You are on page 1of 16

PEMODELAN PREVALENSI PENYAKIT KUSTA DI JAWA TIMUR

DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED


REGRESSION
Christopher Andreas1, Horidah Horidah2, Rizza Sulistiana3, Dhyana Venosia4, dan Nur
Chamidah5
1,2,3,4,5
Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
e-mail: 1christopher.andreas-2018@fst.unair.ac.id, 2horidah-2018@fst.unair.ac.id, 3rizza.sulistiana-
2018@fst.unair.ac.id, 4dhyana.venosia-2018@fst.unair.ac.id, 5nur-c@fst.unair.ac.id

Abstrak
Indonesia merupakan penyumbang kasus baru penyakit kusta tiga terbesar lingkup dunia, dengan Jawa Timur
sebagai provinsi yang berkontribusi tertinggi. Hal ini membuat pemerintah menetapkan target rencana aksi guna
mengeliminasi kusta di Indonesia. Penyakit kusta tergolong penyakit menular sehingga penyebaran penyakit ini
dipengaruhi faktor lingkungan geografis. Oleh sebab itu, digunakan metode Geographically Weighted Regression
(GWR) karena dapat mengestimasi nilai parameter disetiap titik pengamatan melalui aspek spasial. Pada
pemodelan prevalensi penyakit kusta di Jawa Timur, dengan persentase rumah tangga yang menggunakan fasilitas
mandi, cuci, kakus bersama (𝑋1 ), persentase rumah tangga yang belum memiliki akses terhadap sanitasi layak
(𝑋2 ), dan jumlah penduduk miskin (𝑋3 ) memberi pengaruh signifikan terhadap prevalensi penyakit kusta di Jawa
Timur, dengan sebaran kabupaten dan kota yang dipengaruhi secara signifikan masing – masing sebanyak 26,32%,
18,42%, dan 39,47%. Selain itu, hasil pemodelan GWR menunjukkan akurasi dan kebaikan model yang lebih baik
daripada model regresi global yang ditinjau berdasarkan nilai Symmetric Mean Absolute Percentage Error
(sMAPE) dan Akaike Information Criterion (AIC), yang masing-masing sebesar 12,14% dan -73,124. Pada
penelitian ini, diketahui bahwa prevalensi penyakit kusta tertinggi di Jawa Timur terjadi di Kabupaten Sumenep
dengan nilai prevalensi sebesar 2,06. Untuk mencapai target eliminasi kusta yang ditetapkan pemerintah, maka
Pemerintah Kabupaten Sumenep dapat menurunkan nilai persentase rumah tangga yang belum memiliki akses
terhadap sanitasi layak (𝑋2 ) hingga mencapai 12,01% dan jumlah penduduk miskin (𝑋3 ) hingga mencapai 13,215
ribu jiwa. Pemerintah Jawa Timur perlu fokus untuk menanggulangi variabel-variabel yang signifikan disetiap
wilayah masing-masing kabupaten atau kota, supaya bisa menurunkan prevalensi kusta sampai target yang
ditetapkan oleh pemerintah. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai landasan dalam merumuskan rekomendasi
kebijakan di setiap kabupaten dan kota di Jawa Timur guna mencapai target eliminasi kusta yang ditetapkan
pemerintah.
Kata Kunci : Analisis Spasial, Eliminasi Kusta, Metode GWR, Prevalensi Penyakit Kusta, Regresi Global.
Abstract
Indonesia is the largest contributor to new cases of leprosy in the world, with East Java as the province with the
highest contribution. This has made the government set a target for an action plan to eliminate leprosy in
Indonesia. Leprosy is classified as an infectious disease so that the spread of this disease is influenced by
geographical environmental factors. Therefore, the Geographically Weighted Regression (GWR) method is used
because it can estimate the parameter value at each observation point through the spatial aspect. In modeling the
prevalence of leprosy in East Java, with the percentage of households using shared bathing, washing, and latrine
facilities (𝑋1 ), the percentage of households that do not have access to sanitation feasible (𝑋2 ), and the number
of poor people (𝑋3 ) had a significant influence on the prevalence of leprosy in East Java, with the distribution of
districts and cities being significantly affected respectively by 26.32%, 18.42 %, and 39.47%. In addition, the
results of the GWR modeling show that the accuracy and goodness of the model are better than the global
regression model reviewed based on the Symmetric Mean Absolute Percentage Error (sMAPE) and Akaike
Information Criterion (AIC) values, which are 12,14% and -73,124, respectively. In this study, it was found that
the highest prevalence of leprosy in East Java occurred in Sumenep Regency with a prevalence value of 2,06. To
achieve the leprosy elimination target set by the government, the Sumenep Regency Government can reduce the
percentage of households that do not have access to proper sanitation (𝑋2 ) to 12,01% and the number of poor
people (𝑋3 ) to reach 13,215 thousand inhabitants. The East Java government needs to focus on tackling significant
variables in each district or city, in order to reduce the prevalence of leprosy to the target set by the government.
The results of the study can be used as a basis for formulating policy recommendations in every district and city
in East Java to achieve the leprosy elimination target set by the government.
Keyword : Spatial Analysis, Elimination of Leprosy, GWR Method, Prevalence of Leprosy, Global Regression.

Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 33
PENDAHULUAN ditetapkan untuk tahun 2020, dimana angka
Berdasarkan Sustainable Development yang ditetapkan akan berubah-ubah setiap
Goals (SDGs), penyakit menular atau tahunnya dan cenderung menurun. Hal ini,
infectious disease merupakan salah satu fokus mengindikasikan bahwa terjadinya
kajian utama di bidang kesehatan. Salah satu keterlambatan penemuan kasus penyakit kusta
penyakit menular tersebut adalah penyakit baru berpotensi dapat dicegah (Kemenkes,
kusta. Dalam buku rencana aksi SDGs yang 2021a). Meskipun demikian, penanggulangan
dikeluarkan oleh Bappenas pada tahun 2020, kusta di Indonesia perlu terus ditingkatkan.
salah satu target rencana aksi SDGs bidang Beberapa strategi yang diperlukan untuk
kesehatan di Indonesia adalah mengakhiri memenuhi target penanggulangan kusta di
epidemi Acquired Immune Deficiency Indonesia telah tertuang pada UU Nomor 11
Syndrome yang biasa disebut dengan AIDS, Tahun 2019 tentang penanggulangan kusta
Tuberkulosis yang biasa disebut dengan TBC, pada Bab 2 Pasal 2 Ayat 1 & 3 yang berisi
malaria, dan penyakit tropis seperti filariasis tentang target eliminasi kusta di Indonesia.
dan kusta (Bappenas, 2020). Salah satu Perwujudan terhadap penanggulangan terkait
penyakit kulit menular ialah penyakit kusta. kasus penyakit kusta baru tersebut merupakan
Penyakit ini dipicu oleh bakteri suatu tanggung jawab yang dimiliki oleh
Mycobacterium Leprae. Penyakit Kusta ini seluruh golongan masyarakat seperti
biasa dikenal dengan sebutan “The Great tercantum pada UU Nomor 11 Tahun 2019
Imitator Disease”. Hal ini, karena keberadaan Pasal 5 Ayat (1).
kusta sulit untuk terindentifikasi melalui gejala Indonesia adalah sebuah negara kesatuan
yang ditimbulkan (Tami, 2019). Penyakit kusta dengan 34 provinsi, dimana Jawa Timur
pada umumnya menyerang bagian kulit, merupakan satu diantara provinsi lainnya yang
mukosa pada saluran pernapasan, mata, dan terindikasi memiliki beban terhadap penyakit
saraf tepi. Penanganan terhadap terjadinya kusta tertinggi. Hal ini, membuat provinsi
kasus penyakit kusta yang belum memadai Jawa Timur menjadi provinsi dengan
akan menyebabkan penyakit kusta penyumbang kontribusi yang besar mengenai
berkembang. Penderita penyakit kusta dapat jumlah pada kasus penyakit kusta yang ada di
mengalami masalah pada bagian kulit, mata, negara Indonesia (Ritianty dkk., 2020). Maka,
saraf, dan anggota gerak tubuh. Jawa Timur terindikasi sebagai provinsi
Negara Indonesia ialah salah satu dari dengan jumlah banyaknya penyakit kusta
sekian negara berkembang yang berpotensi tertinggi yang berada di Indonesia (Kominfo
terindikasi menjadi negara penyumbang Jatim, 2020). Selama tahun 2019 hingga 2020,
terhadap kasus baru pada penyakit kusta urutan pengendalian kasus kusta di Jawa Timur
ke-3 terbesar lingkup dunia terkait jumlah mengalami peningkatan yang ditinjau
kasus yang diciptakan sebesar 8% terhadap berdasarkan mengecilnya penemuan kusta dari
kasus kusta yang ada di dunia dimana 9.061 8,06 menjadi 4,19 per 1.000.000. Guna
kasus baru kusta ditemukan (Kemenkes, mewujudkan eliminasi kusta di Indonesia,
2021a). Fenomena penyakit kusta tahun 2020 khususnya pada Provinsi Jawa Timur,
teridentifikasi penemuan kasus baru sebanyak pengoptimalan faktor yang diasumsikan
11.173 di Indonesia dengan 86% diantaranya berpengaruh signifikan pada penyakit kusta
adalah kusta bertipe Multibasiler atau MB harus dilakukan. Maka, dilakukan suatu
(Kemenkes, 2021b). Pendeteksian terjadinya penelitian guna membentuk pemodelan
kasus baru penyakit kusta diperlukan untuk statistika terkait prevalensi kasus penyakit
mengendalikan peningkatan kasus baru kusta di Jawa Timur sehingga faktor yang
penyakit kusta yang terjadi. Dalam meninjau mempengaruhi jumlah kasus pada penyakit
terkait keberhasilan pendeteksian kasus kusta dapat diidentifikasi dengan jelas.
penyakit kusta baru dapat dilakukan dengan Penelitian terkait telah dilakukan oleh
penerapan penggunaan indikator terhadap Pertiwi, dkk. (2020), yang menyimpulkan
angka kecacatan pada tingkat-2. Sebesar 1,18 bahwa persentase rumah sehat memberikan
dari 1.000.000 jumlah penduduk, merupakan pengaruh terkait jumlah terkait kasus pada
angka kecacatan pada tingkat ke-2 yang penyakit kusta untuk kabupaten atau kota yang
34 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132
berada di Jawa Timur. Kemudian, menurut residensial. Kemudian, estimasi parameter
Zuhdan dkk. (2017), kondisi mengenai yang ada pada model melalui GWR digunakan
ekonomi keluarga dengan pendapatan yang Weighted Least Square yang biasa disebut
kurang serta kebersihan yang buruk individu dengan WLS dengan menggunakan pembobot
mempengaruhi peningkatan jumlah kasus fungsi kernel gaussian. Maka, dapat
penyakit kusta. Maka, dapat diduga faktor disimpulkan bahwa pemodelan dengan
terkait yang dapat mempengaruhi terjadinya menggunaan model GWR lebih akurat
kasus penyakit kusta antara lain terkait aspek daripada model yang diperoleh melalui regresi
kebersihan dan ekonomi. Oleh sebab itu, linier karena model GWR digunakan dengan
penduga variabel yang digunakan dalam tujuan untuk memperoleh titik pengamatan
memodelkan terkait kasus mengenai penyakit dengan perbedaan hasil nilai parameter yang
kusta untuk kabupaten atau kota yang berada tidak dapat dilakukan jika menggunakan
di Jawa Timur antara lain, fasilitas Mandi, regresi global (Widayaka dkk, 2016). Selain
Cuci, Kakus Bersama (MCK Bersama), itu, terkait variabel yang signifikan untuk
sanitasi belum layak, dan penduduk miskin. setiap daerah pada model GWR adalah
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, berbeda.
memiliki kaitan yang erat dengan fokus kajian Berdasarkan uraian diatas, dalam hal ini
bersama di bidang kesehatan yang tertuang peneliti menduga bahwa persebaran kasus
dalam SDGs yaitu water-borne disease dan terkait penyakit kusta disebabkan oleh kondisi
water, sanitation, and hygiene. geografis yang terjadi pada kabupaten atau
Kemudian, dalam upaya memetakan kota yang berada di Jawa Timur. Fenomena
penyakit kusta untuk setiap kabupaten atau ini, diduga karena adanya faktor kedekatan
kota yang berada di Jawa Timur digunakan wilayah yang memberikan pengaruh sehingga
pendekatan spasial. Pada pendekatan spasial penggunaan metode GWR telah dianggap
menggunakan penaksiran dengan titik sesuai. Pada kasus ini, diharapkan dengan
pengamatan, sehingga memperoleh nilai menggunakan model GWR, diperoleh nilai
parameter yang berbeda-beda (Widayaka dkk, parameter yang berbeda untuk setiap
2016). Dalam hal ini, pada model regresi kabupaten atau kota yang berada di Jawa
spasial terdapat spatial dependence dan spatial Timur sehingga hasil estimasi prediksi yang
heterogeneity sebagai efek spasialnya. Salah diperoleh sesuai dengan realita di lapangan.
satu pendekatan spasial yakni metode Menurut Muharry (2014), kebersihan dan
Geographically Weighted Regression yang ekonomi merupakan salah satu faktor risiko
biasa disebut dengan GWR. Pemilihan metode yang mempengaruhi terjadinya penyakit kusta.
GWR dilakukan untuk memperoleh nilai Analisis pemodelan prevalensi kasus penyakit
parameter setiap titik pengamatan pada data kusta yang dipengaruhi oleh variabel yang
yang bersifat kontinu melalui aspek spasial meliputi aspek kebersihan dan ekonomi
(Widayaka dkk, 2016). Metode GWR, dengan metode GWR menjadi kebaharuan
merupakan suatu metode yang dapat penelitian ini. Pada penelitian sebelumnya,
digunakan dalam melakukan pemodelan Muharry (2014) menggunakan desain studi
variabel independen terhadap variabel kasus kontrol dengan kesimpulan yang
dependen dengan melibatkan unsur wilayah. diperoleh yaitu kondisi ekonomi keluarga
Keuntungan dari model GWR yaitu dapat rendah dan kebersihan perorangan buruk
melakukan suatu pemodelan berdasarkan mempengaruhi terjadinya penyakit kusta.
faktor wilayah yang tidak dapat dilakukan Kemudian, dengan metode yang sama Zuhdan
dalam pemodelan regresi klasik. Dziauddin & dkk (2017), menyimpulkan bahwa faktor yang
Idris (2017), mengemukakan bahwa pada berpengaruh terhadap kejadian penyakit kusta
model GWR memiliki sebuah kemampuan antara lain tingkat pendidikan rendah, lama
dalam menghasilkan hasil yang akurat karena kontak ≥ 1 tahun, status gizi buruk, kondisi
mampu memberikan perbedaan atribut pada ekonomi keluarga yang berpendapatan kurang,
efek spasial di setiap wilayah berdasarkan dan kebersihan perorangan yang buruk.
daerah geografisnya terkait nilai suatu properti Penelitian ini secara khusus juga memberikan

Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 35
kontribusi berupa pemetaan wilayah terkait itu, terdapat variabel pada aspek kebersihan
kasus penyakit kusta sehingga pemerintah dan ekonomi yang diduga mempengaruhi
Jawa Timur dapat mempersiapkan upaya persebaran penyakit kusta.
tracing dengan lebih sigap agar kasus yang Fasilitas Mandi, Cuci, Kakus Bersama
terjadi tidak meluas ke seluruh daerah, serta (MCK Bersama)
sebagai landasan dalam membuat kebijakan Menurut BPS, sejak tahun 2019
untuk mengeliminasi penyakit kusta penggunaan MCK bersama merupakan salah
khususnya di Jawa Timur, sesuai dengan satu indikator rumah tangga yang memiliki
tujuan dalam SDGs. akses terhadap sanitasi layak yang digunakan
TINJAUAN PUSTAKA secara bersama pada Anggota Rumah Tangga
(ART). MCK bersama memiliki hubungan
Prevalensi Penyakit Kusta
yang erat dengan rumah dan lingkungan,
Prevalensi penyakit kusta per 10.000
sehingga dapat mempengaruhi kesehatan.
penduduk didefinisikan sebagai jumlah kasus
Kebersihan MCK yang digunakan bersama
kusta yang terdaftar per 10.000 penduduk pada
menentukan keberlangsungan berkembang-
wilayah dan kurun waktu tertentu (Ernawati
biaknya berbagai macam bakteri, salah satunya
dkk., 2016). Berdasarkan definisi tersebut,
bakteri kusta. Kondisi MCK bersama yang
dapat diperoleh rumus untuk menghitung
sehat, dapat mencegah penularan dan
prevalensi penyakit kusta di suatu wilayah
kemunculan penyakit, terutama penyakit kusta
sebagai berikut.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑘𝑢𝑠𝑡𝑎 yang memiliki keterkaitan yang erat dengan
𝑝𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 = kebersihan MCK (Putri dkk., 2021).
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
× 10.000 Sanitasi Belum Layak
Pemerintah pusat menetapkan target Menurut Rasyidah (2019), akses terhadap
eliminasi penyakit kusta berdasarkan sanitasi yang belum layak menyebabkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik timbulnya berbagai macam penyakit yang
Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang disebabkan oleh faktor kebersihan. Salah satu
Penanggulangan Kusta Pasal 2 Ayat 1 penyakit yang berpotensi dapat ditimbulkan
(Kemenkes, 2019). Indikator untuk mencapai dari pengaruh sanitasi yang belum layak
target eliminasi kusta sesuai dengan yang adalah penyakit kusta. Sanitasi belum layak
ditetapkan oleh pemerintah pusat adalah sebagaimana yang dimaksud antara lain akses
kurang dari 0,0001 atau dengan kata lain tidak memadainya akses air bersih, tidak
apabila prevalensi kasus penyakit kusta di sehatnya fasilitas jamban, dan perilaku
suatu daerah melebihi target tersebut maka mencuci tangan yang higienis (Olo dkk.,
daerah tersebut belum memenuhi target 2021). Hal ini disebabkan oleh air yang
penanggulangan kusta. merupakan perantara penularan penyakit kusta
Kategori beban kusta dapat diklasifikasikan sekaligus bertindak sebagai reservoir untuk
menjadi 2 diantaranya beban kusta tinggi (high Mycobacterium leprae (Siswanti & Wijayanti,
burden) dan beban kusta rendah (low burden) 2018).
(Indayani dkk., 2017). Suatu daerah dikatakan Penduduk Miskin
memiliki beban kusta tinggi apabila jumlah 6. Konsep penduduk miskin menurut
kasus baru kusta lebih dari 0,0001 penduduk Badan Pusat Statistik (2020) adalah penduduk
dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000 dengan rata-rata pengeluaran per kapita tiap
kasus. Sementara itu, daerah yang memiliki bulan berada di bawah garis kemiskinan. Garis
beban kusta rendah adalah daerah yang kemiskinan sebagaimana yang dimaksud
memiliki jumlah kasus baru kusta kurang dari meliputi Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
0,0001 penduduk. dan Garis Kemiskinan Non-Makanan
Faktor Penyebab Penyakit Kusta (GKNM). Dalam hal ini, tingkat ekonomi
Persebaran penyakit kusta di Jawa Timur dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena
dipengaruhi oleh kondisi geografis. Hal ini ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
disebabkan adanya keterkaitan antara daerah sehari-hari sehingga kebutuhan akan kesehatan
yang satu dengan daerah yang lainnya. Selain belum tentu terjamin. Hal ini membuktikan
36 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132
bahwa penderita kusta didominasi oleh dan 𝑣𝑎𝑟(𝐼) adalah variansi dari indeks moran.
kelompok dengan sosial ekonomi rendah atau Asumsi autokorelasi spasial dapat terpenuhi
dapat dikatakan miskin (Muntasir dkk., 2018). dalam taraf signifikansi 𝛼 apabila |𝑍(𝐼)| > 𝑍𝛼
2

Analisis Regresi Linier Berganda atau nilai p-value < 𝛼.


Untuk mengetahui hubungan fungsional Heterogenitas spasial terjadi karena adanya
antara beberapa variabel prediktor dengan satu keragaman antar lokasi observasi. Dalam hal
variabel respon maka digunakan analisis ini, uji Breusch-Pagan digunakan untuk
regresi (Paolella, 2019). Secara umum, model mengetahui adanya heterogenitas spasial
regresi linier berganda sebagai berikut: (Fatati dkk., 2017). Statistik uji untuk asumsi
𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋𝑖1 + ⋯ + 𝛽𝑝−1 𝑋𝑖𝑝−1 + 𝜀𝑖 ini adalah sebagai berikut:
1
Dengan 𝑌𝑖 adalah variabel respon pengamatan 𝐵𝑃 = [𝒇𝑻 𝒁(𝒁𝑻 𝒁)−1 𝒁𝑻 𝒇]~2𝑝
2
ke-i, 𝛽0 adalah konstanta atau intersep, 𝛽1 𝜀2
adalah parameter regresi variabel prediktor 1 dengan 𝑓𝑖 = (𝜎𝑖2 − 1) dan 𝒁 adalah matriks
pengamatan ke-i, 𝑋𝑖1 adalah variabel prediktor dengan ukuran 𝑛 × (𝑝 + 1). Matriks tersebut
1 pengamatan ke-i, p adalah jumlah prediktor berisi vektor yang telah dinormalkan (𝑧) untuk
dan 𝜀𝑖 adalah galat pengamatan ke-i. setiap pengamatan. Sementara 𝜀𝑖2 adalah galat
Pada analisis regresi, terdapat asumsi yang pengamatan ke-i, 𝜎 2 adalah varians galat, dan
harus terpenuhi untuk mendapatkan estimator p adalah jumlah prediktor.
tidak bias dan memiliki variansi minimum Asumsi heterogenitas spasial dapat terpenuhi
dengan metode kuadrat terkecil. Asumsi dalam taraf signifikansi 𝛼 apabila 𝐵𝑃 >
tersebut yaitu galat harus berdistribusi normal, 𝜒 2 𝛼(𝑝−1) atau nilai p-value < 𝛼.
tidak terjadi kasus multikolinieritas dan
heteroskesdastisitas, serta tidak ada Geographically Weighted Regression
autokorelasi dalam galat apabila data berupa (GWR)
data time series (Olive, 2017; Andreas, dkk., 7. Pada dasarnya, Geographically
2021). Weighted Regression (GWR) merupakan
metode yang didasarkan pada model regresi.
Asumsi Spasial Dalam Analisis Data Spasial
Setiap lokasi memiliki nilai parameter regresi
Pada analisis data spasial, terdapat asumsi
yang berbeda dalam metode GWR (Chamidah
yang harus terpenuhi yaitu autokorelasi spasial
dkk.,2014) Hal ini dikarenakan parameter
dan heterogenitas spasial. Autokorelasi spasial
dihitung di setiap lokasi observasi. Variabel
terjadi karena adanya ketergantungan antar
prediktor yang koefisien regresinya
lokasi pengamatan. Autokorelasi spasial dapat
bergantung pada lokasi pengamatan dapat
diketahui dengan menggunakan metode
digunakan untuk memprediksi variabel respon
Moran’s Index (Wuryandari dkk., 2014).
pada model GWR (Sediono, dkk., 2022).
Statistik uji untuk asumsi ini adalah sebagai
Model GWR dapat dituliskan sebagai berikut
berikut:
𝐼 − 𝐸(𝐼) (Permai dkk., 2021):
𝑍(𝐼) =
√𝑣𝑎𝑟(𝐼) 𝑦𝑖 = 𝛽0 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) + ∑ 𝛽𝑘 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) 𝑥𝑖𝑘 + 𝜀𝑖
𝑛 𝑛
𝑛 ∑𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )(𝑥𝑗 −𝑥̅ ) 𝑘
dengan 𝐼 = ∑𝑛 2 ; dengan 𝑦𝑖 adalah variabel respon pada lokasi
𝑆0 𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
1 𝑛 𝑆1 − 𝑛𝑆2 + 3𝑆20
2
2 ke-i, 𝑥𝑖𝑘 adalah variabel prediktor pada lokasi
𝐸(𝐼) = − ; 𝑣𝑎𝑟(𝐼) = − [𝐸(𝐼)]
𝑛−1 2
(𝑛 − 1)𝑆0 2 ke-i, (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) adalah koordinat lokasi ke-i,
1
𝑆0 = ∑𝑛𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 ; 𝑆1 = ∑𝑛𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1(𝑤𝑖𝑗 + 𝑤𝑗𝑖 )2 ; 𝛽0 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) adalah intersep yang bervariasi
2
𝑛 𝑛 𝑛 secara geografis, 𝛽𝑘 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) adalah koefisien
𝑆2 = ∑(∑ 𝑤𝑖𝑗 + ∑ 𝑤𝑗𝑖 )2 untuk variabel bebas k di lokasi ke-i dan
𝑖=1 𝑗=1 𝑗=1 𝜀𝑖 adalah galat di lokasi ke-i.
dengan 𝑥𝑖 adalah data lokasi ke-i, 𝑥𝑗 adalah
Estimasi Parameter Model GWR
data lokasi ke-j, 𝑥̅ adalah rata-rata data, 𝑤𝑖𝑗
adalah matriks pembobot, I adalah nilai indeks Estimasi parameter lokal pada model GWR
moran, 𝐸(𝐼) adalah rata-rata indeks moran, dilakukan dengan cara memberikan pembobot
yang berbeda di setiap lokasi observasi.
Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 37
Pembobot ini disebut dengan metode WLS yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
atau Weighted Least Square (Maggri dan variabel respon di setiap lokasi (Utami dkk.,
Ispriyanti, 2017). Estimator dari model GWR 2016).
adalah sebagai berikut (Lu dkk., 2014): Ukuran Kebaikan Model
̂ (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) = (𝑿𝑻 𝑾(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 )𝑿)−1 𝑿′ 𝑾(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 )𝒚
𝜷 Ukuran kebaikan model dilakukan dengan
tujuan untuk membandingkan kebaikan dari
dengan 𝑾(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) adalah diagonal matriks
model regresi secara global dengan model
pembobot untuk lokasi (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ), 𝑿′ 𝑾(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 )𝑿 GWR yang mempertimbangkan unsur spasial.
adalah matriks varian-kovarian terbobot secara Ukuran tersebut diantaranya adalah koefisien
geografis dan 𝑌 adalah vektor dari nilai-nilai determinasi, koefisien determinasi terkoreksi,
variabel prediktor. dan Akaike Information Criterion (AIC).
Pembobot Model GWR Koefisien Determinasi
Fungsi pembobot model GWR digunakan 𝐽𝐾𝐺
𝑅2 = 1 −
untuk memberikan nilai dugaan parameter 𝐽𝐾𝑇
yang berbeda di setiap lokasi. Fungsi kernel 𝑛
dengan 𝐽𝐾𝐺 = ∑𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑦̂) 𝑖
2
; 𝐽𝐾𝑇 = ∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑦̅)2
dapat digunakan untuk menentukan besarnya Keterangan :
pembobot di setiap lokasi (Kusnandar dkk., 𝑦𝑖 : variabel respon pengamatan ke-i
2021). Menurut Pratiwi dkk. (2019), fungsi 𝑦̂𝑖 : nilai dugaan variabel respon pengamatan
pembobot kernel tersebut antara lain: ke-i
1. Fungsi Fixed Kernel, yaitu pembobot untuk 𝑦̅ : nilai rata-rata variabel respon
semua lokasi pengamatan yang memiliki
nilai bandwidth yang sama, dengan uji
statistik yang digunakan sebagai berikut: Koefisien Determinasi Terkoreksi
1 𝑑𝑖𝑗 2 𝐽𝐾𝐺
⁄(𝑛−𝑝)
8. 𝑾𝒋 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) = exp [− 2 ( 𝑏 ) ] 10. 𝑅𝛼2 =1− 𝐽𝐾𝑇
⁄(𝑛−1)
dengan 𝑑𝑖𝑗 adalah jarak antara lokasi ke-i Dengan n adalah jumlah pengamatan dan p
dan lokasi ke-j yang diperoleh dari jarak adalah jumlah prediktor (Wohon, dkk., 2017).
2 2
euclidian (𝑑𝑖𝑗 )2 = (𝑢𝑖 − 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 − 𝑣𝑗 ) dan b Akaike Information Criterion (AIC)
adalah parameter non negatif yang disebut 𝐴𝐼𝐶 = 2𝑛 𝑙𝑛(𝜎̂) + 𝑛 ln(2𝜋) + 𝑛 + 𝑡𝑟(𝑆)
bandwidth. 𝐽𝐾𝐺
dengan 𝜎̂ = 𝑛 dan S adalah matriks proyeksi
2. Fungsi Adaptive Kernel, yaitu pembobot ukuran 𝑛 × 𝑛 dimana 𝑦̂ = 𝑺𝑦.
untuk setiap lokasi pengamatan yang Bentuk matriks S sebagai berikut.
memiliki nilai bandwidth berbeda, dengan 𝑿1𝑇 [𝑿𝑇 𝑾(𝑟1 , 𝑠1 )𝑿]−1 𝑿𝑇 𝑾(𝑟1 , 𝑠1 )
uji statistik yang digunakan sebagai berikut: 𝑇 [𝑿𝑇
𝑾(𝑟2 , 𝑠2 )𝑿]−1 𝑿𝑇 𝑾(𝑟2 , 𝑠2 )
𝑑𝑖𝑗 2
2 𝑆 = 𝑿2

9. 𝑾𝒋 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) = {[1 − ( 𝑏 ) ] ; 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑖𝑗 < 𝑏
𝑇 [𝑿𝑇
0 ; 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
[𝑿𝑛 𝑾(𝑟𝑛 , 𝑠𝑛 )𝑿]−1 𝑿𝑇 𝑾(𝑟𝑛 , 𝑠𝑛 )]
dengan 𝑾(𝑟1 , 𝑠1 ) adalah matriks berukuran
Uji Kesesuaian Model GWR (Goodness of 𝑛 × 𝑛 (Lu, dkk., 2014).
Fit) Ukuran Akurasi Model
Uji kesesuaian model GWR dilakukan Ukuran akurasi model dilakukan dengan
untuk mendeteksi secara global apakah model tujuan untuk mengukur keakuratan suatu
GWR lebih baik daripada regresi global model statistik dalam melakukan prediksi.
(Diastina dkk., 2019). Uji kesesuaian model Dalam penelitian ini, ukuran tersebut dihitung
GWR dilakukan dengan mengkombinasikan menggunakan sMAPE (symmetric Mean
uji regresi linier dengan model data spasial. Absolute Percentage Error). Ukuran sMAPE
Pengujian Signifikansi Parameter Secara digunakan karena terdapat beberapa data
Parsial aktual yang mempunyai nilai nol dan
Uji signifikansi parameter dari model GWR dirumuskan sebagai berikut: (Crenata, dkk,
secara parsial dilakukan dengan tujuan untuk 2012).
mengidentifikasi variabel prediktor apa saja
38 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132
1 𝑛 |𝑦 − 𝑦 ̂| ii. Melakukan uji Breusch-Pagan untuk
𝑖 𝑖
𝑠𝑀𝐴𝑃𝐸 = ∑ menguji heterogenitas data, dengan
𝑛 𝑖=1 (𝑦𝑖 − 𝑦
̂)
𝑖
kriteria jika jika p-value < α maka
METODOLOGI data memenuhi aspek spasial
Data dan Sumber Data heterogenitas, berlaku juga
Data yang digunakan dalam penelitian ini sebaliknya.
adalah data sekunder tahun 2020 yang b. Melakukan pemodelan data prevalensi
diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik penyakit kusta di Jawa Timur
dengan judul “STATISTIK INDONESIA berdasarkan model GWR dengan
2021” (Badan Pusat Statistik, 2021). tahapan antara lain:
Variabel Penelitian i. Menentukan latitude dan longitude
Variabel yang digunakan meliputi variabel di setiap kabupaten dan kota di Jawa
prediktor dan variabel respon. Secara rinci, Timur.
terdapat 4 variabel yang terdiri dari 3 variabel ii. Melakukan perhitungan jarak
prediktor dan 1 variabel respon. Variabel Euclidean antar pengamatan
tersebut antara lain yaitu: berdasarkan lokasi geografis.
1. Prevalensi kasus penyakit kusta di iii. Menghitung nilai bandwidth
Provinsi Jawa Timur (𝑌) optimum menggunakan kriteria
2. Persentase rumah tangga yang AIC.
menggunakan fasilitas Mandi, Cuci, iv. Memilih matriks pembobot dengan
Kakus Bersama (MCK Bersama) di menggunakan fungsi kernel
Provinsi Jawa Timur (𝑋1) Gaussian.
3. Persentase rumah tangga yang belum v. Mengestimasi parameter model
memiliki akses terhadap sanitasi layak GWR dengan menggunakan
(𝑋2) bandwidth optimum, yang
4. Jumlah penduduk miskin (𝑋3) dijelaskan pada model berikut ini:
Selain itu, terdapat pula variabel geografis 3
yaitu 𝑢𝑖 berupa latitude (garis lintang) dan 𝑣𝑖 𝑌̂ = 𝛽0 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) + ∑ 𝛽𝑘 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) 𝑥𝑖𝑘
berupa longitude (garis bujur) dari masing- 𝐾−1
masing lokasi. vi. Menguji kesesuaian model GWR.
vii. Menguji signifikansi parameter
Prosedur Analisis
secara parsial.
11. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
3. Menganalisis model GWR terkait
analisis data yaitu antara lain:
prevalensi kasus penyakit kusta di setiap
1. Membuat deskripsi prevalensi penyakit
kabupaten dan kota di Jawa Timur dengan
kusta di Jawa Timur dan berbagai variabel
peta tematik
yang mempengaruhinya berdasarkan peta
a. Melakukan pemodelan prevalensi
tematik.
penyakit kusta di Jawa Timur dengan
2. Membuat model statistika terkait
pendekatan model regresi linier global
prevalensi penyakit kusta di Jawa Timur
dengan tahapan antara lain:
yang diperoleh dengan metode GWR
i. Mengestimasi model regresi global
dengan tahapan antara lain:
dengan data prevalensi penyakit
a. Melakukan pengujian asumsi spasial
kusta di Jawa Timur sebagai
pada data variabel respon yaitu sebagai
variabel respon dengan metode
berikut:
Ordinary Least Square (OLS), yang
i. Melakukan uji Moran’s I untuk
dijelaskan pada model berikut ini :
menguji dependensi data, dengan
kriteria jika p-value < α maka data 12. 𝑌̂ = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3
memenuhi aspek spasial ii. Menguji asumsi klasik yang berlaku
dependensi, berlaku juga pada model regresi global.
sebaliknya. iii. Menguji signifikansi parameter
secara bersama maupun parsial.

Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 39
b. Membandingkan hasil akurasi dan
kebaikan model antara model regresi
global dan model GWR menggunakan Gambar 1. Peta Tematik Prevalensi Kasus
ukuran koefisien determinasi, koefisien Penyakit Kusta di Jawa Timur
determinasi terkoreksi, dan AIC.
Pada Gambar 1, daerah yang memenuhi
c. Menginterpretasikan model terbaik dan
target eliminasi kusta ditandai dengan warna
menyimpulkan hasil yang diperoleh
hijau sedangkan daerah yang belum memenuhi
dengan peta tematik.
target eliminasi kusta ditandai dengan warna
HASIL DAN PEMBAHASAN merah.
Deskripsi Data Pemodelan Prevalensi Kasus Penyakit
Sebelum melakukan pemodelan, Kusta dengan Metode GWR
ditampilkan nilai statistika secara deskriptif Sebelum melakukan pemodelan GWR,
dari data yang digunakan pada Tabel 1. asumsi spasial dalam data harus terpenuhi
Tabel 1. Deskripsi Statistika. terlebih dahulu. Pengujian asumsi spasial
Variabel Mean Maks Min secara lengkap disajikan pada Tabel 2. Kriteria
Y 0,422 2,06 0 pengambilan kesimpulan yang digunakan
adalah asumsi spasial terpenuhi apabila nilai p-
𝑿𝟏 17,928 55,93 1,29
value kurang dari tingkat signifikansi 10%.
𝑿𝟐 9,409 23,73 1,65
Tabel 2. Pengujian Asumsi Spasial
𝑿𝟑 116,292 265,56 8,09
Asumsi Pengujia p-value Kesimpula
n n
Berdasarkan Tabel 1 dapat diperoleh informasi
bahwa angka prevalensi kasus penyakit kusta Terdapat
Depen-
di Jawa Timur memiliki rata – rata sebesar Moran’s dependensi
densi 5,20e-07
0,422 dengan nilai maksimum sebesar 2.06 I spasial
spasial
yaitu terdapat di Kabupaten Sumenep dan nilai dalam data
minimum sebesar 0 yaitu terdapat di Kota Terdapat
Hetero-
Blitar, Kota Batu, dan Kota Mojokerto. Breusch 0,00134 heterogenita
nitas
Dengan kata lain, angka prevalensi rata – rata Pagan 7 s spasial
spasial
sebesar 0,422 menyatakan nilai rasio dari dalam data
jumlah kasus kusta di Jawa Timur dibagi Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa
dengan jumlah seluruh populasi dikali 10.000. semua asumsi spasial telah terpenuhi sehingga
Indikator Pencapaian Target Eliminasi analisis spasial dapat dilanjutkan. Setelah
Kusta berdasarkan Peraturan Menteri dilakukan pengujian asumsi spasial, analisis
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 dapat dilanjutkan dengan pemilihan bandwidth
Tahun 2019 ayat 1 sampai 3 menyatakan optimum. Pemilihan nilai bandwidth secara
bahwa target angka prevalensi penyakit kusta optimum tersebut akan berpengaruh terhadap
adalah sebesar kurang dari 0,0001. Oleh ketepatan model yang dibentuk. Rentang nilai
karena itu, klasifikasi prevalensi penyakit bandwidth diperoleh dari nilai minimum dan
kusta di Jawa Timur dilakukan dengan 2 maksimum jarak Euclidean pada setiap lokasi
kriteria yaitu memenuhi target dan tidak pengamatan. Dalam hal ini, nilai rentang
memenuhi target sebagaimana digambarkan bandwidth tersebut adalah 0,01414214 dan
dalam peta tematik pada Gambar 1. 3,150016.
Penentuan pembobot fungsi kernel
dilakukan dengan membandingkan nilai AIC
yang diperoleh berdasarkan fungsi kernel yaitu
Fixed Gaussian, Fixed Bisquare, Adaptive
Gaussian, dan Adaptive Bisquare. Namun,
pada kasus ini, fungsi pembobot Adaptive
Gaussian dan Adaptive Bisquare tidak dapat
dilakukan karena tidak konvergen pada nilai
rentang bandwidth yang didefinisikan. Oleh
40 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132
sebab itu, dipertimbangkan penggunaan dua dalam pemodelan kasus ini sehingga
fungsi pembobot kernel yaitu Fixed Gaussian menghasilkan model yang berbeda dengan
dan Fixed Bisquare yang hasilnya diringkas regresi global.
pada Tabel 3. Untuk mengidentifikasi variabel prediktor
Tabel 3. Perbandingan Nilai AIC pada Tiap yang berpengaruh signifikan di setiap lokasi,
Pembobot Fungsi Kernel maka diperlukan pengujian signifikansi
Bandwidth parameter secara parsial. Pengujian tersebut
Pembobot Nilai AIC
Optimum menggunakan statistik uji 𝑇. Kriteria
Fixed pengujian yang digunakan dengan nilai 𝛼
0,134 -73,124
Gaussian sebesar 10% yaitu tolak 𝐻0 jika |𝑇𝑘𝑖 | >
Fixed 𝑡(0.05;3.013) atau |𝑇𝑘𝑖 | > 2,34923. Berdasarkan
0,965 2,757
Bisquare hasil analisis pada model GWR di setiap
kabupaten dan kota di Jawa Timur, maka dapat
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh informasi dikelompokkan variabel prediktor yang
bahwa nilai AIC minimum diperoleh dengan berpengaruh signifikan terhadap variabel
pembobot fungsi Kernel Fixed Gaussian. Hal respon. Pengelompokkan ini diringkas dalam
ini berarti pembobot fungsi tersebut yang Tabel 5.
dipilih untuk mengestimasi model terbaik Tabel 5. Pengelompokkan Kabupaten/Kota di
dalam penelitian ini. Jawa Timur Berdasarkan Variabel Prediktor
Selanjutnya, untuk menguji apakah model yang Berpengaruh Signifikan
GWR yang dihasilkan berbeda dengan model Variabel yang
regresi global, maka dilakukan uji kesesuaian Kabupaten/Kota Berpengaruh
model GWR. Berikut adalah hipotesis yang Signifikan
digunakan: Sidoarjo, Kota Pasuruan 𝑋1
𝐻0 : Tidak ada perbedaan signifikan antara Pasuruan, Sampang 𝑋2
model GWR dengan model regresi global. Kediri, Jombang, Kota
𝐻1 : Terdapat perbedaan signifikan antara 𝑋3
Kediri, Situbondo
model GWR dengan model regresi global. Tuban, Lamongan,
Kriteria pengujian yang digunakan dengan Gresik, Bangkalan, Kota
tingkat kesalahan sebesar 10% adalah 𝐻0 𝑋1, 𝑋3
Mojokerto, Kota
ditolak jika 𝐹 > 𝐹(𝛼;𝑑𝑓1;𝑑𝑓2 ) atau 𝐹 > Surabaya
𝐹(0.10;34;30,987). Dengan kata lain, 𝐻0 ditolak Bondowoso, Pamekasan,
jika 𝐹 > 1,582. Hasil pengujian tersebut 𝑋2, 𝑋3
Sumenep
diringkas pada Tabel 4 sebagai berikut. Banyuwangi, Kota
𝑋1, 𝑋2, 𝑋3
Tabel 4. Hasil Uji Kesesuaian Model GWR Probolinggo
Keterangan SS DF MS F Dengan demikian, dapat persamaan model
Global GWR dengan variabel prediktor yang memberi
5,99 34,00
Residuals pengaruh signifikan pada setiap lokasi
GWR pengamatan. Berdasarkan persamaan model
5,93 30,99 0,19
Improvement GWR yang diperoleh, dapat dilakukan
GWR interpretasi model GWR. Dalam hal ini,
0,05 3,01 0,02 10,61 interpretasi ditampilkan untuk Kabupaten
Residuals
Sumenep dan Kabupaten Pamekasan yang
Berdasarkan Tabel 4, nilai F yang diperoleh memiliki prevalensi penyakit kusta tertinggi
sebesar 10,61 lebih besar dari daerah kritis dan tertinggi kedua di Jawa Timur dengan
yaitu 1,582 sehingga keputusannya adalah model GWR sebagai berikut.
tolak 𝐻0 . Kesimpulan yang diperoleh adalah Persamaan Model Kabupaten Sumenep
terdapat perbedaan signifikan antara model
𝑦̂ = −1,296176 + 0,102920𝑋2
GWR dengan model regresi global. Hal ini
+ 0,004532𝑋3
menunjukkan pengaruh spasial cukup berperan
Interpretasi Model :
Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 41
Setiap kenaikan persentase rumah tangga yang Hetero- Terdapat gejala
Glejser
belum memiliki akses terhadap sanitasi layak skedastisitas heteroskedastisitas
(𝑋2) di Kabupaten Sumenep sebesar 1% akan
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa model
menaikkan prevalensi kasus penyakit kusta di
regresi global masih memiliki pelanggaran
wilayah tersebut sebesar 0,102920% dengan
asumsi klasik yaitu terjadi kasus
variabel lain dianggap konstan, dan setiap
heteroskedastisitas. Selain itu, nilai ukuran
kenaikan jumlah penduduk miskin (𝑋3) di
evaluasi model pada model GWR memiliki
Kabupaten Sumenep sebesar 1 ribu jiwa akan
nilai yang lebih baik dibandingkan model
menaikkan prevalensi kasus penyakit kusta di
regresi global. Ringkasan ukuran evaluasi
wilayah tersebut sebesar 0,004532% jika model tersebut ditampilkan pada Tabel 7.
variabel lain dianggap konstan. Berdasarkan Tabel 7, diperoleh bahwa nilai R-
Persamaan Model Kabupaten Pamekasan Square, Adjusted R-Square, dan nilai AIC pada
𝑦̂ = −0,416359 + 0,069750𝑋2 model GWR lebih baik dibandingkan model
+ 0,002897𝑋3 regresi global. Hal ini berarti model GWR
Interpretasi Model : memiliki ukuran kebaikan model yang lebih
Setiap kenaikan persentase rumah tangga yang baik.
belum memiliki akses terhadap sanitasi layak Tabel 7. Perbandingan Ukuran Evaluasi
(𝑋2) di Kabupaten Pamekasan sebesar 1% Model
akan menaikkan prevalensi kasus penyakit R- Adjusted
Model AIC
kusta di wilayah tersebut sebesar 0,069750% Square R-Square
dari kasus sebelumnya dengan asumsi variabel Model
99,42% 89,39% -73,12
lain konstan, dan setiap kenaikan jumlah GWR
penduduk miskin (𝑋3) di Kabupaten Model
Pamekasan sebesar 1 ribu jiwa akan Regresi 36,46% 28,76% 47,61
menaikkan prevalensi kasus penyakit kusta di Global
wilayah tersebut sebesar 0,002897% jika
Selain itu, ukuran akurasi model disajikan
variabel lain konstan.
seperti pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8,
Perbandingan Ukuran Kebaikan Model diperoleh bahwa nilai sMAPE dari model
dan Ukuran Akurasi Model GWR dengan GWR lebih tinggi daripada model regresi
Model Regresi Global global yaitu 12,14% pada model GWR dan
Ukuran kebaikan dan akurasi dari model 28,94% pada model regresi global. Hal ini
GWR yang telah diperoleh akan dibandingkan berarti model GWR memiliki akurasi yang
dengan model regresi global. Dengan lebih baik sehingga pembahasan lebih lanjut
menerapkan teknik OLS, maka diperoleh akan didasarkan pada hasil pemodelan GWR.
persamaan model regresi global. Berikut Tabel 8. Perbandingan Ukuran Akurasi Model
adalah persamaan model regresi global yang Model sMAPE
diperoleh: Model GWR 12,14%
𝑦̂ = −0,22 + 0,010 𝑋1 + 0,026 𝑋2 Model Regresi Global 28,94%
+ 0,001 𝑋3
Pembahasan Hasil Pemodelan
Sebelum dianalisis lebih lanjut, dilakukan uji Berdasarkan hasil analisis menggunakan
asumsi klasik pada model regresi global yang GWR, terdapat wilayah kabupaten atau kota di
dirangkum dalam Tabel 6. Jawa Timur yang belum memenuhi target
Tabel 6. Uji Asumsi Klasik pada Regresi eliminasi kusta di Indonesia. Daerah yang
Global memenuhi target eliminasi kusta berdasarkan
Asumsi Pengujian Hasil Pengujian nilai dugaan model GWR adalah Kota Blitar.
Residual Jika dibandingkan dengan data aktual,
Normalitas Kolmogorov-
berdistribusi kabupaten atau kota yang telah memenuhi
Residual Smirnov
normal target eliminasi kusta adalah Kota Blitar, Kota
Multi- Melalui nilai Tidak ada kasus Mojokerto dan Kota Batu. Hal ini berarti
kolinieritas VIF multikolinieritas bahwa kabupaten atau kota yang telah
42 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132
memenuhi target eliminasi kusta di Jawa Gambar 2. Persebaran prevalensi Kasus
Timur baru mencapai 7.89%. Jika nilai Penyakit Kusta di Jawa Timur Berdasarkan
prevalensi penyakit kusta di Jawa Timur variabel 𝑋1
dikategorikan berdasarkan tingkat pencapaian Persebaran prevalensi kasus penyakit kusta
target eliminasi kusta yang ditetapkan di Jawa Timur berdasarkan variabel 𝑋2 yaitu
pemerintah, maka ketepatan klasifikasi yang persentase rumah tangga yang belum memiliki
dihasilkan oleh model GWR adalah sebesar akses terhadap sanitasi layak disajikan dalam
94.74%. Gambar 3.
Selain itu, berdasarkan hasil analisis
diperoleh bahwa variabel yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki pengaruh
signifikan pada sejumlah wilayah di Jawa
Timur. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Zuhdan dkk. (2017) yang menunjukkan bahwa
faktor ekonomi keluarga mempengaruhi
jumlah kasus penyakit kusta. Selain itu, hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian
Muharry (2014) yang menyatakan bahwa Gambar 3. Persebaran Prevalensi Kasus
kebersihan yang buruk akan mempengaruhi Penyakit Kusta di Jawa Timur Berdasarkan
jumlah kasus penyakit kusta. Lebih lanjut, Variabel 𝑋2
penelitian ini memberikan hasil analisis yang Berdasarkan Gambar 3 dapat diperoleh
lebih mendalam terkait penyebaran penyakit informasi bahwa 18,42% prevalensi penyakit
kusta di Jawa Timur yaitu bahwa tidak seluruh kusta pada setiap kabupaten dan kota di Jawa
kabupaten dan kota memiliki faktor penyebab Timur secara signifikan dipengaruhi oleh
terjadinya penyakit kusta yang sama. Dengan persentase rumah tangga yang belum memiliki
kata lain, terdapat wilayah tertentu yang akses terhadap sanitasi layak. Daerah tersebut
dipengaruhi oleh satu atau beberapa variabel ditandai dengan warna merah yang meliputi
prevalensi penyakit kusta. wilayah Kabupaten Pasuruan, Sampang,
Persebaran prevalensi kasus penyakit kusta Bondowoso, Pamekasan, Sumenep,
di Jawa Timur yang secara signifikan Banyuwangi, dan Kota Probolinggo.
dipengaruhi oleh persentase rumah tangga Persebaran prevalensi kasus penyakit kusta
yang menggunakan fasilitas MCK bersama di Jawa Timur berdasarkan variabel 𝑋3 yaitu
(𝑋1) adalah sebesar 26,32% yang meliputi jumlah penduduk miskin disajikan pada
Sidoarjo, Kota Pasuruan, Tuban, Lamongan, Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, diperoleh
Gresik, Bangkalan, Kota Mojokerto, Kota informasi yaitu terdapat 39,47% kabupaten
Surabaya, Banyuwangi, dan Kota dan kota yang menunjukkan bahwa jumlah
Probolinggo. Persebaran ini disajikan melalui penduduk miskin secara signifikan
peta tematik pada Gambar 2. Berdasarkan berpengaruh terhadap prevalensi penyakit
Gambar 2, daerah dengan pengaruh 𝑋1 yang kusta di Jawa Timur. Daerah ini ditandai
signifikan ditandai dengan warna merah dengan warna merah yang meliputi Kediri,
sedangkan daerah dengan pengaruh 𝑋1 yang Jombang, Kota Kediri, Situbondo, Tuban,
tidak signifikan ditandai dengan warna kuning. Lamongan, Gresik, Bangkalan, Kota
Mojokerto, Kota Surabaya, Bondowoso,
Pamekasan, Sumenep, Banyuwangi, dan Kota
Probolinggo.

Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 43
bisa mencapai target eliminasi kusta dengan
prevalensi kasus tertinggi sebesar kurang dari
0,0001, maka persentase rumah tangga yang
belum memiliki akses terhadap sanitasi layak
(𝑋2) di Kabupaten Sumenep harus mencapai
11,8191% jika variabel lain dianggap tetap. Di
sisi lain, jika jumlah penduduk miskin
mencapai nol dengan variabel lain dianggap
tetap, maka nilai prevalensi kasus penyakit
Gambar 4. Persebaran Prevalensi Kasus kusta belum mampu mencapai target yang
Penyakit Kusta di Jawa Timur Berdasarkan ditetapkan pemerintah. Hal ini
Variabel 𝑋3 mengindikasikan bahwa diperlukan langkah –
langkah yang perlu diterapkan guna
Relevansi Hasil Penelitian dan mengendalikan variabel yang berpengaruh
Rekomendasi Kebijakan signifikan tersebut. Secara khusus, Kabupaten
Pada gambaran umum terkait prevalensi Sumenep perlu berfokus pada variabel
penyakit kusta di Jawa Timur, dapat persentase rumah tangga yang belum memiliki
disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang akses terhadap sanitasi layak atau variabel
berpengaruh yaitu persentase rumah tangga jumlah penduduk miskin. Kombinasi
yang menggunakan fasilitas MCK bersama, peningkatan melalui kedua variabel tersebut
persentase rumah tangga yang belum memiliki akan menghasilkan penurunan nilai prevalensi
akses terhadap sanitasi layak dan jumlah penyakit kusta seperti pada Tabel 9.
penduduk miskin. Hal ini mendukung berbagai Tabel 9. Usaha Penurunan Prevalensi
penelitian terdahulu yang menjelaskan Penyakit Kusta di Kabupaten Sumenep
pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap Keterangan 𝑌̂ 𝑋2 𝑋3
prevalensi kasus penyakit kusta yaitu Data
penelitian oleh Zuhdan dkk. (2017) dan 2,06 35,26% 17,62
Aktual
Muharry (2014). Dengan demikian, secara Target
umum hasil pemodelan GWR yang diperoleh 0,0001 12,01% 13,215
Pemerintah
telah sesuai dan relevan dengan kondisi real.
Hasil pemodelan GWR yang telah Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa nilai
diperoleh digunakan sebagai landasan dalam prevalensi penyakit kusta di Kabupaten
merumuskan rekomendasi kebijakan yang Sumenep akan mencapai target pemerintah
sesuai guna menurunkan angka prevalensi jika nilai persentase rumah tangga yang belum
kasus penyakit kusta di Jawa Timur agar sesuai memiliki akses terhadap sanitasi layak (𝑋2)
target eliminasi kusta yang ditetapkan oleh adalah sebesar 12,01% dan jumlah penduduk
pemerintah. Pada bagian ini, rekomendasi miskin (𝑋3) adalah sebesar 13,215 ribu jiwa.
kebijakan akan difokuskan pada kabupaten Dengan kata lain, untuk mencapai target
atau kota yang memiliki nilai prevalensi kasus eliminasi kusta, Pemerintah Kabupaten
penyakit kusta tertinggi di Jawa Timur yaitu Sumenep perlu menurunkan kedua variabel
Kabupaten Sumenep. Persamaan model GWR tersebut hingga mencapai nilai tersebut.
untuk kabupaten Sumenep dengan variabel Secara umum, rekomendasi kebijakan yang
yang berpengaruh signifikan sebagai berikut: dapat diterapkan oleh pemerintah daerah Jawa
𝑦̂ = −1,296176 + 0,102920𝑋2 Timur adalah memperhatikan variabel yang
+ 0,004532𝑋3 berpengaruh signifikan tersebut. Dengan
Saat ini, persentase rumah tangga yang memberi fokus perhatian pada variabel yang
belum memiliki akses terhadap sanitasi layak berpengaruh signifikan di setiap kabupaten dan
(𝑋2) di Kabupaten Sumenep adalah sebesar kota di Jawa Timur, maka prevalensi penyakit
35,26%. Selain itu, jumlah penduduk miskin kusta di Jawa Timur dapat menurun sehingga
(𝑋3) di Kabupaten Sumenep sebesar 17,62 ribu dapat mencapai target eliminasi kusta yang
jiwa dan nilai prevalensi kasus penyakit kusta ditetapkan pemerintah.
di Kabupaten Sumenep adalah 2,06. Untuk
44 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132
KESIMPULAN Development Goals (SDGs). Edisi II.
Jakarta: Bappenas.
1. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh
Chamidah, N., Saifudin, T., dan Rifada, M.
bahwa prevalensi penyakit kusta tertinggi
2014. The vulnerability modeling of
terjadi di Kabupaten Sumenep dengan
dengue hemorrhagic fever disease in
nilai 2,06. Kemudian, kabupaten atau kota
surabaya based on spatial logistic
dengan prevalensi penyakit kusta
regression approach. Applied
terendah yaitu terdapat di Kota Blitar,
Mathematical Sciences, 8(25), 1369-1379.
Kota Mojokerto, dan Kota Batu dengan
Crenata, A. K., Setiawaty, B., dan Ardana, N.
prevalensi penyakit kusta sebesar 0.
K. K. 2012. Pemodelan Nilai Tukar
2. Model GWR menghasilkan ukuran
Rupiah Terhadap Dollar Amerika
kebaikan model lebih baik daripada model
Menggunakan Deret Waktu Hidden
regresi global yang ditinjau dari koefisien
Markov Empat Waktu Sebelumnya.
determinasi, koefisien determinasi
Journal of Mathematics and Its
terkoreksi, dan nilai AIC. Lebih lanjut,
Applications, 11(2), 37-46.
ukuran akurasi model GWR juga memberi
Diastina, A. R. N., Handajani, S. S., dan
hasil yang lebih baik dibanding model
Slamet, I. 2019. Analisis Model
regresi global yang ditinjau dari nilai
Geographically Weighted Regression
sMAPE. Hal ini menunjukkan bahwa
(GWR) pada Kasus Jumlah peserta KB
faktor spasial berpengaruh terhadap
Aktif di Provinsi Jawa Tengah. Prosiding
prevalensi penyakit kusta di Jawa Timur.
Seminar Nasional Geotik 2019. ISSN:
Selain itu, model regresi global juga
2580-8796. 364-373.
kurang sesuai untuk diterapkan pada
Dziauddin, M. F. dan Idris, Z. 2017. Use Oo
kasus ini karena terjadi penyimpangan
Geographically Weighted Regression
asumsi klasik.
(GWR) Method to Estimate the Effects of
3. Hasil pemodelan GWR memberikan
Location Attributes on the Residential
persamaan model yang berbeda untuk
Property Values. The Indonesian Journal
setiap kabupaten dan kota di Jawa Timur.
of Geography. 49(1), 97.
Persebaran variabel prediktor yang
Ernawati., Latra, I. Y., dan Purhadi. 2016.
signifikan pada setiap wilayah tersebut
Analisis Faktor-Faktor yang
adalah variabel 𝑋1 signifikan pada
Memengaruhi Angka Prevalensi Penyakit
26,32% kabupaten atau kota, variabel 𝑋2
Kusta di Jawa Timur dengan Pendekatan
signifikan pada 18,42% kabupaten atau
Spatial Durbin Model. Jurnal Sains dan
kota, dan 𝑋3 signifikan pada 39,47%
Seni ITS. 5(2): 295-300.
kabupaten atau kota di Jawa Timur.
Fatati, I. F., Wijayanto, H., dan Soleh, A. M.
DAFTAR PUSTAKA 2017. Analisis Regresi Spasial dan Pola
Andreas, C., Harianto, F. Y., Safitri, E. J., dan Penyebaran Pada Kasus Demam Berdarah
Chamidah, N. 2021. Analyzing The Effect Dengue (DBD) di Provinsi Jawa Tengah.
of BI 7-Days Repo Rate on The Jakarta Media Statistika. 10(2): 95-105.
Composite Index Using Nonparametric Indayani, N. I., Windraswara, R., dan
Regression Approaches Based on Least Prameswari, G. N. 2017. Analisis Spasial
Square Spline Estimator. Jurnal Faktor Risiko Lingkungan dengan
Matematika, Statistika & Komputasi, Kejadian Kusta di Wilayah Pesisir. Higeia
17(3), 447-461. Journal of Public Health Research and
Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Indonesia Development. 1(4),120-130.
2020. Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik. Kemenkes. 2019. Peraturan Menteri
Badan Pusat Statistik. 2021. Statistik Indonesia Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
2021. Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik. Tahun 2019 Tentang Penanggulangan
Bappenas. 2020. Pedoman Teknis Penyusunan Kusta. http://hukor.kemkes.go.id/uploads/
Rencana Aksi: Tujuan Pembangunan produk_hukum/PMK_No__11_Th_2019
Berkelanjutan (TPB)/ Sustainable
Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 45
_ttg_Penanggulangan_Kusta.pdf. Diakses Paolella, M. S. 2019. Linear Models and Time-
pada 18 September 2021. Series Analysis : Regression. ANOVA.
Kemenkes. 2021a. Prevalensi Kusta pada ARMA. and GARCH. New Jersey: John
Anak Tinggi. Temukan Kasusnya. Periksa Willey & Sons Inc.
Kontak dan Obati Sampai Tuntas. Permai, S. D., Christina, A., Gunawan, A. A.
http://p2p.kemkes.go.id/pravalensi-kusta- S. 2021. Fiscal Decentralization Analysis
pada-anak-tinggi-temukan-kasusnya- That Affect Economic Performance Using
periksa-kontak-dan-obati-sampai-tuntas/. Geographically Weighted Regression
diakses pada 18 September 2021. (GWR). Procedia Computer Science. 179
Kemenkes. 2021b. Profil Kesehatan Indonesia (2021), 399–406.
2020. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Pertiwi, N. M. S., Sukarsa, I. K. G., dan
Kominfo Jatim. 2020. Miliki Penderita Kusta Susilawati, M. 2020. Pemodelan Jumlah
Terbanyak. Masyarakat Diminta Lakukan Kasus Penyakit Kusta di Provinsi Jawa
Deteksi Timur. E-Jurnal Matematika. 9(1), 42-50.
Dini. http://kominfo.jatimprov.go.id/read/ Pratiwi, Y. D., Mariani, S., dan Hendikawati,
umum/miliki-penderita-kusta-terbanyak- P. 2019. Pemodelan Regresi Spasial
masyarakat-diminta-lakukan-deteksi-dini. Menggunakan Geographically Weighted
diakses pada 16 September 2021. Regression. Unnes Journal of
Kusnandar, D., Debataraja, N. N., dan Fitriani, Mathematics (UJM). 8(2), 32-41.
S. 2021. Pemodelan Sebaran Total Putri, A. S., Pramuningtyas, R., Lestari, N.,
Dissolved Solid Menggunakan Metode dan Prakoeswa, F. R. S. 2021.
Mixed Geographically Weighted Ketersediaan Jamban Lebih Berpengaruh
Regression. Jurnal Aplikasi Statistika dan Dibandingkan Sarana Pembuangan
Komputasi Statistik. 13(1), 9-16. Limbah. Pembuangan Sampah dengan
Lu, B., Charlton, M., Harris, P., dan Kusta Wanita di Kabupaten Gresik.
Fotheringham, S. 2014. Geographically Proceeding Book National Symposium
Weighted Regression with a Non- and Workshop Continuing Medical
Euclidean Distance Metric: A Case Study Education XIV.
Using Hedonic House Price data. Rasyidah, U. M. 2019. Diare Sebagai
International Journal of Geographical Konsekuensi Buruknya Sanitasi
Information Science. 28(4), 660-681. Lingkungan. Jurnal Kesehatan dan
Maggri, I. dan Ispriyanti, D. 2017. Pemodelan Kedokteran. 1(1), 31-36.
Data Kemiskinan di Provinsi Sumatera Ritianty, M. A., Yunus, N., dan Puji. D. 2020.
Barat dengan Metode Geographically Peran Kelompok Perawatan Diri (KPD)
Weighted Regression (GWR). Media dalam Upaya Mencegah Peningkatan
Statistika. 6(1), 37-49. Kecacatan pada Penderita Kusta. Jurnal
Muharry, A. 2014. Faktor Risiko Kejadian Promosi Kesehatan Indonesia. 15(1), 22-
Kusta. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 30.
9(2), 174-182. Sediono, Mardianto, M. F. F., Ulyah, S. M.,
Muntasir, M., Salju, E. V., dan Rulianti, L. P. Pangestu, A. A., Susanti, R., Firdaus, H.
2018. Studi Faktor-Faktor yang A., dan Andreas, C. 2022. The Modelling
Berhubungan dengan Kejadian Penyakit of Earthquake Magnitude in The Southern
Kusta pada Wilayah Kerja Puskesmas Part of Java Island Using Geographically
Bakunase Kota Kupang Tahun 2017. Weighted Regression. Communications in
Jurnal Info Kesehatan. 16(2), 197-213. Mathematical Biology and Neuroscience.
Olive, D. J. 2017. Linear Regression. 2022(2022), 13.
Gewerbestrasse: Springer. Siswanti dan Wijayanti, Y. 2018. Faktor
Olo, A., Mediani, H. Z., dan Rakhmawati, W. Risiko Lingkungan Kejadian Kusta.
2021. Hubungan Faktor Air dan Sanitasi Higeia Journal of Public Health Research
dengan Kejadian Stunting pada Balita and Development. 2(3), 252-262.
Indonesia. Jurnal Pendidikan Anak Usia Tami, M. 2019. Hubungan Antara Kusta Tipe
Dini. 5(2), 1113-1126. Pausi Basiler dengan Angka Keberhasilan
46 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132
Pengobatan Kusta di Jawa Timur. Jurnal
Berkala Epidemiologi. 7(1), 17-24.
Utami, T. W., Rohman, A., dan Prahutama, A.
2016. Pemodelan Regresi Berganda dan
Geographically Weighted Regression
pada Tingkat Pengangguran Terbuka di
Jawa Tengah. Media Statistika. 9(2), 133-
147.
Widayaka, G. W., Mustafid., dan Rahmawati,
R. 2016. Pendekatan Mixed
Geographically Weighted Regression
untuk Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Jurnal Gaussian. 5(4), 727-736.
Wohon, S. C., Hatidja, D., dan Nainggolan, N.
2017. Penentuan Model Regresi Terbaik
dengan Menggunakan Metode Stepwose
(Studi Kasus: Impor Beras di Sulawesi
Utara). Jurnal Ilmiah Sains. 17(2), 80-88.
Wuryandari, T., Hoyyi, A., Kusumawardani,
D. S., dan Rahmawati, D. 2014.
Identifikasi Autokorelasi Spasial Pada
Jumlah Pengangguran di Jawa Tengah
Menggunakan Indeks Moran. Media
Statistika. 7(1), 1-10.
Zuhdan, E., Kabulrachman, K., dan
Hadisaputro, S. 2017. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian kusta pasca
kemoprofilaksis (studi pada kontak
penderita kusta di Kabupaten sampang).
Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas. 2(2), 89-98.

Pemodelan Prevalensi Penyakit Kusta …./Andreas, C., Horidah, H., Sulistiana, R., Venosia, D., Chamidah, N. | 47
48 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.14.2.2022, ISSN 2086-4132

You might also like