovalis (Miq.) Dandy Magnoliaceae Indah Dua setara
68. Cempaka hutan Elmerrillia tsiampacca (L.) Dandy Magnoliaceae Indah Dua setara
Syn. Elmerrillia celebica
69. Cempaga Dysoxylum macrocarpum Blume Meliaceae Rimba Campuran naik
24 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
82. Damar Agathis dammara (Lambert) Rich. Araucariaceae Komersial Satu naik
83. Damar Agathis endertii Meijer Drees Araucariaceae Komersial Satu naik
96. Durian burung Durio carinatus Masters Bombacaceae Komersial Satu naik
100. Gaharu Aquilaria malaccensis (Lamk.) van Thymelaeaceae Rimba Campuran naik
Tiegh.
101. Gardenia Gardenia carinata Wallich ex Roxb. Rubiaceae Rimba Campuran naik
102. Gardenia Gardenia turbifera Wallich ex Roxb. Rubiaceae Rimba Campuran naik
107. Gia, malas Homalium grandiflorum Benth. Flacourtiaceae Komersial Satu naik
108. Gia, malas Homalium minahassae Koord. Flacourtiaceae Komersial Satu naik
109. Gia, malas Homalium tomentosum (Vent.) Flacourtiaceae Komersial Satu naik
Benth.
110. Gmelina Gmelina arborea Roxb. Lamiaceae Rimba Campuran naik
111. Gmelina Gmelina moluccana (Blume) Backer Lamiaceae Rimba Campuran naik
ex K.Heyne
112. Gopasa Vitex cofassus Reinw.ex.Bl. Lamiaceae Rimba Campuran naik
| 25
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
114. Hirung Nyssa javanica (Blume) Wangerin Nyssaceae Rimba Campuran naik
121. Kasuari gunung Libocedrus arfakensis Gibbs. Cupressaceae Rimba Campuran naik
122. Kasuari gunung Libocedrus papuana F.v.M. Cupressaceae Rimba Campuran naik
123. Kayu batu Maranthes corymbosa Blume Rosaceae Komersial Satu naik
124. Kayu bawang Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs Meliaceae Rimba Campuran naik
125. Kayu kuku Pericopsis mooniana Thw. Papilionaceae Indah Dua setara
126. Kayu sippur Helicia serrata (R.Br.)Blume Proteaceae Rimba Campuran naik
140. Keranji abang Dialium procerum (v.Steenis) Stey. Leguminosae Rimba Campuran naik
141. Keranji kuning Dialium platysepalum Baker Leguminosae Rimba Campuran naik
besar
142. Keranji masam Dialium indum L. Leguminosae Rimba Campuran naik
144. Ketimunan Timonius timon (Sprengel) Merr. Rubiaceae Rimba Campuran naik
145. Khaya Khaya anthotheca (Welw.) C.DC. Meliacae Rimba Campuran naik
26 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
146. Kisampang Evodia aromatica BL. Rutaceae Rimba Campuran naik
149. Klepu sapi Hymenodictyon excelsum Wall. Rubiaceae Rimba Campuran naik
150. Krinjing daun Helicia excelsa (Roxb.) Blume Proteaceae Rimba Campuran naik
151. Kupang Ormosia calavensis Azoala ex. Leguminosae Indah Dua setara
Blanco
152. Kupang Ormosia macrodisca Baker Papilionaceae Indah Dua setara
153. Kupang Ormosia sumatrana (Miq.) Prain Papilionaceae Indah Dua setara
154. Laban bunga Vitex quinata (Lour.) F.N. Williams Lamiaceae Rimba Campuran naik
158. Limpato Prainea limpato (Miq.) Blume Moraceae Rimba Campuran naik
ex.Heyne
159. Ludai Sapium baccatum Roxb. Euphorbiaceae Rimba Campuran naik
161. Mahang putih Macaranga pruinosa (Miq.) Muell. Euphorbiaceae Rimba Campuran naik
Arg.
162. Mahoni Swietenia macrophylla King Meliaceae Komersial Satu naik
163. Mahoni Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Meliaceae Komersial Satu naik
167. Maniltoa Maniltoa plurijuga Merr.et Perry Leguminosae Rimba Campuran naik
169. Matoa Pometia pinnata J.R.Forster & Sapindaceae Komersial Satu naik
J.G.Forster
170. Medang Notaphoebe macrocarpa (Blume) Lauraceae Komersial Satu naik
Kosterm
171. Medang Notaphoebe magnifica (Kosterm) Lauraceae Komersial Satu naik
Kosterm
172. Medang Actinodaphne glomerata (Blume) Lauraceae Rimba Campuran naik
Nees
173. Medang Actinodaphne glabra Blume Lauraceae Rimba Campuran naik
176. Medang Litsea umbellata (Lour.) Merr. Lauraceae Rimba Campuran naik
177. Medang lasa Notaphoebe umbelliflora (Blume) Lauraceae Komersial Satu naik
Blume
| 27
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
178. Medang paya Notaphoebe helophila (Kosterm) Lauraceae Komersial Satu naik
Kosterm
179. Melur Dacrydium beccarii Parl. Podocarpaceae Indah Dua setara
180. Melur Dacrydium elatum (Roxb.) Wallich Podocarpaceae Indah Dua setara
ex Hook.
181. Melur Dacrydium junghuhnii Miq. Podocarpaceae Indah Dua setara
185. Mempening Lithocarpus bennettii (Miq.) Rehder Fagaceae Rimba Campuran naik
186. Menamang Gonystylus velutinus Airy Shaw Thymelaeaceae Rimba Campuran naik
202. Merbau Intsia bijuga (Colebr.) O.Kuntze Leguminosae Komersial Satu naik
204. Merbau kera Crudia blancoi Rolfe Leguminosae Rimba Campuran naik
205. Merbau kera Crudia velutina Ridley Leguminosae Rimba Campuran naik
28 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
209. Nyatoh putih Pouteria duclitan (Blanco) Baehni Sapotaceae Rimba Campuran naik
214. Nyatoh Madhuca betis Merr. Syn. M. Sapotaceae Komersial Satu naik
philippinensis Merr.
215. Nyatoh Madhuca sericea H.J.L. Sapotaceae Komersial Satu naik
225. Parak Aglaia subcuprea Merr. & Perry Meliaceae Rimba Campuran naik
232. Pasang Quercus treubiana von Seemen Fagaceae Indah Dua setara
238. Perepat laut Sonneratia alba J.E. Smith Sonneratiaceae Rimba Campuran naik
239. Perepat laut Sonneratia ovata Backer Sonneratiaceae Rimba Campuran naik
| 29
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
241. Perupuk Lophopetalum javanicum (Zoll.) Celastraceae Komersial Satu naik
Turcz.
242. Petaling Ochanostachys amentacea Masters Olacaceae Indah Dua setara
in Hook.f.
243. Pinang Pentace adenophora Kosterm. Tiliaceae Komersial Satu naik
245. Pinang bai Gonystylus macrophyllus Airy Thymelaeaceae Rimba Campuran naik
(Miq.) Shaw
246. Pulai keras Alstonia macrophylla Wallich ex Apocynaceae Komersial Satu naik
G.Don
247. Pulai keras Alstonia spectabilis R.Br. Apocynaceae Komersial Satu naik
249. Puspa Schima wallichii (DC.) Korth. Theaceae Komersial Satu naik
259. Ramin Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. Thymelaeaceae Indah Dua setara
260. Randu Bombax ceiba L. Syn. Ceiba Bombacaceae Rimba Campuran naik
petandra
261. Rasamala Altingia excelsa Noroña Hamamelidaceae Komersial Satu naik
262. Rengas kerbau Gluta aptera (King) Ding Hou Anacardiaceae Rimba Campuran naik
30 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
273. Saninten Captanopsis tunggurut (Blume) Fagaceae Rimba Campuran naik
A.D.C
274. Sepalis Kokoona reflexa (M.A.Lawson) Ding Celastraceae Rimba Campuran naik
Hou
275. Simpur Dillenia excelsa (Jack) Gilg. Dilleniaceae Rimba Campuran naik
277. Simpur Dillenia obovata (Blume) Hoogl. Dilleniaceae Rimba Campuran naik
281. Simpur Dillenia pulchela (Jack) Gilg Dilleniaceae Rimba Campuran naik
286. Sindur Sindora coriacea Maingay ex Prain Leguminosae Indah Dua setara
294. Suling Helicia moluccana (R.Br.) Blume Proteaceae Rimba Campuran naik
299. Suren Toona sureni (Blume) Merr. Meliaceae Rimba Campuran naik
301. Surian batu Chukrasia tabularis A.H.L. Juss Meliaceae Rimba Campuran naik
304. Tembesu Fragaea racemosa Jack.ex Wallich Loganiaceae Rimba Campuran naik
| 31
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
306. Tenangau, Prunus acuminata Hook.f. Rosaceae Rimba Campuran naik
kawoyang
307. Tengkurung Blumeodendron kurzii J.J. Smith Euphorbiaceae Rimba Campuran naik
310. Trembesi Samanea saman (Jacq.) Merr. Leguminosae Rimba Campuran naik
311. Tualang Koompassia excelsa (Becc.) Taubert Leguminosae Rimba Campuran naik
312. Tuba tuba Taxus wallichiana Zucc. Taxaceae Rimba Campuran naik
313. Tuba tuba Ulmus lancifolia Roxb. Ulmaceae Rimba Campuran naik
314. Tuba tuba Pangium edule Reinw. Flacourtiaceae Rimba Campuran naik
315. Tusam Pinus merkusii Jungh et De Vr. Pinaceae Rimba Campuran naik
317. Weru Albizia procera (Roxb.) Benth Leguminosae Indah Dua setara
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
1. Ampupu Eucalyptus alba Reinw.ex Blume Myrtaceae Rimba Campuran naik
11. Balau Shorea sumatrana Sym.ex Desch. Dipterocarpaceae Komersial Satu setara
12. Balau merah Shorea elliptica Burck. Dipterocarpaceae Komersial Satu setara
13. Balau merah Shorea kunstleri King. Dipterocarpaceae Komersial Satu setara
14. Balau merah Shorea ochrophloia Sturgn.ex.Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu setara
32 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
17. Belangeran Shorea balangeran (Korth.) Burck. Dipterocarpaceae Komersial Satu setara
18. Bira-bira Fragaea crenulata Maingayi ex C.B. Loganiaceae Rimba Campuran naik
19. Cangcaratan Neonauclea glabra Bakh.f. & Ridsd. Rubiaceae Rimba Campuran naik
20. Catechu Acacia catechu (L.f.) Willd. Leguminosae/ Rimba Campuran naik
Mimosaceae
21. Cemara Casuarina equisetifolia L. Casuarinaceae Rimba Campuran naik
26. Ipis kulit Syzygium rostratum (Blume) DC. Myrtaceae Rimba Campuran naik
27. Kayu arang Diospyros clavigera C.B.Clarke Ebenaceae Indah Satu turun
28. Kayu hitam Diospyros pendula Hasselt ex Ebenaceae Indah Satu turun
Hassk.
29. Kedondong Dacryodes costata H.J.L. Burseraceae Rimba Campuran naik
34. Kesambi Schleicera oleosa (Lour.) Oken Sapindaceae Rimba Campuran naik
35. Manting Syzygium syzygioides (Miq.) Merr.& Myrtaceae Rimba Campuran naik
Perry
36. Medang kacang Dehaasia firma Blume Lauraceae Rimba Campuran naik
37. Medang tanahan Dehaasia cuneata (Blume) Blume Lauraceae Rimba Campuran naik
40. Merawan daun Hopea latifolia Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu setara
bulat
41. Merawan jantan Hopea griffithii Kurz. Dipterocarpaceae Komersial Satu setara
43. Raman burung Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisn. Anacardiaceae Rimba Campuran naik
| 33
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
49. Tancang, tanjang Bruguiera gymnorhiza (L.) Savigny Rhizophoraceae Indah Dua turun
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
1. Akor Acacia auriculiformis A.Cunn.ex Leguminosae/ Rimba Campuran setara
Benth. Mimosaceae
2. Api-api Avicennia alba Blume Avicenniaceae Rimba Campuran setara
5. Aring pahe Diospyros maingayi (Hiern) Bakh. Ebenaceae Indah Satu turun
9. Baira etem Ficus nervosa B.Heyne ex. Roth. Moraceae Rimba Campuran setara
11. Banen Crypteronia griffithii C.B. Clarke Crypteroniaceae Rimba Campuran setara
13. Bantar burung Dacryodes macrocarpa H.J.L. Burseraceae Rimba Campuran setara
17. Bintangor Calophyllum pisiferum P. & T. Syn. Guttiferae Rimba Campuran setara
C. retusum
18. Bintangur Calophyllum lanigerum Miq. Guttiferae Rimba Campuran setara
belulang
19. Bintangur Calophyllum sundaicum P.F.Stevens Guttiferae Rimba Campuran setara
gambut
20. Binutan Radermachera pinnata (Blanco) Bignoniaceae Rimba Campuran setara
Seem.
21. Bogem Sonneratia caseolaris (L.) Engl. Sonneratiaceae Rimba Campuran setara
22. Buni Antidesma bunius (L.) Spreng. Euphorbiaceae Rimba Campuran setara
34 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
24. Bidara gunung Diospyros montana Roxb. Ebenaceae Indah Satu turun
26. Cempaka Magnolia macklottii (Korth.) Dandy Magnoliaceae Indah Dua turun
gunung
27. Cempaka Magnolia scortechinii (King) Dandy Magnoliaceae Indah Dua turun
gunung
28. Cengkek Celtis timorensis Spanoghe Ulmaceae Komersial Satu turun
30. Dadap cangkring Erythrina fusca Lour. Fabaceae Rimba Campuran setara
31. Damar katop Blumeodendron calophyllum Airy Euphorbiaceae Rimba Campuran setara
Shaw
32. Dawai Canarium odontophyllum Miq. Burseraceae Komersial Satu turun
33. Duren enggang Coelostegia borneensis Becc. Bombacaceae Komersial Satu turun
36. Durian Durio excelsus (Korth.) Bakh. Bombacaceae Komersial Satu turun
37. Durian Durio griffithii (Masters) Bakh. Bombacaceae Komersial Satu turun
44. Hati kakatu Diospyros papuana Valeton ex Ebenaceae Indah Satu turun
Bakh.
45. Huru beyas Lindera oxyphylla B.L. Lauraceae Rimba Campuran setara
46. Huru gading Cinnamomum javanicum Blume Lauraceae Komersial Satu turun
47. Huru gading Litsea eliptica Blume Lauraceae Rimba Campuran setara
48. Huru leksa Litsea tomentosa Blume Lauraceae Rimba Campuran setara
49. Huru medang Cinnamomum ferrea Blume Lauraceae Komersial Satu turun
50. Huru tangkalak Litsea glutinosa (Lour.) Lauraceae Rimba Campuran setara
C.B.Robinson
51. Kanari minyak Canarium oleosum (Lamk)Engl. Burseraceae Komersial Satu turun
52. Kanari jaki Canarium hirsutum Willd. Burseraceae Komersial Satu turun
| 35
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
56. Kapur petanang Dryobalanops oblongifolia Dyer. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
57. Kapur sintok Dryobalanops beccarii Dyer. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
58. Katuko Parashorea lucida (Miq.) Kurz. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
61. Kayu kereta Swintonia floribunda Griffith Anacardiaceae Rimba Campuran setara
62. Kayu napo Dacryodes rugosa H.J.L. Burseraceae Rimba Campuran setara
63. Kawoyang Endiandra rubescens (Blume) Miq. Lauraceae Komersial Satu turun
66. Kedondong Santiria laevigata Syn. C. vulgare Burseraceae Komersial Satu turun
kerantai licin Leenh.
67. Kedondong kijai Dacryodes angulata H.J.L. Burseraceae Rimba Campuran setara
81. Kembayan tikus Dacryodes rostrata H.J.L. Burseraceae Rimba Campuran setara
82. Kendal prit Ehretia dichotoma Blume Syn. E. Boraginaceae Rimba Campuran setara
laevis
83. Kendung Helicia lanceolata K.et V. Proteaceae Rimba Campuran setara
84. Kerambu bulu Dacryodes rubiginosa H.J.L. Burseraceae Rimba Campuran setara
36 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
88. Ki endog Celtis philippensis Blanco Ulmaceae Komersial Satu setara
89. Kayu malam Diospyros evena Bakh. Ebenaceae Indah Satu turun
90. Kayu siamang Diospyros frutescens Blume Syn. D. Ebenaceae Indah Satu turun
forbesii
91. Keranji utan Ormosia bancana (Miq.) Merr. Leguminosae Indah Dua turun
92. Keruing arong Dipterocarpus applanatus v.Slooten Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
93. Keruing batu Dipterocarpus lowii Hook.f. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
94. Keruing bunga Dipterocarpus hasseltii Blume Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
95. Keruing daun Dipterocarpus borneensis v.Slooten Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
halus
96. Keruing gajah Dipterocarpus cornutus Dyer Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
97. Keruing gasing Dipterocarpus caudatus Foxw. Syn. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
D. caudiferus Merr.
98. Keruing gunung Dipterocarpus retusus Blume Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
99. Keruing kipas Dipterocarpus costulatus v.Slooten Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
100. Keruing keladan Dipterocarpus gracilis Blume Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
101. Keruing lagan Dipterocarpus kunstleri King Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
102. Keruing latek Dipterocarpus humeratus v.Slooten Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
103. Keruing likat Dipterocarpus rigidus Ridley Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
104. Keruing minyak Dipterocarpus eurynchus Miq. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
105. Keruing neram Dipterocarpus oblongifolius Blume Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
106. Keruing padi Dipterocarpus sublamellatus Foxw. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
116. Makila Neolitsea triplinervia (Blume) Merr. Meliaceae Rimba Campuran setara
117. Mara keluang Dipterocarpus baudii Korth. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
118. Medang batu Dehaasia caesia Blume Lauraceae Rimba Campuran setara
119. Medang bebokor Litsea castanea Hook.f. Lauraceae Rimba Campuran setara
| 37
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
120. Medang kuning Litsea firma Hook.f. Lauraceae Rimba Campuran setara
belukar
121. Medang lawang Cinnamomum subavenium Miq. Lauraceae Komersial Satu turun
122. Medang sanggar Manglietia lanuginosa Noot. Magnoliaceae Rimba Campuran setara
123. Medang talang Cryptocarya crassinervia Miq. Lauraceae Rimba Campuran setara
128. Mengkes Canarium acutifolium (A.DC.) Merr. Burseraceae Komersial Satu turun
129. Meranti kuning Shorea acuminatissima Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
130. Meranti kuning Shorea balanocarpoides Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
131. Meranti kuning Shorea faguetiana Heim Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
132. Meranti kuning Shorea gibbosa Brandis Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
133. Meranti kuning Shorea xanthophylla Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
134. Meranti merah Shorea acuminata Dyer. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
135. Meranti merah Shorea hemsleyana (King) King ex Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
Foxw.
136. Meranti merah Shorea platycarpa Heim Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
137. Meranti merah Shorea rugosa Heim Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
138. Meranti merah Shorea argentifolia Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
muda
139. Meranti merah Shorea johorensis Foxw. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
muda
140. Meranti merah Shorea leprosula Miq. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
muda
141. Meranti merah Shorea quadrinervis v.Slooten Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
muda
142. Meranti merah Shorea scaberrima Burck Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
muda
143. Meranti merah Shorea teysmanniana Dyer ex. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
muda Brandis
144. Meranti merah Shorea scabrida Sym. Dipterocarpaceae Rimba Campuran setara
muda
145. Meranti merah Shorea uliginosa Foxw. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
tua
146. Meranti merah Shorea coriacea Burck. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
tua
147. Meranti merah Shorea curtisii Dyer ex King Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
tua
148. Meranti merah Shorea ovata Dyer ex Brandis Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
tua
149. Meranti merah Shorea pachyphylla Ridley ex Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
tua
150. Meranti merah Shorea pauciflora King Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
tua
38 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
151. Meranti merah Shorea platyclados v.Slooten ex Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
tua Fox.
152. Meranti kuning Shorea hopeifolia (Heim) Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
153. Meranti kuning Shorea multiflora (Burck) Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
154. Meranti putih Shorea bracteolata Dyer. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
155. Meranti putih Shorea assamica Dyer Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
156. Meranti putih Shorea hypochra Hance Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
157. Meranti putih Shorea javanica K.&Valeton Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
158. Meranti putih Shorea lamellata Foxw. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
159. Meranti putih Shorea ochracea Sym. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
160. Meranti putih Shorea retinodes v.Slooten Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
164. Merawan Hopea cernua Teijsm.& Binnend Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
170. Mersawa Anisoptera curtisii Dyer ex. King. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
174. Nyangit toan Diospyros confertiflora (Hiern) Ebenaceae Indah Satu turun
Bakh.
175. Pepisang bukit Alphonsea johorensis J. Sinclair Annonaceae Rimba Campuran setara
176. Pulai hitam Alstonia angustiloba Miq. Syn. A. Apocynaceae Komersial Satu turun
angustifolia
177. Punggai Coelostegia griffithii Benth. Bombacaceae Komersial Satu turun
178. Putat nasi Barringtonia acutangula (L.) Lecythidaceae Rimba Campuran setara
Gaertn.
179. Putat sungai Barringtonia racemosa (L.) Spreng Lecythidaceae Rimba Campuran setara
180. Resak daun Dipterocarpus acutangulus Vesque Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
lebar
181. Ribu-ribu Diospyros buxifolia (Blume) Hiern Ebenaceae Indah Satu turun
| 39
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
184. Samparantu Sindora javanica (Koord.&Valeton) Leguminosae Indah Dua turun
Backer ex K.Heyne
185. Saninten Castanopsis argentea (Blume) A.DC. Fagaceae Rimba Campuran setara
187. Sepalis Kokoona littoralis M.A. Lawson Syn. Celastraceae Rimba Campuran setara
Lophopetalum littorale
188. Siawang etem Diospyros andamanica (Kurz.) Ebenaceae Indah Satu turun
Bakh.
189. Siwa tikus Eugenia subdecussata Wallich ex Myrtaceae Komersial Satu turun
Duthie (E. grandis)
190. Tampar hantu Sindora sumatrana Miq. Leguminosae Indah Dua turun
195. Tepis Polyanthia glauca (Hassk.) F.v. Annonaceae Rimba Campuran setara
Mueller
196. Teraling Tarrietia perakensis King Sterculiaceae Rimba Campuran setara
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
1. African tulip Spathodea campanulata P.B. Bignoniaceae Rimba Campuran setara
3. Anggerung besar Trema orientalis (L.) Bl. Ulmaceae Rimba Campuran setara
40 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
9. Balsa Ochroma pyramidale Utb. Bombacaceae Rimba Campuran setara
10. Balun ijuk Diospyros hasseltii Zoll. Ebenaceae Indah Satu turun
24. Celtis Celtis paniculata (Endl.) Planch. Ulmaceae Komersial Satu turun
34. Durian daun Durio oxleyanus Griffith Bombacaceae Komersial Satu turun
37. Huru madang Litsea angulata Blume Lauraceae Rimba Campuran setara
38. Huru meuhmal Litsea ferruginea (Blume) Blume Lauraceae Rimba Campuran setara
39. Huru payung Actinodaphne procera (Blume) Lauraceae Rimba Campuran setara
Nees
40. Huru sintok Cinnamomum sintoc Blume Lauraceae Komersial Satu turun
41. Huru tangkalak Litsea robusta Blume Lauraceae Rimba Campuran setara
| 41
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
42. Jabon Anthocephalus macrophyllus Rubiaceae Rimba Campuran setara
(Roxb.) Havil
43. Jabon Anthocephalus cadamba Rubiaceae Rimba Campuran setara
44. Jati muda Tectona grandis L.f. Lamiaceae Rimba Campuran setara
45. Jelutung Dyera costulata (Miq.) Hook.f. Apocynaceae Komersial Satu turun
47. Jengkol Archidendron jiringa (Jack) I.C. Syn. Leguminosae Rimba Campuran setara
Pithecellobium jiringa Prain.
48. Jirak Symplocos brandisii K.et V. Symplocaceae Rimba Campuran setara
50. Kalak Orophea corymbosa (Blume) Miq. Annonaceae Rimba Campuran setara
53. Kayu abu Saurauia nudiflora D.C. Actinidaceae Rimba Campuran setara
55. Kayu hujan Engelhardtia serrata Blume Juglandaceae Rimba Campuran setara
56. Kayu hujan Engelhardtia spicata Lesch.ex Juglandaceae Rimba Campuran setara
Blume
57. Kundur Mastixia rostrata Bl. Cornaceae Rimba Campuran setara
71. Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd. Euphorbiaceae Rimba Campuran setara
42 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
74. Kenari Canarium balsamiferum Willd. Burseraceae Komersial Satu turun
87. Kendal kebo Ehretia javanica Blume Boraginaceae Rimba Campuran setara
88. Ki lutung Diospyros venosa Wallich ex A.DC. Ebenaceae Indah Satu turun
90. Lagan daun Litsea callophylla (Miq.) Mansf. Lauraceae Rimba Campuran setara
lebar
91. Langit Ailanthus integrifolia Lamk Simaroubaceae Rimba Campuran setara
92. Langit Ailanthus triphysa (Dennst.) Alston Simaroubaceae Rimba Campuran setara
97. Lumaput Ficus virgata Reinw.ex Blume Moraceae Rimba Campuran setara
100. Mahang Macaranga amissa Airy Shaw Euphorbiaceae Rimba Campuran setara
| 43
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
106. Mahang Macaranga hosei King ex Hook.f. Euphorbiaceae Rimba Campuran setara
109. Mahang Macaranga mappa (L.) Muell. Arg. Euphorbiaceae Rimba Campuran setara
114. Mahang kapur Macaranga hypoleuca (Rchb.f.& Euphorbiaceae Rimba Campuran setara
Zoll.) Muell.Arg.
115. Maharangan Diospyros macrophylla Blume Ebenaceae Indah Satu turun
116. Malapari Pongamia pinnata (L.) Pierre Papilionaceae Komersial Satu turun
121. Medang kalong Cinnamomum iners Reinw.ex Lauraceae Komersial Satu turun
Blume
122. Mempisang Polyalthia cauliflora Hook Annonaceae Rimba Campuran setara
&Thomson
123. Mempisang Polyalthia glauca (Hassk) Annonaceae Rimba Campuran setara
F.v.Mueller
124. Mempisang Polyalthia hypoleuca Annonaceae Rimba Campuran setara
Hook.f.&Thomson
125. Mempisang Polyalthia rumphii (Blume) Merr. Annonaceae Rimba Campuran setara
126. Mempisang Polyalthia sumatrana (Miq.) Kurz. Annonaceae Rimba Campuran setara
129. Meranti sabut Shorea dasyphylla Foxw. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
44 |
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
137. Mersawa tenam Anisoptera marginata Korth. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
138. Mensira gunung Ilex pleiobrachiata Loes Aquifoliaceae Rimba Campuran setara
139. Medang tekah Litsea confusa Koord.&Valeton Lauraceae Rimba Campuran setara
140. Medang bedaka Litsea resinosa Blume Lauraceae Rimba Campuran setara
146. Pelawan bukit Tristania merguensis (G.) P.G.W. Myrtaceae Rimba Campuran setara
151. Penarahan Myristica buchneriana Warb. Syn. Myristicaceae Rimba Campuran setara
M. crassa King
152. Penarahan Myristica elliptica Wallich.ex Myristicaceae Rimba Campuran setara
Hook.f. & Thompson
153. Penarahan Myristica fatua Houtt. Myristicaceae Rimba Campuran setara
165. Petai Parkia timoriana (DC) Merr. Legumonoceae Rimba Campuran setara
| 45
Status Kepmenhut
Perubahan
No. Nama Dagang Nama Botani Suku No. 163/Kpts-
Status
II/2003
169. Pulai Alstonia spatulata Blume Apocynaceae Komersial Satu turun
170. Putat gajah Barringtonia scortechinii King Lecythidaceae Rimba Campuran setara
171. Putat laut Barringtonia asiatica (L.) Kurz. Lecythidaceae Rimba Campuran setara
172. Randu alas Bombax valetonii Hochr. Bombacaceae Rimba Campuran setara
176. Saga putih Serianthes grandiflora Benth. Leguminosae Rimba Campuran setara
182. Silver ash Flindersia amboinensis Poir. Rutaceae Rimba Campuran setara
183. Silver ash Flindersia schottiana F.v. Mueller Rutaceae Rimba Campuran setara
186. Tabu tabu, Polyosma integrifolia Bl. Escalloniaceae Rimba Campuran setara
beleber
187. Tapah Mangifera maingayi Hook.f. Anacardiaceae Indah Dua turun
188. Tenggayun Parartocarpus venenosus (Zoll. & Moraceae Rimba Campuran setara
Mor.) Becc.
189. Tengkawang Shorea splendida (de riese) P. Dipterocarpaceae Komersial Satu turun
bani Ashton
191. Terentang Campnosperma auriculatum Anacardiaceae Rimba Campuran setara
(Blume) Hook.f.
190. Terentang Campnosperma brevipetiolatum Anacardiaceae Rimba Campuran setara
Volkens
192. Terentang Campnosperma montanum Lauterb. Anacardiaceae Rimba Campuran setara
46 |
VII. Penutup
3. Sebanyak 809 jenis kayu yang terdaftar dalam LIU telah dinilai dan dikelompokkan, yaitu 40
jenis kayu Kelas Komersial Indah I (keindahan, berat jenis, dan keawetan tinggi), 317 jenis
Kelas Komersial Indah II, 52 jenis kayu Kelas Komersial I (berat jenis dan keawetan tinggi,
namun keindahan kurang), 201 Kelas Komersial II (berat jenis dan keawetan sedang, namun
keindahan kurang), dan 199 Kelas Komersial III (keindahan, berat jenis, dan keawetan
rendah).
5. Pengelompokan jenis kayu perdagangan berdasarkan komersialitas dan kualitas yang telah
ditetapkan dalam kajian ini selanjutnya dapat dijadikan bahan masukan untuk
penyempurnaan Keputusan Menteri tentang Pengelompokan Jenis Kayu Perdagangan
Indonesia.
6. Pengelompokan jenis kayu perdagangan yang sudah disusun dengan kriteria yang telah
ditetapkan, diharapkan dapat mengoptimalkan PNBP dari sektor kehutanan.
7. Untuk 226 jenis kayu yang belum lengkap datanya dan jenis lain (di luar 809 jenis yang telah
diklasifikasikan), perlu dilakukan penelitian sifat dasarnya sebelum diklasifikasikan
pengelompokan jenisnya. Untuk hal ini, contoh kayu dapat dikirim ke Pusat Litbang Hasil
Hutan untuk dilakukan penelitian dan pengklasifikasian.
| 47
Daftar Pustaka
Anisah, L.N. & Siswamartana, S. (2005). Kualitas kayu Jati Plus Perhutani pada kelas umur I di
beberapa lokasi penanaman (Wood quality of Jati Plus Perhutani at Class Age I in some
sites). In S. Siswamartana, U. Rosalina, & A. Wibowo, eds. Seperempat Abad Pemuliaan Jati
Perum Perhutani (A Quarter Century of Perhutani Teak Breeding). Jakarta: Pusat Pengem-
bangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani, pp. 163–182.
Basri, E. Saefudin, Rulliaty, S., & Yuniarti, K. (2009). Drying conditions for 11 potential ramin
subtitutes. Journal of Tropical Forest Science, 21(4), pp.328–335.
Boampong, E., Effah, B., Antwi, K., Asamoah, J., & Asante, A. (2015). Factors influencing the choice
of timber for furniture and joinery production in Ghana. European Journal of Engineering
and Technology, 3(5), pp.45–59.
Booker, R.E. & Sell, J. (1998). The nanostructure of the cell wall of softwoods and its functions in
a living tree. European Journal of Wood and Wood Products, 56(1), p.8.
Bowyer, J.L., Shmulsky, R., & Haygreen, J.G. (2003). Forest Products and Wood Science An
Introduction 4th ed., Iowa: Iowa State Press (Blackwell Publishing Company).
Damayanti, R. (2010). Struktur makro, mikro dan ultramikroskopik kayu jati unggul nusantara
dan kayu jati konvensional. Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Iuran dan Peredaran Hasil Hutan. (2015a). Penetapan harga patokan hasil hutan
untuk perhitungan provisi sumber daya hutan, ganti rugi tegakan dan penggantian nilai
tegakan. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68/Menhut-II/2014,
Direktorat Iuran dan Peredaran Hasil Hutan. (2015b). Pengelompokan jenis kayu sebagai dasar
pengenaan iuran kehutanan. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/KPTS-II/2003,
Forest Product Laboratory. (2010). Wood Handbook. Wood as an engineering material, United
States of America: Forest Product Society.
Hadjib, N. (2006). Sifat fisik dan mekanis jenis-jenis kayu kurang dimanfaatkan. Laporan Hasil
Penelitian., Bogor.
Hildebrand. (1952). Nama2 kesatuan untuk djenis2 pohon jang penting di Indonesia.
Pengumuman Istimewa No.6., Bogor: Balai Penjelidikan Kehutanan.
Jane, F.W., Wilson, K., & White, D.J.B. (1970). The Structure of Wood Second., London: A. and C.
Black Ltd.
Kartasujana, I. & Martawijaya, A. (1979). Kayu perdagangan Indonesia. Sifat dan Kegunaannya.
Pengumuman No. 3 Tahun 1973 dan No. 56 Tahun 1975., Bogor: Lembaga Penelitian Hasil
Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Kasmudjo. (2010). Panduan praktis: Teknik jitu memilih kayu untuk aneka penggunaan, Yogya-
karta: Cakrawala Medis.
Mandang, Y.I. & Pandit, I.K.N. (2002). Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan, Bogor:
Yayasan Prosea, Bogor and Pusat Diklat Pegawai SDM Kehutanan.
Martawijaya, A. & Sumarni, S. (1978). Report No. 129. Resistance of a number of Indonesian wood
species against Cryptotermes cynocephalus Light, Bogor.
Oey, D.S. (1964). Pengumuman Nr. 13 Berat jenis dari jenis-jenis kayu Indonesia dan pengertian
beratnya kayu untuk keperluan praktek (Specific gravity of Indonesian woods and its
significance for practical use), Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
(Forest Product Research and Development Centre).
Pandit, I.K.N. & Kurniawan, D. (2008). Struktur Kayu. Sifat kayu sebagai bahan baku dan ciri
diagnostik kayu perdagangan Indonesia, Bogor: Centium.
Pandit, I.K.N., Padlinurjaji, I., & Rahayu, I.S. (2009). Kriteria Sifat Dasar Kayu untuk Bahan Baku
Industri Meubel, Bogor: Forest Product Department. Faculty of Forestry. Bogor Agricultural
University.
| 49
Panshin, A.J., Zeeuw, C. de, & Brown, H.P. (1964). Textbook of Wood Technology. Volume I:
Structure, identification, uses, and properties of the commercial woods of the United States,
New York: McGraw-Hill Book Company.
Pendidikan Industri Kayu Atas [PIKA]. (1979). Mengenal Sifat-sifat Kayu Indonesia dan
Penggunaannya, Semarang: Kanisius.
Saranpää, P., Roberts, J.A., & Usherwood, P.N.R. (2003). Wood density and growth. In J. R. Barnett
& G. Jeromidis, eds. Wood Quality and Its Biological Basis. Garsington, UK and Carlton,
Australia: Blacwell Publishing Ltd, p. 226.
Savidge, R.A. (2003). Tree growth and wood quality. In J. R. Barnett & G. Jeromidis, eds. Wood
Quality and Its Biological Basis. Oxford UK and Carlton Australia: Blackwell Publishing Ltd,
pp. 1–29.
Standar Nasional Indonesia [SNI]. (2014). Uji ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu
(SNI 7207-2014), Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Wardhani, M., Yafid, B., Komar, T.E., Nurjanah, S., & Rosita, D.T. (2010). Gonystylus spp. (Ramin):
Population status, genetics and gene conservation, Available at: https://cites.org/eng/
node/18574.
Wheeler, E.A., Baas, P., & Gasson, P.E. (1989). IAWA List of Microscopic Features for Hardwood
Identification. IAWA Bulletin, 10(3), pp.219–332.
50 |
Lampiran 1. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial Indah I
2 mm
2 mm
2 mm
| 51
2 mm
2 mm
2 mm
52 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 53
2 mm
2 mm
2 mm
54 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 55
2 mm
2 mm
2 mm
56 |
2 mm
2 mm
2 mm
Rengas burung (Gluta wallichii (Hook.f.) Ding Hou Syn. Melanorrhoea wallichii)
Rengas tjujung (Kal)
| 57
2 mm
2 mm
2 mm
58 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 59
2 mm
2 mm
2 mm
60 |
Lampiran 2. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial Indah II
2 mm
2 mm
2 mm
| 61
2 mm
2 mm
2 mm
62 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 63
2 mm
2 mm
2 mm
64 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 65
2 mm
2 mm
2 mm
66 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 67
2 mm
2 mm
2 mm
68 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 69
2 mm
2 mm
2 mm
70 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 71
2 mm
2 mm
2 mm
72 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 73
2 mm
2 mm
2 mm
74 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 75
2 mm
2 mm
2 mm
76 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 77
2 mm
2 mm
2 mm
78 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 79
2 mm
2 mm
2 mm
80 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 81
2 mm
2 mm
2 mm
82 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 83
2 mm
2 mm
2 mm
84 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 85
2 mm
2 mm
2 mm
86 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 87
2 mm
2 mm
2 mm
88 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 89
2 mm
2 mm
2 mm
90 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 91
2 mm
2 mm
2 mm
92 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 93
2 mm
2 mm
2 mm
94 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 95
2 mm
2 mm
2 mm
96 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 97
2 mm
2 mm
2 mm
98 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 99
2 mm
2 mm
2 mm
100 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 101
2 mm
2 mm
2 mm
102 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 103
2 mm
2 mm
2 mm
104 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 105
2 mm
2 mm
2 mm
106 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 107
2 mm
2 mm
2 mm
108 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 109
2 mm
2 mm
2 mm
110 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 111
2 mm
2 mm
2 mm
112 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 113
2 mm
2 mm
2 mm
114 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 115
2 mm
2 mm
2 mm
116 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 117
2 mm
2 mm
2 mm
118 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 119
2 mm
2 mm
2 mm
120 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 121
2 mm
2 mm
2 mm
122 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 123
2 mm
2 mm
2 mm
124 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 125
2 mm
2 mm
2 mm
126 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 127
2 mm
2 mm
2 mm
128 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 129
2 mm
2 mm
2 mm
130 |
Lampiran 3. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial I
2 mm
2 mm
2 mm
| 131
2 mm
2 mm
2 mm
132 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 133
2 mm
2 mm
2 mm
134 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 135
2 mm
2 mm
2 mm
136 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 137
2 mm
2 mm
2 mm
138 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 139
2 mm
2 mm
2 mm
140 |
2 mm
2 mm
| 141
Lampiran 4. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial II
2 mm
2 mm
2 mm
142 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 143
2 mm
2 mm
2 mm
144 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 145
2 mm
2 mm
2 mm
146 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 147
2 mm
2 mm
2 mm
148 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 149
2 mm
2 mm
2 mm
150 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 151
2 mm
2 mm
2 mm
152 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 153
2 mm
2 mm
2 mm
154 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 155
2 mm
2 mm
2 mm
156 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 157
2 mm
2 mm
2 mm
158 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 159
2 mm
2 mm
2 mm
160 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 161
2 mm
2 mm
2 mm
162 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 163
2 mm
2 mm
2 mm
164 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 165
2 mm
2 mm
2 mm
166 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 167
2 mm
2 mm
2 mm
168 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 169
2 mm
2 mm
2 mm
170 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 171
2 mm
2 mm
2 mm
172 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 173
2 mm
2 mm
2 mm
174 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 175
2 mm
2 mm
2 mm
176 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 177
2 mm
2 mm
2 mm
178 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 179
2 mm
2 mm
2 mm
180 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 181
2 mm
2 mm
2 mm
182 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 183
2 mm
2 mm
2 mm
184 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 185
2 mm
2 mm
2 mm
186 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 187
2 mm
2 mm
188 |
Lampiran 5. Penampang tangensial, radial, dan transversal jenis kayu Kelas Komersial III
2 mm
2 mm
2 mm
| 189
2 mm
2 mm
2 mm
190 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 191
2 mm
2 mm
2 mm
192 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 193
2 mm
2 mm
2 mm
194 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 195
2 mm
2 mm
2 mm
196 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 197
2 mm
2 mm
2 mm
198 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 199
2 mm
2 mm
2 mm
200 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 201
2 mm
2 mm
2 mm
202 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 203
2 mm
2 mm
2 mm
204 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 205
2 mm
2 mm
2 mm
206 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 207
2 mm
2 mm
2 mm
208 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 209
2 mm
2 mm
2 mm
210 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 211
2 mm
2 mm
2 mm
212 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 213
2 mm
2 mm
2 mm
214 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 215
2 mm
2 mm
2 mm
216 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 217
2 mm
2 mm
2 mm
218 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 219
2 mm
2 mm
2 mm
220 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 221
2 mm
2 mm
2 mm
222 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 223
2 mm
2 mm
2 mm
224 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 225
2 mm
2 mm
2 mm
226 |
2 mm
2 mm
2 mm
| 227
2 mm
2 mm
2 mm
228 |
Penerbitan buku ini dibantu oleh: