You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :
dr. Komang Restu Priyadi, S.Ked

Pembimbing :
dr. Ni Luh Gede Wahyuni, M.Biomed, Sp.A

Pembimbing :
dr. Indah Purnamawati

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSU KARYA DHARMA HUSADA
PROVINSI BALI
TAHUN 2022 / 2023
PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-
Nya, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini disusun dalam
rangka mengikuti “Program Internsip Dokter Indonesia” di RSU KDH dan menambah wawasan
kita tentang bagaimana gejala, diagnosis dan tatalaksana terkait kasus ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis memperoleh banyak bimbingan dan
petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Ni Luh Gede Wahyuni, M.Biomed, Sp.A selaku pembimbing pembuatan laporan ini.

2. dr. Indah Purnamawati, selaku dokter pendamping di RSU Karya Dharma Husada
Buleleng

3. Teman sejawat Dokter Internsip di RSU KDH, serta semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam
penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Singaraja, September 2022


Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue/ DD dan Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus, dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue syok syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok1.

Demam berdarah dengue endemic pada lebih dari 100 negara di seluruh dunia, terutama
daerah tropis dan subtropics. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar
50 sampai 100 juta kasus tiap tahunnya. Dari kasus ini 500.000 kasus DBD mengakibatkan
22.000 kematian yang kebanyakan terjadi pada anak-anak2. Sejak pertama kali kasus DBD
dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, angka morbiditas DBD
menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun dan wilayah penyebarannya pun
semakin luas hampir di seluruh kabupaten/kota. Pada tahun 2016, DBD berjangkit di 463
kabupaten/kota dengan angka morbiditas sebesar 78,18 per 100.000 penduduk3.

Perjalanan penyakit DBD melalui beberapa fase seperti fase demam, fase kritis dan fase
penyembuhan. Tanda dan gejala yang diperlihatkan oleh demam dengue, DBD, dan
sindrom syok dengue berbeda sehingga dalam penatalaksanaan disesuaikan dengan
klasifikasi derajat penyakit pasien. Hingga saat ini belum ditemukan terapi utama seperti
vaksin untuk menangani penyakit yang disebabkan oleh virus dengue ini, penatalaksanaan
DBD pada dasarnya bersifat suportif dan simptomatik, sehingga dengan memahami
patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium,
diharapkan penatalaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Demam Dengue (DD) merupakan episode demam yang terjadi dalam kurun waktu 2-7 hari
yang disebabkan oleh infeksi virus dengue tanpa disertai adanya bukti kebocoran plasma4.
Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus, family Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe
virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe DEN-2 dan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak yang ditemukan di Indonesia, meskipun serotipe lainnya
juga ditemukan. Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus yang dapat memberikan manifestasi klinis berupa demam,
perdarahan bahkan kematian dan dapat menimbulkan wabah. Penyakit ini memiliki
spektrum klinis beragam dari fase infeksi asimtomatik sampai syok. Demam berdarah
dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut disertai dengan adanya bukti kebocoran
plasma yang dapat dilihat dari meningkatnya hematokrit atau penumpukan cairan di rongga
tubuh1.

2.2. Epidemiologi

Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang
berbahaya pada lebih dari 100 negara di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan
subtropis. Setiap 10 tahun, rata-rata jumlah kasus tahunan kasus DD/DBD yang dilaporkan
ke WHO terus meningkat secara eksponensial. Dari tahun 2000 hingga 2008, rata- rata
jumlah kasus per tahun adalah 1.656.870, atau hampir tiga setengah kali angka tahun 1990-
1999, yaitu 479.848 kasus4. Berdasarkan data resmi yang disampaikan ke WHO, kasus
demam berdarah di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melampaui 1,2 juta
pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada ahun 20132.

Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan
jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%), akan tetapi konfirmasi
virologis baru didapat pada tahun 1972. Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam
Berdarah Dengue cenderung menyebar hingga tahun 2010 penyakit dengue
4
telah tersebar di 33 provinsi, 440 Kabupaten/Kota3. Indonesia pada tahun 2010
menempati urutan tertinggi kasus DBD di Asia Tenggara, dengan jumlah kasus sebanyak
156.086 dan jumlah kematian sebanyak 1.358 orang6.

Rerata insidens DBD berdasarkan provinsi pada tahun 2015, tiga provinsi tertinggi
adalah Provinsi Bali yaitu 208,7 per 100.000 penduduk, Provinsi Kalimantan Timur yaitu
183,12 per 100.000 penduduk dan Provinsi Kalimantan Tengah yaitu sebesar 120,08 per
100.000 penduduk, Bali dikenal dengan daerah endemis DBD karena 9 kabupaten/kota
setiap tahunnya terdapat kasus DBD. Pada tahun 2015 jumlah penderita DBD dilaporkan
sebanyak 10.759 kasus dengan jumlah kematian 29 orang (Incidence Rate/Angka
Kesakitan : 259,1 per 100.00 penduduk dan CFR / angka kematian : 0,3%). Pada tahun
2016, jumlah penderita DBD mengalami peningkatan, dilaporkan sebanyak 20.306 kasus
dengan jumlah kematian 58 orang (Incidence Rate/Angka Kesakitan : 483 per 100.00
penduduk dan CFR / angka kematian : 0,3%)5.

2.3. Patogenesis

DHF merupakan mosquito-borne viral disease yang disebabkan oleh virus dengue dengan
tipe antigen yang berbeda, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Walaupun DD dan
DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang
khas pada DHF yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena
kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak
terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya
virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag.
Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari
gejala panas mulai. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah
respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus dan proses sitolisis. Peran limfosit T baik T-helper (CD4) maupun T-sitotoksis (CD8)
juga berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Monosit dan makrofag
berperan dalam fagositosis virus namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Makrofag akan segera bereaksi dengan
menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-
sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan
5
sel B yang akan melepas antibodi. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Gambar 1. Imunopatogenesis demam berdarah dengue

Proses di atas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang


terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala
lainnya. Dapat terjadi manifestasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.
Imunopatogenesis DBD merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan
untuk menjelaskan perubahan patogenesis DBD dan DSS yaitu
teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).

6
Gambar 2. Hipotesis secondary heterologous infection

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous


infection yang menyatakan DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan tipe yang berbeda. Jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu
maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat
menimbulkan penyakit yang berat.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan penelitian lain
menyakatan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yan
memfagositosis kopleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper
dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma
akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α,
IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya
disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi
melalui aktivasi oleh kompleks virus- antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1.) Supresi sumsum
tulang, dan 2.) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Destruksi trombosit terjadi 7
melalui peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibody virus dengue, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi
melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.

Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada DBD stadium


III dan IV. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Aktivasi koagulasi pada DBD terjadi melalui aktivasi jalur
ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

2.4. Manifestasi klinis

Gambar 3. Manifestasi Infeksi Virus Dengue

Manifestasi klinis infeksi virus dengue bisa tidak bergejala (asimptomatik) dan bergejala
(simptomatik). Infeksi virus dengue yang bergejala dibagi menjadi demam yang tidak khas
(undifferentiated fever) biasanya ditandai dengan demam yang mirip dengan infeksi virus
lainnya, sering dijumpai adanya gejala pada saluran nafas atas dan gastrointestinal4.
2.4.1. Demam Dengue
Demam dengue (without haemorrhage dan with unusual haemorrhage) secara umum
adanya demam akut yang kadang menunjukkan demam biphasik disertai nyeri kepala berat,
myalgia, arthralgia, rashes, leukopenia dan terkadang terdapat trombositopenia. Perdarahan
yang tidak biasa seperti gastrointestinal bleeding dan massive epistaxis jarang terjadi pada
Demam Dengue4. 8
Pada pemeriksaan Laboratorium ditemukannya leukopenia dengan penurunan neutropil
dan berlangsung pada periode demam. Trombositopenia (100.000 sampai 150.000
cell/mm3) sering ditemukan dan setengahnya dapat mencapai dibawah 100.000 cell/mm3
namun penurunan hingga dibawah 50.000 cell/mm3 jarang sekali terjadi. Peningkatan
hematokrit hingga 10%.
2.4.2. Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (DBD non syok dan DBD dengan sindrom syok dengue) sering
terjadi pada pasien anak dibawah 15 tahun terutama pada hyperendemic area, karena
berhubungan dengan infeksi dengue yang berulang. Demam Berdarah Dengue di
manifestasikan dengan adanya demam tinggi dengan onset akut dan berhubungan dengan
tanda dan gejala yang mirip pada fase awal demam pada DD, namun yang paling
membedakannya dengan DD adalah adanya kelainan haemostasis dan kebocoran plasma
pada pleural dan abdominal cavities.
Pada DBD sering ditemukan adanya tanda perdarahan seperti tourniquet test positif,
petechiae, mudah mengalami memar dan adanya perdarahan pada saluran gastrointestinal
pada kasus yang berat. Pada akhir fase demam sering terjadi syok hipovolemik yang
disebabkan oleh kebocoran plasma. Ditemukannya warning sign seperti muntah persisten,
nyeri perut, lethargy, oliguria merupakan tanda penting untuk dilakukannya intervensi
untuk menghindari syok. Trombositopenia dan peningkatan hematokrit adalah temuan
yang penting sebelum terjadinya syok4.
Pada pemeriksaan Lateral Decubitus Chest X-Ray biasanya ditemukan pleural effusion,
paling sering pada sisi kanan. Sedangkan dari pemeriksaan ultrasound biasanya ditemukan
ascites dan edema pada gall bladder.
Fase kritis dari DBD biasanya terjadi pada terjadinya kebocoran plasma, dimulai pada
transisi dari fase febris ke afebris. Ditemukannya adanya bukti kebocoran plasma, efusi
pleura dan ascites mungkin terjadi namun tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik
pada fase awal atau kasus DBD sedang. Peningkatan 10% sampai 15% diatas baseline dapat
menjadi tanda awal terjadinya fase kritis.
2.4.3. Expanded Dengue Syndrome
Expanded dengue syndrome, manifestasi yang tidak biasa dengan keterlibatan organ
yang parah pada liver, ginjal, otak atau hati yang berhubungan dengan infeksi dengue baik
pada pasien DBD maupun DD. Hal ini berhubungan dengan koinfeksi, komorbiditas, atau
komplikasi dari prolong syok.
Namun, untuk alasan praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue) dapat
dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan without 9
warning sign7.
Gambar 4. Perjalanan klinis infeksi virus dengue

Perjalanan klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase febris, fase kritis,
dan fase pemulihan. Pada fase febris, demam mandadak tinggi (39 o-40o C) selama 2-7 hari
dan biasanya diikuti oleh muka kemerahan, eritema pada kulit, nyeri seluruh tubuh,
myalgia, atralgia, nyeri di belakang mata, fotofobia, rubeliform exanthema, dan sakit
kepala. Beberapa pasien bisa mengalami nyeri tenggorokkan dan injeksi konjungtiva.
Anoreksia, mual dan muntah umum ditemukan. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda
perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa (seperti mimisan dan gusi berdarah),
walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan
gastrointestinal8.

Pada fase kritis terjadi pada hari 3 – 6 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24 – 48 jam.Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok. Syok dapat
terjadi ketika kehilangan cairan plasma hingga volume yang kritis. Kemudian kondisi
tersebut dilanjutkan dengan tanda bahaya berupa temperature badan yang subnormal.
Apabila syok terjadi cukup panjang dapat menyebabkan kerusakan organ, asidosis
metabolik dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Fase pemulihan, bila fase
kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara
perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan
pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik8. 10
2.5. Derajat Penyakit

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi
derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1:

Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih - Leukopenia (≤5000 sel/mm3)
tanda ; - Trombositopenia (≤ 150.000 sel/mm3)
Sakit kepala, nyeri - Tidak ditemukan tanda-tanda
retroorbital, myalgia, kebocoran plasma
atralgia, ruam kulit,
- Hematokrit meningkt 5-10%
manifestasi perdarahan
DBD grade I Demam dan manifestasi - Leukopenia (≤5000 sel/mm3)
perdarahan (positive - Trombositopenia (≤ 100.000 sel/mm3)
tourniquet test) dan adanya - Terdapat minimal salah satu tanda-
bukti kebocoran plasma tanda kebocoran plasma :
Peningkatan hematokrit > 20%
dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit > 20% setelah
mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi
pleura, asites atau hipoproteinemia.
DBD grade II Gejala sama seperti diatas - Leukopenia (≤5000 sel/mm3)
disertai dengan perdarahan - Trombositopenia (≤ 100.000 sel/mm3)
spontan. - Terdapat minimal salah satu tanda-
tanda kebocoran plasma
- HCT meningkat > 20%
DBD grade III Gejala sama seperti diatas - Leukopenia (≤5000 sel/mm3)
disertai dengan kegagalan - Trombositopenia (≤ 100.000 sel/mm3)
sirkulasi (kulit dingin dan Terdapat minimal salah satu tanda-
lembab serta gelisah), tanda kebocoran plasma
- -HCT meningkat >20% 11
hipotensi
DBD grade IV Gejala sama seperti diatas - Leukopenia (≤5000 sel/mm3)
disertai dengan tekanan - Trombositopenia (≤ 100.000 sel/mm3)
darah dan nadi tidak terukur Terdapat minimal salah satu tanda-
tanda kebocoran plasma
- -HCT meningkat >20%

Pada WHO 2009, DBD berdasarkan keparahannya dibagi menjadi DBD without warning
sign, dengan warning sign dan DBD berat dengan warning sign, hal ini memudahkan dokter
umum untuk manajemen dan merujuk pasien9.

Gambar 5. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan keparahan


2.6. Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Darah lengkap

Pemeriksaan darah yang dilakukaan secara rutin adalah kadar leukosit, hematokrit, jumlah
trombosit. Meningkatnya hematokrit yang pada pasien DBD merupakan penanda
terjadinya perembesan plasma. Selain itu dapat juga ditemukan trombositopenia dan
leukopenia. Pada pemeriksaan darah lengkap parameter yang diamati adalah terdapat
trombositopenia (<100.000) umumnya terjadi pada hari ke 3-8, kebocoran plasma ditandai
dengan peningkatan hematokrit ≥20% dari hematokrit awal. WBC <5000 dan rasio
neutrofil dengan lymfosit (Neutrofil<limfosit) sangat berguna untuk memprediksi
dimulainya fase kritis dari kebocoran plasma. Perlu diingat bahwa peningkatan hematokrit 12
dapat dipengaruhi oleh penggantian volume cairan dan perdarahan.
2.6.2 Uji serologi
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition Test = HI Test)
Uji HI adalah uji serologi yang paling sering dipakai dan digunakan sebagai baku emas
pada pemeriksaan serologis. Uji ini sensitive tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji
serologis ini tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Untuk diagnosis
pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum akut atau konvalesen
dianggap sebagai presumptive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang
baru terjadi (Recent dengue infection).
2. Uji Komplement Fiksasi (Complement Fixation test = CF test)
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostic secara rutin oleh karena
selain cara pemeriksaan yang rumit, prosedur pemeriksaan juga memerlukan tenaga
pemeriksa yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibody HI, antibody
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja (2-3 tahun).
3. Uji Neutralisasi
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitive untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization
Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya dari plaque yang terjadi. Saat antibody
neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibody komplemen
tetapi lebih cepat dari antibody fiksasi dan bertahan lama (48 hari). Uji neutralisasi
juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara
rutin.

4. IgM/IgG Elisa
Pemeriksaan serologi antibody IgM/IgG merupakan uji serologi yang banyak sekali
dipakai. Dari pemeriksaa serologi, antibody IgM positif menunjukkan bahwa pasien
mengalami infeksi primer, sedangkan antibody IgG positif menunjukkan infeksi
sekunder (infeksi untuk yang kedua kalinya oleh virus yang sama dari serotipe yang
berbeda). Pasien yang menunjukkan antibody IgM dan IgG negative, menunjukkan
bahwa pasien tidak terkena infeksi virus dengue, tetapi disebabkan oleh infeksi yang
lain, meskipun trombosit turun atau mengalami hemokonsentrasi. IgM terdeteksi mulai
hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi
primer IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi
hari ke-2.
13
2.6.3 Pemeriksaan Radiologi

Kelainan yang bisa didapatkan pada pemeriksaan radiologi antara lain; dilatasi pembuluh
darah paru, efusi pleura, kardiomegali atau efusi perikard, hepatomegaly, cairan dalam
rongga perineum, penebalan dinding fesika felea. Pada foto dada didapatkan efeusi pleura
terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi
pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG1.

2.7. Penatalaksanaan

Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke dalam
3 kelompok yaitu kelompok A, B dan C. pasien yang termasuk Kelompok A dapat
menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Kelompok B atau C harus
menjalani perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk
infeksi dengue sehingga prinsip penanganan DBD bersifat suportif dan simtomatis9.

Gambar 6. Algoritma Management Dengue

1. Kelompok A
Yang termasuk kelompok A adalah pasien yang tidak disertai warning sign dan 14
mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine
minimal sekali dalam 6 jam. Pasien dapat ditangani dengan perawatan yang baik di
rumah. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan.
Pasien dengan hematokrit stabil dapat dipulangkan. Penanganan yang dapat diberkan
kepada pasien dengan tipe kelompok A ini adalah dengan menganjurkan istirahat
yang cukup, megonsumsi cairan secukupnya, serta dapat diberikan parasetamol.
Pasien beserta keluarga harus diberikan KIE tentang warning sign secara jelas dan
diberikan intruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning sign
selama perawatan di rumah.

Tatalaksana pasien rawat jalan Grup A


Sumber: PNPK Tatalaksana kasus DBD anak dan remaja
2. Kelompok B
Pasien yang tergolong kelompok B adalah pasien dengan warning sign dan pasien
dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi
penyerta khusus seperti pada pasien hamil, bayi, geriatri, pasien dengan diabetes
mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi social seperti tempat tinggal yang jauh dari
RS atau tinggal sendiri harus dirawat inap. Jika pasien tidak mampu menoleransi
asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat
dimulai dengan memberikan cairan isotonic seperti saline 0,9% atau Ringer’s Lactate
dengan kecepatan tetes maintenance. Mulai dengan dengan pemberian cairan
sebanyak 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi
3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam
sesuai respon klinis. Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematocrit. Apabila
15
jumlah hematocrit relative tetap maka lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3
ml/kg/jam selama 2-4 jam.
Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai hematocrit,
tingkatkan kecepatan tetes menjadi 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Pemberian cairan
intravena dapat diturunkan secara bertahap apabila produksi urine sudah adekuat dan
nilai hematocrit di bawah nilai baseline. Pemantauan kondisi pasien sangat
diperlukan seperti pemantauan tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sapai
pasien melewati fase kritis), produksi urine (setiap 4-6 jam), hematokrit (sebelum dan
sesudah pemberian cairan, setelah itu setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ
lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).

Grup B: Dengue dengan kondisi penyerta, tetapi tanpa warning signs


Sumber: PNPK Tatalaksana kasus DBD anak dan remaja

16
Grup B: Dengue dengan warning signs (tidak syok): tatalaksana cairan rawat inap
Sumber: PNPK Tatalaksana kasus DBD anak dan remaja

17
Grup B: Dengue dengan warning signs (tidak syok): tidak perbaikan setelah
pemberian cairan pertama
Sumber: PNPK Tatalaksana kasus DBD anak dan remaja

3. Kelompok C
Yang termasuk kelompok C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma
leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan
distress napas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat (kerusakan hepar,
kerusakan ginjal, kardiomiopati, encephalopati atau encephalitis). Terapi terbagi
menjadi terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif
(hypotensive shock).
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:
- Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonic 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam.
Nilai kembali kondisi pasien (tanda vital, capillary refill time, hematokrit, urine
output), jika terdapat perbaikan, turunkan tetes secara berkala menjadi 5-7
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-
3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien.
Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.

- Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan pertama.
Jika nilai hematokrit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan 18
kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus
kedua, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara bertahap seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
- Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan dan
memerlukan transfuse darah (PRC atau whole blood).

Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:

- Mulai dengan larutan kristaloid isotonic intravena 20 ml/kg/jam sebagai bolus


diberikan dalam 15 menit
- Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam selama
1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara bertahap. Jika tidak terdapat
perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi nilai hematokrit sebelum bolus
cairan. Jika hematokrit rendah (<40%), hal ini menandakan adanya perdarahan,
siapkan cross- match dan transfusi. Jika hematokrit tinggi dibandingkan nilai
basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua
selama 30 menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah bolus kedua.
- Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama
1-2 jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes
seperti poin penjelasan sebelumnya.
- Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah bolus cairan
kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan adanya perdarahan.
Jika hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infus
koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi
menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid
dan kurangi kecepatan tetes.
- Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC atau 10-20
ml/kg/jam
whole blood.

2.8. Prognosis

Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan yang
diberikan dan pasien atau host, misalnya usia dan infeksi awal terhadap serotipe virus
dengue yang dapat mengakibatkan komplikasi hemorargik yang parah. Prognosis DBD
derajat I dan II umumnya baik, pada derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat
maka pasien dapat ditolong. Lamanya penanganan terhadap terjadinya syok akan baik 19
bila diatasi maksimal 90 menit. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar
40-50% tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik dapat menjadi 1-2%. Pada
kasus DBD yang disertai komplikasi seperti DIC dan ecephalopati memiliki prognosis
buruk.
2.9. Pencegahan

Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk dengan cara
melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Upaya ini merupakan cara yang
terbaik, murah, dan dapat dilakukan oleh masyarakat dengan cara “3M-plus”, yakni3 :

- Menguras dan menyikat tempat penampungan air (seperti: bak mandi/WC, drum, dan
lain- lain) seminggu sekali.
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-
lain.
- Mengubur atau membuang pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan,
agar tidak menjadi tempat berkembangbiak nyamuk.

Selain itu ditambah dengan cara lain, seperti mengganti air vas bunga, tempat minum
burung atau tempat-tempat lainnya seminggu sekali; memperbaiki saluran dan talang air
yang tidak lancer atau rusak; menutup lubang-lubang pada potongan bamboo atau pohon,
menaburkan bubuk ABATE pada tempat-tempat yang yang sulit dikuras, menghindari
kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar; mengupayakan pencahayaan dan
ventilasi ruang yang memadai; menggunakan kelambu; memakai obat yang dapat
mencegah gigitan nyamuk. Penggunaan bubuk ABATE dapat diulangi setiap 2-3 bulan
sekali.

20
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
a. Nama : An. ”PAWR”

b. Umur : 5 tahun

c. Jenis kelamin : Laki-laki

d. Alamat : Tegal Linggah, Tejakula

e. Agama : Hindu

f. Status : Belum menikah

g. Pendidikan : Taman Kanak-Kanak

h. Pekerjaan :-

i. RM : 0086418

j. T g l . Kunjungan : 23 September 2022

3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar orangtua dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu
(19/09/2022). Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari, orang tua pasien sempat
mengukur suhu badan anak dikatakan mencapai 40°C. Pasien sempat diberikan obat namun
keluhan tidak membaik. Kondisi pasien dikatakan biasanya lebih baik pada siang hari dan
makin memberat pada malam hari.
Selain keluhan demam yang dirasakan oleh pasien, keluhan lain yang dirasakan adalah
mimisan pada tanggal 20/9/2022 dan 21/09/2022. Mimisan dikatakan lumayan banyak namun
mau berhenti saat ditekan dengan kapas. Nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri sendi (-),
nyeri perut (-), lemas (-), ruam (-). Keluarga mengatakan tidak ada perdarahan dari area lain
seperti gusi dan saluran pencernaan. Nafsu makan pasien dikatakan menurun sejak beberapa
hari terakhir, pasien masih bisa minum namun sudah mulai sulit untuk minum. Tidak ada 21
keluhan pada BAB maupun BAK.
Riwayat Penyakit Sebelumnya dan Pengobatan
Obat yang sempat di minum pasien adalah Contrexyn Syr, Paracetamol Syr

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal di keluarganya ada yang menderita keluhan serupa. Riwayat penyakit
kronis disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien merupakan anak yang aktif dan suka bermain dengan anak usia nya. Orang tua pasien
mengatakan di lingkungan sekitar rumah tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Pre Natal


Ibu pasien mengatakan bahwa selama hamil tidak pernah mengonsumsi obat-obatan tanpa resep
dokter. Riwayat sakit berat selama hamil disangkal. Asupan gizi selama hamil dikatakan cukup.
Perdarahan saat hamil disangkal. Ibu pasien sudah mendapatkan vaksin tetanus toksoid (TT).
Riwayat Natal
Pasien merupakan anak Pertama dari dua saudara. Lahir normal. Persalinan di bidan. Berat dan
Panjang lahir dikatakan lupa.
Riwayat Post Natal
Ibu pasien mengatakan rutin kontrol ke dokter. Anak mendapat ASI eksklusif. Anak dikatakan
tidak ada kelainan fisik.

Riwayat Imunisasi
• 0 bulan: Hepatitis B, Polio 0, BCG
• 2 bulan: Pentabio 1, Polio 1, hepatitis 2
• 3 bulan: Pentabio 2, Polio 2, hepatitis 3
• 4 bulan: Pentabio 3, Polio 3, hepatitis 4
• 9 bulan: Campak

Riwayat Makan dan Minum


22
• ASI : 0 hari-6 bulan
• Susu formula : 6 bulan
• Bubur susu : 6 bulan
• Nasi tim : 8 bulan
• Nasi : 12 bulan-sekarang

Riwayat Tumbuh Kembang


Anak dikatakan tumbuh kembangnya sesuai dengan anak seusianya.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


3.3.1 Status Present
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (E4M5V6)
Nadi : 94 x/menit
Respirasi rate : 22 x/menit
Suhu : 37,5 oC
SpO2 : 98%

Status Antropometri
Berat Badan (BB) : 20 kg
Tinggi Badan (TB) : 110 cm
Berat Badan Ideal : 18 kg
BB Menurut Umur : Z-scores 2 s/d 0 SD
TB Menurut Umur : Z-scores 2 s/d 0 SD
BB menurut TB : Z-scores 1 s/d 0 SD
Status Gizi (Waterlow) : 111% (Overweigh)

3.3.2 Status Generalis


Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cowong -/-, reflex
pupil +/+ isokor
THT :
• Telinga : secret -/- 23

• Hidung : secret (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
• Tenggorok : faring hiperemis (-),
• Lidah : atropi papil (-), lidah kotor (-)
• Bibir : sianosis (-)
• Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris (+), retraksi dinding dada (-)
Cor :
• Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : iktus kordis teraba ICS V MCL sinistra
• Auskultasi : S1S2 tunggal, regular,murmur (-), gallop (-)

Pulmo :
• Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada -/-
• Palpasi : nyeri tekan (-/-)
• Perkusi : sonor sluruh lapang paru
• Auskultasi : vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
• Inspeksi : kembung (-), arteri kolateral (-)
• Auskultasi : bising usus (+) N
• Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA (-/-).
• Palpasi : nyeri tekan (+) epigastrium, undulasi (-), turgor
kulit kembali cepat (< 2 detik)
- Liver : liver span 15 cm lobus kanan, teraba pembesaran liver.
Spleen : tidak ada pembesaran, traube’s space timpani/timpani.
Ekstremitas :
• Akral dingin : -/- -/-
• Edema : -/- -/-
• Petechiae :-
• Purpura :-

24
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi (23 September 2022, pk 12:11)
Parameter Hasil Rujukan Satuan Remarks
WBC 3.8 4.1 ~ 10.5 x 103/mm3 L
Lymph# 1.0 1.00 ~ 3.10 x 103/mm3
Mon# 0.3 0.10 ~ 0.70 x 103/mm3
Gran# 2.5 2.30 ~ 7.70 x 103/mm3
Lymph% 26.1 16.0 ~ 43.3 %
Mon% 7.7 2.8~ 10.2 %
Gran% 66.2 48.5 ~ 80.3 %
HGB 12.1 13.1 ~ 16.7 g/dL
RBC 4.91 4.30 ~ 5.80 x 106/mm3
HCT 38.7 39.9 ~ 51.0 %
MCV 79.0 83.0 ~ 98 µm3 L
MCH 24.6 27.0 ~ 32.2 Pg L
MCHC 31.2 31.8 ~ 33.7 g/dL L
RDW-CV 14.3 11.9 ~ 14.8 %
RDW-SD 41.0 38 ~ 49 µm3
PLT 125 150 ~ 399 x 103/mm3 L
MPV 8.5 6.8 ~ 10.1 µm3
PDW 16.2 11.0 ~ 18.0 %
PCT 0,106 0,108 ~ 0,282 % L

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Glukosa Sewaktu (23 September 2022, pk 12:10)


Parameter Hasil Rujukan Remarks
Glukosa Sewaktu 78 60-100 mg/dL

3.5 DIAGNOSA
Dengue Fever

3.6 PENATALAKSANAAN
-IVFD: Kaen 3B~20tpm 25

-Inj Paracetamol 3x200mg atau 20cc IV


-Konsul dr. Ni Luh Gede Wahyuni, M.Biomed, Sp.A :
• IVFD D5 1/2NS maintenance~20tpm
• Paracetamol 20 ml iv bila demam dapat diulang @4 jam
• Observasi warning sign & TTV
• Cek DL @24 jam

3.7 MONITORING
- Vital sign
- Keluhan
- Waring Sign
- DL setiap 24 jam

3.8 PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam

3.9. PERKEMBANGAN PASIEN DI RUANGAN

Catatan Integritas Rawat Inap


Tanggal
S O A P
24 September Keluhan demam St. Present Demam IVFD D5 1/2NS
2022 (-), Nyeri perut Keadaan umum Berdarah maintenance
(-), Mual (-), : Lemas Dengue Hari ke Paracetamol 20
Muntah (-), Kesadaran : CM 5 ml iv bila
Nyeri Sendi (-), Nadi : demam dapat
Mimisan (-), 98x/menit, isi diulang @4 jam
Lemas (+), cukup, kuat Observasi
Sesak (-), angkat warning sign &
Makan (+), Respiratory TTV
Minum (+), Rate : 22x/menit Cek DL @24
BAB (+), BAK Suhu : 35,60C jam 26
(+) SpO2: 98%

25 September Keluhan demam St. Present Demam IVFD D5 1/2NS


2022 (-), Nyeri perut Keadaan umum Berdarah maintenance
(-), Mual (-), : Lemas Dengue Hari ke Paracetamol 20
Muntah (-), Kesadaran : CM 6 ml iv bila
Nyeri Sendi (-), Nadi : demam dapat
Mimisan (-), 98x/menit, isi diulang @4 jam
Lemas (+), cukup, kuat Observasi
Sesak (-), angkat warning sign &
Makan (+), Respiratory TTV
Minum (+), Rate : 22x/menit Cek DL @24
BAB (+), BAK Suhu : 35,60C jam
(+) SpO2: 98%

26 September Keluhan demam St. Present Demam IVFD D5 1/2NS


2022 (-), Nyeri perut Keadaan umum Berdarah maintenance
(-), Mual (-), : Lemas Dengue Hari ke Paracetamol 20
Muntah (-), Kesadaran : CM 7 ml iv bila
Nyeri Sendi (-), Nadi : demam dapat
Mimisan (-), 98x/menit, isi diulang @4 jam
Lemas (+), cukup, kuat Observasi
Sesak (-), angkat warning sign &
Makan (+), Respiratory TTV
Minum (+), Rate : 22x/menit Cek DL @24
BAB (+), BAK Suhu : 35,60C jam
(+) SpO2: 98%

27
Hasil Hasil Hasil
Parameter Rujukan Satuan
(24/09/2022) (25/09/2022) (26/09/2022)
WBC 3.1 4.4 5.5 4.1 ~ 10.5 x 103/mm3
Lymph# 1.2 2.1 2.7 1.00 ~ 3.10 x 103/mm3
Mon# 0.5 0.4 0.6 0.10 ~ 0.70 x 103/mm3
Gran# 1.4 1.9 2.2 2.30 ~ 7.70 x 103/mm3
Lymph% 38.5 47.3 48.6 16.0 ~ 43.3 %
Mon% 17.1 9.8 11.7 2.8~ 10.2 %
Gran% 44.4 42.9 39.7 48.5 ~ 80.3 %
HGB 12.6 12.8 11.7 13.1 ~ 16.7 g/dL
RBC 5.02 5.00 4.77 4.30 ~ 5.80 x 106/mm3
HCT 39.5 39.1 37.9 39.9 ~ 51.0 %
MCV 78.7 78.2 79.5 83.0 ~ 98 µm3
MCH 25.0 25.6 24.5 27.0 ~ 32.2 Pg
MCHC 31.8 32.7 30.8 31.8 ~ 33.7 g/dL
RDW-CV 14.0 13.6 14.1 11.9 ~ 14.8 %
RDW-SD 39.3 41.0 42.0 38 ~ 49 µm3
PLT 76 62 98 150 ~ 399 x 103/mm3
MPV 9.1 8.8 8.9 6.8 ~ 10.1 µm3
PDW 16.3 16.1 16.0 11.0 ~ 18.0 %
PCT 0,069 0,054 0,087 0,108 ~ 0,282 %

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Demam dengue/ DD dan Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam Flavivirus, keluarga Flaviviridae
dengan demam bifasik yang berlangsung selama 2-7 hari . Perbedaan mendasar dari Demam Dengue
dan Demam Berdarah Dengue terletak pada bukti adanya kebocoran plasma 1. Terdapat 4 serotipe virus
dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak yang ditemukan di Indonesia, dan DEN-3 merupakan salah satu serotipe dengan virulensi
paling tinggi4.
Menurut World Health Organization (WHO) pada Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever pada tahun 2011, mengelompokkan penyakit
infeksi virus dengue berdasarkan manifestasi klinis. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat
dibagi menjadi tidak bergejala (asimptomatik) dan bergejala (simptomatik). Infeksi virus
dengue yang bergejala dibagi menjadi demam yang tidak khas (undifferentiated fever),
demam dengue (without haemorrhage dan with unusual haemorrhage), demam berdarah
dengue (DBD non syok dan DBD dengan sindrom syok dengue), dan expanded dengue
syndrome yang merupakan perbaharuan dari guidline WHO yang dikeluarkan pada tahun 1997 .
Berdasarkan derajatnya DBD dapat dibagi menjadi 4, DBD grade I yang mana hanya
ditemukan adanya bukti kebocoran plasma, DBD grade II ditemukan adanya perdarahan
spontan, DBD grade III adanya tanda-tanda syok dengan tekanan nadi yang sempit
(≤20mmHg), dan grade IV dimana terjadi syok dengan tekanan darah tidak dapat di hitung.
Menurut Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Infeksi Dengue Anak dan
Remaja dari Kementrian Kesehatan RI tahun 2021, sulitnya dalam menggunakan kriteria
DBD pada praktik klinis di fasilitas dan sarana maka digunakanlah The Dengue Guidelines
for Diagnosis, Treatment and Control World Organization tahun 2009 dimana infeksi dengue
dikategorikan dalam dua sub group, yaitu dengue dengan warning sign dan tanpa warning
sign10. Namun hal ini menyebabkan tingginya kasus overdiagnose yang menyulitkan petugas
kesehatan di Fasilitas kesehatan tingkat lanjut 4.
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat di diagnosa dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan ditemukan
demam dengan onset akut yang berlangsung lebih dari 3 hari dan tidak membaik dengan
pemberikan terapi antipiretik, diikuti dengan keluhan nyeri retro-orbital, nyeri pada seluruh
29
tubuh, dan anorexia, khususnya pada DBD biasanya ditemukan adanya nyeri abdomen.
Demam biasanya mencapai 39oC dan 40oC dan biasanya bifasik. Pada wajah, leher, dan dada
biasanya ditemukan skin rash pada 3 hari pertama berupa lesi maculopapular atau rubelliform
pada hari ke 3 dan 4. Manifestasi perdarahan biasanya ditandai dengan tes tourniquet positif
dan ditemukannya petechiae, perdarahan seperti epistaksis yang masif, hipermenorrhea dan
perdarahan gastrointestinal sangat jarang ditemukan pada kasus Demam Dengue (DD), bukti
adanya efusi pleura dan ascites pada kasus DBD sulit di evaluasi dari pemeriksaan fisik 4.
Pada kasus ini keluhan demam dialami sudah 4 hari, dimana demam dikatakan
mencapai 40oC dan tidak membaik dengan pemberian obat antipiretik. Demam juga
ditemukan mulai menurun pada saat datang ke IGD yang menandakan adanya demam bifasik.
Pada saat pasien di IGD pasien mengeluh nyeri perut, nafsu makan yang menurun dan minum
yang mulai menurun. Pasien juga dikatakan sempat mengalami mimisan selama 2 hari. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suhu 37,5oC, nadi 94x/menit, Respirasi rate 22x/menit. Tidak
ada tanda rhonki maupun ascites pada pemeriksaan undulasi.
Pada Demam Dengue (DD) pemeriksaan Darah Lengkap ditemukan adanya
Leukopenia dimana WBC <5000, Trombositopenia hinnga <100.000 namun sangat jarang
turun hingga <50.000, peningkatan hematokrit biasanya bisa terjadi hingga 10% akibat dari
dehidrasi oleh karena demam yang tinggi, muntah, dan intake oral yang berkurang. Pada kasus
DBD penurunan WBC <5000 dan rasio neutrofil-limfosit (neutrofil<limfosit) dapat
digunakan untuk memprediksi fase kritis dari kebocoran plasma, platelet counts biasanya
normal pada fase awal demam, penurunan trombosit hingga <100.000 terjadi pada akhr fase
demam sebelum onset syok. Peningkatan hematokrit lebih dari 20% dapat menjadi penanda
bawaha adanya kebocoran plasma, perlu di catata bahwa level hematokrit juga dapat
dipengaruhi oleh pemberian volume cairan pengganti dan perdarahan. Selain itu juga sering
ditemukan hiponatremia dan albuminemia akibat dari kebocoran plasma dan rasio
AST:ALT>2. Ditemukannya efusi pleura dari pemeriksaan X-ray atau ultrasound adalah bukti
paling objektif dari kebocoran plasma dan hipoalbuminemia dapat menjadi bukti pendukung,
hal ini bermanfaat untuk mendiagnosa DBD pada pasien anemia, perdarahan berat, pada
pasien dengan baseline hematokrit yang tidak jelas, dan peningkatan hematokrit <20% akibat
dari terapi intravena yang lebih awal.
Pada kasus ini pasien datang dengan WBC 3800, limfosit 1000 dan granulosit 2500,
pada perkembangannya di hari ke 6 demam ditemukan bukti fase kritis selama pasien dirawat
di ruangan, adanya granulosit yang lebih rendah dari limfosit, pada hari yang sama ditemukan
30
nilai terendah trombosit selama pasien di rawat yaitu 62.000 sedangkan hematokrit 39,1%,
penurunan troombosit yang masih diatas 50.000 dan hematrokrit yang meningkat <20%
kemungkinan disebabkan oleh terapi intravena yang diberikan lebih awal. Pemeriksaan X-ray
toraks atau ultrasound tidak dilakukan selama pasien dirawat inap.
Ditemukannya seluruh tanda dan gejala baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang yang sesuai pasien didiagnosa kerja awal dengan DD, namun melihat
perkembangan pasien di ruangan, pasien di diagnosa dengan DBD grade II.
Penatalaksanaan yang dilakukan sesuai dengan panduan WHO tahun 2009 sesuai
dengan PNPK Tatalaksana Infeksi Dengue Anak dan Remaja oleh KEMENKES RI tahun
2021 masuk ke dalam Tatalaksana Group B, dengan pemberian terapi pengganti cairan dengan
D5 ½ NS dan pemberian antipiretik untuk mengurangi keluhan demam. Pasien di pantau ketat
warning sign dan pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan setiap 24 jam selama pasien
dirawat. Pada kasus ini berat badan pasien yaitu 20 kg sehingga kebutuhan cairan/hari : (10
kg x 100 ml/kgBB) + (10 kg x 50 ml/kgBB) = 1.500 ml/hari. Tetesan per menit (makro) =
1.500x20(tetes/menit) : 24 (jam) x 60 (menit) = 20 tetes. Pemberian paracetamol sesuai dosis
anak 10mg/kgBB setiap kali pemberian, pasien diberikan 200mg dengan sediaan paracetamol
intravena flash 1ml/10mg sehingga pasien mendapatkan 20ml setiap kali pemberian.
Tanda penyembuhan dapat dilihat dari nafsu makan yang membaik dan tidak dijumpai
muntah maupun nyeri perut. Pada pemeriksaan frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi
nafas stabil, suhu badan normal, tidak dijumpai perdarahan. Dari pemeriksaan laboratorium
kadar hematokrit stabil pada kadar basal normal. Kemudian pasien dapat di pulangkan apabila
nafsu makan membaik, tidak demam minimal 24 jam tanpa antipiretik, perbaikan klinis yang
jelas, jumlah urin cukup dan tidak tampak distres nafas yang diakibatkan oleh efusi pleuda
dan/atau asites.

31
BAB V
SIMPULAN

Demam dengue/ DD dan Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Demam Dengue dan Demam berdarah Dengue dibedakan dengan adanya
bukti kebocoran plasma, DBD dapat di klasifikasikan menjadi 4 grade, sesuai dengan
pemeriksaan fisik dan hasil lab yang mendukung. Diagnosa Demam Berdarah Dengue dapat
ditegakkan dengan Anamnesis demam yang berlangsung selama 2-7 hari dengan onset akut
(suhu 40oC) bifasik, keluhan lain yaitu nyeri kepala, athralgia, dan keluhan lainnya. Pada
pemeriksaan fisik penting untuk dievaluasi secara terus menerus suhu, respiratory rate, dan
nyeri tekan abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium dilihat WBC, HCT, PLT untuk
memastikan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan NS1 atau immunoglobulin G dan M sesuai
dengan waktu dilakukannya pemeriksaan. Pemberian terapi cairan lebih awal dengan tepat
sebagai pengganti cairan yang keluar dapat memberikan dampak yang baik kepada proses
pemulihan pasien, pemberian antipiretik pilihan pada pasien DBD adalah Paracetamol dan
menghindari penggunaan NSAID. Prognosis pasien dengan DBD baik apabila dapat dideteksi
sedini mungkin sehingga pasien tidak mengalami syok. Pasien dapat dipulangkan apabila
sudah terdapat tanda perbaikan kondisi dan memenuhi kriteria pasien dipulangkan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007
2. Sanyaolu, et al. 2017. Global epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An Update.
Journal of Human Virology & Retrovirology. 5(6);00179
3. Kemenkes RI. Pedomam Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Jakarta: 2017
4. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. ISBN 978-92-9022-387-0. 2011
5. Dhewantara PW, Marina R, Puspita T, Ariati U, Purwanto E, Hananto M, Soares
Magalhaes RJ. Spatial and temporal variation of dengue incidence in the island of Bali,
Indonesia: An ecological study. Travel Medicine and Infectious Disease;23(201932)
6. Kemenkes RI. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI:
Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: 2014
7. Worldgastroenterology.org. (2017). English | World Gastroenterology Organisation
[online] Available at: http://www.worldgastroenterology.org/guidelines/global-
guidelines/acute-diarrhea/acute-diarrhea-english
8. Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L., Bopp, C., Eberhard, M., Hall,
A., Vinje, J., Monroe, S., and Glass, R. 2012. The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis
Among Adults Visiting Emergency Departments in the United States. Journal of Infectious
Disease, 205(9). Pp.1374-1381.
9. World Health Organization. 2009. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control: new edition. World health organization
10. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Infeksi Dengue
Anak dan Remaja. 2021

33

You might also like