Professional Documents
Culture Documents
Presentasi Kasus Hemoroid
Presentasi Kasus Hemoroid
“HEMOROID”
Pembimbing:
Disusun oleh:
Qotrun Nada
41181396100039
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahNya saya dapat
menyelesaikan makalah presentasi kasus ini yang berjudul “Hemoroid”.
Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik di stase bedah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
1. dr. Toni Agus Setiono, Sp.B selaku pembimbing presentasi kasus ini.
2. Seluruh dokter dan staf pengajar di SMF Bedah RSUP Fatmawati.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Bedah RSUP Fatmawati atas bantuan
dan dukungannya.
Demikian semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam
bidang ilmu bedah.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................1
2.1 Anatomi rektum dan anus..........................................................................1
2.2 Hemoroid...................................................................................................2
2.2.1 Pengertian...........................................................................................2
2.2.2 Faktor risiko.......................................................................................3
2.2.3 Epidemiologi......................................................................................3
2.2.4 Klasifikasi..........................................................................................3
2.2.5 Patofisiologi.......................................................................................5
2.2.6 Manifestasi klinis...............................................................................6
2.2.7 Diagnosis............................................................................................6
2.2.8 Diagnosis banding..............................................................................7
2.2.9 Tata Laksana......................................................................................8
BAB II ILUSTRASI KASUS................................................................................12
BAB III ANALISIS MASALAH..........................................................................19
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.
2.
1
Terdapat batasan garis ireguler yang disebut linea pectinata atau linea
dentata yang menunjukan taut bagian superior canalis analis dan bagian inferior.
Kanalis bagian superior linea pectinata memiliki suplai arteri inervasi dan
drainase yang berbeda dengan bagian inferior. Perbedaan tersebut karena asal
embriologis yang berbeda. Superior atau viseral berasal dari hindgut embrionik.
Bagian inferior atau somatik berasal dari proktodeum embrionik.2
Arteri rectalis superior memperdarahi kanalis analis superior linea
pectinata. Arteri rectalis inferior memperdarahi inferior kanalis serta otot-otot di
Gambar 1.2
sekitarnya danVaskularisa
kulit perianal. Disuperior linea pectinata, pleksus rectalis interna
terutama bermuara dalam vena rectalis superior dan sistem porta. Diinferior linea
pectinata, pleksus rectalis interna bermuara kedalam vena rectalis inferior ke
sistem vena cava. Vena rectalis media membentuk anastomosis dengan vena
rectalis superior dan inferior mendrainase muscularis ampula eksterna.2
Suplai saraf kekanalis analis superior linea pectinata merupakan inervasi
viseral dari pleksus hipogastricus inferior. Akibat inervasi ini kanalis analis
superior linea pectinata hanya sensitif terhadap refleks peregangan. Suplai saraf
kanalis analis inferior linea pectinata adalah inervasi somatik yang berasal dari
nervus analis inferior cabang nervus pudendus. Oleh karena itu, bagian analis
kanalis ini sensitif terhadap nyeri, sentuhan dan temperatur.2
2.2 Hemoroid
2.2.1 Pengertian
Hemoroid ialah penebalan bantalan jaringan submukosa (anal
cushion) yang terdiri dari venula, arteriol dan jaringan otot polos yang
terletak dikanalis anal.3 Submukosa vaskular sangat menebal pada posisi
lateral kiri, anterolateral kanan dan posterolateral kanan yang membentuk
bantalan anal. Hemoroid adalah anatomi normal dari anorektal,
penanganan hanya bila terdapat gejala yang mengganggu.2
2
2.2.2 Faktor risiko
Mengejan terlalu kuat, peningkatan tekanan intraabdomen,
kehamilan, hipertensi porta, keturunan, usia, feses yang keras dapat
meningkatkan tekanan pada vena dipleksus hemoroid dan menyebabkan
prolapsnya hemoroid yang kemudian menimbulkan gejala.4
2.2.3 Epidemiologi
Gambar 1.3
Hemoroid
2.2.4 Klasifikasi
3
jaringan fibrotik yang dilapisi kulit anus. Hemoroid eksterna dan
skin tag sering sulit dibedakan dan dapat menyebabkan iritasi bila
membesar.2,3
Gambar 1.4
Derajat
4
d. Derajat 4 : telah terjadi prolaps yang tidak bisa dimasukan
kembali.
2.2.5 Patofisiologi
Peningkatan tekanan anus saat istirahat, kebiasaan duduk lama
akan menurunkan aliran balik vena sehingga vena membesar dan merusak
jaringan ikat disekitarnya dan membuat pembesaran hemoroid.
Bertambahnya usia juga dapat melemahkan sktruktur jaringan pengikat
yang membuat hemoroid prolaps.5
Hemoroid interna merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis
superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang
terletak pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat pasien
dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid
interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering
ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior
merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak
berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar pada vena yang
terletak pada superior canalis ani. Disini jaringan ikat longgar submukosa
sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik
darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama
defekasi.
Selama kehamilan sering terjadi penekanan vena rectalis superior
oleh uterus gravid sehingga dapat memicu hemoroid. Hipertensi portal
akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Hemoroid interna
yang kolaps dapat menghasilkan mukus menuju perianal. Mukus tersebut
dapat menyebabkan dermatitis lokal yang disebut pruritus ani.4
Hemoroid eksterna terjadi akibat trombosis vena hemoroid
eksterna. Trombosis akut ini berhubungan dengan konstipasi, diare kronik
ataupun perubahan diet. Nyeri akibat distensi dan inervasi kulit sekitar
trombus. Nyeri dapat terjadi selama 7-14 hari. Setelah itu terjadi resolusi
degnan meninggalkan skintag. Kekambuhan ditempat yang sama sering
terjadi sekitar 40-50%.4
5
2.2.6 Manifestasi klinis
1. Perdarahan biasanya terjadi saat defekasi, warna merah segar,
menetes tidak bercampur feses dan jumlah bervariasi.
2. Prolaps terjadi bila hemoroid bertambah besar. Pada mulanya
hemoroid dapat tereduksi spontan tetapi lama kelamaan tidak
bisa dimasukan kembali.
3. Rasa tidak nyaman hingga nyeri bila hemoroid teregang akibat
terdapat trombosis luas dengan edema dan peradangan.
4. Feses dipakaian dalam karena hemoroid dapat mencegah
penutupan anus dengan sempurna.
5. Gatal muncul akibat pembersihan kulit perianal yang sulit atau
apabila ada mucus yang keluar.
6. Nekrosis pada hemoroid interna yang prolaps dan tidak dapat
direduksi kembali.
2.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
6
b) Palpasi
c) Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran.
Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan
dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh
bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler
yang menonjol ke dalam lumen.6
1. Karsinoma kolorektal
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
7
2.2.9 Tata Laksana
Tatalaksana dapat dibedakan menjadi invasif dan non invasif. Selain itu
pilihan tatalaksana juga bergantung pada derajat hemoroid7
Derajat 1 : modifikasi diet, medikamentosa
Derajat 2 : rubber band ligation, fotokoagulasi, ligasi arteri hemoroidalis,
modifikasi diet dan medikamentosa.
Derajat 3 : hemoroidektomi, stapled hemoroidopex, rubber band ligation,
modifikasi diet dan medikamentosa.
Derajat 4 : hemoroidektomi, stapled hemoroidopex, modifikasi diet.
a. Non-Medikamentosa
Modifikasi diet dengan intake cairan dan serat yang adekuat serta
merubah kebiasaan BAB menjadi penanganan awal kasus hemoroid. Diet
tinggi serat terbukti dapat mengurangi gejala perdarahan pada penderita
hemoroid. kebiasaan BAB yang baik juga penting diedukasikan untuk
mengurangi gejala hemoroid yaitu dengan menghindari mengejan berlebihan
dan membatasi waktu untuk BAB.5
b. Medikamentosa
Antibiotik untuk mencegah infeksi. Obat pencahar dapat diberikan untuk
membantu melunakan feses sehingga tidak perlu mengejan saat BAB.
Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres
lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan hangat
juga dapat meringankan nyeri.6
c. Minimal invasif
1. Rubber band ligation (RBL)
Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang menonjol
dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Mukosa
bagian proksimal dijepit dengan band. Ligasi ini akan menyebabkan
iskemia dan nekrosis hemoroid yang sudah prolaps. Karena ligasi
dilakukan di bagian proksimal linea pectinata rasa nyeri dapat
8
diminimalisir. Pada hemoroid grade 2 dan 3 angka keberhasilannya
93% dengan kekambuhan dalam 2 tahun sebanyak 11%.5
Gambar 1.5
Rubber
2. Sclerotherapy
Berbagai teknik dan obat skleroterapi dapat digunakan untuk
hemoroid interna derajat 1-3. Skleroterapi yang sering digunakan ialah
fenol 5% dalam minyak almond dan sodium tetradecyl sulfate. Cara
kerjanya dengan membuat fibrosis pada submukosa jaringan hemoroid.
Injeksi dilakukan kedalam submukosa hingga apeks dari hemoroid
(0,5-2,0 ml 1% sodium tetradecyl sulfate atau 1-3 ml fenol 5% yang
dilarutkan dalam minyak.3,5
Gambar 1.6
Sclerothera
3. Infrared Photocoagulation
Menggunakan gelombang infrared untuk membuat nekrosis protein
pada hemoroid. Biasanya dilakukan untuk hemoroid derajat 1 dan 2.
9
Karena kekambuhannya tinggi bila dilakukan pada hemoroid derajat 3
dan 4.3,5
Gambar 1.8
Exicision of
d. Operatif
1. Hemoroidektomi tertutup
10
11
jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan
hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga
jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.6,7
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis,
tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri
minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan
berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih cepat
sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. 7,8
Gambar
1.10
Gambar
1.11
12
e. Komplikasi hemoroidektomi
Nyeri post operatif membutuhkan analgetik umumnya oral
narkotik. NSAID, pelemas otot, analgetik topikal juga dapat digunakan.
Retensi urin merupakan komplikasi yang umumnya terjadi namun dapat
diminimalisir dengan mengurangi cairan perioperatif dan analgetik
adekuat. Nyeri juga bisa menyebabkan impaksi fekal. Hal ini bisa
ditangani dengan memberikan enema atau laksatif post operatif.
Perdarahan dapat terjadi akibat ligasi yang tidak adekuat dan dapat terjadi
dalam 7-10 hari pertama setelah operasi. Bila terdapata demam, nyeri
hebat dan retensi urin menandakan telah terjadinya infeksi sekitar anus dan
perlu dilakukan drainase abses atau debridement jaringan nekorotik.7
13
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. YH
Umur : 35 th
No RM : 01711643
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Parung, Ciledug, Tangerang Banten
Agama : Islam
Tanggal masuk : 3 September 2019
Tanggal keluar : 12 September 2019
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri pada anus
sejak 10 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasein merasa nyeri pada anus setelah BAB sejak 10 jam SMRS VAS 8.
BAB yang keras sehingga harus mengedan kuat. Terdapat darah yang menetes
diatas tinja setelah selesai BAB. Terasa ada benjolan ambeien keluar dari anus dan
tidak dapat dimasukan kembali. Benjolan teraba lunak dan terdapat darah
sekitarnya. Pasien sebelumnya sudah dibawa ke RS Bakti Asih dan sudah
diberikan obat namun pasien tidak mengingat obatnya. Pasien tidak merasakan
adanya perbaikan setelah meminum obat oleh karena itu 5 jam setelah minum
obat pasien ke RS Fatmawati. Pasien tidak bisa duduk dan hanya bisa berbaring
kesamping karena merasa nyeri pada anus.
Selama 1 bulan terakhir saat BAB, pasien merasa adanya ambeien yang
keluar tapi masih bisa dimasukan kembali lewat anus. Sehingga pasien tidak ke
14
RS. Tidak ada keluhan BAK, demam, dan nyeri pada perut. Keluhan berat badan
turun drastis, nafsu makan berkurang dan lemas setelah BAB disangkal.
Ayah pasien juga menderita ambeien dan dioperasi pada usia 33 tahun.
Tidak ada riwayat diabetes dan darah tinggi dikeluarga.
Riwayat Sosial
15
Status Gizi : BB: 65 kg, TB: 170 cm, IMT: 22.5
Tanda Vital
Tekanan Darah : 119/73 mmHg
Frekuensi Nadi : 83 x/menit, regular, isi cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status generalis
Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
Hidung
Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-/-), deviasi septum (-/-),
edema concha (-/-), concha hiperemis (-/-)
Telinga
Preaurikuler hiperemis (-/-), abses (-/-), massa (-/-).
Aurikuler normotia
retroaurikuler hiperemis (-/-), abses (-/-), massa (-/-)
Liang telinga lapang, serumen (-/-)
Tenggorokan dan rongga mulut
Bucal mukosa sianosis (-)
Tonsil T1/T1
Dinding posterior faring tidak hiperemis
Leher
Tidak ada pembesaran KGB
Tidak ada bendungan vena leher
Thoraks
a. Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dan dinamis, pelebaran
sela iga (-), otot bantu nafas (-), retraksi M. Intercostal (-),
16
tipe pernafasan torakoabdominal, frekuensi napas 20
x/menit
Palpasi : Fremitus vocal normal, massa (-/-), ekspansi dada
simetris, pelebaran sela iga (-/-)
Perkusi : Sonor kedua paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
b. Jantung
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-),
deformitas (-)
Status lokalis
Regio anus. Inspeksi : tampak benjolan ireguler berbatas tegas. Berlendir dan
becampur darah. Palpasi : nyeri saat ditekan
HEMATOLOGI
17
Leukosit 9.500 /ul 5.000 – 10.000/ul
Trombosit 147.000 /ul 150.000 – 440.000/ul
18
b. Radiologi
Gambar 2.1
X-Ray
Kesan : tidak tampak kelainan radiologi pada jantung dan paru.
Gambar 2.2
Jaringan
19
V. Resume
Tn. YH 35 tahun datang ke IGD RSUP Fatmawati karena nyeri pada anus
sejak 10 jam SMRS. Nyeri didahui dengan BAB keras dan darah yang menetes
diatas tinja. VAS 8. Terasa ada benjolan ambeien keluar dari anus dan tidak dapat
dimasukan kembali. Pasien tidak bisa duduk dan hanya bisa berbaring kesamping.
Pasien sebelumnya sudah merasakan nyeri pada anus sejak 4 tahun lalu dan keluar
ambeien sejak 3 tahun lalu, keluhan memberat sejak 1 bulan sebelum ke RS. Ayah
pasien pernah dioperasi hemoroid pada usia 33 tahun. Pasien jarang makan buah
dan sayur dan sering mengangkat beban berat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya benjolan ireguler berbatas tegas, berlendir dan bercampur darah.
VI. Diagnosis
1. Hemoroid interna grade IV
VII. Tatalaksana
a. Pre operatif
1. Pantau hemodinamik
2. Cairan RL 500cc/24 jam
3. Antibiotic Ceftriaxon 1x2gr selama 7 hari
4. Pencahar : Laxadin 2x1 cth
5. Diet : tinggi serat
6. Mobilisasi : miring kanan kiri
b. Operatif
Stapled Hemoroidopexy
c. Post operatif
1. Pantau hemodinamik
2. Cairan RL : Dextrose 5% = 2:2
3. Antibiotik : cefoperazon 2x1 gram
4. Analgetik : ketorolac 3x30 mg, parasetamol 4x500mg
5. Anti perdarahan : transamin 3x500 mg
6. Perawatan luka : luka dibersihkan dengan permanganate kalium
7. Mobilisasi bertahap. Berbaring, duduk, dan berjalan.
20
8. Rencana rawat jalan setelah nyeri dan hemodinamik stabil
VIII. Prognosis
21
BAB III
ANALISIS MASALAH
Tn. YH, 35 tahun mengeluh nyeri pada anus setelah BAB sejak 10 jam
SMRS VAS 8. BAB keras, darah yang menetes diatas tinja setelah selesai BAB
dan terasa ada benjolan ambeien keluar dari anus dan tidak dapat dimasukan
kembali. 3 tahun sebelumya pasien sudah mengalami gejala yang sama namun
benjolan yang keluar masih bisa dimasukan dengan jari. Ayah pasien juga
mengalami keluhan serupa dan dioperasi ambeien pada usia 33 tahun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya prolaps hemoroid interna berupa benjolan
ireguler berbatas tegas disertai mukus dan darah. Hal ini sangat menunjang
diagnosis hemoroid interna grade 4. Yang merupakan terjadinya prolaps hemoroid
interna dan tidak dapat dimasukan kembali kedalam anus.3 Berdasarkan data
epidemiologi kasus hemoroid lebih sering terjadi pada laki-laki usia dekade
ketiga.4 Diagnosis banding lain dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki
riwayat berat badan turun drastis, demam ataupun keluhan pada BAK.
Tatalaksana definitif yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan stapled
hemorrhoidopexy. Hal ini dipilih karena hemoroid grade 4 tidak bisa
ditatalaksana dengan modifikasi diet saja namun juga perlu dilakukan tindakan
invasif. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena
tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 –
45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin
singkat.7,8 Namun pasien yang dilakukan hemoroidopexy dilporkan membutuhkan
operasi tambahan bila dibandingkan dengan pasien yang dilakukan
hemoroidektomi.6 Sehingga prognosis ad sanationam pada pasien ini menjadi
dubia ad bonam. Sedangkan prognosis ad vitam dan ad fungtionam bonam.
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24