You are on page 1of 6

Game ‘JagaSebas’: Solusi Alternatif Pencegahan Seks Bebas di Kalangan

Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19

dalam

Lomba Essay
Duta Remaja Sehat

Oleh:
I Dewa Ayu Istri Kania Maheswari Dewi

SMP NEGERI 2 DENPASAR


TAHUN 2022
GAME ‘JAGASEBAS’: SOLUSI ALTERNATIF PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI
KALANGAN REMAJA PADA MASA PANDEMI COVID-19

Oleh : I Dewa Ayu Istri Kania Maheswari Dewi

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang
dimulai antara usia 8-14 tahun. Pada masa peralihan ini, remaja mengalami perubahan fisik,
sosial, emosional, dan kognitif. Perubahan tersebut akan mempengaruhi semua aspek kehidupan
remaja, seperti fisik, psikologis dan sosial. Perubahan fisik yang dialami remaja berkaitan
dengan produksi hormon seks dalam tubuh, yang menyebabkan perubahan mood dan gairah
seksual. Ini adalah titik yang rentan, karena pada fase ini, remaja secara emosional tidak stabil,
selalu ingin tahu, dan suka mencoba hal-hal baru. Apabila tidak memiliki pegangan yang kuat,
remaja akan mudah terjerumus ke hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di
masyarakat pada umumnya, sehingga penyimpangan perilaku tidak dapat dielakkan lagi. Salah
satu bentuk penyimpangan perilaku di masa remaja yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak
adalah hubungan seks pranikah.
Seks pranikah merupakan perilaku seksual remaja yang berlangsung tanpa adanya ikatan
pernikahan. Seringkali, perilaku seks pranikah dilakukan saat remaja berpacaran. Berdasarkan
data dari Lembaga Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2017, tercatat 80%
wanita dan 84% pria mengaku pernah berpacaran. Kelompok umur 15-17 merupakan kelompok
umur mulai pacaran pertama kali (Nida, 2020). Kebanyakan wanita dan pria mengaku saat
berpacaran melakukan berbagai aktivitas, diantaranya berpegangan tangan, berpelukan, cium
bibir, meraba atau diraba, dan berhubungan seksual. Sebanyak 59% wanita dan 74% pria
melakukan hubungan seks pranikah pertama kali pada umur 15-19 tahun dengan persentase
tertinggi pada umur 17 tahun yaitu 19%.
Tingginya kasus seks pranikah didorong oleh beberapa faktor. Menurut Aryani (2010),
faktor yang mendorong prilaku seks pranikah, antara lain adanya dorongan biologis, pemberian
fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan, pergeseran nilai-nilai moral dan etika di
masyarakat, serta kemiskinan. Sedangkan Seotjiningsih (2006) menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua – remaja
yang buruk, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan terpapar
media pornografi. Berdasarkan riset Norton Online Family pada tahun 2010, diketahui 96 %
anak-anak berusia 10-17 tahun di Indonesia pernah membuka konten negatif , menghabiskan 64
jam per bulan untuk online dan ternyata 36% orang tua tidak mengetahui konten apa saja yang
diakses oleh anak karena minimnya pengawasan (Tempo Interaktif, 2010). Lembaga swadaya
masyarakat Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia menyebutkan bahwa penetrasi konten
pornografi terhadap anak di Indonesia termasuk terentan kedua setelah Rusia (Tempo Interaktif,
2010).
Hubungan seks pranikah memiliki dampak buruk bagi remaja, yaitu resiko terkena
penyakit menular seksual (seperti HIV/AIDS, gonore, sifilis, dan herpesgenitalis), kehamilan
yang tidak diinginkan serta trauma. Melihat dampak yang diakibatkan prilaku seks pranikah, kita
tidak bisa tinggal diam. Sebagai generasi muda banyak cara yang bisa kita lakukan untuk
memutus rantai seks pranikah di kalangan remaja, salah satunya adalah dengan memberikan
edukasi kepada rekan-rekan sebaya melalui kegiatan sosialisasi. Mengingat akrabnya remaja
dengan gadget, maka sosialisasi sex education ini pun lebih efektif melalui gadget.
Pandemi Covid-19 tidak menjadi halangan untuk memberikan edukasi kepada para
remaja. Ada berbagai media yang dapat dimanfaatkan, tanpa perlu mengadakan pertemuan
langsung. Berdasarkan hasil survei CNBC Indonesia terhadap anak muda ASEAN yang
dipaparkan pada webinar peluncuran WEF Youth Survey (2020), sebanyak 68.574 orang muda
berusia antara 16-35 tahun mengikuti survei tersebut, 87% di antaranya menyatakan bahwa
mereka meningkatkan penggunaan setidaknya satu alat digital selama pandemi Covid-19.
Ditekankan pula dalam forum itu, Indonesia dan Singapura memiliki dorongan yang lebih besar
untuk adopsi digital. Dari 68.574 orang yang mengisi survei, sebanyak 20.397 di antaranya
berasal dari Indonesia. Aplikasi yang mereka gunakan ada empat yang paling populer, yaitu
aplikasi media sosial, pendidikan online, belanja online, dan pertemuan virtual. Hal ini yang
membuat penulis sebagai generasi muda sangat yakin bahwa teknologi merupakan jalan terbaik
sebagai usaha pencegahan dan penanggulangan seks pranikah di kalangan remaja saat pandemi
Covid-19. Tinggal sekarang, kita menentukan konten yang kita gunakan untuk itu.
Berbicara tentang konten yang cocok digunakan dalam usaha pencegahan dan
penanggulangan seks pranikah, tentunya penulis harus memikirkan hal yang menarik bagi
sasaran, yakni para remaja. Dilansir dari CNN Indonesia dalam artikelnya yang berjudul "5 Cara
Atasi Kebosanan Anak saat Belajar dari Rumah", salah satu cara mengatasi kebosanan anak
adalah bermain game online bersama teman. Hal ini membuat penulis sangat yakin bahwa game
online bisa menjadi konten yang tepat dalam usaha pencegahan dan penanggulangan seks
pranikah.
Game online yang menarik untuk remaja biasanya yang mengandung tantangan. Untuk
itulah, dalam hal ini, penulis mengusung Game JagaSebas (Remaja Cegah Seks Bebas) sebagai
usaha membantu pemerintah dalam mencegah seks bebas di kalangan remaja. Game ini bisa
dibuat dalam konsep aplikasi ataupun hanya dalam konsep sederhana yang akrab dengan para
peserta didik, yakni power point. Dalam game ini akan diceritakan tentang seorang remaja yang
dihadapkan dengan beberapa perilaku yang mendukung pencegahan seks bebas. Setiap perilaku
yang dipilih akan menunjukkan akibat yang akan didapatnya. Jika remaja tersebut terlanjur
memilih pilihan perilaku yang mendukung seks bebas, remaja akan dihadapi lagi dengan pilihan
tindakan yang harus dilakukan. Apabila remaja kembali salah memilih, remaja akan mendapati
dirinya dalam keadaan mendekati kematian yang dalam permainan disebut dengan game over.
Untuk mengisi pilihan-pilihan dalam permainan itu diperlukan adanya kerja sama dengan pihak
terkait yang sangat memahami tentang hal-hal dalam permainan tersebut, yakni perilaku yang
mendukung pencegahan seks bebas, perilaku yang menyebabkan seks bebas, hingga tindakan
yang harus dilakukan yang berkenaan seks bebas.
Contoh sederhananya, saat membuka salindia (slide) 1 Game JagaSebas, remaja akan
mendapati dirinya sebagai pemain. Pemain akan mengklik ‘Bermain’ untuk memainkan
permainan. Pada salindia berikutnya, pemain dihadapkan dengan pilihan tentang pengetahuan
Seks Bebas yakni, “Apa itu Seks Bebas?” Di salindia itu ada 2 pilihan, yakni pilihan dengan
jawaban yang benar dan yang salah. Jika pemain menjawab benar, pemain bisa melanjutkan
permainan ke salindia berikutnya. Jika pemain menjawab salah, pemain akan melanjutkan ke
salindia yang berisi tentang segala hal yang berhubungan dengan seks bebas hingga akhirnya
pemain berhak untuk melanjutkan permainan ketika sudah mengklik ‘Paham’. Di salindia
berikutnya, pemain dihadapkan lagi dengan beberapa pilihan tentang apa yang akan mereka
lakukan untuk mencegah terjadinya seks bebas, misalnya ‘Apa yang kamu lakukan jika melihat
konten porno dalam iklan di sosial mediamu?” pilih antara ‘penasaran’; ‘langsung
meng’klik’nya’; ‘meng’skip’nya’; ‘menonton bersama teman’; dan lainnya. Para pemain akan
mendapati dirinya di salindia berikutnya dengan akibat dari pilihan yang dikliknya. Jika pemain
memilih hal yang berdampak terjadinya seks bebas, di salindia akibat tersebut, pemain
dihadapkan lagi dengan pilihan tentang ‘apa yang harus kamu lakukan selanjutnya?’. Di sini,
pemain harus memilih hal yang harus dilakukan untuk tetap bertahan hidup (karena sudah
terjangkit akibat seks bebas) agar bisa melanjutkan permainan dan tidak sampai pada salindia
terakhir, yakni ‘kematian’; alias game over.
Konten permainan ini penulis yakini sangat mudah diikuti oleh para remaja karena
dikemas dengan menarik dan bahkan tidak memiliki kendala jaringan atau kuota karena hanya
menggunakan power point. Selain itu, sistem permainan sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh
pihak terkait meskipun dengan konten dan konteks manual, seperti yang telah dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Surabaya pada tahun 2015 yang memilih konsep ular tangga sebagai media
edukasi kesehatan reproduksi, terutama pencegahan HIV-AIDS.
Tujuan dari game JagaSebas ini tentunya akan terealisasi dengan baik apabila ada kerja
sama dari pihak-pihak terkait, seperti dinas kesehatan, LSM di bidang kesehatan remaja, pihak
sekolah, hingga orang tua. Kedepannya, penulis berharap dalam sosialisasi game JagaSebas ini
para remaja bisa menyadari segala hal tentang Seks bebas/ seks pranikah dan bahkan bisa
membantu untuk menemukan alternatif lain yang lebih menarik dalam usaha pencegahan seks
bebas di kalangan remaja dalam masa pandemi Covid-19.

DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Rifan. 2020. Apa itu Seks Bebas? Ketahui Penyebab dan Dampak Buruknya. Jakarta:
Arkadia Digital News.

Aryani, R.(2010). Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Salemba Medika: Jakarta

Nida, Najwa Hasna. 2020. Perilaku Sekspranikah Remaja.


http://dp3ap2.jogjaprov.go.id/berita/detail/559-perilaku-seks-pranikah-remaja diakses pada
28 Januari 2022 pukul 17.05

Purnama, Diana Septi. 2020. Pentingnya “Sex Education” Bagi Remaja. Jawa Barat: Universitas
Negeri Yogya.

Sari, Diah Novita, Dkk. 2018. Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin, dan Pendorong
Terhadap Perilaku Seksual di SMA. Medan: Jurnal kesehatan global.

Sebayang, Reiha. 2020. Di Tengah Pandemi, Penggunaan Teknologi Meningkat Pesat. Jakarta:
CNBC Indonesia.

Soetjiningsih, dkk.(2006). Buku Ajar : Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya.


Cetakanke II. Jakarta: Sagung Seto.
Tim CNN. 2021. 5 Cara Atasi Kebosanan Anak Saat Belajar dari Rumah. Jakarta: CNN
Indonesia

You might also like