Professional Documents
Culture Documents
Makala H
Makala H
PENDAHULUN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang kemunculan islam, tentu tidak bisa lepas dari sosok
Muhammad SAW sebagai pembawa risalahnya. Pada sekitar tahun 610 M islam
diperkenalkan oleh Allah kepada Muhammad yang ditandai dengan turunnya
wahyu pertama di makkah. Sejak inilah kemudian islam disebarkan di sekitar
makkah, atau bahkan di seluruh jazirah arab.
Sebagai pembawa risalah yang dipilih oleh Allah, Nabi Muhamma SAW
senantiasa selalu berdakwah, meskipun banyak rintangan yang harus beliau
lewati. Dalam jangka waktu kurang lebih 22 tahun, beliau berjuang dengan
sepenuh hati, melakukan transformasi budaya, dari alam jahili ke alam Islam yang
bersendikan tauhid, kemerdekaan, persaudaraan, ukhuwah, persatuan dan
keadilan.
Perjalanan nabi Muhammad dalam berdakwah semenjak diutus sebagai
rasulullah dapat diklasifikasikan menjadi dua preode. Pertama, preode Makkah.
Pada masa ini beliau melakukan transformasi melalui dakwah bissiri (dengan
sembunyi-sembunyi), lalu dakwah bijahri (terang-terangan). Kedua, masa di
Madinah (Yatsrib). Masa ini diawali dengan berhijrah ke Madinah beserta para
kaum Muhajirin, yang selanjutnya beliau mulai menata masyarakat sesuai dengan
nilai-nilai ke-Islaman.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini :
1. Bagaimana munculnya islam di kota Makkah?
2. Bagaimana munculnya islam di kota Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ISLAM DI MAKKAH
1. Awal Munculnya Islam
Masyarakat arab sebelum islam datang dikenal dengan masyarakat
jahiliyah. Mereka hidup dalam bentuk masyarakat yang terkotak kotak, yang
dibangun dengan system kabilah-kabilah, bersuku-suku, yang mana antara
kelompok yang satu dengan lainnya seringkali terjadi pertumbuhan darah, bahkan
mereka sudah terbiasa melakukan kekerasan dan pembunuhan antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya.[1]
Kompleksitas masalah yang terjadi pada masyarakat arab jahiliyah inilah
yang membuat nabi Muhammad termotivasi untuk mencari jalan keluar dengan
cara mengasingkan diri berkhulwat di Gua Hira’. Di sana Nabi Muhammad
berhari-hari dan berbulan-bulan melakukan kontemplasi dan bertafakur. Tidak
henti-hentianya ia melakukan hal tersebut sampai menjelang usianya yang
keempat puluh. Dan akhirnya pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat
pembawa wahyu datang dengan membawa wahyu yang pertama: “Bacalah dengan
nama tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu itu maha mulia. Dia telah mengajar
dengan Qolam. Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui” (QS.
al-Alaq ayat:1-5’).
Dengan turunnya ayat di atas, merupakan sebuah petanda bahwasanya
Muhammad telah resmi diangkat sebagai seorang Nabi.[2] Sekeligus mengakhiri
zaman jahiliyah masyarakat arab. Dan selang beberapa bulan kemudian beliau
menerima wahyu yang berisi perintah untuk mendakwahkan islam kepada semua
manusia. Hal tersebut tergamabar dalam surat al-Muddatsir ayat 1-7:
“hai orang-orang berkemul, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan tuhanmu
agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlan, dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
dan janganlah kamu memberi dengan maksud mendapatkan balasan yang lebih
banyak. Dan untuk memenuhi perintah tuhanmu bersabarlah”, (Q,S. al-Mdtssir,
1-7).
Dengan diturunkannya ayat di atas, memberikan sebuah pengertian bahwa
sejak itulah nabi Muhammad secara defacto telah resmi diangkat menjadi
rasulullah dengan mengemban tugas untuk memberi peringatan bagi seluruh
manusia.
2. Setrategi Dakwah Islam Di Makkah
a. Dakwan bil-Sirri (diam-diam)
Pada awal perjalanannya, nabi Muhammada melakukan dakwah dengan cara
diam-diam sirri. beliau menyampaikan dakwahnya pada keluarga keluarga
terdekat dan juga pada orang-orang yang diyakini akan menerima seruannya. hal
ini beliau lakukan sejak turunnya surah al-Muddatstsir, yang mana isi kandungan
ayat tersebut adalah perintah untuk melakukan seruan dan peringatan kepada umat
manusia.
Adapun orang pertama yang masuk islam adalah Khatijah yang tidak lain
adalah istri rasulullah, baru kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib yang waktu
itu baru berumur 10 tahun. Kemudian disusul oleh Abu Bakar yang merupakan
sahabat nabi sejak masa kecil.
Dakwah secara diam-diam ini terus beliau lakukan selama tiga tahun, dan
berhasil mengajak belasan orang memeluk islam. Meskipun nabi berdakwah
dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi tetap saja kaum Quraisy memusuhi dan
mengejek umat islam.
b. Dakwah bil-Jahri (terang terangan)
Setelah beberapa tahun Rasulullah hanya berdakwah secara sembunyi-
sembunyi, maka datanglah seruan untuk berdakwa secara terang-terangan dan
tidak mempedulikan sikap orang-orang yang menentangnya. Sebagaimana
terkandung dalam firman allah:
Artinya: maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.
Sesungguhnya kami memelihara kamu dari pada (kejahatan) orang-orang yang
memperolok-olokkan kamu (Q.S. al-Hajr ayat 214-216).
Setelah turun ayat ini, Rasulullah SAW, menyampaikan dakwahnya kepada
seluruh lapisan masyarakat kota Mekah yang pluralistik, dari golongan bangsawan
sampai golongan budak serta pendatang kota Mekah yang mempunyai agama
berbeda dan berbagai suku. Untuk berdakwah secara terang-terangan ini beliau
menjadikan bukit “shofa” sebagai tempat dakwahnya. Rasulullah SAW.
Menyampaikan dakwah dibukit Shofa selama dua kali, namun orang-orang
banyak yang mendustakanya. Sebagian ada yang menerima dan sebagian ada yang
menolaknya dengan kasar.
Rasulullah SAW bersabda : “Selamatkan diri kalian dari bahaya api neraka,
sesungguhnya saya memberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.” Dan
Abu-Lahab menjawab : “Binasalah hai Muhammad ! Adakah engkau
mengumpulkan kami hanya untuk ini saja?
Sehubungan dengan hinaan Abu Lahap ini, maka turunlah surat Al Lahab
sebagai berikut :
Artinya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan
binasa, tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan,
kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak, dan (begitu pula) istrinya,
pembawa kayu bakar, yang di lehernya ada tali dari sabut”.
Sikap Rasulullah Saw, dalam dakwah Islam, meliputi; pertama, tidak terdapat
sikap pribadi yang menuju sifat yang berlebih-lebihan dan memuji unuk
kepentingan pribadinya dan gaya bicaranya simpatik (dapat diterima), kedua, dan
tidak terdapat sikap pribadi sifat kemewah-mewahan menyebabkan orang terkejut
dan mencegah akan manusia yang lemah.[3]
Setelah peristiwa Thaif itulah bermulalah sikap kaum quraisy memusuhi
rasulullah secara terang-terangan. Mereka mengobarkan api permusuhan dan
mereka sepakat untuk menentang rasulullah, dan menyakiti para pengikutnya agar
mereka kembali ke dalam agama lamanya, yaitu penyembah Lata dan Uzza.
Menurut Ahmad Syalabi, ada lima factor yang mendorong orang Quraisy
menentang seruan islam. Pertama, mereka tidak dapat membedakan antara
kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan
Muhammad sama halnya dengan tunduk kepada kepemimpinan bani abdul
muthalib, padahal hal tersebut sangat tidak diinginkan oleh mereka.
Kedua, nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan
hamba sahaya. Ketiga, para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran
tentang kebangkitan kembali dan pembalasan hari akhirat. Keempat, taklid kepada
nenek moyang adalah keniasaan yang sudah berakar pada bangsa
arab. Kelima, pemahat dan penjual patung memandang islam sebagai penghalang
rezeki.[4]
3. Dua Perjanjian Penting Periode Makkah
Setelah nabi Muhammad melakukakan Isra’ dan Mikraj, suatu
perkembangan besar terjadi bagi kemajuan islam. Embrio kemajuan tersebut
datang dari sejumlah penduduk yasrib yang berhaji ke Makkah. Mereka terdiri
dari duan suku, yaitu suku ‘Aus dan Khazraj, datang menemui nabi Muhammad
dan melakukan perjanjian yang kemudian dikenal dengan perjanjian Aqobah.
a. Perjanjian Aqobah I
Proses terjadinya perjanjian aqobah I di awali dengan datangnya rombongan
dari Madinah di Makkah, mereka datang untuk menunaikan haji, lalu kedatangan
mereka diketahui oleh nabi, maka beliau segera menemui mereka di dekat bukit
aqabah untuk menyampaikan seruan islam. Mendengar dakwah yang disampaikan
oleh nabi, kemudian mereka berkata: bangsa kami telah lama terjadi permusuhan,
yaitu antara suku Khajraj dan suku ‘Aus. Mereka benar-benar merindukan
perdamaian. Kiranya tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan
enkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah
agar mereka mengatahui agama yang kami terima dari engkau.
Setelah berselang dua tahuan, yaitu pada tahun ke dua belas, mereka datang
lagi menemui nabi dengan jumlah 12 orang (10 kaum Khajraj dan 2 kaum ‘Aus).
Mereka menemui nabi pada tempat yang sama, yang mana dalam pertemuan ini
mereka telah membuat suatu perjanjian dengan nabi yang kemudian dikenal
dengan Perjanjian Aqobah I ”perjanjian wanita”.
b. Perjanjian Aqobah II
Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang datang dari madinah makin
tambah banyak, yaitu berjumlah 73 orang, diantaranya 2 orang perempuan dari
suku ‘Aus. Mereka kemudian menemui nabi pada tempat yang sama dengan
pertemuan-pertemuan sebelumnya, pertemuan ini kemudian dikenal dengan
Perjanjian Aqobah II (perjanjian peperangan).[5]
B. ISLAM DI MADINAH
1. Hijrah Starting Kebangkitan Islam
Sebelum kedatangan nabi, kota ini bernama Yatsrib. Penduduknya sangat
majemuk, mereka terdiri dari kabilah-kabilah dan suku-suku, dan terbesar adalah
suku aus dan khazraj. Mereka menganut agama yang bermacam-macam,
diantaranya adalah nasrani, yahudi, majusi, sabi’I, dan lain-lain. Sebagai suku
yang dominan, suku Aus dan Khazraj seringkali hidup dalam pertikaian yang
melibatkan sentiment keagamaan.[6]
Secara giografis Madinah sangat berbeda dengan mekkah yang terdiri dari
padang pasir dan tandus. Madinah tanahnya yang subur sehingga penduduknya
bercocok tanam seperti kurma. Keadaan ini menjadikan masyarakat madinah
mempunyai corak berbeda dengan masyarakat lainnya, mereka hidup dengan pola
yang sederhana, solidaritas masyarakatnya sangat kuat.
Sekitar pada tahun 622 M. nabi Muhammad beserta pengikutnya berhijrah
ke madinah. Keputusan berhijrah sebenarnya telah dipertimbangkan sejak jauh-
jauh hari sebelumnya, keputusan tersebut didasarkan pada beberapa
pertimbangan: pertama, beratnya perlawanan dan siksaan Quraisy makkah
terhadap nabi dan para pengikutnya. Kedua, adanya harapan dan tawaran dari
sebagian masyarakat madinah karena adanya konflik. Ketiga, dilihat dari
lingkungannnya, madinah dianggap lebih memungkinkan untuk masa depan
islam. Kelima, adanya perintah allah untuk melakukan hijrah ke sana.[7]
Hijrah, yang mengakhiri pereode makkah dan mengawali pereode
Madinah, merupakan titik balik perkembangan dan kejayaan islam. Pada pereode
ini rasulullah berusaha membangun dasar-dasar suatu masyarakat yang
menjungjung tinggi nilai-nilai keadaban (civility), sebagaimana yang di ajarkan
dalam agamanya. Untuk mencapai cita-cita pembangunan masyarakat yang
beradab, nabi Muhammad melakukan langkah-langkah sebagaimana dikutip oleh
Prof. Dr. Ahmad Syalabi, diantaranya:
Pertama, mendirikan masjid. Masjid yang pertama kali dibangun adalah
masjid Quba yang terletak di pinggiran kota madinah. Masjid ini tidak hanya
berfungsi sebagai tempat beribadah, tetapi juga digunakan berbagai macam
kegiatan, seperti, tempat belajar agama, latihan berperang, mengadili perkara-
perkara, dan administrasi negara. Jadi masjid ini mempunyai multifungsi, satu sisi
berfungsi untuk mengembangkan kehidupan spiritual, dan pada sisi yang lain
untuk melakukan konsolidasi sosial.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwasanya dijadikannya masjid
sebagai media tranformasi baik yang sifatnya dirosi ataupun sebagai konsolidasi
social berkontribusi pada peradaban islam. Melalui media ini tampak keakraban
antara nabi dana para sahabat, dan begitu juga terjadi pada hubungan antara
sahabat dengan sahabat yang lain baik muhajirin dan anshar.
Kedua, mempersatukan sahabat ansor dan muhajirin. Untuk membangun
suatu masyarakat yang dicita-citakan, maka sebelum mempersatukan komponen
masyarakat yang lebih luas dan majmuk, langkah pertama yang dilakukan adalah
mempersatukan antara sahabat ansor dan sahabat muhajirin. Dari komunitas
keagamaan inilah kemudian lahir sebuah negara islam yang lebih besar.
Masyarakat baru yang terdiri atas masyarakat anshar dan muhajirin dibangun atas
dasar agama, bukan hubungan darah.
Ketiga, kerjasama antar komponen penduduk madinah, baik muslim dan
nonmuslim. Langka ini dilakukan mengingat penduduk madinah yang majemuk,
tentu, dengan tujuan untuk menjalin harmoni antar golongan muslim dan
nonmuslim sehingga tercipta suatu hubungan kerjasama yang baik antara
mereka. Keempat, meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan social untuk
masyarakat baru.[8]
Dari beberapa langkah yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW.
Secara implisit menegaskan bahwasanya islam sejak awal telah memberikan
kontribusi besar terhadap eksistensi masyarakat arab khususnya masyarakat
Madinah dan dan umumnya pada konstruksi konsep negara medern.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA