You are on page 1of 5

Soal:

1. Apakah tingkat pendidikan atau tingkat intelegensi seseorang menjadi salah satu faktor
orang tersebut mudah dipersuasi atau tidak? Coba jelaskan!

2. William D. Brooks (1974) mendefinisikan konsep diri sebagai pandangan dan perasaan
kita tentang diri kita. Jelaskan bagaimana peranan konsep diri dalam proses komunikasi
persuasi? Berikan contoh pengalaman Anda dalam mendapatkan pesan persuasi dalam
kaitannya dengan konsep diri saudara!

3. Herbert G. Hicks dan G. Ray Gullet dalam bukunya “Organization: Theory and Behavior”
(1975) menjelaskan bahwa hambatan dalam komunikasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor
dogmatism, stereotype, dan pengaruh lingkaran. Jelaskan pemahaman saudara terkait hal
tersebut dan berikan contohnya!

4. Katakanlah saat ini Anda menjadi seorang persuader professional atau seorang konsultan
pada sebuah perusahaan. Jenis strategi apa yang akan Anda gunakan saat kondisi tempat
Anda bekerja hilang kepercayaan publik dan atas dasar pertimbangan apa strategi itu yang
digunakan?

5. Dalam menganalisis tujuan komunikasi persuasif seorang yang akan mempromosikan


produknya harus memperhatikan merek dagang, kemasan, slogan, diferensasi, dan bentuk-
bentuk pesannya. Harap Anda lakukan analisis seandainya Anda menjadi seorang pedagang,
merek dagang, slogan, dan diferensasi apa yang akan Anda gunakan?

JAWABAN

1. Konsep diri adalah pemahaman seseorang mengenai dirinya yang timbul akibat
interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan salah satu faktor yang
menentukan bagaimana seseorang berkomunikasi dengan orang lain (Riswandi,
2013). Menurut (Rakhmat, 2015), pandangan atau persepsi tentang diri bersifat
beragam, dapat dilihat secara psikologi, sosial, dan fisis. Persepsi psikologi tentang
diri berkaitan dengan bagaimana individu melihat dirinya berdasarkan pemahamannya
terkait watak dan perasaannya. Persepsi sosial berkaitan dengan bagaimana individu
memikirkan pandangan orang lain tentang dirinya. Sedangkan persepsi fisis adalah
bagaimana individu memandang dirinya dilihat dari segi fisik dan penampilannya.
Keberhasilan komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri
seseorang; positif atau negatif (Rakhmat, 2015). Menurut Calhoun dan Acocella
dalam (Soemirat, 2017), konsep diri dibagi menjadi dua, yakni konsep diri positif dan
negatif. Individu yang memiliki konsep diri positif cenderung akan bersifat optimis,
percaya diri, dan bersikap positif terhadap segala yang dialami termasuk kegagalan.
Adapun individu yang memiliki konsep diri negatif cenderung memandang dirinya
lemah, tidak berdaya, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup, William D. Brooks
dan Philip Emmert dalam (Rakhmat, 2015).
2. Konsep diri adalah pemahaman seseorang mengenai dirinya yang timbul akibat
interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan salah satu faktor yang
menentukan bagaimana seseorang berkomunikasi dengan orang lain (Riswandi,
2013). Menurut (Rakhmat, 2015), pandangan atau persepsi tentang diri bersifat
beragam, dapat dilihat secara psikologi, sosial, dan fisis. Persepsi psikologi tentang
diri berkaitan dengan bagaimana individu melihat dirinya berdasarkan pemahamannya
terkait watak dan perasaannya. Persepsi sosial berkaitan dengan bagaimana individu
memikirkan pandangan orang lain tentang dirinya. Sedangkan persepsi fisis adalah
bagaimana individu memandang dirinya dilihat dari segi fisik dan penampilannya.
Keberhasilan komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri
seseorang; positif atau negatif (Rakhmat, 2015). Menurut Calhoun dan Acocella
dalam (Soemirat, 2017), konsep diri dibagi menjadi dua, yakni konsep diri positif dan
negatif. Individu yang memiliki konsep diri positif cenderung akan bersifat optimis,
percaya diri, dan bersikap positif terhadap segala yang dialami termasuk kegagalan.
Adapun individu yang memiliki konsep diri negatif cenderung memandang dirinya
lemah, tidak berdaya, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup, William D. Brooks
dan Philip Emmert dalam (Rakhmat, 2015). Pada kenyataannya, memang tidak ada
orang yang sepenuhnya memiliki konsep diri negatif maupun positif. Namun untuk
keberjalanan komunikasi yang lebih efektif, sebisa mungkin individu mendapatkan
sebanyak-banyaknya ciri konsep diri positif (Rakhmat, 2015). Perawat di Griya
Bahagia berupaya membangun konsep diri positif pada lansia melalui pesan-pesan
penyemangat, baik untuk menerima keadaan, percaya diri, semangat untuk
beraktivitas, dsb. Contohya Ketika saya sedang merasa sedih saya memotivasi diri
saya agar tetap ceria.

3. Telaah mengenai organisasi dapat menjadi demikian kompleks. Umpamanya


organisasi dapat memiliki aspek mikro dan makro. Dari pandangan makro
memberikan pertimbangan/memperhatikan sekumpulan organisasi yang mempunyai
komponen (mikro). Komponen ini mempunyai sasaran atau ciri-ciri khusus yang
berbeda dengan system makro (Herbert G Hick dan Ray Gullet, 1987). Organisasi
dengan demikian adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang
relative terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Batasan ini terlihat amat panjang dan perlu diuraikan bagian-bagian penting yang
relevan. Konsep dikoordinasikan dengan sadar, mengandung pengertian manajemen.
Kesatuan sosial, berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang
berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi yang diikuti orang di dalam sebuah
organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan telah dipikirkan terlebih dahulu.
Sebuah organisasi memiliki batasan yang relative dapat diidentifikasi, berarti batasan
dapat berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas, namun semua
batasan yang nyata harus ada agar kita dapat membedakan antara anggota dan bukan
anggota. Orang-orang di dalam sebuah organisasi mempunyai suatau keterikatan yang
terus-menerus. Rasa keterikatan ini tentunya bukan berarti keanggotaan seumur
hidup, akan tetapi sebaliknya organisasi menghadapi perubahan yang konstan di
dalam keanggotaan mereka. Akhirnya, organisasi itu ada untuk mencapai sesuatu.
“Sesuatu” itu adalah tujuan, dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh
individu-individu yang bekerja sendiri, atau jika mungkin, hal tersebut dicapai secara
efisien melalui usaha kelompok (Stephen P. Robbins, 1994). Dari pengertian tentang
organisasi tersebut dapat disimpulkan, bahwa individu dengan organisasinya adalah
tidak mungkin melepaskan diri dari hubungan jalin menjalin satu sama lain.
Keberhasilan suatu organisasi secara tidak langsung merupakan pengkoordinasian
yang baik dari dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi yang
mutakhir dan yang serba kompleks pada umumnya bekerja secara serentak, terstruktur
dan terkendali dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Burn dan Stalker (1979) menyatakan bahwa suatu organisasi tidak akan berfungsi
dengan efektif apabila struktur organisasinya tidak disesuaikan dengan
lingkungannya. Apabila kondisi lingkungan organisasi relatif stabil, maka struktur
yang cocok adalah struktur yang mekanistik yaitu struktur yang diatur secara rinci,
pembagian tugas, wewenang, tanggung jawab dan hubungan kerja antar unit-unit
organisasi tersebut. Sebaliknya, apabila kondisi lingkungan tidak stabil, sehingga
banyak faktor-faktor lingkungan yang tidak bisa diperkirakan situasi masa depannya,
maka struktur organisasi yang sesuai adalah struktur yang organik yang
pengaturannya tidak terlalu kaku, lebih fleksibel, dalam arti kata pembagian tugas,
wewenang, tanggung jawab, dan hubungan kerja antar unit-unit.

4. Teori manajemen krisis pada umumnya didasarkan atas bagaimana mengahadapi


krisis (crisis bargaining and negotiation), membuat keputusan di saat krisis (crisis
decision making), dan memantau perkembangan krisis (crisis dynamics). Manajemen
bertanggung jawab untuk mencari pemecah masalah dari krisis yang muncul dengan
menggunakan strategi manajemen krisis yang mungkin dilakukan. Strategi penerapan
manajemen krisis dengan menerapkan skala prioritas pada sebuah isu, dan sebaiknya
penerapan tersebut dilakukan pada saat dimana isu yang ada sudah sangat berpotensi
menjadi krisis sehingga pengelolaan strategi tidak memerlukan pengeluaran yang
lebih besar jika kasus tersebut berdampak lebih luas lagi. Sebelum terjadiya krisis dan
berupaya menangani krisis, maka praktisi public relations harus mengetahui terlebih
dahulu tipe atau jenis krisis yang mungkin akan muncul. Dengan demikian, sebelum
melakukan tindakan atau respons terhadap krisis, praktisi public relations harus
menentukan tipe krisis yang muncul. Hal ini diperlukan karena respons atau krisis
sedikit banyak akan bergantung pada tipe krisis bersangkutan. Upaya yang cukup
serius mengenai tipe-tipe krisis dikemukakan Claudia Reinhardt (How to Handle a
Crisis,1987 dalam Cutlip-Center: 389) yang membuat kategori krisis berdasarkan
waktu yaitu: 1. Krisis yang bersifat segera (immediate crises) Tipe krisis yang paling
ditakuti karena terjadi tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak ada waktu
untuk melakukan riset dan perencanaan. Krisis jenis ini membutuhkan konsensus
terlebih dahulu pada level manajemen puncak untuk mempersiapkan rencana umum
(general plan) mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera
agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik, dan penundaan dalam menangani
krisis yang muncul. 2. Krisis baru muncul (emerging crises) Tipe krisis ini masih
memungkinkan praktisi public relations untuk melakukan penelitian dan perencanaan
terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama tidak ditangani.
Tantangan bagi public relations jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan
manajemen puncak untuk mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis mencapai
tahapan krisis. 3. Krisis bertahan (sustained crises) Tipe krisis ini adalah krisis yang
tetap muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah dilakukan
upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan atau organisasi untuk mengatasinya
(Morissan, 2008: 173)

5. Persuasi telah menjadi salah satu alternatif yang banyak dipergunakan dalam
komunikasi. Istilah persuasi bersumber dari bahasa Latin, persuasion yang kata
kerjanya adalah persuadere yang berarti membujuk, mengajak atau merayu.
Hovland, Janis, dan Kelly (dalam Tan, 1981: 93) mendefinisikan komunikasi
persuasif sebagai the process by which and individual (communicator) transmits
stimuli or message (usually verbal) to modify behaviour of the other individuals (the
audience). Komunikasi persuasif adalah suatu proses di mana seseorang
(komunikator) menyampaikan rangsangan atau pesan (biasanya lambang verbal)
untuk mempengaruhi perilaku orang lain (komunikan). Pendapat senada
dikemukakan Effendy (1998: 27), persuasi bertujuan untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku, yang dilakukan secara halus, luwes dan mengundang sifat-
sifat manusiawi. Sedangkan Susanto (1993: 121) berpendapat bahwa komunikasi
dikatakan berhasil apabila komunikasi itu mampu mengubah sikap dan tindakan
seseorang secara sukarela, salah satu caranya dengan menggunakan komunikasi
persuasif. Hovland, Janis dan Kelley (dalam Tan, 1981:95) mengemukakan sebuah
model komunikasi persuasif yang disebut dengan model Instrumental Theory of
Persuasion.
Dalam proses komunikasi persuasif yang dilakukan oleh personal sales, konsumen
diposisikan sebagai komunikan yang diharapkan mengalami perubahan sikap sesuai
dengan tujuan persuasi sales. Trandis dalam Journal of Abnormal and Social
Psychology (1971:87-88) mengemukakan bahwa selama perubahan sikap
berlangsung, maka dalam diri individu komunikan terjadi interaksi antara faktor
independent, yaitu faktor-faktor bebas yang dapat mempengaruhi individu, dan factor-
faktor dependent, yaitu faktor-faktor terikat pada faktor yang ada dalam diri individu
yang mempengaruhi tingkah laku sebagai hasil dari pembentukan dan perubahan
sikap. Dalam penelitian ini, faktor-faktor intervening yang diteliti didasarkan pada
model Instrumental Theory of Persuasion dari Hovland, Janis, dan Kelley (dalam Tan,
1981: 95) yang menyatakan bahwa faktor-faktor dalam intervening process terdiri
dari: perhatian, pemahaman, dan penerimaan. Faktor terikat atau dependent meliputi:
a. Attention, yakni perhatian organisme terhadap pesan, sumber pesan atau cara
penyampaian pesan.
b. Comprehension, yaitu berkenaan dengan menelaah pengertian atau pesan yang
disampaikan.
c. Acceptance, yaitu berkenaan dengan masalah penerimaan atau maksud yang
disampaikan. Aspek-aspek perubahan sikap yang diteliti dalam penelitian ini adalah
perubahan kognisi, perubahan afeksi, perubahan konasi. Mar‘at (1984:13)
mengungkapkan pengertian tiga komponen dalam sikap tersebut:
a. Kognisi
Kognisi berkaitan dengan kepercayaan tentang objek, ide dan konsep. Komponen
kognisi adalah komponen intelektual berkaitan dengan apa yang diketahui
manusia. Suatu idividu secara sadar, sengaja dan dengan pertimbangan tertentu
memperhatikan dan memahmi suatu objek. Hal ini yang mendasari mengapa
komponen kognisi cenderung bertahan lama dalam diri seseorang. Ketika terjadi
suatu peristiwa di dalam diri seseorang, maka secara sadar komponen kognisi ini
menganalisa secara kritis dan pada akhirnya melakukan penalaran terhadap
peristiwa itu yang melekat di alam pikirannya.
b. Afeksi
Afeksi berkaitan dengan perasaan yang menyangkut aspek emosional, perasaan
suka atau tidak suka. Komponen afeksi adalah komponen yang berkaitan dengan
emosi. Komponen ini berkaitan dengan perasaan yang meliputi seseorang ketika
menghadapi suatu peristiwa atau objek. Ketika seseorang merasa tidak senang
terhadap suatu objek, makaperistiwa apapun yang mengikuti objek tersebut
tidak akan menimbulkan tanggapan yang positif.
c. Konasi
Konasi merupakan kecenderungan seseornag untuk bertingkah laku.
Komponen konasi adalah komponen yang berhubungan dengan kebiasaan dan
kemauan bertindak. Komponen konasi berhubungan dengan psikomoterik serta
merupakan kecenderungan atau kesiapan untuk bertingkah laku terhadap suatu objek
atau situasi yang dihadapi. Ketika seseorang menghadapi suatu peristiwa,
terlebih dulu diproses melalui komponen koqnitif, afeksi kemudian memunculkan
tingkah laku tertentu.

SUMBER :
-Al Rasyid, Harun. 1993. Teknik Sampling dan Penskalaan, Bandung: Statistika Universitas
Padjadjaran.
-Applbaum, Ronald L. & Karl Anatol. 1974. Strategies for Communication. Ohio: Charles E.
Merril Company.
-Azwar, Saifudin. 1998. Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_____________. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
-Yaifuddin Azwar, pengantar psikologi intelegensi,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1996)

Nama : Wahyu restu nungroho


Nim : 043541064
Prodi : Ilmu komunikasi

You might also like