You are on page 1of 16

BAB 3 PENGUJIAN

BAB 3
PENGUJIAN

3.1 Umum
Pada bab ini akan dibahas tentang detail pengujian meliputi metode pengujian
yang digunakan yaitu uji tarik dan uji tekan baik untuk pengujian tiap-tiap bagian dari
komposit sandwich maupun untuk pengujian dalam bentuk kesatuan sebagai struktur
sandwich, cara membuat spesimen uji, prosedur dan peralatan pengujian serta data
hasil pengujian. Pengujian tarik bertujuan untuk mencari sifat material face (serat
kelapa dan rami) yang akan dibuat dan uji tekan untuk mengetahui sifat material core
(serbuk kelapa) serta untuk mencari harga beban tekuk kritis kolom sandwich yang
merupakan tujuan utama disusunnya tugas akhir ini.

3.2 Metode Pengujian


Dalam pengujian buckling pada struktur sandwich dengan menggunakan
material komposit alam masih jarang dilakukan dewasa ini. Oleh karena itu, sifat-sifat
material pembentuknya belum banyak diketahui. Dengan demikian diperlukan
pengujian awal berupa uji tarik dan tekan untuk mengetahui sifat-sifat dari face dan
core yang akan digunakan sebagai pembentuk struktur sandwich yang akan diuji.

3.2.1 Uji Material Face dan Core


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa diperlukannya informasi awal
mengenai beberapa sifat material dari bahan yang digunakan sebagai face dan core.
Oleh karena itu dipelukan pengujian untuk memperoleh informasi tersebut yang
terdiri dari uij tarik dan uji tekan.

3.2.1.1 Uji Tarik


Perilaku mekanik dan sifat suatu material dapat ditentukan dengan pengujian
tarik. Dengan dilakukannya pengujian tarik, maka akan didapatkan hubungan antara
tegangan dan regangan. Hal yang penting adalah bahwa perilaku atau sifat suatu
18
BAB 3 PENGUJIAN

material menunjukkan hubungan antara respon atau deformasi bahan terhadap


pembebanan. Umumnya pengujian untuk mendapatkan sifat material adalah jenis
pengujian yang bersifat destruktif. Dalam hal ini, pengujian dilakukan dengan
mengambil spesimen dan mengujinya hingga spesimen tersebut patah. Beban yang
diberikan pada uji tarik adalah beban statik yang meningkat secara gradual. Dalam hal
ini, tegangan (engineering stress) dirumuskan dengan :
F
σ= (3.1)
A0

dimana : σ = Tegangan (MPa)


F = Gaya (N)
A0 = Luas penampang awal (m2)
Sedangkan regangan dirumuskan dengan :
li − l 0 Δl
ε= = (3.2)
l0 l0

dimana : ε = Regangan
li = Panjang akhir (m)
l0 = Panjang awal (m)

Setelah diperoleh data tegangan dan regangan hasil pengujian bahan, maka
dapat dibuat kurva tegangan – regangan (σ - ε). Dari kurva tersebut dapat diketahui
beberapa sifat mekanik material diantaranya :
• σu (ultimate strength) yaitu tegangan maksimum yang dapat terjadi pada
bahan.
• σys (yield strength) yang merupakan tegangan dimana mulai terjadi
deformasi plastis.
• E (modulus elastisitas) yaitu ukuran kekuatan material yang
σ
menghubungkan tegangan dan regangan dalam hubungan : E =
ε
• Ductility (keuletan) yaitu derajat keuletan bahan yang menyatakan
bahwa material tersebut getas atau ulet. Ductility dinyatakan dalam dua
cara yaitu :

19
BAB 3 PENGUJIAN

9 Percent Elongation
⎛ l f − l0 ⎞
ƒ % EL = ⎜⎜ ⎟⎟ × 100 (3.3)
⎝ l0 ⎠
9 Percent Area Reduction
⎛ A0 − A f ⎞
ƒ % AR = ⎜⎜ ⎟⎟ × 100 (3.4)
⎝ A0 ⎠
Namun dalam pengujian tarik ini, hanya harga modulus elastisitas (E) yang
akan dicari. Harga E diperlukan sebagai informasi awal untuk mengetahui apakah
material tersebut cukup kuat untuk dapat digunakan sebagai face dalam struktur
sandwich yang akan dibuat.

3.2.1.2 Uji Tekan


Pengujian tekan ditujukan selain untuk melakukan uji buckling, juga
digunakan untuk mengetahui sifat dari core yang akan digunakan. Seperti halnya
dengan uji tarik untuk mengetahui sifat material dari face, maka uji tarik ini juga
menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2) dan juga dapat dibuat kurva tegangan –
regangan (σ - ε) dimana dari kurva tersebut dapat diketahui beberapa sifat-sifat bahan
antara lain σu (ultimate strength), σys (yield strength), E (modulus elastisitas), dan
Ductility (keuletan) sama halnya pada pengujian tarik.

3.2.2 Uji Tekan Beban Tekuk Kritis


Selain hal tersebut diatas, pengujian tekan bertujuan untuk mengetahui harga
beban kritis suatu material. Material yang diberi beban tekan aksial pada kedua
ujungnya pada umumnya akan melendut yang dinamakan buckling dan beban tekan
pada saat material mulai meledut inilah yang disebut dengan beban tekuk kritis (Pcr).
Pada umumnya, buckling terjadi sebelum tegangan tekan mencapai tegangan luluh
material.
Pengujian tekan berhubungan erat dengan penggunaan tumpuan atau kondisi
batas yang digunakan. Ada beberapa jenis tumpuan yang dapat digunakan, namun
dalam pengujian kolom sandwich ini digunakan tumpuan berupa simply supported.
Metode yang dapat digunakan untuk menentukan beban tekuk kritis pada
kolom adalah :
a. Menentukan titik patahan pada kurva beban vs defleksi tekan

20
BAB 3 PENGUJIAN

b. Menentukan titik patahan pada kurva beban vs defleksi transversal


Pada pengujian ini yang akan dilakukan adalah pengukuran defleksi transversal
sehingga penentuan beban tekuk kritis akan dilakukan sesuai dengan metoda b.

Gambar 3.1. Beban Tekan Vs Defleksi Transversal pada Kolom

Gambar 3.1. menunjukkan hubungan antara beban dengan defleksi transversal


yang terjadi pada kolom. Pada kurva tersebut terlihat bahwa titik patahan tidak terlihat
secara jelas. Oleh karena itu, maka dilakukan ekstrapolasi kurva sebelum dan sesudah
terjadinya buckling. Beban yang menunjukkan titik perpotongan hasil ekstrapolasi ini
yang dinyatakan sebagai beban tekuk kritis.
Metode lain yang digunakan untuk menentukan beban tekuk kritis dari
pengujian adalah metode southwell yang dapat digunakan untuk mencari beban kritis
pada analisis buckling pada struktur kolom dengan tidak mengabaikan imperfeksi.
Beban tekuk kritis diperoleh dari inverse slope dari garis lurus yang diperoleh dari
data eksperimen dengan persamaan :
⎛ 1 ⎞
Pcr = ⎜⎜ ⎟⎟ + Po (3.5)
⎝ slope ⎠
Dengan : Pcr = beban tekuk kritis
Slope = gradien kemiringan kurva regresi linier
Po = beban referensi awal

Untuk memperoleh harga beban tekuk kritis dari kurva beban vs defleksi,
maka diperlukan penentuan range yang tepat terutama di daerah linier yang dekat
dengan titik patahan pada kurva. Setelah menentukan range tersebut, maka harga

21
BAB 3 PENGUJIAN

beban pada range yang bernilai minimum dijadikan sebagai beban referensi awal
yang dinamakan p1. Dimana defleksi yang berhubungan dengan beban referensi awal
tersebut dinamakan y1. Selanjutnya harga beban dan defleksi yang terdapat pada
range yang telah ditentukan tersebut selanjutnya dinamakan p dan y. Sehingga dapat
diambil hubungan antara y-y1 dan y-y1/p-p1. Selanjutnya regresi linier dapat
dilakukan untuk memperoleh garis lurus dengan cara memplot defleksi (y-y1) sebagai
sumbu x dan defleksi / beban (y-y1/p-p1) sebagai sumbu y. Grafik kurva southwell
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

y-y1/p-p1
P

slope

y y-y1

Gambar 3.2. Grafik Kurva Southwell

Berdasarkan pada asumsi bahwa, kurva y vs P berbentuk seperti hiperbola,


dengan garis horizontal P = Pcr sebagai asimtot dimana dengan menggunakan metode
yang dikenalkan oleh Southwell, maka dapat dibuat kurva (y-y1) vs (y-y1/p-p1)
dimana p-p1 mengukur selisih beban, dan y-y1 mengukur selisih defleksi lateral. Bila
asimtot horisontal dapat ditentukan, maka harga beban tekuk kritis dapat diketahui
atau kemiringan dari kurva y-y1/p-p1 terhadap y-y1 ekivalen terhadap inverse beban
kritis (1/Pcr). Regresi linier dapat dilakukan untuk memperoleh hasil yang baik.

3.3 Pembuatan Spesimen


Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat batang sandwich mulai
dari metode yang paling sederhana yaitu secara manual hingga dengan menggunakan
mesin produksi yang sudah diotomatisasi. Beberapa macam cara untuk membuat
batang sandwich antara lain :

22
BAB 3 PENGUJIAN

• Wet lay up
Menggunakan alat bantu berupa kuas untuk melay-up lapisan adhesive
agar merata ke seluruh bagian yang kemudian dikeringkan secara alami.
• Closed mold
Cetakan dibuat sesuai dengan bentuk akhir yang diinginkan. Lapisan face
dan core yang telah diberi lapisan adhesive diletakkan ke dalam cetakan.
Lalu cetakan ditekan dengan benda lain yang lebih berat.
• Lamination press
Lapisan face, adhesive, dan core yang telah disusun ditekan dengan pelat
dari atas maupun dari bawah sambil diberi suhu tinggi. Hal ini dilakukan
untuk mempercepat proses penyatuan dan pembekuan lapisan adhesive.
• Autoclave
Lapisan face, adhesive, dan core yang telah disusun dimasukkan ke dalam
cetakan tertutup yang diinginkan. Setelah itu cetakan tersebut dibuat
dalam keadaan vacuum agar tekanan yang diberikan dapat merata ke
segala arah.
Cara yang akan digunakan untuk membuat spesimen uji ini adalah cara closed
mold untuk core dan hand lay-up untuk pembuatan face. Lapisan muka (face) dan
lapisan inti (core) dilekatkan dengan adhesive kemudian ditekan dengan benda lain
yang lebih berat. Adapun peralatan yang digunakan untuk membuat bahan komposit
dengan metode tersebut antara lain :
• Kuas ukuran sedang
• 1 buah gelas ukur
• 2 buah pelat besi yang telah dilubangi pada bagian pinggir untuk
memasukkan mur baut untuk alas dan penekan bahan face
• Cetakan sesuai dengan ukuran core yang dibutuhkan
¾ Uji karakteristik material core : (3 x 3 x 3) cm
¾ Core untuk struktur sandwich : (20 x 5 x 3) cm
• Alat penekan dan pemberat
• Mangkuk plastik
• Mistar
• Amplas
• Pisau Cutter

23
BAB 3 PENGUJIAN

• Hand saw
• Timbangan elektronik
• Jangka sorong
• Kompor listrik
Selain hal tersebut di atas, adapun bahan-bahan yang digunakan sebagai core dan face
pada struktur sandwich adalah :
• Bahan core :
¾ Matrik = Lem fox putih (lateks)
¾ Serat = Serbuk kelapa
• Bahan face :
¾ Matrik = epoxy
¾ Serat = serat rami (woven) / serat kelapa

3.3.1 Pembuatan Core


Material pembentuk core berupa serbuk kelapa dan latek (lem fox) sebagai
matrik yang disatukan dengan panas sebagai katalisatornya. Proses dalam pembuatan
core terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. Menyediakan latek (lem fox) dan serbuk kelapa yang telah dipisahkan
dari seratnya.
2. Menentukan perbandingan volume antara latek dan serbuk kelapa,
perbandingan volume yang digunakan adalah 60% serbuk kelapa dan
40% latek.
3. Mengukur volume serbuk kelapa dan latek sesuai dengan perbandingan
volume dan cetakan yang digunakan.
4. Serbuk kelapa dan latek yang telah diukur volumenya dicampurkan ke
dalam wadah dan diaduk hingga merata.
5. Permukaan dalam cetakan diberi wax agar core yang telah terbentuk
mudah dikeluarkan.
6. Kemudian bahan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan dan ditekan
dengan alat penekan yang telah dibuat sebelumnya.
7. Cetakan yang telah diisi oleh bahan core tersebut diletakkan diatas pelat
yang sebelumnya dipanaskan.

24
BAB 3 PENGUJIAN

8. Diamkan beberapa waktu hingga core mengeras dan kemudian


dikeluarkan dari cetakan.

3.3.2 Pembuatan Face


Material pertama yang digunakan sebagai pembentuk face adalah serabut
kelapa sebagai serat dan epoxy sebagai matrik. Proses dalam pembuatan face terdiri
dari beberapa tahap yaitu :
1. Menyediakan epoxy (50% epoxy : 50% katalis) dan serabut kelapa yang
telah dipisahkan dari granulnya.
2. Menentukan perbandingan fraksi volume antara epoxy dan serabut kelapa,
dimana perbandingan volume yang digunakan adalah 50% serabut kelapa
dan 50% epoxy.
3. Mengukur volume serabut kelapa dan epoxy sesuai dengan perbandingan
volume dan cetakan yang digunakan.
4. Serabut kelapa dimasukkan ke dalam cetakan yang telah diberi wax,
kemudian epoxy dituangkan sedikit demi sedikit sambil ditekan
menggunakan rolling sampai merata.
5. Cetakan ditutup dan dibaut sampai serabut kelapa benar-benar tertekan.
6. Face dikeluarkan dari cetakan setelah didiamkan beberapa waktu
sehingga matrik sudah dapat mengeras.
Untuk material kedua yang digunakan sebagai pembentuk face adalah serat
rami sebagai serat dan epoxy sebagai matrik. Proses dalam pembuatan face terdiri
dari beberapa tahap yaitu :
1. Menyediakan epoxy (50% epoxy : 50% katalis) dan serat rami (woven).
2. Menentukan perbandingan fraksi volume antara epoxy dan serat rami
(woven), dimana perbandingan volume yang digunakan adalah 50% serat
rami dan 50% epoxy.
3. Mengukur ukuran serat rami (woven) dan volume epoxy sesuai dengan
perbandingan fraksi volume dan cetakan yang digunakan.
4. Tuangkan campuran epoxy dan katalis tersebut ke atas pelat besi cetakan
yang telah diberi wax secara merata dengan menggunakan bantuan kuas.
Kemudian letakkan lembar pertama serat diatasnya.

25
BAB 3 PENGUJIAN

5. Tuangkan kembali campuran epoxy dan katalis keatas lembar pertama


sambil ditekan dengan bantuan kuas agar serat dan epoxy merata pada
setiap bagian.
6. Ulangi langkah tersebut sampai lembar terakhir serat dan campuran epoxy
habis dan kemudian tutup pelat besi tersebut dengan bagian atas pelat dan
kemudian ditekan dengan cara mengencangkan mur baut di bagian yang
berlubang dari cetakan.
7. Setelah komposit mengering, potong dan bentuk sesuai dengan dimensi
yang dibutuhkan dengan menggunakan hand saw.

3.3.3 Pembuatan Struktur Sandwich


Tahap awal pembuatan struktur sandwich adalah membuat lapisan face dan
core sesuai dengan dimensi yang dibutuhkan dengan prosedur yang sama dengan
sebelumnya. Setelah hal tersebut dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
menggabungkan kedua bagian tersebut dengan bantuan lem (adhesive). Pada
eksperimen ini, digunakan jenis lem epoxy. Lem epoxy yang digunakan terdiri dari
dua campuran yaitu campuran A dan B. Lem epoxy dibuat dari campuran tersebut
dengan perbandingan 1 : 1. Adapun prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut :
1. Campur lem epoxy dengan perbandingan 1 : 1 kedalam wadah, lalu
diaduk sampai rata.
2. Siapkan lapisan face dan core yang akan dilem.
3. Oleskan lem secara merata dan setipis mungkin pada setiap lapisan agar
pada saat penggabungan, tidak ada bagian sandwich yang tidak merata
terkena lem maupun terlalu banyak terkena lem dimana hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya delaminasi.
4. Tempelkan kedua lapisan face dan core yang telah dilem.
5. Setelah itu, spesimen tersebut ditekan dengan pemberat selama 1 hari
penuh agar kedua lapisan face dan core merekat dengan kuat.
6. Setelah benar-benar kering dan kuat, baru kemudian spesimen dibuat
benar-benar persegi dan siku sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
7. Untuk meratakan setiap sisi spesimen, dapat digunakan amplas.
Sedangkan untuk mengetahui apakah spesimen benar-benar tegak lurus,
digunakan besi siku untuk memeriksanya.

26
BAB 3 PENGUJIAN

3.4 Prosedur dan Peralatan Pengujian


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pengujian dilakukan dengan
melakukan pengujian tarik untuk menguji material face dan uji tekan untuk menguji
material core serta pengujian buckling itu sendiri.

3.4.1 Pengujian Material Face dan Core


Sebelum melaksanakan pengujian bahan sebagai satu kesatuan struktur
sandwich, maka diperlukan pengetahuan mengenai sifat-sifat dari bahan lamina yang
membentuk struktur tersebut sehingga dapat diketahui apakah bahan tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai bagian dari sandwich.

3.4.1.1 Pengujian Tarik


Pengujian tarik dilakukan dengan menggunakan mesin uji serbaguna UTM
Dartec berkapasitas 250 kN. Pembebanan dikendalikan dengan komputer yang juga
berfungsi sebagai sistem akuisisi data. Selama pengujian, data berupa gaya (load) dan
perpindahan (stroke atau extension) spesimen diambil dengan interval yang cukup
kecil dan disimpan untuk pengolahan lebih lanjut.
Spesimen uji tarik berukuran 25 x 5 x 0,22 cm yang berbentuk tulang. Gambar
3.3. dibawah ini menunjukkan dimensi spesimen uji tarik.

Gambar 3.3. Spesimen Uji Tarik

27
BAB 3 PENGUJIAN

Langkah-langkah pengujian adalah :


1. Ukur lebar, tebal dan panjang spesimen sesuai dengan dimensi yang telah
ditentukan.
2. Siapkan komputer pengendali mesin uji, gunakan perangkat lunak untuk
mengendalikan mesin dan akuisisi data.
3. Pasang spesimen pada pemegang spesimen. Perhatikan agar spesimen
terpasang tegak lurus.
4. Spesimen terlebih dahulu dijepit dengan pemegang bagian atas.
5. Selanjutnya cross head mesin diturunkan agar bagian bawah spesimen
berada diantara pemegang bagian bawah untuk dapat pula dijepit.
6. Reset beban menjadi nol.
7. Pengujian dimulai dan lakukan hingga spesimen patah.

3.4.1.2 Pengujian Tekan


Pengujian tekan dilakukan dengan menggunakan mesin uji serbaguna UTM
Dartec berkapasitas 250 kN. Pembebanan dikendalikan dengan komputer yang juga
berfungsi sebagai sistem akuisisi data. Selama pengujian, data berupa gaya (load) dan
perpindahan (stroke atau extension) spesimen diambil dengan interval yang cukup
kecil dan disimpan untuk pengolahan lebih lanjut.
Spesimen uji tarik berukuran 3 x 3 x 3 cm. Gambar 3.4. dibawah ini
menunjukkan dimensi spesimen uji tekan.

Gambar 3.4. Spesimen Uji Tekan

28
BAB 3 PENGUJIAN

Langkah-langkah pengujian adalah :


1. Ukur lebar, tebal dan panjang spesimen sesuai dengan dimensi yang telah
ditentukan.
2. Siapkan komputer pengendali mesin uji, gunakan perangkat lunak untuk
mengendalikan mesin dan akuisisi data.
3. Letakkan spesimen diatas alat uji dengan sebelumnya pada bagian atas
dan bawah spesimen diberi pelat besi sesuai dengan ukuran spesimen.
4. Gerakkan bagian atas alat uji sehingga spesimen tertekan pada kedua
arah.
5. Reset beban menjadi nol.
6. Pengujian dimulai dan lakukan hingga spesimen rusak.

3.4.2 Alat Uji dan Prosedur Pengujian Buckling


Pengujian dilakukan degan menggunakan alat uji tekan dengan kapasitas 800
kN dan penambahan beban dilakukan dengan interval 0.1 kN. Dimensi spesimen yang
diuji sesuai dengan gambar 3.5. di bawah ini dan dengan bahan yang ditentukan
setelah pengujian masing-masing komponen dari struktur sandwich dilakukan.

Gambar 3.5. Spesimen Uji Tekan Buckling


(a) Tampak Samping ; (b) Tampak Depan

Alat uji yang digunakan pada pengujian buckling adalah:


1. Mesin uji tekan dengan kapasitas 800 kN.
2. Sebuah load cell dan power supply.
3. Dua buah Linear Variable Differrential Transducer (LVDT) dan dua buah
signal conditioner untuk mengukur defleksi transversal.
4. Tiga buah voltmeter digital untuk menampilkan harga beda potensial yang
kemudian dikonversikan menjadi defleksi.

29
BAB 3 PENGUJIAN

Seluruh peralatan di atas disusun sesuai dengan skema instalasi pengujian


pada gambar 3.6. dibawah ini :

Gambar 3.6. Mesin Uji Tekan untuk Pengujian Buckling

Keterangan gambar :
• 1 dan 2 adalah Digital Volt Meter (DVM) yang berfungsi untuk membaca
tegangan DC yang diberikan oleh signal conditioner kepada LVDT.
• 5 dan 6 adalah signal conditioner yang berfungsi memberikan tegangan
DC kepada LVDT.
• 3 adalah DVM yang berfungsi mengontrol tegangan DC yang diberikan
kepada load cell.
• 4 adalah power supply yang berfungsi memberikan tegangan pada load
cell.
• 7 adalah LVDT kiri, memberikan harga tegangan DC negatif bila LVDT
tertekan.
• 8 adalah LVDT kanan, memberikan harga tegangan DC negatif bila
LVDT tertekan.
• 9 adalah spesimen kolom sandwich yang diuji.
• 10 adalah load cell.
• 11 adalah meja bawah yang berfungsi sebagai aktuator.
• 12 adalah meja atas yang berfungsi untuk menahan beban tekan.
Pembebanan yang dilakukan pada pengujian ini berupa control displacement.

30
BAB 3 PENGUJIAN

Adapun Langkah-langkah pengujian buckling yang dilakukan adalah sebagai


berikut :
1. Kalibrasi pembacaan komputer dimana setara dengan beban sebenarnya
yang diberikan oleh mesin uji .
2. Mengatur posisi meja atas dengan memutar baut pemegang meja atas
sejajar dengan permukaan melintang benda uji sehingga diperoleh
pembebanan yang merata.
3. Pemasangan LVDT dan kalibrasi DVM untuk pembacaan defleksi yang
disensor oleh LVDT.
4. Melakukan pembacaan penambahan beban secara manual yang dapat
dilihat dari komputer yang memiliki perangkat lunak untuk uji tekan
tersebut.
5. Pengujian dilakukan sampai spesimen mengalami kerusakan, dengan cara
menaikkan beban sebesar interval 0.1 kN.
6. Pembacaan data defleksi LVDT dilakukan secara manual melalui angka
yang ditampilkan pada layar DVM.
7. Mengamati prilaku spesimen setiap kali menaikkan beban sehingga
diketahui modus kegagalannya.

3.5 Data Hasil Pengujian


Setelah melakukan pengujian baik tarik maupun tekan, maka dapat diperoleh
kurva tegangan – regangan yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai modulus
elastisitas (E) yang selanjutnya dapat digunakan dalam proses numerik untuk uji tekan
buckling. Dari hasil pengujian tarik dan tekan untuk material core dan face inilah
dapat ditentukan material yang akan digunakan sebagai susunan struktur sandwich
yang selanjutnya dapat dilakukan uji tekan untuk mengetahui beban tekuk kritisnya
yang dapat diperoleh dari kurva defleksi transversal - pembebanan.

3.5.1 Data Hasil Pengujian Tarik (Face)


Dari hasil pengujian tarik untuk material face yang terdiri dari serat kelapa dan
serta rami dapat diperoleh harga modulus elastisitas bahan face seperti terlihat pada
tabel 3.1. di bawah ini.

31
BAB 3 PENGUJIAN

Modulus Elastisitas, E
Spesimen (GPa)
Serat Kelapa Serat Rami
1 0.686 5.098
2 0.460 5.796
3 0.565 5.199
4 0.406 5.171
5 0.572 4.158
E rata-rata 0.5388 5.0844

Tabel 3.1. Data Hasil Pengujian Tarik Material Face

Dari hasil pengujian tarik yang dilakukan pada serat kelapa dan serat rami, maka
untuk selanjutnya bahan face yang akan digunakan adalah serat rami (woven). Hal ini
diambil berdasarkan nilai E yang diperoleh dimana untuk serat rami jauh lebih besar
bila dibandingkan dengan serat kelapa. Grafik hasil pengujian dapat dilihat pada
lampiran.

3.5.2 Data Hasil Pengujian Tekan (Core)


Dari hasil pengujian tekan untuk material core yang terbuat dari serbuk kelapa
dapat diperoleh harga modulus elastisitas bahan core seperti terlihat pada tabel 3.2. di
bawah ini.

Modulus Elastisitas, E
Spesimen
(GPa)

1 0.01895
2 0.01747
3 0.01507
4 0.01895
5 0.01665
E rata-rata 0.017418

Tabel 3.2. Data Hasil Pengujian Tekan Material Core

Pengujian dilakukan hingga spesimen mengalami rusak. Grafik hasil pengujian dan
gambar spesimen setelah pengujian dapat dilihat pada lampiran.

32
BAB 3 PENGUJIAN

3.5.3 Data Hasil Pengujian Tekan (Sandwich)


Dari hasil pengujian tekan yang dilakukan, maka diperoleh data beban tekuk
kritis dan beban rusak untuk model overall buckling. Tabel 3.3. di bawah ini
menunjukkan data-data hasil pengujian untuk model overall buckling.

Model Overall Buckling (h = 30 mm)

Southwell
Ekstrapolasi Beban Rusak
Spesimen Method
(N/mm) (N/mm)
(N/mm)
1 45 44.563 55.044
2 27.31 31.645 44.39
3 25.05 28.883 33.737
Rata-rata 32.45 35.03 44.39

Tabel 3.3. Data Hasil Pengujian Model Overall Buckling

Data hasil pengujian selengkapnya serta kurva hubungan antara beban vs defleksi dari
setiap spesimen dapat dilihat pada lampiran. Dalam melakukan pengujian ini,
dilakukan penambahan beban hingga spesimen rusak dan alat uji sudah tidak dapat
memberikan tekanan lagi yang dikarenakan spesimen sudah tidak mampu menahan
beban tekan yang diberikan oleh alat uji.

33

You might also like