You are on page 1of 27

PRESENTASI KASUS

“HEMOROID”

Pembimbing:

dr. Toni Agus Setiono, Sp.B

Disusun oleh:

Qotrun Nada

41181396100039

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERIODE 18 AGUSTUS – 25 OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahNya saya dapat
menyelesaikan makalah presentasi kasus ini yang berjudul “Hemoroid”.

Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik di stase bedah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimaka kasih kepada berbagai


pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada:

1. dr. Toni Agus Setiono, Sp.B selaku pembimbing presentasi kasus ini.
2. Seluruh dokter dan staf pengajar di SMF Bedah RSUP Fatmawati.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Bedah RSUP Fatmawati atas bantuan
dan dukungannya.

Saya menyadari dalam pembuatan makalah presentasi kasus ini masih


banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan makalah presentasi kasus ini sangat kami
harapkan.

Demikian semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam
bidang ilmu bedah.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................1
2.1 Anatomi rektum dan anus..........................................................................1
2.2 Hemoroid...................................................................................................2
2.2.1 Pengertian...........................................................................................2
2.2.2 Faktor risiko.......................................................................................3
2.2.3 Epidemiologi......................................................................................3
2.2.4 Klasifikasi..........................................................................................3
2.2.5 Patofisiologi.......................................................................................5
2.2.6 Manifestasi klinis...............................................................................6
2.2.7 Diagnosis............................................................................................6
2.2.8 Diagnosis banding..............................................................................7
2.2.9 Tata Laksana......................................................................................8
BAB II ILUSTRASI KASUS................................................................................12
BAB III ANALISIS MASALAH..........................................................................19
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.

2.

2.1 Anatomi Rektum dan Anus


Gambar 1.1 Anatomi rektum dan kanalis analis.1
Rektum merupakan bagian pelvis saluran pencernaan dan berlanjut di
proksimal dengan colon sigmoid. Bagian terminal rektum merupakan ampula
recti. Ampula menerima dan menahan massa fekal yang menumpuk sampai
dikeluarkan selama defekasi.2
Kanalis analis merupakan bagian terminal usus besar dan seluruh saluran
penceraan. Kanal dengan panjang 2,5-3,5 cm bermula dimana ampula recti
menyempit dan berakhir pada anus. Kanalis analis dikelilingi oleh m. sphincter
ani internus dan eksternus. Kanal selalu kolaps kecuali selama pasase feses.
Kedua sfingter harus relaks sebelum defekasi dapat terjadi.

1
Terdapat batasan garis ireguler yang disebut linea pectinata atau linea
dentata yang menunjukan taut bagian superior canalis analis dan bagian inferior.
Kanalis bagian superior linea pectinata memiliki suplai arteri inervasi dan
drainase yang berbeda dengan bagian inferior. Perbedaan tersebut karena asal
embriologis yang berbeda. Superior atau viseral berasal dari hindgut embrionik.
Bagian inferior atau somatik berasal dari proktodeum embrionik.2
Arteri rectalis superior memperdarahi kanalis analis superior linea
pectinata. Arteri rectalis inferior memperdarahi inferior kanalis serta otot-otot di
Gambar 1.2
sekitarnya danVaskularisa
kulit perianal. Disuperior linea pectinata, pleksus rectalis interna
terutama bermuara dalam vena rectalis superior dan sistem porta. Diinferior linea
pectinata, pleksus rectalis interna bermuara kedalam vena rectalis inferior ke
sistem vena cava. Vena rectalis media membentuk anastomosis dengan vena
rectalis superior dan inferior mendrainase muscularis ampula eksterna.2
Suplai saraf kekanalis analis superior linea pectinata merupakan inervasi
viseral dari pleksus hipogastricus inferior. Akibat inervasi ini kanalis analis
superior linea pectinata hanya sensitif terhadap refleks peregangan. Suplai saraf
kanalis analis inferior linea pectinata adalah inervasi somatik yang berasal dari
nervus analis inferior cabang nervus pudendus. Oleh karena itu, bagian analis
kanalis ini sensitif terhadap nyeri, sentuhan dan temperatur.2

2.2 Hemoroid

2.2.1 Pengertian
Hemoroid ialah penebalan bantalan jaringan submukosa (anal
cushion) yang terdiri dari venula, arteriol dan jaringan otot polos yang
terletak dikanalis anal.3 Submukosa vaskular sangat menebal pada posisi
lateral kiri, anterolateral kanan dan posterolateral kanan yang membentuk
bantalan anal. Hemoroid adalah anatomi normal dari anorektal,
penanganan hanya bila terdapat gejala yang mengganggu.2

2
2.2.2 Faktor risiko
Mengejan terlalu kuat, peningkatan tekanan intraabdomen,
kehamilan, hipertensi porta, keturunan, usia, feses yang keras dapat
meningkatkan tekanan pada vena dipleksus hemoroid dan menyebabkan
prolapsnya hemoroid yang kemudian menimbulkan gejala.4

2.2.3 Epidemiologi

Prevalensi hemoroid didunia diestimasikan sebesar 4.4% pada


populasi general. Di Amerika Serikat 1-3 dari 10 juta penduduk
mengeluhkan gejala hemoroid. Tidak diketahui secara pasti epidemiologi
berdasarkan jenis kelamin. Namun laki-laki lebih sering mengalami gejala
hemoroid. Hemoroid eksterna lebih sering terjadi pada dewasa muda
daripada dewasa tua. Prevalensi hemoroid meningkat seiring
bertambahnya usia, dimulai pada usia dekade ketiga dengan puncak pada
usia 45-65 tahun.4

Gambar 1.3
Hemoroid
2.2.4 Klasifikasi

2.2.4.1 Hemoroid eksterna


Terletak didistal linea pectinata dan diselubungi oleh
anoderm. Terjadi akibat trombosis dalam vena pleksus rectalis
eksterna. Karena anoderm kaya akan inervasi trombosis pada
hemoroid eksterna dapat menimbulkan nyeri hebat. Resolusi dari
hemoroid eksterna dapat membentuk skin tag. Skin tag ialah

3
jaringan fibrotik yang dilapisi kulit anus. Hemoroid eksterna dan
skin tag sering sulit dibedakan dan dapat menyebabkan iritasi bila
membesar.2,3

2.2.4.2 Hemoroid Interna


Terletak diproksimal linea pectinata dan diselubungi
mukosa anorektal. Berisi vena dari pleksus rektalis internal yang
berdilatasi secara normal. Hemoroid interna disebabkan oleh
rusaknya mukosa muskularis, yang dapat diprediksi pada posis
lateral kiri, anterolateral kanan, dan posterolateral kanan (posisi
bantalan anal). Bila terjadi prolaps, hemoroid akan dikompresi
oleh sfingter yang kontraksi. Sebagai akibatnya terjadi
strangulasi. Karena terdapat banyak anastomosis arteriovenosa,
perdarahan akibat hemoroid interna secara khas bewarna merah
terang. Hemoroid interna biasanya tidak nyeri dan dapat prolaps
saat defekasi.2,3

Gambar 1.4
Derajat

Hemoroid interna diklasifikasikan kembali menjadi3 :

a. Derajat 1 : gejala perdarahan merah segar saat defekasi tanpa


adanya prolaps. Masih berada disekitar linea pectinata.
b. Derajat 2 : prolaps bantalan anal keluar dari dubur saat defekasi
tetapi masih bisa masuk kembali secara spontan.
c. Derajat 3 : prolaps saat defekasi tetapi tidak dapat masuk
secara spontan harus didorong kembali.

4
d. Derajat 4 : telah terjadi prolaps yang tidak bisa dimasukan
kembali.

2.2.5 Patofisiologi
Peningkatan tekanan anus saat istirahat, kebiasaan duduk lama
akan menurunkan aliran balik vena sehingga vena membesar dan merusak
jaringan ikat disekitarnya dan membuat pembesaran hemoroid.
Bertambahnya usia juga dapat melemahkan sktruktur jaringan pengikat
yang membuat hemoroid prolaps.5
Hemoroid interna merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis
superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang
terletak pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat pasien
dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid
interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering
ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior
merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak
berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar pada vena yang
terletak pada superior canalis ani. Disini jaringan ikat longgar submukosa
sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik
darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama
defekasi.
Selama kehamilan sering terjadi penekanan vena rectalis superior
oleh uterus gravid sehingga dapat memicu hemoroid. Hipertensi portal
akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Hemoroid interna
yang kolaps dapat menghasilkan mukus menuju perianal. Mukus tersebut
dapat menyebabkan dermatitis lokal yang disebut pruritus ani.4
Hemoroid eksterna terjadi akibat trombosis vena hemoroid
eksterna. Trombosis akut ini berhubungan dengan konstipasi, diare kronik
ataupun perubahan diet. Nyeri akibat distensi dan inervasi kulit sekitar
trombus. Nyeri dapat terjadi selama 7-14 hari. Setelah itu terjadi resolusi
degnan meninggalkan skintag. Kekambuhan ditempat yang sama sering
terjadi sekitar 40-50%.4

5
2.2.6 Manifestasi klinis
1. Perdarahan biasanya terjadi saat defekasi, warna merah segar,
menetes tidak bercampur feses dan jumlah bervariasi.
2. Prolaps terjadi bila hemoroid bertambah besar. Pada mulanya
hemoroid dapat tereduksi spontan tetapi lama kelamaan tidak
bisa dimasukan kembali.
3. Rasa tidak nyaman hingga nyeri bila hemoroid teregang akibat
terdapat trombosis luas dengan edema dan peradangan.
4. Feses dipakaian dalam karena hemoroid dapat mencegah
penutupan anus dengan sempurna.
5. Gatal muncul akibat pembersihan kulit perianal yang sulit atau
apabila ada mucus yang keluar.
6. Nekrosis pada hemoroid interna yang prolaps dan tidak dapat
direduksi kembali.

2.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis

Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang


keras, yang membuat tekanan intra abdominal meningkat, riwayat sering
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi
peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini
dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi

Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah


jaringan yang muncul. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi
terutama bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps,
maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat
apabila penderita diminta mengejan.

6
b) Palpasi

Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak


dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan
biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar.
Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis
dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum.6

c) Anoskopi

Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran.
Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan
dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh
bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler
yang menonjol ke dalam lumen.6

2.2.8 Diagnosis banding

Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang


juga terjadi pada :

1. Karsinoma kolorektal
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa

Pemeriksaan sigmoidoskopi dapat dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi


perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita.
Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
interna.6

7
2.2.9 Tata Laksana

Tatalaksana dapat dibedakan menjadi invasif dan non invasif. Selain itu
pilihan tatalaksana juga bergantung pada derajat hemoroid7
Derajat 1 : modifikasi diet, medikamentosa
Derajat 2 : rubber band ligation, fotokoagulasi, ligasi arteri hemoroidalis,
modifikasi diet dan medikamentosa.
Derajat 3 : hemoroidektomi, stapled hemoroidopex, rubber band ligation,
modifikasi diet dan medikamentosa.
Derajat 4 : hemoroidektomi, stapled hemoroidopex, modifikasi diet.

a. Non-Medikamentosa
Modifikasi diet dengan intake cairan dan serat yang adekuat serta
merubah kebiasaan BAB menjadi penanganan awal kasus hemoroid. Diet
tinggi serat terbukti dapat mengurangi gejala perdarahan pada penderita
hemoroid. kebiasaan BAB yang baik juga penting diedukasikan untuk
mengurangi gejala hemoroid yaitu dengan menghindari mengejan berlebihan
dan membatasi waktu untuk BAB.5
b. Medikamentosa
Antibiotik untuk mencegah infeksi. Obat pencahar dapat diberikan untuk
membantu melunakan feses sehingga tidak perlu mengejan saat BAB.
Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres
lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan hangat
juga dapat meringankan nyeri.6
c. Minimal invasif
1. Rubber band ligation (RBL)
Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol
dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Mukosa
bagian proksimal dijepit dengan band. Ligasi ini akan menyebabkan
iskemia dan nekrosis hemoroid yang sudah prolaps. Karena ligasi
dilakukan di bagian proksimal linea pectinata rasa nyeri dapat

8
diminimalisir. Pada hemoroid grade 2 dan 3 angka keberhasilannya
93% dengan kekambuhan dalam 2 tahun sebanyak 11%.5

Gambar 1.5
Rubber

2. Sclerotherapy
Berbagai teknik dan obat skleroterapi dapat digunakan untuk
hemoroid interna derajat 1-3. Skleroterapi yang sering digunakan ialah
fenol 5% dalam minyak almond dan sodium tetradecyl sulfate. Cara
kerjanya dengan membuat fibrosis pada submukosa jaringan hemoroid.
Injeksi dilakukan kedalam submukosa hingga apeks dari hemoroid
(0,5-2,0 ml 1% sodium tetradecyl sulfate atau 1-3 ml fenol 5% yang
dilarutkan dalam minyak.3,5

Gambar 1.6
Sclerothera

3. Infrared Photocoagulation
Menggunakan gelombang infrared untuk membuat nekrosis protein
pada hemoroid. Biasanya dilakukan untuk hemoroid derajat 1 dan 2.

9
Karena kekambuhannya tinggi bila dilakukan pada hemoroid derajat 3

dan 4.3,5

4. Exicision of Trombosed Eksternal Hemorrhoid


Trombosis akut hemoroid eksterna dapat menimbulkan nyeri hebat
dan massa yang teraba diperianal dalam waktu 24-72 jam pertama.
Trmobosis dapat ditangani dengan eksisi elips menggunakan anestesi
Gambar 1.7
lokal. Setelah 72 jam, gumpalan clot atau darah beku mulai diserap
Infrared
dan nyeri berangsur membaik.3,5

Gambar 1.8
Exicision of

d. Operatif
1. Hemoroidektomi tertutup

10

Gambar 1.9 Hemoroidektomi Tertutup


Teknik Parks atau Ferguson ini melibatkan reseksi hemoroid dan
penutupan luka dengan jahitan. Tindakan ini dapat dilakukan dalam
anesteri regional ataupun umum. Kanalis analis diperiksa dengan
anoskopi. Bantalan hemoroid dan mukosanya dieksisi secara elips
mulai dari distal sampai anal verge dan meluas keproksimal anorectal
ring. Apeks dari pleksus hemoroid kemudian diligasi dan hemoroid
dieksisi. Luka ditutup dengan benang yang menyerap. Perlu perhatian
khusus agar tidak terjadi reseksi pada sfingter ani agar tidak terjadi
stenosis anus.5
2. Hemoroidektomi terbuka
Disebut juga teknik Miligan dan Morgan, menggunakan teknik
serupa akan tetapi luka eksisi dibiarkan terbuka sembuh secara
spontan.5
3. Stapled hemoroidopexy
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH). Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari
lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya. Teknik PPH ini
mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas
garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi
anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan
sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Dengan teknik ini dilakukan eksisi sirkumferensial mukosa dan
submukosa kanalis analis serta reanastomosis dengan alat stapling
sirkular.5
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas
dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika
mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam
dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan
dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk
mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan
hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar
sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong

11
jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan
hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga
jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.6,7
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis,
tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri
minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan
berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih cepat
sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. 7,8

Gambar
1.10

4. Doppler-guided hemorrhoidal artery ligation


Teknik ini juga dinamakan Hemorrhoidal Artery Ligation atau
HAL. Mendeteksi pembuluh darah dengan menggunakan anoskopi dan
doppler kemudian dilakukan ligasi pada arteri tersebut dengan
penjahitan.5

Gambar
1.11

12
e. Komplikasi hemoroidektomi
Nyeri post operatif membutuhkan analgetik umumnya oral
narkotik. NSAID, pelemas otot, analgetik topikal juga dapat digunakan.
Retensi urin merupakan komplikasi yang umumnya terjadi namun dapat
diminimalisir dengan mengurangi cairan perioperatif dan analgetik
adekuat. Nyeri juga bisa menyebabkan impaksi fekal. Hal ini bisa
ditangani dengan memberikan enema atau laksatif post operatif.
Perdarahan dapat terjadi akibat ligasi yang tidak adekuat dan dapat terjadi
dalam 7-10 hari pertama setelah operasi. Bila terdapata demam, nyeri
hebat dan retensi urin menandakan telah terjadinya infeksi sekitar anus dan
perlu dilakukan drainase abses atau debridement jaringan nekorotik.7

13
BAB II
ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. YH
Umur : 35 th
No RM : 01711643
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Parung, Ciledug, Tangerang Banten
Agama : Islam
Tanggal masuk : 3 September 2019
Tanggal keluar : 12 September 2019

II. Anamnesis

Keluhan Utama:
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri pada anus
sejak 10 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasein merasa nyeri pada anus setelah BAB sejak 10 jam SMRS VAS 8.
BAB yang keras sehingga harus mengedan kuat. Terdapat darah yang menetes
diatas tinja setelah selesai BAB. Terasa ada benjolan ambeien keluar dari anus dan
tidak dapat dimasukan kembali. Benjolan teraba lunak dan terdapat darah
sekitarnya. Pasien sebelumnya sudah dibawa ke RS Bakti Asih dan sudah
diberikan obat namun pasien tidak mengingat obatnya. Pasien tidak merasakan
adanya perbaikan setelah meminum obat oleh karena itu 5 jam setelah minum
obat pasien ke RS Fatmawati. Pasien tidak bisa duduk dan hanya bisa berbaring
kesamping karena merasa nyeri pada anus.
Selama 1 bulan terakhir saat BAB, pasien merasa adanya ambeien yang
keluar tapi masih bisa dimasukan kembali lewat anus. Sehingga pasien tidak ke

14
RS. Tidak ada keluhan BAK, demam, dan nyeri pada perut. Keluhan berat badan
turun drastis, nafsu makan berkurang dan lemas setelah BAB disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sudah menderita ambeien sejak 4 tahun lalu. Awalnya pasien merasa
sulit BAB. Saat ingin BAB terasa perih, hanya sedikit dan terkadang disertai
darah yang menetes. Pasien kemudian dibawa ke RS Bakti Asih dan diberikan
obat setelah itu pasien merasa gejala membaik. Pasien tidak mengingat obat yang
diberikan. Sekitar 3 tahun lalu pasien merasakan kembali adanya ambeien yang
keluar dari anus saat pasien BAB. Kemudian, pasien kembali ke RS Bakti Asih
dan direncanakan untuk operasi selagi kontrol rawat jalan. Namun karena pasien
merasa ambeien masih bisa dimasukan kembali, pasien menolak untuk operasi.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, tidak pernah ditransfusi, tidak pernah
dirawat ataupun operasi sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
darah tinggi ataupun diabetes.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien juga menderita ambeien dan dioperasi pada usia 33 tahun.
Tidak ada riwayat diabetes dan darah tinggi dikeluarga.

Riwayat Sosial

Pasien bekerja sebagai pegawai supermarket. Makan sering tidak teratur.


Jarang makan sayur dan buah-buahan dan jarang berolahraga. Saat bekerja pasien
sering mengangkat barang-barang yang berat. Pasien selama ini sering BAB di
WC jongkok namun saat ditempat kerja pasien BAB di WC duduk. Banyaknya
aktivitas ditempat kerja kadang membuat pasien sering ingin BAB karena hanya
keluar tinja sedikit.
III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 8 September 2019
 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

15
Status Gizi : BB: 65 kg, TB: 170 cm, IMT: 22.5

 Tanda Vital
Tekanan Darah : 119/73 mmHg
Frekuensi Nadi : 83 x/menit, regular, isi cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC

Status generalis

 Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
 Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
 Hidung
Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-/-), deviasi septum (-/-),
edema concha (-/-), concha hiperemis (-/-)
 Telinga
Preaurikuler hiperemis (-/-), abses (-/-), massa (-/-).
Aurikuler normotia
retroaurikuler hiperemis (-/-), abses (-/-), massa (-/-)
Liang telinga lapang, serumen (-/-)
 Tenggorokan dan rongga mulut
Bucal mukosa sianosis (-)
Tonsil T1/T1
Dinding posterior faring tidak hiperemis
 Leher
 Tidak ada pembesaran KGB
 Tidak ada bendungan vena leher
 Thoraks
a. Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dan dinamis, pelebaran
sela iga (-), otot bantu nafas (-), retraksi M. Intercostal (-),

16
tipe pernafasan torakoabdominal, frekuensi napas 20
x/menit
Palpasi : Fremitus vocal normal, massa (-/-), ekspansi dada
simetris, pelebaran sela iga (-/-)
Perkusi : Sonor kedua paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

b. Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat


Palpasi : Pulsasi iktus cordis tidak teraba
Perkusi :

- Batas jantung kanan pada ICS 4 linea parasternalis dextra


- Batas jantung kiri pada ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
 Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-),
deformitas (-)

Status lokalis
Regio anus. Inspeksi : tampak benjolan ireguler berbatas tegas. Berlendir dan
becampur darah. Palpasi : nyeri saat ditekan

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium darah

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12,8 g/dl 13,2 – 17,3 g/dl


Hematokrit 40 % 33 – 45%

17
Leukosit 9.500 /ul 5.000 – 10.000/ul
Trombosit 147.000 /ul 150.000 – 440.000/ul

18
b. Radiologi

Gambar 2.1
X-Ray
Kesan : tidak tampak kelainan radiologi pada jantung dan paru.

c. Post operasi Stapled hemoroidopexy (Operasi Elektif 9 September 2019)


Laporan operasi
1. Pasien posisi litotomi dengan anestesi spinal
2. Asepsis dan antisepsi daerah operasi,
3. Dilakukan anestesi anal, tampak hemoroid dengan thrombus dijam
5,7,11,1
4. Dilakukan penjahitan pada mukosa anus di jam 5,7,11,1
5. Dilakukan stapled hemoroidopexy
6. Perdarahan dirawat
7. Operasi selesai

Gambar 2.2
Jaringan

19
V. Resume

Tn. YH 35 tahun datang ke IGD RSUP Fatmawati karena nyeri pada anus
sejak 10 jam SMRS. Nyeri didahui dengan BAB keras dan darah yang menetes
diatas tinja. VAS 8. Terasa ada benjolan ambeien keluar dari anus dan tidak dapat
dimasukan kembali. Pasien tidak bisa duduk dan hanya bisa berbaring kesamping.
Pasien sebelumnya sudah merasakan nyeri pada anus sejak 4 tahun lalu dan keluar
ambeien sejak 3 tahun lalu, keluhan memberat sejak 1 bulan sebelum ke RS. Ayah
pasien pernah dioperasi hemoroid pada usia 33 tahun. Pasien jarang makan buah
dan sayur dan sering mengangkat beban berat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya benjolan ireguler berbatas tegas, berlendir dan bercampur darah.

VI. Diagnosis
1. Hemoroid interna grade IV

VII. Tatalaksana
a. Pre operatif
1. Pantau hemodinamik
2. Cairan RL 500cc/24 jam
3. Antibiotic Ceftriaxon 1x2gr selama 7 hari
4. Pencahar : Laxadin 2x1 cth
5. Diet : tinggi serat
6. Mobilisasi : miring kanan kiri
b. Operatif
Stapled Hemoroidopexy
c. Post operatif
1. Pantau hemodinamik
2. Cairan RL : Dextrose 5% = 2:2
3. Antibiotik : cefoperazon 2x1 gram
4. Analgetik : ketorolac 3x30 mg, parasetamol 4x500mg
5. Anti perdarahan : transamin 3x500 mg
6. Perawatan luka : luka dibersihkan dengan permanganate kalium
7. Mobilisasi bertahap. Berbaring, duduk, dan berjalan.

20
8. Rencana rawat jalan setelah nyeri dan hemodinamik stabil

VIII. Prognosis

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

21
BAB III
ANALISIS MASALAH

Tn. YH, 35 tahun mengeluh nyeri pada anus setelah BAB sejak 10 jam
SMRS VAS 8. BAB keras, darah yang menetes diatas tinja setelah selesai BAB
dan terasa ada benjolan ambeien keluar dari anus dan tidak dapat dimasukan
kembali. 3 tahun sebelumya pasien sudah mengalami gejala yang sama namun
benjolan yang keluar masih bisa dimasukan dengan jari. Ayah pasien juga
mengalami keluhan serupa dan dioperasi ambeien pada usia 33 tahun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya prolaps hemoroid interna berupa benjolan
ireguler berbatas tegas disertai mukus dan darah. Hal ini sangat menunjang
diagnosis hemoroid interna grade 4. Yang merupakan terjadinya prolaps hemoroid
interna dan tidak dapat dimasukan kembali kedalam anus.3 Berdasarkan data
epidemiologi kasus hemoroid lebih sering terjadi pada laki-laki usia dekade
ketiga.4 Diagnosis banding lain dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki
riwayat berat badan turun drastis, demam ataupun keluhan pada BAK.
Tatalaksana definitif yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan stapled
hemorrhoidopexy. Hal ini dipilih karena hemoroid grade 4 tidak bisa
ditatalaksana dengan modifikasi diet saja namun juga perlu dilakukan tindakan
invasif. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena
tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 –
45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin
singkat.7,8 Namun pasien yang dilakukan hemoroidopexy dilporkan membutuhkan
operasi tambahan bila dibandingkan dengan pasien yang dilakukan
hemoroidektomi.6 Sehingga prognosis ad sanationam pada pasien ini menjadi
dubia ad bonam. Sedangkan prognosis ad vitam dan ad fungtionam bonam.

22
BAB IV
KESIMPULAN

Pada pasien laki-laki usia 35 tahun dapat ditegakan diagnosis hemoroid


interna grade 4. Penatalaksanaan definitif yang dipilih pada pasien ini ialah
stapled hemorrhoideopexy.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th Ed. Elsevier. 2014


2. Moore KL, Dalley AF. Anatomi Berorientasi Klinis. Ed 5 jilid 1. Jakarta :
Erlangga 2013
3. Brunicardi FC et al. Schwartz’s Principles of Surgery. 11 th Ed. New York :
Mc Graw Hill. 2019
4. Thornton SC. Hemorrhoids Treatment & Management. Jul 2019.
emedicine.medscape.com
5. Davis BR, et al. The American Society of Colon and Rectal Surgeons
Clinical Practice Guidelines For The Management of Hemorrhoids. Dis
Colon Rectum 2018; 61 : 284-292
6. Nelson H,et al. Sabiston Textbook of Surgery. 19th Ed. Philadelphia :
Elsevier. 2012
7. Henry MM, Thompson JN. Hemoroid dalam Clinical Surgery. Ed 3.
Philadelphia : Elsevier. 2012
8. Brown JH. Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H,
Ronardy, Melfiawati, Jakarta : EGC, 2001

24

You might also like