You are on page 1of 67

PERK

KEMBANNGAN MMORFOLO OGI DAN N FISIOLLOGI


BUAH GIS (Garrcinia mangostanaa L.) SELAMA
H MANGG
PERTUM
MBUHAN N DAN PEMATA
P ANGAN

SIT
TI ROPIA
AH

SE
EKOLAH PASCAS SARJAN
NA
INST
TITUT PE
ERTANIAAN BOG
GOR
B
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Perkembangan


Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) selama
Pertumbuhan dan Pematangan” merupakan ide dan hasil karya saya sendiri
dengan arahan komisi pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2009

Siti Ropiah
NRP G353070121
ABSTRACT

SITI ROPIAH. Morphological and Physiological development of Mangosteen


fruit (Garcinia mangostana L.) during Growth and Ripening. Supervised by
HAMIM and SOBIR.

Mangosteen fruits develop without pollination process and the embryos generally
are resulted from nucelllus and integuments which are categorized as apomixes.
This research aimed to study morphological and physiological development of
mangosteen fruit during fruit growth and ripening. Twenty mangosteen (7 years
old) growing in IPB Tajur-1 were observed during August – December 2008
when the plant started to flower until fruit ripening. The floweres were tagged
from the initiation stage and measurement was carried out until fruit ripening.
Variables analysed were flower development, morphological and physiological
growth, and development of mangosteen fruit. Growth and development of fruit
mangosteen were characterized through variation of size, color of skin, total
soluble solids (TSS), total sugars, titrated total acid (TTA), ascorbic acid, and
auxin. The result showed that flower bud initiation was the first step of
mangosteen fruit development indicated by red color formation in the shoot bud.
The budbreak occurred within 8-10 days after initiation (DAI) followed by flower
bud development (13-15 DAI), expansion (16-38 DAI), and flower anthesis (38-40
DAI). Diameter growth pattern of mangosteen fruit appeared in sigmoid curve
which slowly increased during 3-5 weeks after anthesis (WAA), followed by sharp
increment during 5-15 WAA, and tended to constant at 15-17 WAA. Fruit weight
and fruit water content continuously increase during 90-115 days after anthesis
(DAA), tended to constant at 110 DAA for fresh weight, 105 DAA for dry weight,
and 100 DAA for water content. The level of TTA increased from 90-100 DAA
followed by reduction after 105 DAA to 115 DAA. The total sugar and ascorbic
acid showed nearly similar pattern, continuously increased during 90-115 DAA,
eventhough the increase was not significantly different at 105-115 DAA. Auxin
content continuously declined at 90-115 DAA, while chlorophyll and anthosianin
did not change significantly after 90 DAA. This result indicated that mangosteen
fruit gained its optimum development for harvest at 105-110 DAA.

Keyword: Mangosteen fruit, morphological, physiological, apomixes.


RINGKASAN

SITI ROPIAH. Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis (Garcinia


mangostana L.) selama Pertumbuhan dan Pematangan. Dibimbing oleh HAMIM
dan SOBIR.

Manggis merupakan tanaman asli Indonesia dan tersebar hampir di seluruh


pulau di Indonesia. Buah manggis selain dikonsumsi sebagai buah segar dan
minuman (jus), juga memiliki khasiat sebagai obat. Perikarp buah manggis
memiliki keragaman kimia organik yang kompleks, diantaranya yang terkenal
adalah asam tannin dan santonin yang dapat berperan sebagai anti inflammatory,
anti bakteri, dan anti kanker.
Indonesia merupakan eksportir terpenting buah manggis di dunia, dan
untuk mendukung daya saing industri manggis di Indonesia diperlukan kajian
ilmiah dalam hal perkembangan morfologi dan fisiologi buah manggis selama
pertumbuhan dan pematangan untuk mendapatkan buah manggis yang berkualitas
tinggi dan memenuhi standar.
Mekanisme pembentukan biji manggis berbeda dengan kebanyakan
tanaman pada umumnya. Biji manggis terbentuk tanpa melalui proses
penyerbukan (polinasi) dan tanpa penggabungan gamet (fertilisasi). Berdasarkan
reproduksi tersebut, maka manggis digolongkan sebagai buah apomiksis.
Sampai saat ini penelitian mengenai perkembangan morfologi dan fisiologi bunga
dan buah manggis masih sangat langka sehingga menarik untuk dikaji.
Pemahaman mengenai perkembangan morfologi dan fisiologi buah manggis
selama proses pertumbuhan dan pematangan sangat diperlukan sebagai landasan
ilmiah untuk menentukan waktu panen yang tepat dengan kualitas hasil yang
tinggi, mengingat sampai saat ini pemanenan buah manggis di tingkat petani
umumnya hanya berdasarkan perubahan warna kulit buah sehingga sulit
ditentukan waktunya dengan tepat.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan morfologi
bunga manggis dan lebih ditekankan pada perkembangan morfologi dan fisiologi
buah manggis selama pertumbuhan dan pematangan. Perkembangan buah
manggis dapat diidentifikasi melalui perubahan-perubahan yang terjadi, baik
perubahan morfologi maupun fisiologi. Perubahan morfologi yang diamati
meliputi diameter buah, bobot buah dan perubahahan warna. Perubahan fisiologi
meliputi kadar air buah, padatan total terlarut (PTT), kadar gula total, vitamin C,
asam total tertitrasi (ATT), dan klorofil serta antosianin kulit buah. Dengan
dipahaminya perubahan-perubahan yang terjadi selama pertumbuhan dan
perkembangan buah manggis diharapkan dapat ditentukan waktu panen yang tepat
dengan kualitas hasil yang tinggi sehingga mampu bersaing di pasar global.
Penelitian dilaksanakan di kebun IPB Tajur 1 terhadap 20 pohon manggis
hasil grafting yang berumur sekitar 7 tahun, dan dilanjutkan dengan analisis di
laboratorium. Pengamatan mulai dilakukan pada saat tunas-tunas terminal
terinisiasi bakal bunga yang ditandai dengan terjadinya pembengkakan berwarna
merah hingga buah berumur 115 HSA.
Berdasarkan hasil pengamatan, pembentukan buah manggis diawali
melalui serangkaian proses pembungaan. Proses pembungaan manggis meliputi 5
fase, yaitu: (1) inisiasi tunas bakal bunga, (2) pecah tunas, (3) pembentukan
kuncup, (4) pertumbuhan dan perkembangan kuncup, dan (5) anthesis atau mekar
sempurna. Inisiasi tunas bakal bunga ditandai dengan terjadinya pembengkakan
berwarna merah pada pucuk-pucuk terminal. Tunas-tunas bakal bunga tersebut
akan pecah dalam waktu 8-10 hari setelah inisiasi (HSI) untuk membentuk kuncup
bunga dalm waktu 13-15 HSI. Kuncup bunga mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, dan mencapai ukuran maksimum pada saat anthesis. Waktu yang
diperlukan untuk anthesis berkisar antara 38 sampai 40 HSI.
Pertumbuhan dan perkembangan buah manggis dapat dideteksi melalui
perubahan-perubahan yang terjadi, baik perubahan morfologi maupun perubahan
fisiologi. Berdasarkan hasil pengamatan, pertumbuhan diameter dan bobot buah
membentuk kurva sigmoid. Kurva pola pertumbuhan diameter buah manggis
menunjukkan bahwa pada umur 3-5 MSA merupakan pertumbuhan lambat, 5-15
MSA pertumbuhan cepat, dan 15-17 MSA cenderung stabil. Pertumbuhan bobot
buah selaras dengan pertumbuhan diameter buah. Bobot kering pada umur 105
HSA dan bobot basah pada umur 110 HSA sudah cenderung konstan, tidak
berbeda nyata dengan pada umur 115 HSA. Pertumbuhan dan perkembangan
buah manggis telah dimulai sejak sebelum anthesis, yaitu pada umur 34 HSI yang
ditandai dengan terbentuknya segmen aril dan pada saat menjelang anthesis (39
HSI) segmen aril dan bakal biji semakin jelas terlihat. Perubahan warna kulit
buah terjadi selama proses pematangan, yaitu berwarna hijau hingga umur 90
HSA kemudian terdapat bercak coklat pada umur 95 HSA dan menjadi ungu
kehitaman pada umur 115- 120 HSA.
Perubahan fisiologi merupakan indikasi terjadinya perkembangan buah.
Berdasarkan hasil penelitian, kadar air buah manggis meningkat seiring dengan
meningkatnya umur buah. Kadar air buah manggis pada umur 90-115 HSA
berkisar antara 75.72 sampai 76.37%. PTT, kadar gula total, dan vitamin C
menunjukkan pola yang sama, yaitu berkorelasi positif terhadap umur petik buah.
Peningkatan PTT dan gula total disebabkan oleh adanya hidrolisis pati menjadi
gula. PTT buah manggis umur 90-115 HSA berkisar antara 16.83 hingga 20.63%
Brix dengan kandungan gula totalnya antara 5.11g/100 g hingga 17.43 g/100 g.
Gula total dan vitamin C meningkat tajam pada umur 100 HSA dan pada umur
105 HSA sudah cenderung konstan. Hasil analisis kadar ATT buah manggis
menunjukkan pola hiperbolik, yaitu peningkatan secara drastis terjadi pada umur
90 HSA hingga umur 100 HSA kemudian cenderung menurun hingga 115 HSA.
Penurunan kadar ATT daging buah manggis seiring dengan peningkatan umur
buah, diduga asam-asam tersebut digunakan sebagai substrat dalam respirasi buah
selama proses pematangan.
Pertumbuhan dan perkembangan buah manggis dipengaruhi oleh
sejumlah hormon, diantaranya auksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan auksin semakin menurun dengan semakin meningkatnya umur buah,
yaitu pada umur 90 HSA kandungan auksin kulit buah manggis 92.77 ppm
sementara pada umur 115 HSA 1.17 ppm. Perubahan warna kulit buah manggis
yang terjadi selama proses pematangan disebabkan oleh adanya perubahan
komposisi pigmen, yaitu klorofil dan anthosianin. Kadar klorofil cenderung
menurun dengan meningkatnya umur buah sedangkan kadar antosianinnya
cenderung tetap, sehingga warna ungu akan lebih jelas terlihat dengan
meningkatnya umur buah.
Diameter buah, bobot buah, kadar air buah, PTT, kadar gula total, dan
kadar vitamin C berkorelasi positif terhadap tingkat kematangan buah manggis
sampai umur 115 HSA sedangkan kadar auksin dan klorofil buah berkorelasi
negatif hingga umur 115 HSA. Bobot basah maupun bobot kering yang cenderung
konstan, kadar gula total, vitamin C dan PTT yang tinggi, serta kandungan ATT
yang rendah dapat dijadikan standar untuk menentukan panen buah manggis.
Kondisi ini dapat terjadi pada buah manggis umur 105-110 HSA.

Kata kunci: Garcinia mangostana, L., morfologi, fisiologi, apomiksis.


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERKEMBANGAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI
BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SELAMA
PERTUMBUHAN DAN PEMATANGAN

SITI ROPIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada UJian Tesis: Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si.
Judul Tesis : Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) selama Pertumbuhan dan
Pematangan
Nama : Siti Ropiah
NRP : G353070121

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, M.Si. Dr. Ir. Sobir, M.S.


Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana


Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 31 Juli 2009 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas


segala Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga penelitian dan penulisan tesis dengan
judul Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis selama Pertumbuhan
dan Pematangan berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009 di Kebun IPB Tajur I dan analisis
laboratorium dilakukan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika
(PKBT) IPB Baranang Siang Bogor dan di Laboratorium RGCI Fakultas
Pertanian IPB Dramaga Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Sobir, M.S. sebagai komisi
pembimbing atas bimbingan, arahan, dan motivasinya.
2. Departemen Agama atas beasiswa yang telah diberikan melalui Beasiswa
Utusan Daerah (BUD) Depag.
3. Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) melalui Pusat Kajian
Buah-Buahan Tropika, LPPM-IPB atas biaya penelitian yang telah diberikan.
4. Bapak dan Ibu tercinta serta saudaraku atas segala doa, motivasi, dan kasih
sayangnya.
5. Mas Bambang dan Pak Yudi di Laboratorium RGCI atas segala bantuan,
motivasi, dan kerjasamanya.
6. Mba Lasih, Pipit, dan rekan-rekan di Laboratorium PKBT atas segala
kebaikan dan kemudahan yang telah diberikan.
7. Pak Ade dan seluruh karyawan Kebun IPB Tajur I atas segala bantuan dan
kerjasamanya.
8. Sahabatku dan rekan-rekan di Pasca Biologi Tumbuhan IPB atas segala
bantuan dan kebersamaannya.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, khususnya
yang berkaitan dengan perkembangan morfologi dan fisiologi buah manggis
selama proses pertumbuhan dan pematangan.

Bogor, Juni 2009

Siti Ropiah
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 08 Juni 1972 dari ayah Amat
Parman dan ibu Mariyah. Penulis merupakan putri ke dua dari tiga bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya
Pertanian-Agronomi Universitas Jambi. Tahun 1999 penulis diangkat sebagai
Tenaga Pendidik di Madrasah Aliyah Negeri I Kotobaru Padang Panjang
Sumatera Barat dan pada tahun 2005 penulis pindah tugas ke Madrasah Aliyah
Negeri Model Jambi sebagai guru Biologi.
Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi melalui Beasiswa
BUD Depag di Sekolah Pascasarjana IPB dan diterima sebagai mahasiswa
pascasarjana pada Mayor Biologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA IPB
pada tahun 2007.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiv

PENDAHULUAN
LatarBelakang.......................................................................................... 1
Perumusan Masalah................................................................................. 3
Tujuan Penelitian..................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Manggis........................................................ 5
Pembungaan dan Pembuahan.................................................................. 6
Morfologi Buah Manggis........................................................................ 8
Fisiologi Buah Manggis.......................................................................... 10
Pertumbuhan dan Perkembangan Buah .................................................. 11

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat.................................................................................. 14
Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perkembangan Bunga Manggis............................................................... 21
Perkembangan Buah Manggis................................................................. 24
Perubahan-Perubahan Fisiologi Buah Manggis Selama Proses
Pendewasaan (maturity) dan pematangan (ripening)................................ 32
Korelasi Antar Parameter Morfologi dan Fisiologi................................. 43

KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 48

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Indeks klasifikasi kematangan buah manggis ................................................ 9


2 Korelasi antar parameter morfologi dan fisiologi............................................ 44

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perbedaan inisiasi tunas daun dan inisiasi tunas bunga manggis.................... 21


2 Pertumbuhan dan perkembangan bunga manggis........................................... 22
3 Diameter buah manggis pada berbagai tingkat umur..................................... 25
4 Pertumbuhan dan perkembangan buah manggis............................................. 26
5 Kuncup bunga manggis 32 HSI...................................................................... 27
6 Kuncup bunga manggis 39 HSI...................................................................... 27
7 Manggis dengan 1 biji.................................................................................... 27
8 Manggis tanpa biji.......................................................................................... 27
9 Bobot basah dan bobot kering buah manggis pada berbagai tingkat
umur petik...................................................................................................... 29
10 Total kerontokan buah manggis pada berbagai tingkat umur........................ 31
11 Kadar air buah manggis pada berbagai tingkat umur petik............................ 34
12 PTT buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.................................... 35
13 Kadar gula total buah manggis pada berbagai tingkat umur petik................. 36
14 Kadar ATT buah manggis pada berbagai tingkat umur petik........................ 38
15 Kadar vitamin C buah manggis pada berbagai tingkat umur petik................ 39
16 Kadar auksin kulit buah manggis pada berbagai tingkat umur petik............. 40
17 Kadar klorofil kulit buah manggis pada berbagai tingkat umur petik........... 42
18 Kadar antosianin kulit buah manggis pada berbagai tingkat umur petik....... 42

xiv
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan satu di antara 400 spesies


yang terdapat pada genus Garcinia pada family Guttiferae (Verheij 1991), dan
merupakan allotetraploid hasil persilangan dari Garcinia hombrioniana dengan
Garcinia malacensis (Yaacob & Tindal 1995). Tanaman ini adalah tanaman asli
Asia Tenggara dan secara lebih spesifik merupakan tanaman asli Indonesia
(Almeyda & Martin 1976). Manggis merupakan salah satu buah tropik yang
memiliki kekhasan dari segi bentuk dan rasa. Perikarpnya mengandung xanthone
yang dapat berperan sebagai anti inflammatory, anti bakteri, dan anti kanker.
Tanaman manggis tersebar hampir di seluruh pulau di Indonesia, dengan
populasi terbesar terdapat di pulau Sumatra dan Kalimantan, akan tetapi pusat
produksi manggis di Indonesia berada di Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Timur,
dan Bali (Sobir & Poerwanto 2007). Manggis merupakan komoditas buah segar
terpenting di Indonesia. Hal ini terlihat dari nilai ekspornya yang cenderung terus
meningkat, yaitu dari 4.743 ton pada tahun 1999 menjadi 5.697 ton pada tahun
2006, 7.411 ton pada tahun 2007 dengan nilai US$ 3.81 juta, dan 9000 ton pada
tahun 2008 (Deptan 2009). Indonesia juga merupakan eksportir terpenting
manggis di dunia, dan untuk mendukung daya saing industri manggis di Indonesia
diperlukan kajian ilmiah dalam hal perkembangan morfologi dan fisiologi buah
manggis selama pertumbuhan dan pematangan untuk mendapatkan buah manggis
yang berkualitas tinggi dan memenuhi standar.
Mekanisme pembentukan biji manggis berbeda dengan kebanyakan
tanaman pada umumnya. Biji manggis terbentuk tanpa melalui proses
penyerbukan (polinasi) sehingga tidak terjadi penggabungan gamet (fertilisasi),
fenomena ini dikenal sebagai agamospermi, yaitu produksi biji tanpa melalui
penggabungan gamet (Thomas 1997). Berdasarkan reproduksi tersebut , manggis
digolongkan sebagai tanaman apomiksis. Apomiksis pada manggis sama halnya
dengan pada anggrek, jeruk dan mangga yaitu embrio yang terbentuk merupakan
embrio adventif. Embrio adventif adalah embrio yang berasal dari sel somatik
yang menyusun ovul (bakal biji), seperti nuselus dan integumen (Asker & Jerling
2

1992). Sampai saat ini penelitian mengenai perkembangan morfologi dan


fisiologi bunga dan buah manggis masih langka, sehingga menarik untuk dikaji
bagaimana mekanisme pembentukan dan perkembangan bunga manggis melalui
pendekatan morfologi dan perkembangan buah secara morfologi dan fisiologi.
Penelitian-penelitian yang mengarah kepada perkembangan bunga dan buah
manggis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
peningkatan pengembangan budidaya manggis.
Proses pembungaan pada umumnya dimulai setelah terjadi induksi bunga,
yang selanjutnya akan terjadi proses diferensiasi, pendewasaan organ-organ bunga,
antesis, dan polinasi (Bernier et al. 1985). Pada tanaman manggis, akhir induksi
atau awal diferensiasi secara visual ditandai dengan munculnya tunas bunga pada
ujung pucuk (Rai 2006). Perkembangan bunga manggis yang selanjutnya akan
membentuk buah dan proses pematangannya perlu dipahami sebagai dasar untuk
dapat meningkatkan kualitas buah sehingga mampu bersaing di pasar
internasional.
Pertumbuhan dan perkembangan buah manggis dapat diidentifikasi
melalui perubahan-perubahan yang terjadi, baik perubahan morfologi maupun
perubahan fisiologi, diantaranya perubahan warna kulit buah. Perubahan warna
kulit menjadi ungu kemerahan sampai ungu kehitaman merupakan indeks
kematangan primer buah manggis yang biasa digunakan untuk menentukan waktu
panen. Kualitas buah manggis ditentukan berdasarkan karakter morfologi dan
fisiologi, diantaranya ukuran, bentuk dan warna kulit buah (Kader 2004).
Pemanenan pada tingkat ketuaan dan waktu yang tepat menghasilkan buah
berkualitas tinggi. Buah-buah yang masih muda, bila dipanen akan memiliki
kualitas yang rendah dengan pematangan yang tidak sempurna. Sebaliknya,
penundaan waktu panen akan meningkatkan sensitivitas buah terhadap
pembusukan, sehingga kualitas dan nilai jualnya rendah.
3

Perumusan Masalah

Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu komoditas


hortikultura buah-buahan tropik Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Richards (1990) mengkategorikan manggis sebagai apomiksis. Menurut Mansyah
(2002) tidak terdapat serbuk sari pada bunga manggis baik didasarkan pada
pengamatan visual maupun melalui analisis secara kimia menggunakan KI,
sehingga polinasi tidak terjadi pada bunga manggis.
Penelitian terhadap komoditas apomiksis yang mengarah kepada
pertumbuhan dan perkembangan buah, terutama untuk tanaman-tanaman yang
mempunyai masa hidup yang lama dan bersifat musiman, seperti duku dan
manggis masih sangat langka. Adanya penelitian mengenai perkembangan buah
manggis diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum mengenai
perkembangan buah-buah apomiktik lainnya dan untuk mendapatkan gambaran
secara khusus mengenai perkembangan buah manggis itu sendiri, dalam rangka
pengembangan budidayanya sehingga buah manggis kita mempunyai daya saing
yang tinggi di pasaran global.
Pemanenan buah manggis di tingkat petani umumnya berdasarkan pada
perubahan warna yang terjadi pada kulit buah sehingga sulit ditentukan waktu
panennya dengan tepat. Selain itu penentuan tingkat kematangan buah manggis
tidak cukup hanya dengan melihat perubahan warna yang terjadi pada kulit buah,
tetapi juga harus memperhatikan aspek fisiologisnya. Hal ini disebabkan oleh
proses pematangan buah lebih terkait pada perubahan-perubahan fisiologi
sedangkan perubahan morfologi seperti perubahan warna kulit buah merupakan
manifestasi dari adanya perubahan fisiologi. Untuk itu diperlukan adanya
penelitian mengenai perkembangan morfologi dan fisiologi buah manggis selama
proses pertumbuhan dan pematangan untuk dapat menentukan secara lebih tepat
waktu panen buah manggis dengan kualitas hasil yang tinggi.
4

Tujuan Penelitian

Penelitian dengan judul Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah


Manggis selama Proses Pertumbuhan dan Perkembangan ini bertujuan:
1 Mempelajari perkembangan morfologi bunga manggis mulai dari inisiasi tunas
bakal bunga, pertumbuhan dan perkembangan kuncup hingga anthesis.
2 Mempelajari perkembangan morfologi buah manggis mulai dari anthesis
hingga matang yang didasarkan pada diameter dan bobot buah serta
perubahan warna pada kulit buah.
3 Mempelajari perkembangan fisiologi buah manggis selama proses
pendewasaan (maturity) dan pematangan (ripening), berdasarkan kadar air
buah, padatan total terlarut (PTT), kandungan gula total, asam total tertitrasi
(ATT), vitamin C, auksin, klorofil dan antosianin.
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tanaman Manggis


Tanaman manggis berupa pohon dengan tinggi 6–25 m dan diameter
batang 25–35 cm (Cox 1988; Verheij 1992). Batangnya lurus dengan
percabangan yang simetris dan membentuk kanopi yang berupa kerucut. Daun
manggis merupakan daun tunggal, terletak berhadapan, bentuknya oval, bertepi
rata dan berbentuk cuspidate pada ujungnya serta mempunyai tangkai daun yang
pendek dengan ukuran 1-2 cm (Osman & Milan 2006). Permukaan atas daun
mengkilap, licin dan berwarna hijau muda sampai hijau tua tergantung umurnya
sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau muda sampai kekuningan (Cox
1988). Sistem pertulangan daun manggis adalah menyirip.
Bunga tanaman manggis muncul pada ujung ranting (terminal), berjumlah
1–3 dengan garis tengah 5–6 cm (Van Steenis 2006). Beberapa diantaranya ada
yang membentuk rangkaian bunga (inflorescence) dengan jumlah bunga per
tandan maksimum 12 bunga. Bunga bertandan umumnya dihasilkan oleh
tanaman asal grafting (Rai 2004). Dua daun kelopak yang terluar berwarna hijau
kuning, 2 yang terdalam lebih kecil, bertepi merah, melengkung kuat dan tumpul.
Daun mahkota berbentuk bulat telur terbalik, berdaging tebal, hijau kuning dan
tepinya merah atau hampir semua merah, staminodia kerapkali berada dalam
kelompok (Van Steenis 2006). Daun kelopak bunga saling berlepasan, tangkai
bunga tebal dengan panjang 1.75–2.00 cm (Osman & Milan 2006). Benang sari
biasanya banyak, bersifat rudimenter, yaitu tumbuh kecil kemudian mengering
sehingga tidak berfungsi (Richards 1990; Verheij 1992; Yaacob & Tindall 1995).
Tanaman manggis memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang.
Lambatnya pertumbuhan bibit disebabkan oleh sistem perakaran yang tidak
sempurna, akar bersifat rapuh, pertumbuhannya lambat dan peka terhadap kondisi
lingkungan (Wiebel 1993). Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung
berpasir, gembur, kaya kandungan bahan orgnik dengan permeabilitas dan
drainase yang baik. Manggis membutuhkan pH tanah optimum berkisar dari 5.5
sampai 7.0 (Yaacob & Tindall 1995).
Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis, semakin tinggi
6

tempat tumbuhnya maka semakin lambat pertumbuhannnya dan semakin lama


permulaan berbunganya (Verheij 1992). Ketinggian optimum agar manggis dapat
tumbuh dengan baik adalah 460–610 m di atas permukaan laut. Iklim yang paling
cocok untuk tanaman manggis adalah daerah dengan udara lembab, curah hujan
merata sepanjang tahun berkisar antara 1500 sampai 2500 mm/tahun dengan
iklim kering yang pendek (Yaacob & Tindall 1995). Suhu udara yang baik untuk
pertumbuhan manggis adalah antara 25 sampai 35 °C (Verheij 1992; Yaacob &
Tindall 1995).

Pembungaan dan Pembuahan

Pembungaan merupakan suatu kejadian kompleks, yang secara morfologi


terjadi perubahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Saat dimulainya
pembungaan, terjadi peralihan dari struktur daun yang relative sederhana menjadi
struktur bunga yang lebih kompleks. Hal ini diawali dengan berhentinya
meristem membentuk calon daun dan mulai menghasilkan organ bunga.
Pada tanaman tingkat tinggi terdapat empat tahap dalam proses
pembungaan, yaitu induksi bunga atau evokasi, differensiasi bunga, pendewasaan
bagian bunga dan anthesis (Rai 2004). Poerwanto (2003) membagi proses
pembentukan bunga menjadi 4 yaitu: (1) induksi bunga, diferensiasi primordial
bunga, (2) penyusunan/organisasi bunga, diferensiasi bagian-bagian bunga secara
individu, (3) pematangan bunga bersamaan dengan proses pertumbuhan bagian-
bagian bunga, (4) anthesis atau bunga mekar.
Fase induksi (fase transisi dari fase vegetatif ke fase pembungaan) sangat
penting dipahami, karena hal ini sangat menentukan keberhasilan pembungaan
dan pembuahan. Induksi bunga berkaitan dengan hubungan karbohidrat dan
nitrogen atau nisbah C/N pada tanaman. Jika nisbah C/N tinggi maka tanaman
dapat menginduksi bunga, tetapi bila nisbah C/N rendah tanaman dipacu ke arah
pertumbuhan vegetatif. Pada prinsipnya terdapat tiga konsep pokok tentang
induksi pembungaan yaitu: (1) adanya hormon pembungaan (florigen) atau
stimulus pembungaan pada daun yang mengalihkan pertumbuhan vegetatif ke
pertumbuhan reproduktif, (2) adanya kondisi nutrisi yang optimum bersamaan
7

dengan perubahan dalam apex, (3) terjadi perubahan pada apex yang mengubah
dan mengkonversi nutrient sehingga terjadi induksi pembungaan (Bernier et al.
1985; Hempel et al. 2000).
Pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik,
hormon dan pasokan nutrisi (Bernier et al. 1985). Faktor-faktor lingkungan yang
sangat berpengaruh terhadap pemunculan bunga antara lain fotoperiodisme,
temperature, dan cahaya (Leopold & Kriedemann 1975; Sedgley & Griffin 1989).
Stress air dapat menginduksi pembungaan karena adanya perubahan perimbangan
produksi hormon seperti giberelin, sitokinin dan ABA serta meningkatnya nisbah
karbon dan nitrogen pada pucuk. Stress air menyebabkan pertumbuhan vegetatif
tertekan. Periode kering yang cukup akan merangsang aktifnya beberapa zat
pengatur tumbuh yang selanjutnya akan memberikan signal pada pucuk yang siap
untuk terinduksi dan memasuki fase generatif (Wright 1985). Di Indonesia
induksi bunga terjadi secara alamiah pada musim kemarau, karena mengalami
stress air dan bunga mulai muncul menjelang musim hujan (Poerwanto 2000).
Manggis merupakan tanaman yang mempunyai sifat berbunga dan
berbuah musiman. Calon bunga muncul dalam bentuk bongkahan besar di ujung
ranting. Pada tahap ini, kuncup bunga memerlukan waktu sekitar 25 hari sampai
bunga mekar atau anthesis (Verheij & Coronel 1997). Bunga tanaman manggis
muncul dari ujung-ujung pucuk yang sebelumnya telah mengalami masa dormansi.
Selama masa berbunga, tidak semua pucuk dapat terinduksi dan bertransisi dari
fase vegetatif ke fase reproduktif sehingga tidak keseluruhan pucuk menghasilkan
bunga, pada saat bersamaan sebagian pucuk berbunga dan sebagian lagi tidak
berbunga. Pucuk yang akan berbunga pangkal tunas barunya tampak membesar
dan membengkak (awal diferensiasi atau akhir induksi), terjadi 40 hari sebelum
anthesis. Tidak semua kuncup bunga dapat tumbuh dan berkembang mencapai
anthesis dan membentuk buah (Rai 2004). Hal ini disebabkan karena sebagian
dari bunga-bunga tersebut baik yang masih kuncup maupun yang sudah mekar
mempunyai potensi untuk gugur.
Pada tanaman manggis tidak hanya kuncup bunga, bunga yang mekar
penuh maupun buah muda juga dapat gugur. Beberapa faktor penyebab gugur
8

bunga dan buah muda diantaranya adalah pengaruh hujan, kekeringan, panas yang
ekstrem dan kompetisi di antara organ yang berkembang (Poerwanto 2002). Hasil
penelitian Rai (2004) menyatakan bahwa bunga dan buah manggis yang gugur
disebabkan oleh kandungan ABA tinggi, IAA rendah dan suplai fotosintat rendah.
Persentase bunga gugur tanaman asal biji nyata lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman asal grafting dan fruit set tanaman asal biji nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan fruit set tanaman asal grafting. Pada tanaman hasil grafting
tingkat kerontokan buah dapat mencapai 70.07% sedangkan pada tanaman asal
biji hanya 16.58%. Suplai fotosintat rendah ditunjukkan oleh kandungan gula
total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya gugur lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan gula total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya tidak
gugur. Status hara N, P dan K daun tidak mempengaruhi gugurnya bunga atau
buah karena tidak terdapat perbedaan kandungan N, P dan K daun antara pucuk
yang bunga dan buahnya gugur dengan pucuk yang bunga dan buahnya tidak
gugur.

Morfologi Buah Manggis

Buah manggis berbentuk bola tertekan dengan diameter 3.5–7.0 cm.


Bijinya bersifat apomiksis yaitu embrio tidak dihasilkan dari penyatuan gamet dan
penyerbukan, tetapi dari sel di dalam kantong embrio atau sekeliling nuselus dan
berkembang membentuk biji yang fertil. Buah muda berwarna hijau dan bila telah
tua berubah menjadi ungu kehitaman. Tangkai buah tebal berdaging dan keras,
dengan panjang 1.8–2.0 cm. Kulit buah (perikarp) mempunyai ketebalan 0.8–1.0
cm, berdaging dan bergetah kuning.
Buah manggis mempunyai 4–8 segmen dan setiap segmen mengandung
satu bakal biji yang diselimuti oleh aril (salut biji) berwarna putih (kadang-kadang
transparan) , empuk dan mengandung sari buah. Tidak semua bakal biji dalam
segmen dapat berkembang menjadi biji. Umumnya hanya 1–3 bakal biji yang
dapat berkembang menjadi biji (Verheij 1992; Yaacob & Tindall 1995). Buah
matang mempunyai bobot basah antara 30–140 gram, berbentuk bulat, berwarna
ungu kehitaman dengan daging buah (aril) berwarna putih (Richards 1990). Buah
9

manggis mempunyai rasa manis, asam berpadu dengan sedikit sepat dan segar
serta aroma yang khas (Kader 2002).
Biji manggis merupakan biji apomiksis dan sering disebut sebagai
agamospermi, diproduksi melalui tunas adventif, berwarna coklat, pipih, dan
permukaannya ditutupi oleh jaringan pembuluh (vascular bundles) (Lim 1984;
Richard 1990). Biji manggis bersifat poliembrioni dan nutrisi untuk
perkembangan embrionya didukung oleh nuselus atau jaringan integumen dan inti
endosperm. Biji yang berkecambah akan menumbuhkan lebih dari satu tunas dan
setiap tunas akan tumbuh pada posisi yang berlainan di mana masing-masing
membawa perakarannya sendiri-sendiri (Lim 1984). Secara normal biji manggis
selalu dalam keadaan lembab dan bila keadaan lembab tersebut berkurang maka
biji dapat mati, keadaan biji seperti ini dikenal dengan nama recalcitrant seed.
Pertumbuhan buah dapat diukur dengan terjadinya peningkatan ukuran
diameter, bobot basah dan bobot kering buah. Proses pematangan pada buah
manggis ditandai dengan melunaknya kulit buah dan terjadinya perubahan warna
kulit buah yang disebabkan oleh adanya perubahan komposisi substrat dan
pigmen (Kader 2002). Perubahan pigmen tersebut sebagai akibat adanya
degradasi klorofil. Buah yang matang dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak dan
kulitnya mudah dibuka daripada buah yang belum matang (Gunawan 2007).
Perubahan warna kulit buah juga dapat diukur dengan mencocokkan warna kulit
buah manggis dengan menggunakan indeks warna kulit buah manggis (Osman &
Millan 2005) yaitu sebagai berikut :
10

Tabel 1 Indeks klasifikasi kematangan buah manggis

Indeks warna Klasifikasi kematangan buah manggis


1 Warna kulit hijau dengan sedikit kesan merah. Kulit buah
masih bergetah bila dipotong.
2 Warna kulit kekuningan dengan bercak merah atau ungu.
Getah pada kulit agak berkurang dan isi masih sulit dipisahkan
dari kulit.
3 Seluruh permukaan kulit buah berwarna merah dan sedikit
bergetah, isi bisa dipisahkan dari kulit (layak diekspor).
4 Warna kulit coklat kemerahan pada seluruh permukaan. Kulit
buah masih terdapat getah.
5 Warna kulit ungu kemerahan pada seluruh permukaan. Kulit
buah tidak mengandung getah. Buah siap dikonsumsi dan isi
buah mudah dipisahkan dari kulit.
6 Warna kulit ungu gelap atau kehitaman pada seluruh
permukaan, mutu dan cita rasanya adalah yang terbaik.
Sumber: Osman & Millan 2005

Fisiologi Buah Manggis

Buah manggis termasuk buah klimakterik (Kader 2002), sehingga proses


pematangan buah akan tetap berlanjut setelah dipetik dari pohon (Muchtadi &
Sugiyono 1981). Etilen endogen pada buah klimaktrik berperan sebagai pemicu
untuk meningkatkan laju respirasi dan pemasakan buah (Wang & Kramer 1990).
Tanaman manggis asal biji baru mulai berbuah pada umur 10–15 tahun
sedangkan tanaman asal grafting pucuk sudah dapat berbuah pada umur 3–4
tahun. Periode masa juvenile dapat dikurangi menjadi 8–10 tahun melalui
manajemen budidaya yang optimal dan intensif (Yaacob &Tindall 1995). Buah
biasanya dipanen setelah matang di pohon (Daryono & Sosrodiharjo 1986). Total
padatan terlarut buah manggis berkisar antara 17 sampai 20% (Kader 2002).
Selama pertumbuhan dan perkembangan buah terjadi perubahan-
perubahan fisiologi yang akan mempengaruhi kualitas buah. Perubahan fisiologi
11

yang terjadi meliputi perubahan asam organik (Wills et al. 1981), kadar vitamin
(Von 1949), kadar klorofil, kadar air (Kader 1992), kadar gula (Marriot et al.
1981) serta perubahan produksi etilen ( Dominguez & Vendrel 1993).
Perubahan warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah. Pelunakan buah dapat
disebabkan oleh terjadinya pemecahan protopektin menjadi pektin, maupun
karena terjadinya hidrolisis pati atau lemak, dan mungkin juga lignin (Pantstico
1993). Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar gula sederhana untuk
memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organik dan senyawa fenolik
untuk mengurangi rasa asam dan sepat, serta kenaikan produksi zat-zat volatil
untuk memberikan flavor karakteristik buah (Muchtadi & Sugiyono 1992).
Buah-buah klimakterik biasanya memproduksi etilen cukup banyak untuk
membangkitkan pematangan (Pantastico 1993). Etilen adalah zat pengatur
tumbuh endogen atau eksogen yang dapat menimbulkan berbagai respon
fisiologis dan morfologis tanaman, diantaranya mendorong pemecahan dormansi
tunas, menghambat pertumbuhan batang, mendorong pembungaan, pembentukan
buah, merangsang pembentukan umbi, inisiasi akar, penuaan, dan menghambat
perluasan daun (Moore 1979).

Pertumbuhan dan Perkembangan Buah

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses penting dalam


kehidupan yang berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup,
bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon, dan lingkungan
yang mendukung. Menurut Gardner et al. (1991) pertumbuhan dapat dinyatakan
sebagai adanya proses pembelahan dan pembesaran sel (peningkatan jumlah dan
ukuran yang bersifat irreversibel). Perkembangan meliputi pertumbuhan dan
diferensiasi sel yang mengarah pada akumulasi berat kering. Buah merupakan
perkembangan lebih lanjut dari bakal buah. Segera setelah terjadi pembuahan,
bakal buah akan berkembang menjadi buah dan bakal biji menjadi biji. Secara
normal perkembangan buah terjadi setelah pembuahan. Bertambahnya ukuran
buah disebabkan oleh adanya pembelahan sel dan pembesaran sel.
12

Penyerbukan umumnya merupakan isyarat untuk pertumbuhan, dan


fertilisasi memicu pertumbuhan bakal biji dan pembentukan biji (Nitsch 1951)
Pada kasus tertentu buah dapat berkembang hingga matang tanpa fertilisasi,
fenomena ini terjadi pada proses pembentukan buah manggis. Mansyah (2002)
menyatakan bahwa buah manggis tidak memiliki serbuk sari baik melalui
pengamatan visual maupun pengujian secara kimiawi menggunakan KI.
Pertumbuhan suatu organ, termasuk buah, dicirikan oleh suatu kurva baku
berbentuk sigmoid (berbentuk S) atau double sigmoid. Selama perkembangannya,
menurut Srivastava (2001) buah mengalami 4 fase, yaitu (1) perkembangan ovari
diikuti anthesis, (2) pembelahan sel cepat (cell division), (3) fase pertumbuhan
cepat akibat terjadinya pembesaran sel, pada fase ini terjadi penimbunan cadangan
makanan, merupakan fase kritis yang akan menentukan kualitas buah, (4)
pematangan (ripening).
Perkembangan buah didukung oleh adanya suplai hormon dan nutrien.
Menurut Gardner et al. (1991) auksin dan GA merupakan hormon utama untuk
pertumbuhan buah. Auksin, giberelin, cytokinin, dan ethylen merupakan
sejumlah hormon yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan buah,
terutama untuk fase perkembangan ovari dan fase pembelahan sel cepat. Auksin
dan cytokinin terutama diperlukan pada awal pembelahan sel sedangkan giberelin
lebih berperan dalam pembesaran sel. Etylen berperan dalam proses pematangan
buah. Perkembangan buah erat kaitannya dengan perkembangan biji dan
mempunyai korelasi yang positif (Srivastava 2001).
Tanaman memproduksi etilen selama pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Buah yang dalam proses pematangan memproduksi etilen dalam jumlah
yang sangat tinggi. Etilen juga diproduksi pada jaringan-jaringan dan organ
tanaman lainnya seperti bunga, buah, daun, batang, akar, umbi dan biji. Etilen
menjadi penyebab beberapa respon tanaman seperti pengguguran daun,
pembengkakan batang, pematangan buah, dan hilangnya warna bunga (Watimena
1988).
Pertumbuhan buah menuntut sejumlah nutrien yang cukup, menyebabkan
terjadinya mobilisasi dan transpor dari bagian vegetatif ke tempat perkembangan
13

buah dan biji. Buah dianggap dewasa apabila telah mencapai ukuran maksimum
dan laju pertambahan berat keringnya menjadi nol. Buah yang tua, matang
melalui serangkaian peristiwa enzimatis dan biokimia yang berakibat terjadinya
perubahan komposisi kimia (Leopold & Kriedeman 1975). Pada ripening
(pematangan), sistem enzim yang dihasilkan menyebabkan pelunakan dan
pengubahan tepung menjadi gula pada buah berdaging (misalnya apel).
Perubahan yang terjadi selama proses pematangan buah dikaitkan dengan laju
respirasi yang relative tinggi pada buah klimakterik (Gardner et al. 1991).
Selama pertumbuhan dan perkembangan buah, berat daging buah dan kulit
buah terus bertambah. Berat daging buah pada permulaan perkembangan buah
sangat rendah, sedangkan berat kulit sangat tinggi (Lodh et al. 1971). Dengan
semakin matangnya buah, berat daging buah bertambah disertai sedikit demi
sedikit pengurangan berat kulitnya. Pengurangan ini mungkin disebabkan oleh
selulosa dan hemiselulosa dalam kulit yang pada proses pematangan diubah
menjadi zat pati (Pantastico 1993). Konsentrasi zat pati dalam daging buah pisang
susu (Dwarf cavendish) terus betambah sampai 70 hari pertumbuhan buah, baru
setelah itu mulai turun. Konsentrasi gula total dan stabilisasi pertumbuhan buah
dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk pemanenan (Pantastico 1993).
Menurut Osman dan Millan (2006) pola pertumbuhan buah manggis membentuk
kurva sigmoid, diawali dengan dominasi pertumbuhan pericarp hingga 20 hari
setelah anthesis kemudian dilanjutkan dengan terjadinya perkembangan aril dan
biji.
Pertumbuhan dan perkembangan pada buah manggis ditandai dengan
terjadinya serangkaian perubahan warna pada kulit buah. Selain pada kulit buah,
perubahan warna juga terjadi pada kelopak dan stigma. Pada awal pertumbuhan,
kulit luar berwarna hijau yang sangat muda dan pada tingkat kematangan
berikutnya, warnanya menjadi lebih pekat, kemudian timbul bercak coklat hingga
merah, yang pada akhirnya menjadi ungu kehitaman pada seluruh permukaan kulit
apabila telah matang. Pada buah anggur Bangalore blue yang matang tampak
warna biru tua pada kulitnya (Lodh & Selvaraj 1972).
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret
2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium
dilakukan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT) IPB
Baranang Siang Bogor dan Laboratorium RGCI Fakultas Pertanian IPB Dramaga
Bogor.

Pelaksanaan Penelitian

1 Penentuan sampel di lapang


Dilakukan dengan cara menentukan 20 pohon manggis hasil grafting yang
sedang berbunga, berumur seragam (7 tahun) dengan pertumbuhan yang
relatif seragam. Pelabelan dilakukan terhadap tunas bakal bunga mulai dari
terinisiasi tunas bakal bunga yang ditandai dengan terjadinya pembengkakan
berwarna merah pada tunas-tunas pucuk hingga anthesis (mekar sempurna).
Selanjutnya dilakukan pencatatan waktu terjadinya anthesis sebagai titik awal
untuk menentukan umur buah yang akan dianalisis. Pengamatan morfologi
bunga dilakukan terhadap 40 bunga dengan masing-masing 2 bunga per
tanaman terhadap 20 pohon sampel. Pengamatan terhadap diameter buah
dilakukan terhadap 20 buah yang waktu anthesisnya terjadi secara bersamaan,
sedangkan untuk bobot basah dan bobot kering diperlukan 1 buah dengan 3
kali ulangan untuk setiap pengamatan sehingga sampai akhir penelitian
dengan 6 kali pengamatan pada berbagai tingkat umur diperlukan 18 buah.
Analisis padatan total terlarut, gula total, asam total tertitrasi, vitamin C,
auksin, dan pigmen (klorofil dan antosianin) pada kulit buah diperlukan
masing-masing 1 buah dengan 3 kali ulangan pada setiap pengamatan. Total
buah yang diperlukan 128 buah. Buah-buah yang akan dianalisis setelah
dipanen segera dibungkus dengan aluminium foil lalu dimasukkan ke cool box
dan segera dilakukan analisis.
15

2 Pengamatan
Meliputi pengamatan morfologi bunga, morfologi buah, dan fisiologi buah,
yaitu :
Morfologi Bunga :

Dilakukan terhadap 40 bunga dari 20 pohon sampel terhadap tunas-tunas yang


terinisiasi tunas bakal bunga hingga anthesis yang meliputi saat inisiasi tunas
bakal bunga, pecah tunas bakal bunga, pembentukan kuncup, kuncup mulai
membuka, dan anthesis.

Morfologi Buah

1) Diameter Buah
Pengukuran dilakukan pada umur 3 - 17 minggu setelah anthesis (MSA)
dengan selang waktu 2 minggu terhadap buah-buah manggis yang telah
ditentukan sebelumnya.
2) Bobot Segar Buah
Analisis bobot segar buah dilakukan pada buah manggis umur 90–115
HSA dengan selang waktu 5 hari terhadap buah-buah yang telah
ditentukan sebelumnya.
3) Bobot Kering Buah
Pengukuran bobot kering buah manggis dilakukan pada umur 90–115
HSA dengan selang waktu 5 hari terhadap buah-buah yang telah
ditentukan sebelumnya. Bobot kering buah dilakukan dengan cara
mengoven buah (yang telah ditimbang bobot basahnya) pada suhu 70–
80 °C hingga mencapai berat yang konstan.

Fisiologi Buah :
Pengamatan terhadap perubahan-perubahan fisiologi buah manggis dilakukan
pada umur 90–115 HSA dengan selang waktu 5 hari terhadap buah-buah yang
telah ditentukan sebelumnya, yaitu terdiri dari :
16

1) Kadar Air
Kadar air dihitung berdasarkan berat basah dan berat kering buah
(Apriyantono et al. 1994) dengan menggunakan rumus:
Berat basah – Berat kering
KA (%) = x 100%
Berat Basah

2) Padatan Total Terlarut


Penetapan padatan total terlarut (PTT) ditentukan dengan menggunakan
hand refractometer, yaitu dengan cara daging buah manggis dihaluskan,
kemudian beberapa tetes dari cairan tersebut diambil dan diteteskan pada
permukaan prisma hand refractometer. Nilai PTT ditentukan dengan
melihat angka yang tertera pada skala hand refractometer.

3) Gula Total
Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone
(Apriyantono et al. 1994) dengan cara berikut :
a) Pembuatan Kurva Standar Glukosa
Larutan glukosa 0.2 mg/ml (10 mg glukosa + 50 ml aquadest) dipipet
masing-masing sebanyak 0.1 ml, 0.2 ml, 0.3 ml, 0.4 ml, 0.5 ml, 0.6
ml,0.7 ml, 0.8 ml, 0.9 ml dan 1 ml ke dalam tabung reaksi. Pada
masing-masing tabung reaksi ditambah aquades sampai volumenya
menjadi 1 ml sehingga diperoleh larutan glukosa 0.02 mg/ml, 0.04
mg/ml, 0.06 mg/ml, 0.08 mg/ml, 0.10 mg/ml, 0.12 mg/ml, 0.14 mg/ml,
0.16 mg/ml, 0.18 mg/ml dan 0.2 mg/ml. Pereaksi anthron sebanyak 5
ml ditambahkan ke masing-masing tabung reaksi tersebut kemudian
ditutup dengan kelereng dan diletakkan pada water bath suhu 100 ºC
selama 12 menit kemudian didinginkan. Larutan pada masing-masing
tabung dispektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm. Dari hasil
spektrofotometri dibuat kurva hubungan antara nilai absorban dengan
konsentrasi glukosa (mg/ml) dan akan diperoleh suatu persamaan Y =
bx + a.
17

b) Penyiapan Sampel
Daging buah manggis sebanyak 10 gram digerus, kemudian ditambah
20 ml etil alkohol 80% (panas) dan dikocok selama 5 menit lalu
disentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit sehingga dihasilkan
supernatan 1. Residu dari hasil sentrifugasi ditambah dengan 20 ml
etil alkohol 80% (panas) dan dikocok selama 5 menit kemudian
disentrifugasi pada 4000 rpm sehingga diperoleh supernatan 2.
Supernatan 1 dan supernatan 2 digabungkan kemudian dipanaskan
pada suhu 85 ºC hingga etanolnya menguap lalu ditera dengan
aquadest sampai 100 ml.
c) Penetapan Sampel
Sampel (supernatan 1 dan 2) sebanyak 1 ml + 1 ml aquades + 5 ml
pereaksi Anthrone dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup
dengan kelereng. Tabung reaksi ditempatkan pada water bath suhu
100ºC selama 12 menit kemudian segera didinginkan dalam ice bath.
Larutan dispektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm.
Kandungan gula total dalam sampel ditentukan berdasarkan kurva
standar glukosa yang telah dibuat dengan menggunakan rumus
berikut:
x = (Y - a)/b
x = [gula total]
Y = nilai absorbansi sampel
a = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total
b = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total

4) Asam Total Tertitrasi


Kadar asam total tertitrasi (ATT) pada buah manggis ditentukan dengan
metode titrasi (Apriyantono et al. 1994) menggunakan laruan NaOH 0.1N.
Daging buah manggis sebanyak 20 gram digerus, diambil 10 gram hasil
gerusan tersebut (filtrat) kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100
ml. Setelah itu ke dalam campuran ditambahkan aquades sampai tanda
18

tera, dikocok kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 ml dimasukkan ke


dalam tabung reaksi dan ditambah 1–2 tetes indikator fenolftalein 1% lalu
dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda stabil.
Kadar ATT dihitung berdasarkan rumus berikut:
ml NaOH x N NaOH x fp x 100
Kadar Asam Total Tertitrasi =
(ml NaOH/100 g) gram contoh
fp = faktor pengenceran = 5

5) Vitamin C
Kadar vitamin C pada buah manggis ditentukan dengan metode titrasi
(Sudarmadji et al. 1984) menggunakan Iodium 0.01N. Daging buah
manggis sebanyak 20 gram digerus, diambil 10 gram hasil gerusan
tersebut (filtrat) kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
Setelah itu ke dalam campuran ditambahkan aquades sampai tanda tera,
dikocok kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambah 1–2 tetes indikator amilum 1%, lalu dititrasi
dengan iodium 0.01 N sampai timbul warna biru stabil. 1 ml iodium 0.01
N setara dengan 0.88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dihitung
berdasarkan rumus berikut:
ml Iod 0.01 N x 0.88 x fp x100
Vitamin C (mg/100g) =
gram contoh
fp = faktor pengenceran = 5

6) Auksin
Analisis kandungn auksin (IAA) dilakukan dengan menggunakan
kombinasi metode Unyanyar et al. (1996) untuk ekstraksi dan metode
spektrofotometri dengan reagen Salkowsky untuk kuantifikasi (Pattern &
Glick 2002) yaitu sebagai berikut:
19

a) Pembuatan Kurva Standar IAA


Larutan IAA 50 ppm (2.5 mg IAA + 50 ml metanol) dipipet ke dalam
tabung reaksi masing-masing 20 µl, 50 µl, 100 µl, 150 µl, 200 µl, 300
µl, 400 µl, 600 µl, 800 µl dan 1000 µl. Metanol ditambahkan ke
dalam tabung reaksi sehingga volume masing-masing tabung reaksi
menjadi 1000 µl (terdapat 1 ppm, 2.5 ppm, 5 ppm, 7.5 ppm, 10 ppm,
15 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm IAA). Pada masing-
masing tabung ditambahkan 4 ml larutan salkowsky dan diinkubasi
selama 1 jam pada suhu ruang lalu dispektrofotometri pada panjang
gelombang 530 nm. Dari hasil spektrofotometri dibuat kurva larutan
standar IAA dan akan diperoleh suatu persamaan Y = bx + a.
b) Penetapan Sampel
Kulit buah manggis sebanyak 1 gram digerus halus sambil dilarutkan
dengan 60 ml pelarut (36 ml methanol + 15 ml chloroform + 9 ml
NH4OH 2 N). Kemudian ditambah 25 ml aquades dan dituang ke
dalam corong pisah sehingga terbentuk 2 fasa. Fasa bagian bawah
(chloroform) dibuang. Sisa air dan methanol dievaporasi dan
diekstraksi dengan etil asetat @ 15 ml sebanyak 3 kali, terbentuk 2
lapisan (lapisan bawah dibuang), kondisi pH dipertahankan 2.5
kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan silika gel
yang sudah digerus. Fraksi etil asetat yang sudah disaring lalu
dievaporasi hingga kering dan dilarutkan dengan 1 ml metanol,
ditambah 4 ml larutan Salkowsky dan diinkubasi selama 1 jam pada
suhu ruang, kemudian dispektrofotometri pada panjang gelombang 530
nm. Kandungan Auksin pada sampel dihitung berdasarkan kurva
standar auksin menggunakan rumus berikut:
x = (Y - a)/b
x = [IAA]
Y = nilai absorbansi sampel
a = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar IAA
b = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar IAA
20

7) Pigmen pada Kulit Buah


Penentuan kadar klorofil dan antosianin yang terkandung pada kulit buah
manggis dilakukan berdasarkan metode Sims dan Gamon (2002) sebagai
berikut:
Kulit buah manggis dihaluskan dengan blender. Filtrat sebanyak 0.5 gram
dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan 5 ml Acetris,
kemudian dikocok dan dicentrifuge pada 5000 rpm selama 10 menit.
Supernatan diukur pada panjang gelombang 663 nm, 647 nm, 470 nm, dan
537 nm.
Kadar klorofil dan antosianin yang terdapat pada kulit buah dihitung
dengan menggunakan rumus :
- Klorofil a = 0.01373 x A663–0.000897 x A537–0.003046 x A647
- Klorofil b = 0.02405 x A647–0.004305 x A537–0.005507 x A663
- Antosianin = 0.08173 x A537–0.00697 x A647–0.002228 x A663
Dimana, A = nilai absorbansi pada panjang gelombang yang telah
ditentukan.

Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan menggunakan uji DMRT (Duncan


Multiple Range Test) pada taraf 5% dan untuk mengetahui korelasi antar peubah
dilakukan analisis korelasi antar peubah (parameter) yang diamati dengan
menggunakan program SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Bunga Manggis

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan


bunga manggis, terlihat bahwa terbentuknya bunga manggis diawali dengan
inisiasi pucuk manggis membentuk bakal bunga. Pucuk-pucuk yang terinisiasi
umumnya mempunyai ukuran daun yang lebih lebar dengan pangkal yang
membulat dibandingkan dengan pucuk yang tidak terinisiasi, kemudian pada
bagian tersebut mengeluarkan tunas yang menggembung berwarna merah.
Inisiasi tunas bunga dapat dibedakan dengan inisiasi tunas daun. Inisiasi tunas
bunga akan mengalami pembengkakan sedangkan inisiasi tunas daun tidak terjadi
pembengkakan (Gambar 1).

Inisiasi tunas daun Inisiasi tunas daun Inisiasi tunas bunga


Gambar 1 Perbedaan inisiasi tunas daun dan inisiasi tunas bunga manggis.
Pembentukan bunga manggis diawali dengan inisiasi tunas bakal bunga
pada bagian pucuk. Tunas bakal bunga akan membesar, kemudian tunas pecah
dan terbentuk kuncup bunga, selanjutnya kuncup semakin membesar yang
akhirnya akan mekar sempurna (anthesis). Berdasarkan kenyataan ini maka
perkembangan bunga manggis dapat di bagi menjadi 5 fase yaitu: (1) inisiasi
tunas bunga yang ditandai dengan pembengkakan berwarna merah pada ujung
tunas, (2) pecah tunas, (3) pembentukan kuncup, (4) pertumbuhan dan
perkembangan kuncup, dan (5) anthesis (Gambar 2).
Tunas bakal bunga akan membesar, kemudian pecah dan akhirnya
terbentuk kuncup bunga pada umur 13-15 HSI. Kuncup bunga akan mengalami
pertumbuhan sehingga terus membesar dan mencapai maksimal pada saat anthesis.
Waktu yang diperlukan untuk anthesis mulai dari terinisiasinya pucuk antara 39
sampai 40 hari (Gambar 2).
22

Inisiasi tunas bunga 5 HSI 8-10 HSI

25 HSI 20 HSI 13-15 HSI

30 HSI 32 HSI 34 HSI

39-40 HSI 36-38 HSI 35-36 HSI

Gambar 2 Pertumbuhan dan perkembangan bunga manggis.


23

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rai (2004) bahwa
bunga manggis mekar penuh terjadi 40 hari setelah induksi, sementara Mansyah
(2002) menyatakan bahwa bunga manggis akan mekar 30-35 HSI. Menurut
Nakasone dan Paul (1998) pucuk yang terinisiasi bakal bunga akan membengkak
dan pecah menghasilkan tunas kuncup bunga yang akan mekar sempurna 35 hari
setelah pecah tunas. Adanya perbedaan waktu yang diperlukan untuk mekarnya
bunga dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi
suhu, kelembaban/curah hujan, cahaya, dan unsur hara sedangkan faktor internal
meliputi fitohormon dan genetik.
Menurut Sedgley dan Griffin (1989) proses pembungaan pada tanaman
tingkat tinggi dibagi menjadi 4 stadia, yaitu (1) induksi, (2) diferensiasi, (3)
pendewasaan, (4) anthesis. Tahap induksi merupakan awal dari fase reproduktif,
tunas vegetatif distimulasi secara biokimia dan berubah menjadi tunas reproduktif.
Pada stadia diferensiasi, secara mikroskopik primordia sepal muncul diikuti organ
yang belum sempurna dari petal, stamen dan pistil yang selanjutnya akan
berkembang menuju fase pendewasaan. Bagian-bagian bunga mencapai ukuran
maksimum pada saat anthesis.
Pembungaan manggis pada dasarnya sama dengan pembungaan pada
tanaman tingkat tinggi lainnya, di mana tahap inisiasi dan pecah tunas merupakan
perkembangan lanjut dari induksi. Fase diferensiasi sudah terjadi pada saat
inisiasi dan diakhiri dengan munculnya kuncup bunga yang terus berkembang
menuju fase pendewasaan dan anthesis. Menurut Rai (2006), pada fase
diferensiasi bunga manggis secara visual tunas bunga muncul pada ujung pucuk
dan pada fase pendewasaan secara visual mulai dari kuncup bunga muncul sampai
sebelum bunga mekar.
Bunga manggis muncul pada pucuk-pucuk terminal, mempunyai 4 sepal
dan 4 petal. Petal akan gugur antara 1 sampai 3 hari setelah bunga mekar
sempurna sedangkan sepalnya akan tetap bertahan melindungi buah. Stigma juga
tetap bertahan pada bagian ujung buah, di mana jumlah stigma menunjukkan
jumlah aril yang terdapat di dalam buah. Jumlah stigma berkisar antara 5 sampai
7 buah. Stamen bunga manggis berjumlah antara 15 sampai 20, melekat pada
24

dasar buah dan dapat bertahan antara 3 sampai 5 HSA, begitu bunganya mekar
beberapa jam kemudian akan segera layu, kemudian mengering dan akhirnya
gugur meskipun ada beberapa yang masih tetap bertahan hingga buah matang.
Jadi pada tanaman manggis anthesis segera diikuti proses pelayuan
stamen dan petal bunga. Menurut Salisburry dan Ross (1995), kelayuan seperti
ini biasanya disertai dengan pengangkutan linarut secara besar-besaran dari bunga
ke bagian ovarium, dan terjadi kehilangan air dengan cepat. Selain itu juga terjadi
perombakan protein dan RNA secara cepat dari petal selama proses pelayuan, dan
enzim hidrolisis seperti protease dan ribonuklease diaktifkan oleh adanya
perubahan hormon untuk melangsungkan perombakan tersebut. Produk
bernitrogen seperti asam amino dan amida diangkut menuju biji dan jaringan
lainnya yang sedang tumbuh sehingga hara tetap tersimpan.
Proses penyerbukan tidak terjadi pada bunga manggis saat bunga mekar
sempurna, berbeda halnya dengan bunga-bunga lain pada umumnya. Berdasarkan
hasil pengamatan, setelah bunga mekar sempurna maka beberapa jam kemudian
benang sarinya segera layu dan mengering kemudian gugur meskipun masih ada
beberapa benang sari yang tetap bertahan hingga buahnya matang. Menurut
Mansyah (2002) tidak ditemukan adanya serbuk sari pada berbagai tingkat
perkembangan bunga baik pada pengamatan secara visual maupun melalui
pengujian secara kimia menggunakan KI. Studi tentang biologi bunga manggis
oleh Horn (1940) dan Krishnamurti dan Rao (1964) menyatakan tidak dijumpai
adanya tepung sari, baik pada stadia awal pembentukan bunga maupun setelah
bunga mekar sempurna.

Perkembangan Buah Manggis

Pertumbuhan dan perkembangan buah manggis dapat diidentifikasi


dengan terjadinya pertambahan ukuran diameter buah (Gambar 3) dan diikuti
terjadinya perubahan warna (Gambar 4). Selain itu juga dapat diidentifikasi
melalui perubahan bobot basah dan kering buah dan perubahan-perubahan
fisiologi lainnya.
25

eterBuah(cm)
6

Diam
3

2
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21

Umur Buah (msa)

Gambar 3 Diameter buah manggis pada berbagai tingkat umur.

Berdasarkan hasil pengukuran diameter buah manggis pada berbagai


tingkat umur, terjadi peningkatan ukuran diameter seiring dengan terjadinya
peningkatan umur buah. Kurva pola pertumbuhan diameter buah manggis
merupakan kurva sigmoid (Gambar 2), lambat pada umur 3-5 MSA, 5-15 MSA
merupakan pertumbuhan cepat, dan cenderung stabil pada umur 15-17 MSA.
Diameter tertinggi terjadi pada umur 17 MSA (6.02 cm) walaupun tidak berbeda
nyata dengan diameter buah pada umur 15 MSA (5.91 cm). Laju pertumbuhan
masih terus berlangsung hingga minggu ke 17 tetapi terjadi laju peningkatan yang
semakin menurun dan sudah stabil pada umur 15 MSA. Menurut Osman dan
Millan (2006) pola pertumbuhan buah manggis membentuk kurva sigmoid,
diawali dengan dominasi pertumbuhan pericarp hingga 20 HSA kemudian
dilanjutkan dengan terjadinya perkembangan aril dan biji.
Pertumbuhan buah manggis dibagi menjadi 2 tahap, yaitu praanthesis dan
pascaanthesis. Menurut Nitsh (1951) pertumbuhan buah secara umum dibagi
mejadi 3 tahap, yaitu: (1) praanthesis, merupakan pertumbuhan ovarium, terutama
dengan perbanyakan sel, (2) anthesis, yaitu penyerbukan dan pembuahan bakal
biji, merangsang pertumbuhan ovarium, (3) pascafertilisasi, yaitu terjadi
peningkatan ukuran buah, terutama karena pembesaran sel. Jadi pada manggis
tidak terjadi pertumbuhan buah pada saat anthesis karena proses penyerbukan dan
pembuahan yang umumnya terjadi pada saat anthesis tidak terjadi pada bunga
manggis.
26

2 HSA 5HSA 10HSA

70HSA 50HSA 30 HSA

90HSA 95 HSA 100HSA

115-120HSA 110HSA 105 HSA


Gambar 4 Pertumbuhan dan perkembangan buah manggis.
27

Berdasarkan hasil pengamatan, pertumbuhan buah manggis sudah terjadi


sebelum mekarnya bunga. Segmen aril sudah terbentuk pada 32 HSI (Gambar 5)
dan pada saat menjelang bunga mekar (39 HSI) segmen aril dengan bakal biji
semakin jelas terlihat (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan penelitian Rai (2004)
yang menyatakan bahwa secara mikroskopis primordia segmen aril sudah
terbentuk saat bunga belum mekar (34 hari setelah induksi) dan pada saat bunga
mekar sempurna (40 hari setelah induksi) segmen aril dengan bakal biji sudah
terbentuk.

Gambar 5 Kuncup bunga manggis Gambar 6 Kuncup bunga manggis


umur 32 HSI. umur 39 HSI.

Biji manggis terdapat di dalam aril buah, tetapi tidak semua aril
mempunyai biji. Aril-aril yang mengandung biji cenderung mempunyai ukuran
yang lebih besar dibandingkan dengan yang tanpa biji (Gambar 7), meskipun pada
buah yang tanpa biji juga ada yang mempunyai ukuran aril yang besar dan biasa
nya ukuran arilnya relatif seragam (Gambar 8).

Gambar 7 Buah manggis Gambar 8 Buah manggis


dengan 1 biji. tanpa biji.

Besarnya ukuran aril pada buah yang berbiji disebabkan oleh adanya auksin pada
biji, di mana auksin berperan dalam perkembangan buah khususnya pada aril
dimana biji tersebut berada. Selain pada biji auksin juga terdapat pada bagian
28

buah yang lain, misalnya pada kulit buah. Hal ini dibuktikan dengan terukurnya
kadar auksin pada kulit buah.
Fenomena perkembangan buah dan biji manggis ini sama halnya dengan
yang terjadi pada apel dan strawberry. Terdapat korelasi positif antara biji dengan
pertumbuhan buah. Menurut Salisburry dan Ross (1995) jika biji hanya terdapat
di satu sisi buah apel, maka buah di sisi itulah yang akan berkembang lebih baik.
Penyerbukan atau nutrisi yang kurang baik sehingga berakibat gagalnya
pembentukan biji pada strawberry menyebabkan buah strawberry menjadi kecil-
kecil atau bentuknya berubah (Nitsh 1951). Selain pada biji, menurut Gardner et
al. (1991) serbuk sari juga mengandung auksin yang memicu reaksi yang
berhubungan dengan fruit set. Buah yang sedang tumbuh merupakan sumber
utama auksin bagi dirinya sendiri karena enzim yang berperan dalam proses
pembentukan auksin terdapat pada jaringan muda, seperti meristem tajuk, daun
muda, dan buah yang sedang tumbuh.
Perubahan warna terjadi baik pada stigma, sepal maupun pada kulit buah
manggis yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan (Gambar 4).
Stigma akan berubah dari warna kekuningan menjadi berwarna coklat tua, sepal
akan berubah dari warna hijau kemerahan menjadi hijau muda hingga hijau tua,
sedangkan kulit buah akan berubah dari warna hijau menjadi coklat kemerahan,
ungu kemerahan dan akhirnya menjadi ungu kehitaman seiring dengan terjadinya
pertambahan umur buah. Waktu yang diperlukan untuk matangnya buah
(berwarna ungu kehitaman) antara 115 sampai 120 HSA. Menurut Poonachit et al.
(1992) perkembangan buah manggis terjadi hingga umur 100–120 HSA dan
bisa mencapai hingga umur 180 HSA untuk daerah yang lebih dingin atau dataran
tinggi.
Perubahan warna yang terjadi pada kulit buah manggis dari hijau menjadi
coklat kemerahan dan akhirnya menjadi ungu kehitaman disebabkan oleh adanya
degradasi klorofil. Degradasi klorofil merupakan salah satu pengaruh fisiologis
etilen pada pematangan komoditas hortikultura. Menurut Kitagawa dan Tarutani
(1972) dan Miller et al. (1940) etilen mempercepat pembongkaran klorofil tanpa
mempengaruhi sintesis karotenoid secara nyata. Kader (1992) menyatakan bahwa
29

terjadinya perubahan warna pada kulit buah manggis karena adanya perubahan
komposisi substrat dan pigmen. Menurut Lordh dan Selveraj (1972) terjadi
peningkatan antosianin pada proses pematangan buah anggur ”Bangalore Blue”
dan mencapai puncaknya pada saat panen sehingga tampak berwarna biru tua
pada kulitnya.
Proses pematangan buah manggis salah satunya diindikasikan dengan
terjadinya perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi coklat kemerahan dan
pada akhirnya menjadi ungu kehitaman. Menurut Gardner et al. (1991)
pematangan buah melibatkan hormon yang berbeda dengan hormon yang
diperlukan untuk pertumbuhan. Etilen sangat aktif pada buah yang sedang
mengalami pematangan, terutama pada buah klimakterik. Etilen (C2H4)
merupakan suatu gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-
buahan menjelang proses pematangannya, dan mempunyai pengaruh
meningkatkan respirasi.
Selain terjadinya perubahan warna dan peningkatan ukuran diameter buah,
pertumbuhan dan perkembangan buah manggis juga diindikasikan dengan
terjadinya peningkatan bobot buah, baik bobot basah maupun bobot kering buah.

Bobot Buah
Pertambahan bobot buah baik bobot basah maupun bobot kering
menunjukkan terjadinya pertumbuhan buah. Berdasarkan hasil pengukuran bobot
basah dan bobot kering buah manggis pada berbagai tingkat umur petik, terjadi
peningkatan bobot dengan semakin bertambahnya umur (gambar 9).
Bobot Basah (g)

140 40
Bobot Kering (g)

120 35
100 30
25
80
20
60
15
40 10
20 5
0 0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 9 Bobot basah ( ) dan bobot kering ( ) buah manggis
pada berbagai tingkat umur petik.
30

Kurva pertumbuhan bobot basah mempunyai pola yang sama dengan


kurva pertumbuhan bobot kering, yaitu terjadi pertumbuhan yang cepat mulai dari
umur 90 HSA hingga umur 105 HSA, kemudian menunjukkan pertambahan bobot
yang semakin menurun pada umur 110 HSA hingga 115 HSA, yaitu 2.78 gram
untuk bobot basah dan 0.29 gram untuk bobot kering. Bobot basah pada umur
petik 105 HSA tidak berbeda secara nyata dengan pada umur 110 HSA tetapi
berbeda nyata dengan pada umur 115 HSA, sedangkan pada bobot kering umur
petik 105 HSA tidak berbeda nyata dengan pada umur 115 HSA. Hal ini berarti
pada usia 105 HSA pertumbuhan bobot buah manggis sudah cenderung stabil,
dan ini selaras dengan pertumbuhan diameter buah. Menurut Gardner et al.
(1991) perkembangan meliputi pertumbuhan dan diferensiasi sel yang mengarah
pada akumulasi bobot kering. Umur petik buah menunjukkan korelasi positif baik
terhadap bobot basah maupun bobot kering buah. Menurut Leopold dan
Kriedeman (1975), buah dianggap dewasa apabila telah mencapai ukuran
maksimum dan laju pertambahan berat keringnya menjadi nol.

Fase-fase Perkembangan Buah Manggis

Fase perkembangan buah terdiri dari 4 fase, yaitu: (1) perkembangan ovari,
(2) pembelahan sel cepat, (3) pertumbuhan cepat akibat pembesaran sel, (4)
pematangan (Srivastava 2001). Pada perkembangan buah manggis fase 1 dan
sebagian fase 2 sudah mulai terjadi sebelum anthesis. Hal ini dibuktikan dengan
telah terbentuknya segmen aril sebelum anthesis (32 HSI) dan pada saat anthesis
aril dan biji sudah mulai terbentuk dengan jelas. Setelah anthesis perkembangan
buah manggis memasuki lanjutan fase 2 dan fase 3 yaitu terjadi pertumbuhan
cepat akibat pembesaran sel yang ditandai dengan bertambahnya ukuran buah,
baik diameter maupun bobot buah. Peningkatan ukuran buah manggis (diameter
dan bobot) yang terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan buah
disebabkan oleh adanya pembesaran sel. Menurut Lodh dan Pantastico (1993)
permulaan pertumbuhan berupa pembelahan dan pembesaran sel, dimana
pembelahan sel merupakan faktor utama dalam pembesaran dan berlanjut selama
buah masih ada di pohon.
31

Pada fase 3 (pertumbuhan cepat akibat pembesaran sel) terjadi akumulasi


cadangan makanan dan merupakan fase kritis dengan rentang waktu yang panjang.
Kekurangan nutrisi pada fase ini dapat menyebabkan perkembangan buah tidak
maksimal dan dapat menyebabkan terjadinya kerontokan buah. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan terhadap sampel pohon manggis dengan jumlah bakal
buah yang berbeda (sedikit = 11-41 bakal buah, sedang = 42-72 bakal buah, dan
banyak = 73-103 bakal buah) menunjukkan pola fase kritis yang sama, yaitu
terjadi pada umur 1 sampai 6 MSA yang ditandai dengan tingginya persentase
kerontokan buah dan kerontokan tertinggi terjadi pada 2 MSA. Total kerontokan
buah manggis pada pohon dengan jumlah bakal buah yang banyak (73-103)
adalah 66.44 %, pada pohon dengan jumlah bakal buah sedang (42-72) adalah
41.43 %, sedangkan pada pohon dengan jumlah bakal buah sedikit (11-41) adalah
29.40 %. Kerontokan buah masih terjadi hingga 12 MSA untuk yang jumlah
bakal buahnya banyak sedangkan untuk yang jumlah bakal buahnya sedang terjadi
hingga minggu ke 11 setelah anthesis dan yang jumlah bakal buahnya sedikit
terjadi hingga umur 10 MSA (Gambar 10).
Kerontokan Buah (%)

24
20
16
12
8
4
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Umur Buah (MSA)


Jumlah bakal buah sedikit (11-41) Jumlah bakal buah sedang (42-72)
Jumlah bakal buah banyak (73-103)

Gambar 10 Total kerontokan buah manggis pada berbagai tingkat umur.

Kerontokan buah yang lebih tinggi terjadi pada pohon yang mempunyai
jumlah bakal buah yang lebih banyak. Hal ini diduga oleh adanya persaingan
fotosintat antar buah dan daya dukung tanaman yang terbatas. Secara fisiologis
kerontokan buah berkorelasi positif dengan terbatasnya suplai fotosintat,
rendahnya asimilat yang diterima buah dapat menginduksi terjadinya proses
32

kerontokan buah (Marschner 1986, Stopar et al. 2001). Perontokan sebagian


buah ini merupakan mekanisme pertahanan tanaman untuk tetap dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik sehingga kebutuhan fotosintat buah-buah yang
masih bertahan dapat terpenuhi.
Kerontokan buah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor dari
luar maupun dari dalam tanaman itu sendiri. Faktor dari luar diantaranya berupa
defisiensi unsur hara, curah hujan yang tinggi, kekurangan air, kurangnya
penyinaran, serangan hama dan penyakit (Samson 1986, Marschner 1986). Faktor
dari dalam berupa kemampuan tanaman mensuplai asimilat (Arcbold, 1999).
Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa tingginya kerontokan bunga pada
rumput-rumputan disebabkan oleh defisiensi nutrisi organik yang diakibatkan oleh
persaingan dalam tanaman. Pada tanaman manggis meskipun sudah memasuki
fase generatif tetapi fase vegetatif juga masih terjadi, yang ditandai dengan
terbentuknya kuncup bunga dan kuncup daun pada tanaman yang sama dalam
waktu yang bersamaan. Masih adanya pembentukan pucuk daun mengakibatkan
terjadinya persaingan antar sink yaitu antara buah dan pucuk daun. Selain itu juga
terjadi persaingan antar buah untuk mendapatkan fotosintat yang dipengaruhi oleh
kemampuan tanaman mensuplai fotosintat. Hal ini dibuktikan dengan semakin
banyak jumlah buah dalam satu pohon maka tingkat kerontokan buahnya juga
semakin tinggi (Gambar 10). Kemungkinan hal inilah yang dapat memicu
kerontokan buah manggis pada minggu-minggu pertama perkembangan buah
setelah anthesis.
Selain nutrisi, hormon juga berperan penting dalam fruit set. Hasil
penelitian Rai (2004) menyatakan bahwa gugurnya bunga dan buah manggis
(mencapai 75% pada tanaman manggis asal grafting) disebabkan oleh tingginya
kandungan ABA, rendahnya kandungan IAA dan suplai fotosintat yang juga
rendah.
Pertumbuhan dan perkembangan buah dipengaruhi oleh sejumlah hormon.
Menurut Srivastava (2001) auksin, cytokinin, giberelin dan ethylen merupakan
hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan buah. Auksin
berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel serta mencegah terjadinya absisi,
33

cytokinin terutama berperan pada saat awal pembelahan sel sedangkan giberelin
berperan dalam pembesaran sel. ABA akan menghambat pembelahan sel dan
pertumbuhan buah, dan ethylen berperan dalam proses pematangan buah.
Fase pematangan merupakan fase akhir pertumbuhan dan perkembangan
buah manggis. Perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi coklat kemerahan
yang pada akhirnya menjadi ungu kehitaman merupakan indikator kematangan
yang biasanya digunakan pada tingkat petani. Perubahan warna ini sudah mulai
terjadi pada umur 95 HSA yang ditandai dengan adanya bercak coklat kemerahan
dan semakin jelas terlihat perubahannya pada umur 100 HSA. Berdasarkan data
yang diperoleh fase 3 (pertumbuhan cepat akibat pembesaran sel) masih
berlangsung hingga umur 105 HSA, di mana sampai umur ini masih terjadi
pertambahan ukuran baik diameter maupun bobot tetapi tidak berbeda secara
nyata dengan umur 110 HSA.
Indikator kematangan buah manggis yang hanya didasarkan pada perubahan
warna kulit buah sebenarnya kurang tepat. Hal ini disebabkan oleh beberapa
kenyataan yaitu: (1) rentang waktu perubahan warna sangat panjang yaitu antara
20 sampai 25 hari yang terjadi pada umur 95 sampai 115 atau 120 HSA, (2)
kematangan juga ditentukan berdasarkan tekstur aril yang umumnya terjadi pada
umur 105-110 HSA, (3) buah manggis adalah buah klimakterik yang
pematangannya ditandai dengan terjadinya peningkatan yang tinggi dalam proses
respirasi dan produk etilen yang dihasilkan (Gardner et al. 1991). Oleh karena itu
penentuan tingkat kematangan buah manggis sebaiknya juga dilakukan
berdasarkan umur buah saat perubahan-perubahan fisiologi kematangan terjadi
sebagaimana yang akan dibahas pada hasil penelitian berikut.

Perubahan-Perubahan Fisiologi Buah Manggis


Selama Proses Pendewasaan (Maturity) dan Pematangan (Ripening)

Perubahan fisiologi merupakan indikator terjadinya perkembangan buah.


Perubahan-perubahan fisiologi yang dapat diamati diantaranya perubahan kadar
air, kandungan padatan total terlarut (PTT), gula total, asam total tertitrasi (ATT),
vitamin C, auksin, klorofil, dan antosianin.
34

Kadar Air

Hasil pengukuran kadar air buah manggis menunjukkan adanya


kecenderungan peningkatan kadar air buah dengan semakin meningkatnya umur
buah (Gambar 11). Kadar air buah manggis mulai umur 90–115 HSA berkisar
antara 75.72 sampai 77.62%, dengan kadar air tertinggi terjadi pada umur 115
HSA (77.62% ) sedangkan terendah terjadi pada umur 90 HSA (75.72%). Uji
lanjut menunjukkan kadar air buah pada umur petik 100 HSA (76.37%) tidak
berbeda nyata dengan pada umur 115 HSA. Hal ini diperkirakan pada umur 100
HSA kadar airnya sudah cenderung stabil.
Kadar Air Buah (%)

82

78

74

70
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)

Gambar 11 Kadar air buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.

Selama pertumbuhan dan perkembangan buah, terutama pada proses


pematangan terjadi perubahan komposisi senyawa-senyawa penyusun dinding sel.
Senyawa pektin dalam bentuk protopektin, asam pektinat dan asam pektat
merupakan penyusun dinding sel dan lamela tengah. Protopektin akan dipecah
menjadi fraksi-fraksi dengan berat molekul yang lebih kecil sehingga lebih larut
dalam air. Laju degradasi pektin tersebut berkorelasi positif dengan laju
pelunakan buah (Wills et al. 1989) dan ini akan mengakibatkan meningkatnya
kadar air buah. Menurut Juanasri (2004) kadar air daging buah manggis
meningkat seiring dengan meningkatnya umur petik (14 MSA, 15 MSA dan 16
MSA).

Padatan Total Terlarut (PTT)


Hasil analisis PTT buah manggis menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan PTT seiring dengan terjadinya peningkatan umur buah mulai dari
awal pengamatan yaitu 90 HSA sampai akhir pengamatan yaitu 115 HSA dengan
35

kisaran nilai antara 16.83 sampai 20.63% Brix (Gambar 12). Hal ini sejalan
dengan penelitian Kader (2004) yang menyatakan bahwa padatan total terlarut
buah manggis berkisar antara 17 sampai 20%.
y = -0.0046x 2 + 1.1139x - 46.56
22 R2 = 0.9448

PTT (% Brix)
20
18
16
14
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)

Gambar 12 PTT buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.

Hasil uji lanjut menunjukkan PTT buah manggis pada umur 100 HSA
tidak berbeda nyata dengan PTT pada umur 115 HSA. Peningkatan padatan total
terlarut disebabkan oleh meningkatnya senyawa-senyawa terlarut di dalam buah,
terutama gula. Ryugo (1988) menyatakan bahwa umumnya kandungan padatan
total terlarut buah-buah yang mengalami pematangan meningkat sementara
kandungan asamnya menurun. Daryono dan Sosrodiharjo (1986) menyatakan
bahwa kandungan gula utama buah manggis adalah fruktosa, glukosa dan sukrosa
yang merupakan hampir seluruh padatan total terlarutnya. Menurut Soule (1985),
nilai PTT setara dengan kandungan sukrosa dalam buah.
Meningkatnya padatan total terlarut seiring dengan peningkatan umur
buah disebabkan karena terjadinya pemecahan dari bahan-bahan kompleks seperti
karbohidrat, protein dan lemak menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa. Muchtadi
dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa apabila pati terhidrolisa maka akan
terbentuk glukosa sehingga kadar gula dalam buah akan meningkat. Menurut
Arriola et al. (1980) terhidrolisisnya pati menjadi glukosa karena proses respirasi
dalam buah. Pati merupakan karbohidrat utama yang di simpan pada sebagian
besar tumbuhan.
Pada organ penyimpan seperti buah, karbohidrat terhimpun dalam
amiloplas yang terbentuk sebagai hasil translokasi sukrosa atau karbohidrat lain
dari daun. Jumlah pati pada berbagai jaringan dipengaruhi faktor genetik dan
36

lingkungan. Pati terbentuk pada siang hari ketika fotosintesis melebihi laju
gabungan antara respirasi dan translokasi. Pembentukan pati terutama terjadi
melalui suatu proses yang melibatkan sumbangan berulang unit glukosa dari gula
nukleotida, yaitu adenosin difosfoglukosa (ADPG). Pembentukan ADPG
berlangsung dengan menggunakan ATP dan glukosa-1-fosfat di kloroplas.
Menurut Salisburry dan Ross (1995), selain sukrosa, pati merupakan pemasok
glukosa yang dibutuhkan dalam proses respirasi.

Gula Total

Hasil analisis gula total buah manggis pada berbagai tingkat umur
menunjukkan adanya peningkatan kadar gula total dengan meningkatnya umur
buah. Kadar gula total meningkat tajam sejak pengamatan pertama pada umur 90
HSA hingga pengamatan terakhir pada umur 115 HSA. Peningkatan kadar gula
total buah manggis yang paling tajam terjadi pada umur 100 HSA yaitu dari 7.77
g/100 g pada 95 HSA menjadi 12.70 g/100 g pada 100 HSA. Kadar gula total
buah manggis mulai umur 105 HSA hingga 115 HSA menunjukkan pola yang
cenderung stabil (Gambar 13).

y = -0.0136x 2 + 3.2962x - 181.93


Gula Total (g/100 g)

20
R2 = 0.9849
16
12
8 r

4
0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)

Gambar 13 Kadar gula total buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa kadar gula total pada umur 105 HSA
(14.11 g/100 g) tidak berbeda nyata dengan kadar gula total tertinggi yaitu pada
umur 115 HSA (17.43 g/100 g). Dengan demikian berarti kadar gula total buah
manggis sudah stabil pada umur 105 HSA. Stabilitas kadar gula total ini dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan tingkat kematangan buah manggis.
37

Pola perubahan gula total menunjukkan pola yang sama dengan padatan
total terlarut, yaitu berkorelasi positif terhadap umur petik buah. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar padatan total terlarut buah manggis berupa
gula. Peningkatan kadar gula total yang terjadi seiring dengan peningkatan umur
buah disebabkan oleh adanya hidrolisis pati menjadi maltosa dan hidrolisis
disakarida (maltosa dan sukrosa) menjadi glukosa dan fruktosa, dimana menurut
Alique dan Oliveira (1994) laju pembentukan glukosa lebih tinggi dibandingkan
fruktosa. Nagy dan Shaw (1980) menyatakan bahwa hasil hidrolisis pati dan
disakarida menyebabkan peningkatan kandungan gula dalam buah pisang dari 1%
menjadi 20%. Menurut Krishnamurthy et al. (1960) selama proses pematangan
buah mangga terjadi peningkatan sukrosa, glukosa dan fruktosa sedikit demi
sedikit. Kandungan gula utama buah manggis menurut Daryono dan Sosrodiharjo
(1986) adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa.
Perombakan pati menjadi glukosa dikatalisis oleh sejumlah enzim, yaitu
enzim alfa amilase, beta amilase, dan pati fosforilase. Alfa amilase dan beta
amilase merupakan enzim hidrolase yang merombak pati menjadi maltosa,
kemudian maltosa oleh enzim maltase diubah menjadi glukosa. Enzim pati
fosforilase yang merupakan enzim fosforolitik akan merombak pati menjadi
glukosa-1-fosfat. Sukrosa diubah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim
invertase dan sukrosa sintase. Selain perombakan pati menjadi glukosa yang
dapat meningkatkan kandungan gula total buah manggis, menurut Pantastico
(1993) pektin dan selulosa merupakan karbohidrat cadangan yang juga dapat
berfungsi sebagai sumber potensial untuk pembentukan gula.

Asam Total Tertitrasi (ATT)

Hasil analisis kadar asam total tertitrasi (ATT) pada buah manggis
menunjukkan pola hiperbolik, yaitu peningkatan secara drastis terjadi dari umur
90 HSA hingga umur 100 HSA kemudian cenderung mulai menurun hingga
umur 115 HSA (Gambar 14).
38

ATT (ml NaOH/100 g)


11
10
9
8
7
6 y = -0.0211x 2 + 4.3574x - 214.82
5 R2 = 0.7517
4
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)
Gambar 14 Kadar asam total tertitrasi buah manggis pada berbagai
tingkat umur petik.

Penurunan kadar asam total tertitrasi daging buah manggis seiring dengan
peningkatan umur buah, diduga karena asam-asam tersebut digunakan sebagai
substrat dalam respirasi buah selama proses pematangan. Pada buah klimakterik
laju respirasi meningkat selama pematangan dan mencapai maksimum pada akhir
tahap proses pematangan (Pantastico 1989; Wills et al. 1989; Kays 1991).
Menurut Wills et al. (1989), asam-asam organik merupakan cadangan energi bagi
buah dan akan menurun seiring dengan terjadinya peningkatan metabolisme
selama proses pematangan buah. Asam-asam organik tersebut digunakan untuk
proses respirasi dan kemungkinan juga akan dikonversi menjadi asam askorbat
(vitamin C), sehingga kandungan vitamin C cenderung meningkat hingga umur
115 HSA seiring dengan terjadinya peningkatan proses pematangan buah
manggis.
Rendahnya asam total tertitrasi merupakan indikator bahwa proses
pematangan buah semakin cepat. Kays (1991) menyatakan bahwa sejumlah asam
organik merupakan komponen penting pada siklus asam trikarboksilat (daur
Krebs). Menurut Salisburry dan Ross (1995) daur Krebs melakukan pengambilan
beberapa elektron dari asam organik dan mengangkut elektron tersebut ke NAD
untuk membentuk NADH yang selanjutnya akan dioksidasi untuk menghasilkan
ATP. Pada beberapa jaringan tanaman yang konsentrasi asam-asam organiknya
tinggi, asam-asam organik tersebut merupakan cadangan energi yang siap
digunakan setelah produk tersebut dipisahkan dari tanaman, sehingga semakin
39

tinggi kandungan asam organik buah semakin tinggi pula daya simpan buah
tersebut.

Vitamin C

Hasil analisis vitamin C buah manggis pada berbagai tingkat umur petik (90
HSA sampai 115 HSA) menunjukkan adanya peningkatan kadar vitamin C
seiring dengan terjadinya peningkatan umur dengan grafik yang berbentuk
sigmoid. Kadar vitamin C masih rendah pada umur 90 HSA yaitu 27.41 mg/100 g
dan tertinggi pada umur 115 HSA yaitu 61.65 mg/100 g. Kadar vitamin C
meningkat sangat tajam, yaitu 29.14 mg/100 g pada umur 95 HSA menjadi 41.92
mg/100 g pada umur 100 HSA, terus meningkat hingga 105 HSA dan maksimum
pada 115 HSA (Gambar 15). Hasil uji lanjut menunjukkan kadar vitamin C pada
umur 105 HSA tidak berbeda nyata dengan pada umur 115 HSA. Hal ini berarti
pada umur 105 HSA kadar vitamin C buah manggis sudah cenderung stabil.
70
60
Vit.C (mg/100 g)

50
40
30
20
10
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)

Gambar 15 Kadar vitamin C buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.

Meningkatnya kadar vitamin C disebabkan oleh sintesis vitamin C secara


alami, di mana glukosa merupakan substrat dalam pembentukan vitamin C
melalui proses oksidasi. Jalur pentosa fosfat pada proses respirasi menghasilkan
asam askorbat. Salunkhe dan Desai (1984) menyatakan bahwa kandungan asam
askorbat berbeda pada tingkat kematangan dan meningkat sesuai dengan tingkat
kematangannya. Menurut Pantastico 1993 vitamin C meningkat pada saat buah
tua sampai matang dan menurun pada saat buah lewat matang, sehingga kadar
vitamin C dapat dijadikan sebagai indikator kematangan buah.
40

Auksin
Auksin merupakan hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan buah. Kandungan auksin kulit buah manggis pada berbagai tingkat
umur menunjukkan bahwa semakin tinggi umur buah maka kandungan auksinnya
semakin menurun. Penurunan kadar auksin terjadi secara linier sebagaimana
ditunjukkan oleh grafik regresi pada Gambar 16. Kandungan auksin terendah
terjadi pada umur 115 HSA yaitu 1.17 ppm, sementara pada umur 90 HSA
kandungan auksinnya 92.77 ppm (Gambar 15).

110
Kadar Auksin (ppm)

90
y = -3.8855x + 441.95
70 R2 = 0.9559
50

30

10

(10) 85 90 95 100 105 110 115 120

Umur Buah (hsa)

Gambar 16 Kandungan auksin kulit buah manggis pada berbagai


tingkat umur petik.

Kandungan auksin berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan


buah manggis, dimana auksin yang tinggi berkorelasi positif terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan buah manggis. Hal ini sejalan dengan
pertumbuhan diameter dan bobot buah manggis, yaitu pada umur 90-105 HSA
diameter dan bobot buah masih meningkat dan stabil pada umur 105 HSA,
kemudian menunjukkan laju pertambahan yang semakin menurun pada umur 110-
115 HSA seiring dengan terjadinya penurunan kadar auksin. Kadar auksin
menurun drastis pada umur 110-115 HSA.
Kandungan IAA yang tinggi pada buah yang lebih muda disebabkan
karena IAA diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan buah sehingga
buah-buah yang sudah stabil pertumbuhannya mempunyai kandungan IAA yang
cenderung lebih rendah. Menurut Davenport dan Nunez-Elisea (1997)
pertumbuhan buah tertinggi berkorelasi positif terhadap kandungan auksin.
Srivastava (2001) menyatakan bahwa kandungan IAA endogen lebih tinggi pada
41

jaringan-jaringan muda, seperti tunas ujung, kuncup dan daun muda, serta pada
buah-buah muda dibandingkan jaringan yang matang. Hal ini mengindikasikan
bahwa IAA disintesis pada jaringan-jaringan muda. Menurut Wattimena (1988)
dalam proses pemanjangan dan pembesaran sel IAA berperan mengaktifkan
pompa ion pada plasma membran sehingga dinding sel menjadi longgar, tekanan
dinding sel berkurang dan air masuk ke dalam sel sehingga terjadi pembesaran
dan pemanjangan sel. IAA juga berperan dalam penyusunan kembali komponen-
komponen penyusun dinding sel (polisakharida, glikoprotein) yang retak setelah
mengalami pembesaran.
Kadar auksin yang cenderung menurun seiring dengan peningkatan umur
buah, selain disebabkan oleh perkembangan morfologi buah (ukuran buah) yang
sudah optimal juga karena buah sudah mulai memasuki fase pematangan. Etilen
merupakan hormon yang berperan dalam proses pematangan. Menurut Hall dan
Morgen (1964) etilen dapat memicu aktivitas oksidase IAA yang akan menekan
sintesis dan mencegah aktivitas IAA. Hal ini menyebabkan pada saat etilen tinggi
(pada buah-buah yang tua) maka kandungan auksinnya rendah. Produksi auksin
yang rendah meningkatkan kepekaan zona absisi terhadap etilen. Peningkatan
kepekaan zona absisi terhadap etilen akan meningkatkan aktivitas enzim hidrolitik
seperti endoglukonase dan polygalakturonase. Peningkatan aktivitas kedua enzim
ini menyebabkan kerusakan ruang dinding sel dan pemisahan sel. Pemisahan sel
pada zona absisi menyebabkan gugurnya buah (Reid 1995).

Klorofil dan Antosianin

Perubahan warna yang terjadi dalam proses perkembangan buah


manggis disebabkan karena adanya perubahan pigmen. Pigmen yang diamati
adalah klorofil dan antosianin pada kulit buah. Berdasarkan hasil pengukuran
klorofil dan antosianin pada kulit buah manggis, terlihat bahwa kandungan
klorofil kulit buah manggis cenderung menurun dengan meningkatnya umur buah
(Gambar 17), sementara kandungan antosianinnya cenderung tetap (Gambar 18),
sehingga warna ungu akan lebih jelas terlihat dengan meningkatnya umur buah.
Menurut Harborne (1987) antosianin adalah pigmen berwarna kuat dan larut
42

dalam air, merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin.
Antosianin merupakan penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak,
merah, merah senduduk, ungu dan biru dalam daun, bunga, dan buah.

3.0

Klorofil (umol/100 g)
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)

Gambar 17 Kadar klorofil kulit buah manggis pada berbagai tingkat umur petik.
Antosianin (umol/100g)

50
40
30
20
10
0
85 90 95 100 105 110 115 120
Umur Buah (hsa)

Gambar 18 Kadar antosianin kulit buah manggis pada berbagai tingkat umur
petik.

Penurunan kandungan klorofil pada kulit buah manggis seiring dengan


meningkatnya umur buah disebabkan karena selama proses peningkatan umur
yang berarti terjadi peningkatan ketuaan dan kematangan buah terjadi degradasi
klorofil. Degradasi klorofil ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit
dari hijau menjadi coklat kemerahan dan pada akhirnya menjadi ungu kehitaman
seiring dengan meningkatnya umur buah.
Perubahan warna yang terjadi pada kulit buah manggis yang mengalami
proses pematangan disebabkan oleh adanya perubahan komposisi substrat dan
pigmen (Kader 1992), yang dalam hal ini adalah komposisi antara klorofil dan
antosianin. Degradasi klorofil merupakan salah satu pengaruh fisiologis etilen
43

pada proses pematangan komoditas hortikultura. Menurut Pantastico (1993),


etilen sangat aktif pada buah yang sedang mengalami pematangan, terutama pada
buah klimakterik. Penurunan klorofil kulit buah manggis yang terjadi pada
penelitian ini tidak terlihat secara nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
endokarp dan mesokarp kulit buah, dimana pengambilan sampel untuk analisis
klorofil dan antosianin dilakukan terhadap seluruh kulit buah (eksokarp, mesokarp,
dan endokarp) sementara secara visual klorofil dan antosianin terutama terdapat
pada bagian eksokarp.

Korelasi antar Parameter Morfologi dan Fisiologi

Pertumbuhan dan perkembangan suatu organ tanaman, termasuk buah


dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling terkait. Hasil uji korelasi menunjukkan
terjadi korelasi yang positif antara umur dengan bobot basah, bobot kering, kadar
air, padatan total terlarut, gula total, vitamin C dan diameter buah tetapi
berkorelasi negatif terhadap auksin dan klorofil. Korelasi positif juga terjadi antar
bobot basah, bobot kering, kadar air, padatan total terlarut, gula total, dan
diameter buah tetapi semua parameter ini berkorelasi negatif terhadap kadar
auksin. Asam total tertitrasi berkorelasi positif terhadap parameter lain yang
diamati kecuali dengan auksin berkorelasi negatif, tetapi korelasinya baik yang
positif maupun negatif tidak terjadi secara nyata (Tabel 2).
Perubahan-perubahan morfologi maupun fisiologi selama pertumbuhan
dan perkembangan buah manggis terjadi seiring dengan peningkatan umur buah.
Peningkatan bobot basah, bobot kering, dan diameter buah terjadi akibat adanya
pembesaran sel. Selama proses pembesaran sel terjadi penyerapan air yang
diperlukan untuk melarutkan zat-zat terlarut, sehingga terjadi penimbunan linarut.
Menurut Salisburry (1995) penimbunan linarut sering menyertai pertumbuhan.
Diperlukannya air dalam proses pembesaran sel menyebabkan terjadinya korelasi
positif antara kadar air buah dengan bobot basah (0.773), bobot kering (0.619),
dan diameter buah (0.186) (Tabel 2).
44

Tabel 2 Korelasi antar parameter morfologi dan fisiologi

Umur Diameter BB BK KA PTT Gula Ttl ATT Vit.C Auksin Klorofil Antosianin
Umur 1
Diameter 0.498* 1
BB 0.955** 0.396 1
BK 0.930** 0.421 0.975** 1
KA 0.730** 0.186 0.773** 0.619** 1
PTT 0.786** 0.303 0.764** 0.689** 0.793** 1
Gula Ttl 0.895** 0.521* 0.854** 0.854** 0.617** 0.713** 1
ATT 0.110 0.143 0.151 0.143 0.182 0.213 0.129 1
Vit.C 0.925** 0.410 0.913** 0.872** 0.758** 0.810** 0.901** 0.039 1
Auksin -0.963** -0.537* -0.918** -0.916** -0.632** -0.722** -0.894** -0.096 -0.893 1
Klorofil -0.326 -0.386 -0.319 -0.355 -0.121 -0.197 -0.372 0.098 -0.425 0.463 1
Antosianin -0.27 -0.246 -0.111 -0.106 -0.087 0.038 0.077 0.279 -0.008 -0.092 0.074 1

BB: Bobot basah, BK: Bobot kering, KA: Kadar air, PTT: Padatan total terlarut, ATT: Asam total tertitrasi
45

Peningkatan gula total, padatan total terlarut, dan vitamin C seiring


dengan peningkatan umur buah manggis mengindikasikan terjadinya
perkembangan buah. Sebagian besar padatan total terlarut pada buah manggis
berupa gula dalam bentuk glukosa, sukrosa, dan fruktosa yang sekaligus
merupakan kandungan gula utama pada buah manggis (Daryono dan Sosrodiharjo
1986). Glukosa-6PO4 yang merupakan hasil hidrolisis sukrosa pada jalur
pentosa fosfat dalam proses respirasi dapat berperan sebagai substrat dalam
pembentukan asam askorbat (Pantastico 1989) sehingga menunjukkan korelasi
yang positif (0.901) antara kadar gula total dengan kadar vitamin C pada buah
manggis.
Selama proses pematangan buah manggis kemungkinan terjadi konversi
asam-asam organik menjadi vitamin C karena selama proses pematangan buah
manggis asam total tertitrasi cenderung menurun sementara kandungan vitamin C
nya meningkat. Diduga hanya sebagian kecil asam-asam organik yang
dikonversi menjadi vitamin C ( ditunjukkan dengan korelasi positif yang sangat
kecil antara vitamin C dengan asam total tertitrasi yaitu 0.039). Asam-asam
organik berperan dalam proses respirasi, yaitu dalam siklus krebs sebagai
penyumbang elektron untuk menghasilkan ATP. Selain itu juga asam-asam
organik yang tersimpan pada organ tanaman dapat berperan sebagai cadangan
energi yang siap digunakan setelah organ tersebut dipisahkan dari tanaman
(Salisburry & Ross 1985).
Salah satu indikator kematangan buah manggis ditentukan dengan
terjadinya perubahan warna pada kulit buah. Perubahan warna pada kulit buah
manggis disebabkan oleh perubahan komposisi pigmen, yaitu antara klorofil
dengan antosianin (klorofil cenderung menurun sementara antosianin cenderung
stabil) sehingga warna kulit tampak semakin berwarna ungu dengan semakin
matangnya buah manggis. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi negatif
antara kadar klorofil dengan umur buah, bobot buah, diameter buah, kadar air,
padatan total terlarut, gula total, dan vitamin C, di mana peningkatan yang terjadi
pada parameter-parameter ini menunjukkan tingkat kematangan buah manggis.
46

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi sejumlah hormon,


diantaranya auksin. Hasil uji korelasi menunjukkan korelasi negatif antara kadar
auksin pada kulit buah dengan umur buah, bobot basah, bobot kering, kadar air,
padatan total terlarut, gula total, dan vitamin C. Hal ini disebabkan pengamatan
dilakukan terhadap buah manggis yang sudah mengalami proses pendewasaan dan
pematangan. Pada proses pendewasaan dan pematangan pertumbuhan dan
perkembangan buah sudah cenderung menurun. Srivastava (2001) menyatakan
bahwa kandungan IAA endogen lebih tinggi pada jaringan-jaringan muda, seperti
tunas ujung, kuncup dan daun muda, serta pada buah-buah muda dibandingkan
jaringan yang matang. Hal ini mengindikasikan bahwa auksin memang
diperlukan pada saat organ-organ tanaman masih muda untuk proses pertumbuhan
dan perkembangannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Proses pembungaan tanaman manggis secara visual diawali dengan inisiasi


tunas bakal bunga, pecah tunas bakal bunga, pembentukan kuncup, pertumbuhan
dan perkembangan kuncup, dan anthesis. Perkembangan buah manggis yang
merupakan buah apomiksis pada dasarnya sama dengan perkembangan buah-buah
non apomiksis, meliputi pertambahan ukuran, perubahan warna, peningkatan
kadar gula total, PTT, vitamin C dan kadar air, serta penurunan kadar asam dan
kadar auksin.
Pertumbuhan buah manggis membentuk kurva sigmoid yang ditunjukkan
dengan pertambahan diameter buah, bobot basah maupun bobot kering buah sejak
anthesis hingga 115 HSA. Tingkat pendewasaan buah manggis ditandai dengan
penurunan kandungan auksin dan klorofil, peningkatan bobot buah, diameter
buah, PTT, kadar gula total dan vitamin C, sedangkan ATT membentuk kurva
parabola. Bobot kering yang sudah cenderung konstan, kandungan gula total,
vitamin C, dan PTT yang tinggi serta kandungan ATT yang rendah dapat
dijadikan standar penentuan umur panen buah manggis.

Saran

Pemanenan buah manggis sebaiknya tidak hanya berdasarkan pada


perubahan warna kulit, tetapi juga harus memperhatikan perubahan-perubahan
fisiologis yang terjadi selama pertumbuhan dan pematangan buah, yang umur
petiknya disesuaikan dengan kondisi tempat tumbuhnya dan tujuan pasar.
DAFTAR PUSTAKA

Almeyda N, Martin FM. 1976. Cultivation of neglected tropical fruits with


promise Part I. The Mangosteen Agricultural Research Service USDA, 18
pp.
Alique R, Oliveira GS. 1994. Changes and organic acids in cherimoya (Aninona
cherimola, Mill) fruit under controlled atmosphere storage. J Agric Food
Chem 42:799-803.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1994.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Archbold DD. 1999. Carbohydrate availability modifies sorbitol dehydrogenase
activity of apple fruit. Physiol Plant 105:391-395.
Arriola MC, Calzada, Menchu JF, Rola C, Garcia R. 1980. Papaya. P.316-329.
In S. Nagy, Shaw PE (Eds). Tropical and Subtropical Fruits Composition,
Properties and Uses. AVI Publ. Westport Connecticut.
Asker SE, Jerling L. 1992. Apomixis in plants. CRC Press. London. 297 pp.
Bernier GB, Kinet JM, Sachs RM. 1985. Transition to reproductive growth. The
Physiology of flowering. Volume II. Florida: CRC Press. Inc. hlm. 1–90
Cox JEK. 1988. Garcinia mangostana – Mangosteen. p. 361–375. Di dalam:
Gardner, RJ and SA. Chaudori, editor. The Propagation of Tropical Fruit
Trees. FAO and CAB, England.
Davenport TL. R, Nunez-Elisea. 1997. Reproductive physiology. p.147-173. In
Litz RE (ed.). Mango, Botany, Production and Uses. CAB International,
Wallingford, Oxon, UK. 587p.
Daryono M, Sosrodiharjo S. 1986. Cara praktis penentuan saat pemanenan buah
manggis dan sifat-sifatnya selama penyimpanan. Bul Penel Hort 14(2):
39–42.
Departemen Pertanian. 2009. Ekspor komoditas utama subsektor hortikultura.
Pusat Data dan Informasi Pertanian. http//www/deptan.go.id. [8 Mei
2009].
Domínguez M, Vendrell M. 1993. Ethylene biosíntesis in banana fruit: evolution
or EFE activity and ACC level in peel and pulp during ripening. J Hort
Sci 68(1): 63–70.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Gunawan E. 2007. Hubungan agroklimat dengan fenofisiologi fanaman dan
kualitas buah manggis di lima sentra produksi di pulau Jawa [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hall WC, Morgan PW. 1964. Auxin ethylene interrelationships. Regulateurs
Narurels de la Croissance Vegetable, Centre National de la Recherche
Schientifique, p.727.
49

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. ITB Bandung.


Hempel FD, Welch DR, Feldman LJ. 2000. Floral induction and
determination:Where is flowering controlled?. Trends in Plant Science
5(1): 17–21.
Hidayat R. 2002. Kajian ritme pertumbuhan tanaman manggis (Garcinia
mangostana L) dan faktor-faktor yang mempengaruhi [disertasi]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Horn, CL. 1940. Existence of only one variety of cultivated mangosteen
explained by asecually formed seed. J. Science 92:237-238.
Juanasri. 2004. Pengaruh umur petik, pemberian giberelin dan spermdin terhadap
kualitas buah mangis [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Kader AA. 1992. Postharvest biology and technology:An overvier, p.15-20. In
A.A. Kader (Ed) Postharvest Technology of Horticultural Crops. Second
Edition. Barkeley: University of California.
Kader AA. 2004. Mangosteen. Recommendations for maintaining postharvest
quality.http://rics.ucdavis.edu/postharvest2/Produce/ProduceFacts/Fruit/
mangosteen.shtml. [2 Mei 2008].
Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perisable Plant Product. New
York:The AVI Publ. Company Inc.
Krishnmurthy S, Jain GV, Bhatia NL. 1960. Changes in the phisico-chemical
composition of mangoes during ripening after picking. J. Food Sci. 9: 277
Krishnamurthy S, Rao VNM. 1964. A Note in the flowers and floral biology in
mangosteen (Garcinia mangostana L). South Indian Hortic. 12(34): 99-
101.
Kitigawa H, Tarutani T. 1972. Studies on the colouring of Satsuma mandarin.
III. The ralation of method of ethylene treatment and degreening. J. Jap.
Soc. Hort. Sci. 40:190.
Leopold AC, Kriedmann PE. 1975. Plant Growth and Development. New York:
McGraw-Hill.
Lim AL. 1984. The Embryologi of Garcinia mangostana L. (Clusicaeae).
Garden Bulletin. Singapore. 37:93-103.
Lodh SB, Selvaraj Y. 1972. Paper chromatographic studies of anthocyanins in
grape variety “Bangalore Blue”. Ind. J. Hort.
Lodh SB, Pastastico ErB. 1993. Perubahan-perubahan Fisikokimiawi selama
pertumbuhan organ-organ penimbun. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
50

Marriott JM, Robinson M, Karikari K. 1981. Starch and sugar transformation


during the ripening of plantains and bananas. J Sci Food Agric 32:
1022–1026.
Marschner H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Second edition.
London: Academic Press Inc. p 201-254.
Miller EV, Winston JR, Schomer HA. 1940, Physiological studies of plastid
pigments on rinds of matruring orange. J. Agric. Res. 60:259.
Moore TC. 1979. Biochemistry and physiology of plant hormones. New
York:Springer-Verlag Inc. 274 hlm.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Naksone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. CAB International. New York,
USA, p.359-369.
Nitsch JP. 1951. In Plant Phisiology: A Treatise, Editor FC Steward. New
York. Academic Press.
Nugroho LH, Purnomo, Sumardi I. 2006. Struktur dan Perkembangan
Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Osman, Milan AR. 2006. Mangosteen–Garcinia mangostana. Southampton
Centre for Underutilised Crops, University Of Southampton, Southampton,
UK.
Pantastico ErB. 1993. Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Patern Cl, Glick BR. 2002. Role of Pseudomonas putide indole acetic acid in
development of the plant root system. Appl Environ Microbiol 68: 3795–
3801.
Poonachit U, Salakpetch S, Chandraparnik S, Hiranpradit H. 1997. Phenological
development and plant vigour affected mangosteen production.
Preceedings: International conference on tropical fruits, Kuala Lumpur,
Malaysia. 23-26 Juli 1997.
Popenoe W. 1974. Manual of tropical and Sub Tropical Fruits. 2ndbok. Hafner
Press. New York, 474p.
Poerwanto R. 2000. Teknologi Budidaya Manggis. Makalah disampaikan pada
Diskusi Nasional Bisnis dan Teknologi Manggis. Kerjasama Pusat Kajian
Buah-buahan Tropika LP-IPB dengan Direktorat Jenderal Hortikultura dan
Aneka Tanaman Departemen Pertanian. 11 p.
Rai IN. 2004. Fisiologi pertumbuhan dan pembungaan tanaman manggis
(Garcinia mangostana L.) asal biji dan sambungan [disertasi]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
51

Rai IN. 2006. Perubahan kandungan Giberelin dan Gula total pada fase-fase
perkembangan bunga manggis. Jurnal Hayati 13(3): 101-106.
Ramlan MF, Mahmud TMM, Hasan BM, Karim MZ. 1992. Studies on
photosynthesis on young mangosteen plants grown under several growth
conditions, Act Hort 321: 482 – 489.
Reid MS. 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative
Extension, University California. Division of Agriculture and Natural
Resources, California.
Richards AJ. 1990. Studies on Garcinia, dioecious tropical forest trees: the origin
of the mangosteen (Garcinia mangostana L.) Bot Jour Linn Soc 103:
301–308.
Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science and Art. John Wiley & Sons, Inc.
Canada.
Salunkhe, Desai DK BB. 1984. Postharvest Biotecnology of Vegetables. New
York: Inc. Boca Rafon.
Samson JA. 1989. Tropical Fruits–Longman Scientific and Technical. London.
335 p.
Sandra 2007. Pengembangan pemutuan buah manggis untuk ekspor secara non
destruktif dengan jaringan syaraf tiruan [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sedgley M, Griffin AR. 1989. Sexual Reproduction of Tree Crops. New York:
Academic Press.
Selvaraj Y, Kohli RR. 1972. Biochemicalchanges associated withgrowth and
development of Dwarf Cavendish banana. Ind. J Hort 28: 28.
Setiawan E. 2005. Produktivitas dan kualitas buah manggis pada berbagai posisi
cabang dalam tajuk [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Soule. 1985. Glossary for Horticultural Crops. John Willey and Sons, New
York.
Stopar M, Resmik M, Pongrac VZ. 2001. Non structural carbohydrate status
and CO2 exchange rate of apple fruitset at the time of abscission
influenced by shade, NAA or IBA. Hort Sci 87: 65-76.
Sims DA, Gamon JA 2002. Relationship between leaf pigment content and
spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and
developmental stages. Remote Sensing of environment 81: 337–354.
Sobir, Poerwanto R. 2007. Mangosteen genetics and improvement. International
Journal of Plant Breeding 1(2): 105–111.
Srivastava, LM. 2001. Plant Growth and Development. Academic Press.
London.
52

Sudarmadji, Haryono SB, Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan


Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 138 hal.
Suyanti, Roosmani ABST, Syaifullah. 1999. Pengaruh tingkat ketuaan terhadap
mutu pascapanen buah manggis selama penyimpanan. J Hort 9(1): 51-58.
Thomas SC. 1997. Geographic parthenogenesis in a tropicl forest tree. American
Journal of Botany 84, 1012-1015.
Unyanyar S, Topcouglu SF, Unyanyar A. 1996. A modified method for
extraction and identification of indole-3-Actic Acid (IAA), Giberelic Acid
(GA), Absisic Acid (ABA) and Zeatin produced by Phannochaeta
crysosporium. ME 446. Bulg J Plant phisiol 22: 105–110.
Van Stenis CGGJ. 2006. Flora . PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Verheij EWM, Coronel RE. 1992. Edible fruits and nuts [editorial]. Prosea 2:
177–181.
Von Loesecke, Von HW. 1949. Bananas: Chemistry, Phyusiology, and
Technology. Interescience Publ. Inc., New York. 189p.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU-IPB dan LSI IPB.
Bogor.
Wible J, Chackol JE, Downtoqn US. 1992. Mangosteen (Garcinia mangostana
L.) A Potential crop for tropical Northern Australia. Acta Hort 321: 132–
137.
Wills RHH, Lee TH, Graham D, Glasson WB Mc, Hall EG. 1989. Postharvest,
an introduction to the physiology and handling of fruits and vegetables.
The AVI Publ. Co. Inc Conecticut. 150p.
Wright CJ. 1985. Interactions between vegetative and reproductive growth. In
Wright CJ (Eds). Manipulation of fruiting. London.
Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosten Cultivation. FAO. Plant protection
paper 129. Food and Agriculture Organization of the United Nations,
Rome, 100 pp.

You might also like