You are on page 1of 9

PEDOMAN PENGENDALIAN

RESISTENSI ANTIMIKROBA

TH. 2022

RUMAH SAKIT PERMATA KELUARGA JABABEKA

Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo Blok A No. 1A, Medical City, Kota Jababeka, Bekasi

Telp : 021-2308 3399 Fax : 021-89321000


PROGRAM
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKOBA

A. Pendahuluan
Resistensi antimikroba adalah resistensi terhadap antimikroba yang efeketif untuk
terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasite. Bakteri adalah
penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah
penggunaan antibiotik.
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba,
antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia,
dengan berbagai dampak merugikan, dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan.
Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi
(selection pressure) yang sangat berhubungan dengan penggunaan antimikroba, dan
penyebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat
dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat dihambat
dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.
Hasil peneliatian Antimicrobial Resistance in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000 –
2005 pada 2494 individu di masyarakat, memperlihatkan bahwa 43% Eschericia Coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol
(29%) dan kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit
didapatkan 81% Eschericia Coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, ampisilin
(73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin
(18%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi mikroba juga terjadi di
Indonesia. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa Surabaya dan Semarang terdapat
masalah resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak bijak, dan
pengendalian infeksi yang belum optimal. Penelitian AMRIN ini menghasilkan
rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validated method) untuk
mengendalikan resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah
disebarluaskan ke rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di
Bandung tanggal 29 – 31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat
melaksanakan ”Self assessment program” menggunakan “validated method” seperti
yang dimaksud diatas. Pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di
masing-masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi antimikroba, data
penggunaan antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampai sekarang
gerakan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum
berlangsung baik, terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa
negara.
Berbagai cara pelu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antimikroba
ini baik di tingkat perorangan maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan,
dalam kerja sama antar-institusi maupun antar –negara. WHO telah berhasil
merumuskan 67 rekomendasi bagi negara anggota untuk melaksanakan pengendalian
resistensi antimikroba. Di Indonesia, rekomendasi ini tampaknya belum terlaksana
secara institusional. Padahal, sudah diketahui bahwa penanggulangan masalah
resistensi antimikroba di tingkat internasional hanya dapat dituntaskan melalui gerakan
global yang dilaksanakan secara serentak, terpadu, dan berkesinambungan dari semua
negara. DIperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya masalah resistensi
antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui program
terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, dan
pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui kementrian kesehatan.
Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini
disebut dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA).
Dalam rangka pelaksanaan PPRA di rumah sakit, maka perlu disusun program kerja
PPRA agar pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dapat berjalan dengan
baik dan terarah.

B. Latar Belakang
Undang-undang No 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba di Rumah Sakit menyatakan bahwa setiap rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya wajib melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba.
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan gerakan
pengendalian resistensi antimikroba secara terpadu dan paripurna di unit pelayanan
kesehatan. Implementasi PPRA di rumah sakit akan berjalan dengan baik apabila
mendapat dukungan penuh dari Pimpinan Rumah Sakit yaitu ditetapkan kebijakan PPRA
di rumah sakit, program dan kegiatan PPRA, fasilitas dan sarana untuk menunjang
PPRA, serta dukungan finansial.

C. Tujuan Umum & Tujuan Khusus


1. Tujuan Umum
Terlaksananya program pengendalian resistensi antimikroba efektif sebagai
upaya peningkatan kesadaran pencegahan penyakit dan penggunaan antimikroba
yang baik dan benar.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap pengendalian resistensi
antimikroba melalui kominikasi, pendidikan, dan pelatihan efektif
b. Meningkatkan pengetahuan dan data melalui kegiatan surveilans dan
penelitian
c. Menurunkan insidensi infeksi melalui sanitasi, hygiene dan pencegahan
pengedalian infeksi yang efektif
d. Mengoptimalkan penggunaan antimikroba secara bijak pada pasien
D. Kegiatan pokok & rincian kegiatan
Program kerja PPRA disusun oleh ketua Tim PPRA, dibantu oleh anggota Tim PPRA,
Komite PPI, Instalasi Farmasi, Panitia Farmasi dan Terapi, Instalasi Laboratorium, serta
Klinisi di Kelompok Staff medis masing-masing, yang disahkan serta ditandatangin oleh
Direktur Rumah Sakit untuk selanjutnya dievaluasi berkala setiap tahunnya.
Adapun kegiatan program pengendalian kerja tersebut terdiri dari:
1. Pembentukan tim PPRA
2. Peningkatan pemahaman staf, pasien dan keluarga tentang masalah resistensi
antimikroba
a. Sosialisasi program pegnendalian resistensi antimikroba
b. Departemen atau Kelompok Staff Medis menetapkan pedoman penggunaan
antibiotik
c. Melakukan sosialisasi dan memberlakukan pedoman penggunaan antibiotik
secara resmi di masing-maisng Departemen/SMF
3. Pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit
a. Pemetaan pola resistensi antimikroba
b. Informasi didistribusikan ke seluruh unit pelaksana pelayanan medis terkait
4. Pencegahan dan pengendalian infeksi
a. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan
dengan cara uji pertik dan sampling
b. Evaluasi meliputi penyebaran mikroba dan data resistensi, audit kuantitas dan
kualitas penggunaan antibiotic, serta dampak farmakoekonomi (efesiensi biaya)
5. Pelaporan pola mikroba dan kepekaanya
a. Pemetaan pola mikroba dan kepekaanya
b. Hasil analisis digunakan oleh Pimpinan Rumah Sakit untuk menetapkan
kebijakan selanjutnya dalam rangka membangun proses “continual
improvement”

E. Cara melaksanakan kegiatan


Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan PPRA, meliputi:
1. Membentuk tim PPRA di rumah sakit
Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan tujuan menerapkan pengendalian
resistensi antimikroba di rumah sakit melalui perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
a. Kedudukan dan Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan tugas, Tim PPRA bertanggungjawab langsung kepada
Direktur Rumah Sakit. Keputusan Direktur Rumah Sakit tersebut berisi uraian
tugas tim secara lengkap, yang menggambarkan garis kewenangan dan
tanggung jawab serta koordinasi antar-unit terkait di rumah sakit.
b. Keanggotaan Tim PPRA
Susunan Tim PPRA terdiri dari: ketua, wakil ketua, sekertaris, dan anggota.
Kualifikasi ketua Tim PPRa adalah seorang klinisi yang berminat di bidang
infeksi. Keanggotan Tim PPRA paling sedikit terdiri dari tenaga kesehatan
yang kompeten dari unsur:
1) Klinisi perwakilan SMF
2) Keperawatan
3) Instalasi Farmasi
4) Instalasi Laboratorium
5) Komite PPI
6) Komite Farmasi dan terapi
Dalam keadaan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), maka rumah
sakit dapat menyesuaikan keanggotan tim PPRA berdasarkan ketersediaan
SDM yang terlibat dalam program pengendalian resistensi antimikroba.
c. Tugas Pokok Tim PPRA
Tugas pokok Tim PPRA adalah:
1) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam menyusun kebijakan tentang
pengendalian resistensi antimikroba
2) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam menyusun kebijakan dan
panduan penggunaan antibiotik rumah sakit
3) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam melaksanakan program
pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit
4) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam mengawasi dan mengevaluasi
pelaksanaan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit
5) Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi
terintegrasi
6) Melakukan surveillans pola penggunaan antibiotik
7) Melakukan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaannya
terhadap antibiotik
2. Peningkatan pemahaman
1) Sosialisasi program pegnendalian resistensi antimikroba
a. Pembuatan dan pemasangan spanduk
b. Pembuatan dan penyebaran pamphlet
2)
d. Tahapan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
1) Mempunyai Pedoman Penggunaan Antibiotik di rumah sakit
2) Sosialisasi pedoman penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi
3) Melakukan pengumpulan data dasar (peta medan mikroba, data
resistensi, evaluasi kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik), sebagai
pembanding
4) Melakukan implementasi pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotik
5) Melakukan pencatatan dan pengelolaan data serta forum diskusi
6) Menyajikan data studi operasional di KMS masing-masing, selanjutnya
dipresentasikan di rapat tinjauan manajemen (seminar, lokakarya,
semiloka, workshop)
7) Melakukan pembaharuan secara berkala pedoman penggunaan antibitoik
berdasrakan peta medan mikroba dan data resistensi terbaru
8) Kembali ke point 3
9) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan

F. Sasaran kegiatan
Seluruh elemen rumah sakit terutama klinisi, perawat, bidan, dan petugas medis
lainnya yang berada di lingkungan RS Permata Keluarga Jababeka, termasuk pasien itu
sendiri.

G. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan terlampir

H. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan


Surveilans infeksi rumah sakit secara teratur adalah pelaksanaan surveilans yang
dilakukan secara terencana, berkesinambungan, dan rutin. Evaluasi adalah penilaian
kembali terhadap hasil surveilans untuk dilakukan perbaikan.
Evaluasi penggunaan antibiotik sesuai standar PPRA adalah cara mengevaluasi
penggunaan antibiotik dengan metode audit kuantitas dan kualitas penggunaan
antibiotik, mengacu pada buku pedoman pelaksanaan PPRA Depkes RI Tahun 2005
“Antimicrobial Resistance, Antibiotic Usage, and Infeciton Control; a Self Assessment
Program for Indonesian Hospitals” (buku kuning)
1. Audit Kuantitas Antibiotik
Merupakan metode untuk menghitung jumlah antibiotik yang digunakan dengan
parameter Defined Daily Dose yaitu dosis rata-rata harian untuk indikasi tertentu. Pada
penggunaan di rumah sakit menggunakan satuan DDD/100 patient-days.

2. Audit Kualitas Antibiotik


Merupakan metode untuk emngevaluasi penggunaan antibiotik secara rasional
dengan cara mengkaji (review) kasus dari catatan medik dan catatan/rekaman
pemberian antibiotik. Sedangkan kategori evaluasi menggunakan kriteria alur
“Gyssens”, yaitu:
a. Kategori I = Penggunaan antibiotik tepat/rasional
b. Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis pemberian
c. Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
d. Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
e. Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu
lama
f. Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu
singkat
g. Kategori IVA = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik lain yang
lebih efektif (Pemilihan tidak sesuai PPAB)
h. Kategori IVB = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik yang
lebih aman
i. Kategori IVC = Penggunaan antibiotik tidka tepat karena ada antibiotik lain yang
harganya lebih murah
j. Kategori IVD = Penggunaan antibitoik tidak tepat karena ada antibitoik lain yang
spektrumnya lebih spesifik “narrow spectrum”
k. Kategori V = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena tidak ada indikasi
l. Kategori VI = Catatan medik tidak lengkap untuk dikaji dan dievaluasi
Catatan : Alur Gyssens terlampir

Evaluasi secara berkala adalah evaluasi yang dilakukan secara rutin dan
berkesinambungan dalam kurun waktu sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun.
Evaluasi hasil audit adalah menganalisis hasil audit kuantitas dan audit kualitas
penggunaan antibiotik sebelum dan sesuadah implementasi PPRA serta
membandingkan biaya atau “cost-effectiveness” sebelum dan sesudah implementasi
PPRA
Umpan balik adalah memberikan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan
antibiotik kepada pihak yang terkait untuk ditindaklanjuti
Laporan yang diharapkan berupa laporan lengkap yaitu semua dokumen yang
mendukung kegiatan tersebut diatas, termasuk laporan kegiatan, evaluasi dan
tindaklanjut.

I. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan


Setiap kegiatan program pengendalian resistensi antimikroba di catat setiap
hari dan di laporkan dan dievaluasi setiap 3 bulan sekali
Lampiran 1
JADWAL KEGIATAN PPRA
RS Permata Keluarga Jababeka
TAHUN 2022
Pelaksanaan (bulan)
No Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 Pembuatan program kerja PPRA
Sosialisasi kegiatan PPRA dan pedoman penggunaan
4
antibiotik
Monitoring kegiatan pencegahan dan pengendalian
5
infeksi
8 Monitoring dan audit penggunaan antibiotik
Surveilans :
9 1. resistensi antimikroba
2. Kejadian infeksi terkait resistensi antimikroba
10 Pembuatan laporan kegiatan PPRA
Lampiran 2 Alur Gyssens

You might also like