You are on page 1of 29

LAPORAN KASUS

HONK (HIPEROSMOLAR NON KETOTIK)

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Program Internship di RS Djatiroto
Lumajang

Disusun oleh:

dr. Yudith Paula Monica S.

Pembimbing:

dr. Isbandiyah, SpPD

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RS DJATIROTO


JAWA TIMUR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Yudith Paula Monica S.


No. STR : 3121100120224151
Fakultas : Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
Tingkat : Program Dokter Internsip
Bagian : Rawat Inap
Bidang Pendidikan : Penyakit Dalam
Periode Internsip : 24 Agustus 2020 – 24 Mei 2020
Judul Laporan Kasus : HONK (Hiperosmolar Non Ketotik)

Telah diperiksa dan disetujui tanggal :

Bagian Penyakit Dalam


RSU Djatiroto Lumajang, Jawa Timur

Mengetahui,
Kepala Rumah Sakit RSU Djatiroto Lumajang
Dokter Pendamping Internsip Pembimbing

(dr. Dyah Ayu Retno Palupi) (dr. Isbandiyah, Sp.PD)

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………3
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………………..4
BAB 2. LAPORAN KASUS……………………………………………………………5
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………8
BAB 4. PEMBAHASAN………………………………………………………………21
BAB 5. KESIMPULAN……………………………………………………………….27
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….28

3
BAB I
PENDAHULUAN

Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetikum (KAD) dan hyperosmolar
non ketotik (HONK) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. Ketoasidosis
diabetikum adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang
berlebihan, sedangkan HONK ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum
yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni.   Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi,
1,2

epidemiologi dan angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi
KAD. Sindroma ini mengandung trias yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus
diantara para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial kurang dari
7,3, kadar bikarbonat kurang dari 15 mEq/L, dan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL disertai
ketonemia dan ketonuria sedang. 3  HONK pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada
tahun 1957. HONK didefinisikan sebagai hiperglikemia ekstrim, osmolalitas serum yang tinggi dan
dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan. Hiperglikemia pada HONK biasanya lebih
berat dari pada KAD, kadar glukosa darah lebih dari 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria
diagnostik. Hiperosmolar non ketotik (HONK) lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka
yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat. Data di Amerika menunjukkan bahwa
insidens HONK sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insidens ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden
KAD. HONK lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. R
Umur : 58 Tahun
No. RM :
Jenis Kelamin : Pria
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Kawin
Tanggal Masuk : 31 Agustus 2020
Tanggal Pemeriksaan : 31 Agustus 2020

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 31 Agustus 2020 jam 18.30 WIB
Keluhan Utama : Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanggal 31 Agustus 2020 pukul 20.20 WIB pasien datang ke IGS RS Djatiroto diantar oleh keluarganya.

Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas. Lemas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Menurut keluarga pasien 6 jam terakhir sebelum ke RS pasien terlihat semakin lemas. Pasien tidak mampu

berjalan, dan bangun dari tempat tidur. Riwayat diabetes mellitus tipe 2 diakui pasien (sekitar 2-3 tahun),

namun tidak terkontrol. Pasien mengakui terakhir minum obat-obatan diabetes 3 bulan lalu dan hanya

mengonsumsi obat-obatan herbal/tradisional. Kejadian ini merupakan yang pertama kali. Pasien menyangkal

adanya sesak atau nafas cepat dan pendek. Tidak ada muntah proyektil, tidak ada sakit kepala, tidak ada

kejang. Riwayat trauma atau jatuh disangkal. Riwayat hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal.

Nafsu makan menurun, nyeri dada dan nyeri perut disangkal, BAB normal dan BAK sedikit.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat penyakit serupa : disangkal

- Riwayat darah tinggi : disangkal

- Riwayat kencing manis : sejak 2-3 tahun pasien berobat ke dokter SpPD dan
5
mendapat terapi Glimepirid 1mg tapi pasien tidak rutin minum obat.

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat keganasan : disangkal

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat maag : disangkal

- Riwayat rawat inap : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat penyakit serupa : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Pribadi dan Ekonomi Sosial :

Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya, hubungan keluarga harmonis. Pasien seorang
pensiunan. Pasien mengaku tidak merokok dan tidak minum-minuman beralkohol. Pasien mengaku
mengkonsumsi obat-obatan atau jamu. Makan makanan tidak dikontrol, jarang jajan makanan di
luar rumah. Biaya pengobatan menggunakan BPJS Mandiri dan dirawat inap di kelas 1.

Kesan : Keadaan ekonomi cukup.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2020 jam 18.30 WIB
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Apatis
3. Tanda Vital
Tekanan darah: 60/palpasi
Nadi : 120x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36.7 C
SpO2 : 98%
4. Status Gizi
BB : 60 kg
TB : 155 cm
BMI : 24,9740 BB/m2
5. Status Internis
a) Kepala : Normocephali, rambut merata, tidak mudah dicabut
b) Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor
3mm/3mm, reflex cahaya +/+
c) Telinga : Sekret -/-, darah -/-, tanda radang -/-
d) Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret -/-, septum deviasi (-)
e) Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
6
f) Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid normal
g) Thoraks
Inspeksi : Diameter laterolateral > anteroposterior, pergerakan dinding dada
kiri dan kanan simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Perkusi perbandinga kiri dan kanan sama sonor
Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-. BJ 1 dan II
normal, murmur (-), gallop (-)

h) Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : BU (+) normal 4x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat, limpa dan hepar
tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
i) Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (31 Agustus 2020)

Hb 18.7 g/dL

WBC 15.400

HCT 54.7 %

Trombosit 423.000

Hitung Jenis 0/0/0/85/7/8

Neut% 85.4 %

Eritrosit 6.770.000

LED 17- 28

Gula darah sewaktu High


(stick)

Ureum 258.6 mg/dL

Creatinin 4.79 mg/dL

SGOT 12 U/I

SGPT 17 U/I

Natrium 138.2 mmol

Kalium 5.1 mmol


7
Clorida 96.4 mmol

Kalsium 7.6 mmol

Rapid Covid 19

IgG Non Reaktif

IgM Non Reaktif

Pemeriksaan Urinalisa Lengkap

Albumin Positif/+1

Reduksi Positif/+3

Bilirubin Negatif/-

Urobilin Negatif/-

Keton Positif/+2

Nitrit Negatif/-

pH 5.5

Berat Jenis 1.005

Sedimen

Eritrosit 2-3/Lp

Leukosit 15-20/Lp

Epitel 20-25/Lp

Kristal Negatif/-

Lain - lain Negatif/-

Elektrokardiografi 31 Agustus 2020

8
Foto Rontgen Thoraks 31 Agustus 2020

2.5 DIAGNOSA
Diagnosa : HONK

2.6 PENATALAKSAAN
Terapi di IGD :
a. IVFD NaCl 0,9% 1500cc loading  maintenance 1500cc/24 jam
b. Pump Novorapid 50 IU dalam PZ 50cc kecepatan 5 IU/jam
c. Pasang DC
d. Cek GDA tiap 4 jam

Follow Up

Tanggal/ Subjektif Objektif Asessment Planning


Jam

1/9/2 lemas KU/Kes :


Honk
- IVFD NaCl 0,9 % guyur 1-2L
0 (+), nyeri
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
dada kadang – tampak sakit
-
kadang. BAK sedang, CM - Novorapid 10 IU bolus IV
(-) dari pagi.
TD: 80/palpasi, N: 98 - Novorapid 5U/jam (pump)
x/mnt, - Ceftiaxone 2 x 1gr
RR: 20 x/mnt, T: 36,5 °C - Bila Td<100 setelah guyur
 Dopamin 3-10meq/kgBB
SaO2 99%
- Cek GDA tiap 4 jam
Mata : Anemis +/+,
Ikterik -/- THT : DBN
Thorax: Simetris, ves +/+,
Rh
-/-, Wh -/-
Cor : S1S2 tunggal,
reguler, Murmur (-) gallop
(-)
Abd : BU (+), Soepel, NTE
(-

9
),
Ext : akral hangat,
CRT <2 detik, edema (-)
GDA: High

Tanggal/ Subjektif Objektif Asessment Planning


Jam

2/9/2 lemas KU/Kes :


Honk
- IVFD NaCl 0,9 % guyur 1-2L
0 (+). Pasien
tampak sakit - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
meminta
pulang atas sedang, CM - Ceftiaxone 2 x 1gr
permintaan
sendiri. TD: 130/90 mmhg, N: 98 - Bila Td<100 setelah guyur
 Dopamin 3-10meq/kgBB
x/mnt,
- Jika GDA < 250 mg/dl
RR: 20 x/mnt, T: 36,5 °C
pasien bisa makan  maintenance
SaO2 99% Novorapid SC 3 x 10 IU
Mata : Anemis +/+, - Pasien makan sedikit 
Novorapid 3 x 6 IU
Ikterik -/- THT : DBN
- Terapi pulang:
Thorax: Simetris, ves +/+,
Rh • Glimepirid 4 mg-0-0
-/-, Wh -/- • Bila pasie mau makan 
nafsu makan baik  Metformin
Cor : S1S2 tunggal,
3x500mg
reguler, Murmur (-) gallop
(-)
Abd : BU (+), Soepel, NTE
(-
),
Ext : akral hangat,
CRT <2 detik, edema (-)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Hiperosmolar non ketotik (HONK) merupakan gangguan metabolik akut yang dapat terjadi pada
pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa
adanya ketoasidosis. Istilah HONK merupakan istilah yang sekarang digunakan untuk menggantikan
KHH (Koma Hiperosmolar Hiperglikemik) dan HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
karena koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat ditemukan pada pasien
dengan HONK
Hiperosmolar non ketotik (HONK) adalah nomenklatur yang direkomendasikan oleh American Diabetes
Association (ADA) untuk menekankan bahwa terdapat perubahan tingkat kesadaran. Diagnostik dari HONK
meliputi :
1. Glukosa plasma 600 mg/dL atau lebih
2. Osmolalitas serum 320 mOsm/kg atau lebih
3. Dehidrasi berat (biasanya 8 -12 L) dengan peningkatan BUN
4. Ketonuria minimal, tidak ada ketonemia
5. Perubahan dalam kesadaran

3.2 Etiologi

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang
mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain infeksi (pneumonia, infeksi
saluran kencing, sepsis), penyakit vaskular akut (penyakit serebrovaskular, infark miokard akut,
emboli paru), trauma, luka bakar, hematom subdural, kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut,
kholesistitis akut, obstruksi intestinal), obatobatan (diuretika, steroid, agen antipsikotik atipikal,
glukagon, interferon, agen simpatomimetik seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan
terbutalin).5
Hiperosmolar non ketotik (HONK) adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang
sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin
absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis
osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini
tidak segera ditangani. HONK biasanya terjadi pada

orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya
asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori: infeksi, pengobatan,
noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta.
Infeksi merupakanpenyebab tersering (57,1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan
DM juga sering menyebabkan HONK (21%).

3.3 Patogenesis
11
HONK ditandai dengan peningkatan ekstrim dalam konsentrasi glukosa serum dan hiperosmolalitas tanpa ketosis
yang signifikan. Gangguan metabolisme ini diakibatkan oleh faktor-faktor sinergis termasuk defisiensi insulin dan
peningkatan kadar hormon counterregulatory (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan).
Hiperglikemia berkembang karena peningkatan glukoneogenesis dan percepatan konversi glikogen menjadi glukosa
(glikogenolisis) dan penggunaan glukosa yang tidak memadai oleh jaringan perifer, terutama otot. Dari sudut pandang
kuantitatif, peningkatan produksi glukosa hati merupakan gangguan patogenik utama yang menyebabkan hiperglikemia
pada DKA. Ketika konsentrasi glukosa dan osmolalitas cairan ekstraseluler meningkat, gradien osmolar dibuat yang
menarik air keluar dari sel. Filtrasi glomerulus awalnya meningkat, yang menyebabkan glukosuria dan diuresis osmotik.
Glukosuria awal mencegah perkembangan hiperglikemia berat selama laju filtrasi glomerulus normal. Namun, dengan
diuresis osmotik yang berlanjut, hipovolemia akhirnya terjadi, yang menyebabkan penurunan progresif pada laju filtrasi
glomerulus dan memburuknya hiperglikemia
Konsentrasi insulin hati dan sirkulasi yang lebih tinggi serta glukagon yang lebih rendah hadir di HHS
dibandingkan dengan pasien dengan ketoasidosis. Rasio sirkulasi insulin / glukagon yang lebih tinggi pada pasien
dengan HHS mencegah ketogenesis dan perkembangan ketoasidosis. Konsep ini didukung oleh studi klinis baik pada
hewan maupun pada manusia, yang telah menunjukkan bahwa konsentrasi setengah maksimal insulin untuk antilipolisis
lebih rendah daripada penggunaan glukosa oleh jaringan perifer. Akhirnya, peran langsung hiperosmolaritas dengan
menghambat lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa telah ditunjukkan pada hewan percobaan.
Hiperglikemia berat dikaitkan dengan keadaan inflamasi parah yang ditandai dengan peningkatan sitokin
proinflamasi (tumor necrosis factor-α, interleukin (IL) β, IL6, dan IL8) dan spesies oksigen reaktif, dengan sekresi dan
aksi insulin. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan penanda stres oksidatif seperti peroksidasi membran lipid.
Derajat peroksidasi lipid berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa pada pasien diabetes. Hal ini diperkirakan terjadi
melalui beberapa mekanisme yang dipelajari dengan baik, termasuk peningkatan fluks jalur poliol, peningkatan
pembentukan intraseluler produk akhir glikasi lanjutan, aktivasi protein kinase C, atau kelebihan produksi superoksida
oleh rantai transpor elektron mitokondria. Dengan minat, peningkatan sitokin proinflamasi yang bersirkulasi diturunkan
ke tingkat normal segera sebagai respons terhadap terapi insulin dan normalisasi konsentrasi glukosa darah.

3.4 Manifestasi Klinis


Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam diagnosis HONK. Dalam banyak kasus, ada tumpang
tindih yang signifikan antara tanda dan gejala yang terlihat di HONK dan DKA. Dalam anamnesis dan penilaian awal,
perhatian khusus harus difokuskan pada resimen insulin, dosis yang terlewat dari agen hipoglikemik oral, konsumsi
makanan kaya karbohidrat yang berlebihan, atau penggunaan obat secara bersamaan yang dapat memicu hiperglikemia
atau menyebabkan dehidrasi.
12
Jika proses infeksi mendahului HONK, tanda dan gejala meliputi:

Demam
Rasa tidak enak
Kelemahan umum
Takipnea
Takikardia

Jika faktor pencetusnya adalah kondisi jantung, pembuluh darah, tanda dan gejala meliputi:

Nyeri dada
Sesak dada
Sakit kepala
Pusing
Takikardia

Gambaran klinis khas pasien dengan HONK adalah peningkatan buang air kecil (poliuria) dan peningkatan
asupan air (polidipsia). Ini adalah hasil dari stimulasi pusat haus di otak dari dehidrasi parah dan peningkatan
osmolaritas serum. Kelemahan, malaise, dan kelesuan juga bisa menjadi bagian dari keluhan.
Dehidrasi parah akibat HONK juga dapat memengaruhi kulit dan sistem integumen. Biasanya, kulit dan mukosa
mulut kering dengan pengisian kapiler yang tertunda.
Faktor pembeda terpenting dalam HONK adalah adanya tanda-tanda neurologis. Aliran darah otak yang menurun
akibat dehidrasi parah dapat menyebabkan:

Defisit neurologis fokal


Gangguan ketajaman visual
Delirium
Koma

Pendekatan berbasis sistem diperlukan untuk penilaian fisik:


 Penampilan umum: Pasien dengan HONK umumnya tampak buruk dengan perubahan status mental
 Kardiovaskular: Takikardia, hipotensi ortostatik, denyut nadi lemah dan berdenyut
 Laju Pernapasan: Bisa normal, takipnea mungkin ada jika asidosis berat
 Kulit: Pengisian kembali kapiler yang tertunda, turgor kulit yang buruk
 Genitourinari: Penurunan keluaran urin

13
 Sistem Saraf Pusat (SSP): Defisit neurologis fokal, kelesuan dengan Skor Koma Glasgow rendah. Pada kasus
HONK yang parah, pasien mungkin koma.
Pemeriksaan fisik juga harus difokuskan pada penyakit penyerta lain yang berhubungan dengan diabetes mellitus.
Acanthosis nigricans, sariawan oral, vulvovaginitis, lesi kulit pustular multipel mungkin menunjukkan kontrol glikemik
yang buruk. Ini penting jika HONK adalah presentasi awal dari diabetes tipe 2.

3.5 Diagnosa Klinis


A. Diagnosa

Diagnosis secara klinis untuk membedakan antara KAD dan HONK tidaklah mudah. Gejala yang
dialami oleh pasien dapat serupa. Anamnesis manifestasi klinis dari KAD biasanya berlangsung
dalam waktu singkat, dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Poliuria, polidipsia dan
penurunan berat badan dapat
 berlangsung selama beberapa hari, sebelum terjadinya ketoasidosis, muntah dan nyeri perut. Nyeri
perut yang menyerupai gejala akut abdomen, dilaporkan terjadi

 pada 40-75% kasus KAD. Dalam suatu penelitian, didapatkan hasil bahwa kemunculan nyeri
perut dapat dikaitkan dengan kondisi asidosis metabolik, namun bukan karena hiperglikemia atau
dehidrasi. Untuk HONK, manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa
minggu. Pasien dapat mengalami poliuria, polidipsia, dan penurunan kesadaran yang progresif akibat
osmolalitas darah yang sangat tinggi. Nyeri perut juga jarang dialami oleh pasien SHH. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan dehidrasi sangat berat, bau nafas keton tidak ada, status mental sampai
koma. 6
Pasien dengan HONK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai DM, dan pasien
DM tipe:2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral. Seringkali dijumpai
penggunaan obat yang semakin memperberat masalah, misalnya diuretik. Keluhan pasien HONK
ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan
muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien datang dengan
disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering,
mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula
ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai
distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat. Perubahan pada status mental dapat
berkisar dari disorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara
langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari
350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25 persen pasien, dan dapat berupa
kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel
dengan koreksi defisit cairan. Secara klinis HONK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila
hasil laboratorium seperti kadar glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada hasilnya.

Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala dan tanda sebagai pegangan :

 Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda
semakin berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan.
14
 Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin

 Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap

 penyakit ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan
penyakit Cushing
 Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain tiazid, furosemid, manitol, digitalis,
reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan haloperidol (neuroleptik).
 Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia,
pendarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatik dan operasi.

B. Pemeriksaan penunjang
Menurut rekomendasi dari American Diabetic Association dan pedoman internasional saat ini, HONK ditentukan
oleh kadar glukosa plasma yang lebih besar dari 600 mg / dL, osmolaritas efektif plasma lebih besar dari 320 mOsm /
L, dan tidak adanya ketoasidosis yang signifikan. Hiperosmolas non ketotik tidak lagi diterima sebagai nomenklatur
diagnostik karena tidak semua pasien dengan HONK akan datang dengan koma bahkan dengan adanya hiperglikemia
dan hiperosmolaritas yang signifikan.
Evaluasi HONK membutuhkan riwayat rinci dan pemeriksaan fisik. Timbulnya gejala dan faktor pencetus sangat
penting untuk diketahui dari pasien. Selain itu, studi tambahan juga diperlukan sebagai bagian dari pemeriksaan
diagnostik. Tes pertama di HONK adalah tes jari untuk menentukan kadar glukosa serum. Nilainya biasanya antara 600
hingga 1200 mg/dl. Semakin tinggi kadar glukosa, semakin besar osmolaritas serum dan semakin tinggi derajat
dehidrasinya.
 Glukosa
Kadar glukosa harus dipantau setiap jam untuk mencegah penurunan yang tiba-tiba dan mendadak, selama
pengobatan dengan cairan isotonik dan insulin. Ini untuk mencegah perkembangan edema serebral yang merupakan
komplikasi paling ditakuti pada DKA dan HONK. Risiko edema serebral lebih tinggi di HONK.
 Hemoglobin A1C
Ini adalah ukuran kontrol glikemik jangka panjang dan merupakan alat yang berguna dalam penilaian diabetes
mellitus onset baru.

 Osmolaritas Serum
Osmolalitas serum sangat tinggi di HONK. Kadar antara 320 hingga 400mOsm/kg sangat umum di HONK.
Osmolaritas serum normal sekitar 280 -290 mOsm/kg. Pada pasien dengan osmolaritas serum yang lebih tinggi
dikaitkan dengan perubahan tingkat kesadaran dan pada akhirnya dapat menyebabkan koma.

 Sodium
Tingkat natrium terlalu rendah (pseudohyponatremia). Keadaan hiperglikemik menciptakan gradien osmotik yang
15
menarik air dari ruang intraseluler ke ruang ekstraseluler. Kadar natrium yang benar atau benar biasanya dihitung
menggunakan rumus:

Sodium Terkoreksi = Natrium terukur + (((Glukosa serum - 100) / 100) x


1,6)

 Kalium
Tingkat kalium mungkin tinggi atau rendah. Kadar insulin yang rendah dapat menyebabkan pergeseran kalium
ekstraseluler. Namun, karena kehilangan urin yang terus menerus, total kalium tubuh rendah di HONK dan DKA.
Perhatian harus diberikan untuk menghindari koreksi agresif hipokalemia pada HONK karena penurunan laju filtrasi
glomerulus akibat dehidrasi
 Magnesium
Tingkat magnesium mungkin rendah di HONK.
 Keton
Ketonemia sangat minimal di HONK. Elektrolit harus dipantau secara serial setiap 2 hingga 3 jam dalam
pengelolaan HONK.
 Gas Darah Arteri
Peran gas darah adalah menentukan tingkat asidosis. Di HONK, pH biasanya di atas atau sekitar 7.30 pC0
mungkin rendah akibat hiperventilasi. Pada DKA, pH serum biasanya jauh lebih rendah mulai dari 6,8 hingga sekitar
7,2 pada presentasi awal. Asidosis di HONK terutama disebabkan oleh dehidrasi dan gangguan perfusi organ akhir. Gas
darah arteri harus dipantau setiap 2 sampai 3 jam di HONK.

 Fungsi Ginjal
Kadar BUN dan kreatin biasanya meningkat yang mencerminkan azotemia prerenal. Saat hidrasi dan terapi
insulin dimulai, nilai-nilai ini biasanya akan turun dan akhirnya menjadi normal.
 Enzim Serum
Tingkat enzim serum seperti kreatinin kinase, aldolase, transaminase biasanya tinggi dari hemokonsentrasi dan
dehidrasi.
 Hitung Darah Lengkap
Jumlah sel darah putih mungkin tinggi karena respons stres atau sebagai akibat dari proses infeksi yang memicu
HONK. Dalam kebanyakan kasus, kadar hemoglobin dan hematokrit meningkat. Jika jumlah putih meningkat, darah,
kultur urin, dan rontgen dada mungkin diperlukan untuk menemukan sumber infeksi.
 Analisa urin
Berat jenis urin tinggi di HONK. Glikosuria dan ketonuria juga.

3.6 Tatalaksana

16
Pengobatan HONK membutuhkan pendekatan multidisiplin. Konsultasi dengan ahli endokrinologi dan spesialis
perawatan intensif sangat dianjurkan. Resusitasi yang tepat dengan memperhatikan prinsip Airway, Breathing,
Circulation (ABC) harus dimulai. Pasien dengan HONK dapat datang dengan status mental yang berubah sebagai akibat
dari penipisan cairan yang signifikan dan penurunan perfusi serebral. Aturan praktis yang baik adalah mengamankan
jalan napas jika skor koma glasgow kurang dari 8.
Hidrasi agresif dengan cairan isotonik dengan penggantian elektrolit adalah praktik standar dalam pengelolaan
HONK. Bolus cairan awal 15 sampai 20 ml/kg diikuti dengan kecepatan infus 200 sampai 250ml/jam adalah takaran
yang direkomendasikan untuk orang dewasa. Pada pasien anak-anak, infus harus berjalan dua kali lipat dari kecepatan
pemeliharaan. Hidrasi dengan cairan isotonik telah terbukti membantu mengurangi jumlah hormon counterregulatory
yang diproduksi selama HONK. Penggunaan ini saja dapat mengurangi glukosa serum sekitar 75 sampai 100 mg/jam.
Kalium serum di HONK biasanya tinggi, tetapi total kalium tubuh rendah sebagai akibat dari pergeseran ekstraseluler
dari kekurangan insulin. Penggantian kalium harus dimulai ketika kalium serum antara 4 sampai 4,5 mmol/L.
Perhatian harus diberikan untuk menghindari pemberian insulin pada tahap awal pengobatan karena hal ini dapat
menyebabkan penurunan cepat glukosa serum yang menyebabkan edema serebral. Dianjurkan untuk mencoba menjaga
kadar glukosa sekitar 300 mg/dL untuk mencegah perkembangan edema serebral. Pada pediatri, rehidrasi dan koreksi
elektrolit dalam periode yang lebih lama, 48 jam dapat membantu dalam pencegahan edema serebral.

Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini
dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat
dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai. Apabila sasaran glukosa darah
basal (puasa) telah tercapai, sedangkan HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah
prandial (mealrelated). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja
cepat (rapid acting) yang disuntikan 5-10 menit sebelum makan atau insulin kerja pendek (short acting) yang
disuntikkan 30 menit sebelum makan.

Pada kondisi hiperglikemia > 200mg/dl dilakukan pengendalian kadar gula darah dengan regulasi cepat insulin.
Regulasi cepat dengan insulin dibagi menjadi dua yaitu regulasi cepat intravena dan regulasi cepat subkutan.

Tujuan dari terapi KAD dan HONK adalah penggantian volume sirkulasi dan perfusi jaringan,
penurunan secara bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma, koreksi ketidakseimbangan
elektrolit, perbaikan keadaan ketoasidosis pada KAD, mengatasi faktor pencetus, melakukan monitoring
dan melakukan intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan susunan saraf pusat. 8 
Terapi cairan Pasien dengan HONK memerlukan rehidrasi dengan estimasi cairan yang diperlukan 100
ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan mencukupi volume intravaskular dan restorasi perfusi ginjal. Terapi
cairan saja dapat menurunkan kadar glukosa darah. Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan secara intravena
dengan kecepatan 500 sampai dengan 1000 ml/jam selama dua jam pertama. Perubahan osmolalitas serum
tidak boleh lebih dari 3 mOsm/jam. Namun jika pasien mengalami syok hipovolemik, maka cairan isotonik ketiga atau
keempat dapat digunakan untuk memberikan tekanan darah yang stabil dan perfusi jaringan yang baik .

a. Terapi cairan

17
Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravascular dan extravascular dan
mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan juga akan menurunkan kadar glukosa darah tanpa bergantung pada
insulin, dan menurunkan kadar hormon kontra insulin (dengan demikian memperbaiki sensitivitas terhadap insulin).
Secara umum, NaCl 0.45% diberikan sebanyak 4–14 ml/kg/jam jika sodium serum meningkat atau normal; NaCl 0.9%
diberikan dengan jumlah yang sama jika Na serum rendah. Selama fungsi ginjal diyakinkini baik, maka perlu
ditambahkan 20–30 mEq/l kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.

b. Terapi insulin
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko terjadinya hipoglikemia dan
hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer,
menurunkan produksi glukosa oleh hati sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah .
Selain itu, insulin juga berguna untuk menghambat keluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa
dan mengurangi ketogenesis.8,9 Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, insulin reguler diberikan
secara kontinyu intravena. Bolus insulin reguler intravena diberikan dengan dosis 0,15 U/kgBB, diikuti
dengan infus insulen regular dengan dosis 0,1 U/kg BB/jam (5-10 U/jam). Hal ini dapat menurunkan
kadar glukosa darah dengan kecepatan 65-125 mg/jam. Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL
pada KAD atau 300 mg/dL pada HONK, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kg
BB/jam (3-5 U/jam) dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5- 10% secara intravena. Pemberian
insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa darah pada nilai tersebut sampai keadaan
ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi. 8- 10
Ketika protokol KAD atau HONK berjalan, evaluasi
terhadap glukosa darah kapiler dijalankan setiap 1-2 jam dan darah diambil untuk evaluasi elektrolit
serum, glukosa, BUN, kreatinin, magnesium, fosfor, dan pH darah setiap 2-4 jam.

 c. Terapi kalium


Secara umum, tubuh dapat mengalami defisit kalium sebesar 3-5 mEq/kg BB. Namun kadar kalium
juga bisa terdapat pada kisaran yang normal atau bahkan meningkat. Peningkatan kadar kalium ini bisa
dikarenakan kondisi asidosis, defisiensi insulin dan hipertonisitas. Dengan terapi insulin dan koreksi keadaan
asidosis, kadar kalium yang meningkat ini dapat terkoreksi karena kalium akan masuk ke intraseluler. Untuk
mencegah terjadinya hipokalemia, pemberian kalium secara intravena dapat diberikan. Pemberian kalium
intravena (2/3 dalam KCl dan 1/3 dalam KPO4) bisa diberikan jika kadar kalium darah kurang dari 5
mEq/L. Pada pasien hiperglikemia dengan defisit kalium yang berat, pemberian insulin dapat memicu
terjadinya hipokalemia dan memicu terjadinya aritmia atau kelemahan otot pernafasan. Oleh karena itu, jika
kadar kalium kurang dari 3,3 mEq/L, maka pemberian kalium intravena harus segera diberikan dan terapi
insulin ditunda sampai kadarnya lebih atau sama dengan 3,3 mEq/L.7,10

BAB IV
PEMBAHASAN

Teori Kasus

Epidemiologi :

 Data di Amerika menunjukkan 100.000 penduduk.

 bahwa insidens HONK sebesar 17,5 per Insiden ini sedikit lebih tinggi dibanding

18
insiden KAD. Pasien R, merupakan
seorang
 HONK lebih sering ditemukan
laki - laki berusia 58 tahun, penderita DM
 pada perempuan dibandingkan dengan tipe 2.
laki-laki.

 HONK lebih sering ditemukan


 pada orang lanjut usia, dengan rata-rata
usia onset pada dekade ketujuh. Angka
mortalitas pada kasus HONK cukup tinggi,
sekitar 10-20%.

Etiologi dan Faktor Pencetus : Pada pasien ini faktor pencetus


 HONK biasanya terjadi pada HHNK diduga dari pengobatan diabetes
orang tua dengan DM, yang mempunyai mellitus yang tidak terkontrol dan
penyakit penyerta yang mengakibatkan terdapat infeksi pada pasien  ISK.
menurunnya asupan makanan. Faktor
pencetus dapat dibagi menjadi enam
kategori: infeksi,
 pengobatan, noncompliance, DM tidak
terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan
 penyakit penyerta. Infeksi merupakan

19
 penyebab tersering(57,1%). Compliance yang
buruk terhadap
 pengobatan DM juga sering menyebabkan
HONK (21%).

Gejala klinis pada pasien berupa :


Gejala Klinis : Keluhan pasien
HONK ialah: rasa lemah, gangguan  Penurunan kesadaran
penglihatan, atau kaki kejang. Kadang,  Dehidrasi
pasien datang dengan disertai keluhan  Takikardi
saraf seperti letargi, disorientasi,
 Hipotensi
hemiparesis, kejang atau koma.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan


tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor
yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata
cekung, perabaan ekstremitas yang dingin
dan denyut nadi yang cepat dan lemah.
Dapat pula ditemukan peningkatan suhu
tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat
gastroparesis dapat pula dijumpai distensi
abdomen, yang membaik setelah rehidrasi
adekuat.

Perubahan pada status mental dapat

 berkisar dari disorientasi sampai koma.


Derajat gangguan neurologis yang timbul
berhubungan secara langsung dengan
osmolaritas efektif serum.
Koma terjadi saat osmolaritas serum

20
mencapai lebih dari 350 mOsm per kg

(350 mmol per kg). Kejang ditemukan

 pada 25 persen pasien, dan dapat

 berupa kejang umum, lokal, maupun

mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis

yang bersifat reversibel


dengan koreksi defisit cairan.

Secara klinis HONK akan sulit

dibedakan dengan KAD terutama bila

hasil laboratorium seperti kadar glukosa

darah, keton dan analisis gas


darah belum ada hasilnya.

Berikut di bawah ini adalah beberapa


gejala dan tanda sebagai pegangan :

Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu

usia lebih dari 60 tahun, semakin muda

semakin
 berkurang, dan pada anak

 belum pernah ditemukan.

Hampir separuh pasientidak mempunyai

riwayat DM atau DM tanpa insulin.

Mempunyai penyakit dasar lain,

ditemukan 85% pasien mengidap penyakit

ginjal atau kardiovaskular, pernah

ditemukan penyakit
akromegali, tirotoksikosis, dan

21
 penyakit Cushing

 Sering disebabkan oleh obat- obatan,


antara lain tiazid, furosemid,
manitol, digitalis, reserpin, steroid,
klorpromazin, hidralazin, dilantin,
simetidindan haloperidol
(neuroleptik).

 Mempunyai faktor pencetus


misalnya infeksi,
 penyakitkardiovaskular, aritmia,
pendarahan, gangguan keseimbangan
cairan,
 pankreatitis, koma hepatik dan operasi.

Diagnosis :

 Penegakan diagnosis dilakukan


 Pada anamnesa, didapatkan bahwa
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
 pasien mengalami penurunan kesadaran
pemeriksaan penunjang yang baik dan
sejak ± 1 hari yang lalu. Pasien merupakan
sistematis.
penderita DM 2 dengan pengobatan tidak
Temuan laboratorium awal pada
teratur.
 pasien dengan HONK adalah kadar
 Pada pemeriksaan fisik, dijumpai
glukosa darah yang sangat tinggi (lebih dari
 penurunan kesadaran, dehidrasi, takikardi
600 mg per dL) dan osmolaritas serum
dan hipotensi.
yang tinggi ( lebih dari 320 mOsm per kg
 Pada pemeriksaan laboratorium,
air [normal: 290 kurang lebih 5]), dengan pH
lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia dijumpai:

ringan atau tidak. Hiperglikemia : High


Keton urine: +2/Positif

22
Ureum : 258,6

Separuh pasien akan menunjukkan asidosis Kreatinin : 4,79


metabolik dengan onion gap yang ringan
( 10 - l2). Jika anion gapnya berat (lebih dari
12), harus dipikirkan diagnosis diferensial
asidosis laktat atau
 penyebab lain. Muntah dan

 penggunaan diuretik tiazid dapat


menyebabkan alkalosis metabolik yang
dapat menutupi tingkat keparahan asidosis.

Kadar kalium dapat meningkat atau normal.


Kadar keatinin, blood urea nitrogen (BUN),
dan hematokrit hampir selalu meningkat.
HONK menyebabkan tubuh banyak
kehilangan berbagai macam elektrolit:
Kadar natrium harus dikoreksi jika kadar
glukosa darah pasien sangat meningkat.

Tatalaksana :

Tujuan dari terapi KAD dan HONK  Pada saat pasien sampai ke IGD,
adalah penggantian volume sirkulasi dan kembali dilakukan  primary survey dengan
perfusi jaringan, penurunan secara protokol ABCDE, serta dilakukan

 bertahap kadar glukosa serum dan pemantauan dengan monitor, pemasangan

osmolalitas plasma, koreksi


ketidakseimbangan elektrolit,
 perbaikan keadaan ketoasidosis pada

23
KAD, mengatasi faktor pencetus, kateter urin.
 Loading IVFD NaCl 0,9%
melakukan monitoring dan melakukan
2 flash (rehidrasi)
intervensi terhadap gangguan fungsi
  Bed rest 
kardiovaskular, paru, ginjal dan
 Beri oksigen 2-4 L/i via
susunan saraf pusat.8 Terapi cairan
nasal canul 
Pasien dengan HONK memerlukan
 Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
rehidrasi dengan estimasi cairan yang
/iv
diperlukan 100 ml/kgBB. Terapi cairan
 Drip 5 unit insulin per jam
awal bertujuan mencukupi volume
dalam 50 cc NaCl 0,9% via
intravaskular dan restorasi perfusi syringe pump
ginjal. Terapi cairan saja dapat
 Pada saat diruangan pasien
menurunkan kadar glukosa darah.
mendapatkan terapi:
Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan
secara intravena dengan kecepatan 500  IVFD NaCl 0,9 % guyur 1-2L

sampai dengan 1000 ml/jam selama  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


dua jam pertama. Perubahan  Novorapid 10 IU bolus IV

osmolalitas serum tidak boleh lebih  Novorapid 5U/jam (pump)


 Ceftiaxone 2 x 1gr
dari 3 mOsm/jam. Namun jika pasien
 Bila Td<100 setelah guyur  Dopamin
mengalami syok hipovolemik, maka 3-10meq/kgBB

cairan isotonik ketiga atau keempat  Cek GDA tiap 4 jam


dapat digunakan untuk memberikan
tekanan darah yang stabil dan perfusi
 jaringan yang baik.8-10
Selain itu, diberikan juga :

 Terapi Insulin

 Terapi Elektrolit

24
BAB V
KESIMPULAN

Hasil anamnesis yang didapatkan pada pasien ini, yaitu adanya lemas yang dirasakan selain itu
pada anamnesis juga didapati bahwa pasien menderita diabetes mellitus sejak 2 – 3 tahun belakangan
namun tidak terkontrol dengan obat anti diabetes. Selain anamnesis, dari pemeriksaan fisik pada pasien
juga didapatkan keadaan umum pasien yang buruk, tekanan darah pasien yang turun serta nadi yang
meningkat. Hasil pemeriksaan fisik ini menunjukan bahwa pada pasien didapati tanda – tanda
dehidrasi.

Pada pemeriksaan penunjang gula darah sewaktu menggunakan stick didapati hasil high. Pada
pemeriksaan darah lengkap juga didapati bahwa hematocrit pasien yang meningkat, menandakan
adanya dehidrasi. Lalu didapati peningkatan leukosit. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan
urinalisa lengkap dan hasilnya ketonurin positif minimal serta ditemukan tanda – tanda infeksi saluran
kencing pada pasien dari hasil pemeriksaan penunjangnya.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien maka pasien didiagnosis dengan HONK atau hiperosmolar non ketotik. Keadaan pada
pasien ini dicetuskan dari infeksi yang dialami pasien. Penatalaksaan yang diberikan kepada pasien
berupa rehidrasi cairan serta dilakukannya pemberian insulin pada pasien untuk mengatasi
hiperglikemia pada pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Manaf A. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. dalam Aru W, dkk, editor, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Ed VI. Jakarta: Interna Publishing, 2014: 2350
2. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus. American Diabetes Association.
Diabetes Carevol 27 supplement; 2006.
3. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ. Diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus; 2010
4. Kahn CR, Weir GC, Eds. Diabetic ketoacidosis and the hyperglicemic hyperosmolar.
Philadelphia: Lea & Febiger.1998. h.738- 70
5. Tjokroprawiro, A. Diabetes Melitus – II. Divisi Endokrinologi dan Metabolisme. Departemen
Penyakit Dalam. FK Universitas Airlangga. Surabaya, 5 Maret 2012
6. Lipsky, BA et al. 2012 Infectious Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. CID 2012:54 (15 June) DOI: 10.1093/cid/cis346
7. PAPDI. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Hiperosmolar Hiperglikemia Non Ketoasidosis. hal.
2382-2385 . Jakarta : EGC

26
27
 

28
29

You might also like