You are on page 1of 2

Waktu pun akan ditanya

" Ya kalau di rumah, selesai pekerjaan rumah aku nonton drakor" ujar seorang kawan
menceritakan aktifitas kesehariannya. Tak heran semua aktir drama korea hafal di luar kepala.
" Week end waktunya ke mall lah atau jelong-jelong keluar kota. Kan kita udah kerja, jadi
waktunya refreshing", rekan sejawat menggebu dengan week end asyiknya.
Terkadang terbersit rasa heran dan iri. Karena saya jarang merasakan hal tersebut saat ini. Tapi
memang semua ada waktunya. Ada waktu untuk organisasi, keluarga, teman dll termasuk waktu
untuk me time.
Setiap hari sudah full jadwal jaga di RS, klinik, terapi pazien PAZ, melatih renang di MSS dan
pembinaan di organisasi keislaman.
Week end justru lebih padat, pagi sampai malam yang membutuhkan tenaga extra. Family time
selalu saya sempatkan walau harus di malam hari selain sabtu ahad, sekedar makan bersama atau
mengajak anak-anak ke tempat bermain.
" Dok, mbok yo istirahat. Jenengan itu lho sibuk banget", saran seorang perawat yang hanya
begitu faham dengan aktivitas saya.
" Nanti istirahat itu kalau saya sudah wafat", jawab saya singkat. Sebelum ini sudah banyak
waktu yang saya sia-siakan. Semakin hari, amanah semakin banyak.
" Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ditanya (dimintai
pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskan, tentang ilmunya bagaimana dia
mengamalkannya, tentang hartanya dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta
tentang tubuhnya untuk apa digunakannya". (HR. Tirmidzi)
Maka setiap aktivitas kita akan ditanya.
Umur ke mana dihabiskan
Betapa malunya ketika di hadapan Allah kelak, bila kita jawab dalam keadaan lalai dan
melupakan Allah dalam kesia-siaan.
Padahal kita tahu, surga dan neraka sesuatu yang tidak pasti bagi kita nantinya
Ilmu bagaimana mengamalkannya.
Betapa malu ketika kita menjawab, ilmu itu hanyalah menjadi segudang teori retorika tanpa
amalan.
Saatnya ilmu itu digunakan untuk kemaslahatan umat, tidak untuk disimpan.
Karena ada pahala jariyah di dalamnya.
Harta dari mana diperoleh dan untuk apa.
Hal yang sangat berat bahkan membuat sahabat Abdurrahman bin Auf merangkak karena
menanggung beban ini.
Maka harta sejatinya bukan milik kita.
Hanya titipan dan sebagiannya adalah milik umat.
Maka islam jaya dengan sedekah, wakaf, infaq dll.
Maka Allah menitipkan harta sebagai wasilah pahala jariyah yang akan mengalir saat kelak kita
tiada
Tubuh digunakan untuk apa?
Manusia tempatnya khilaf dan lupa.
Tetapi Allah memberi ruang taubat dan istighfar.
Karena kelak bukan lisan yang akan berbicara. Tapi berusahalah dengan sekuat tenaga, agar kelak
saat tangan ditanya, dia akan bersaksi bahwa tangan ini untuk membantu umat bukan menyakiti.
Saat kaki ditanya, dia akan bersaksi bahwa langkah ini hanya berjalan untuk menuntut ilmu dan
menyebarkan kebaikan.
Ketika mata ditanya, maka jawabnya pandangan ini hanya untuk belajar, melihat kebaikan umat
dan tafakur atas ciptaan Allah.
Maka sudahkah kita memperhatikan setiap waktu yang tersisa? Karena kita tidak tau kapan ajal
akan menjemput.
Dunia hanyalah waktunya untuk menanam, menperisiapkan bekal sebanyak-banyaknya. Sampai
pada waktunya.
Tubuh tak lagi sanggup beramal, ringkih tak berdaya. Hingga ajal menjelang. Namun berharap
ada pahala amalan yang senantiasa mengalir.

You might also like