You are on page 1of 15

RESUME TUTORIAL KASUS 1

“TULANG RUSUKKU” 

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Matakuliah Blok 4.2 Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis


Dosen Pengampu: Ns. Venny Vidayanti, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 1 (A 12.3)


: SETYA PRI HARYANTO : 15130091
WAYAN ADI ARWANA : 15130096
LAILA SALEHA : 15130101
PRISCALLIA EKAYANI W. T. A. : 15130105
KHAIRIL ANWAR : 15130108
FITRYANI : 15130112
ANASTASYA B. V. B. : 15130116
DEVY YUANITA LESTARI : 15130120
INDAH LESTARI : 15130123
FENI MARDATILA NGANGUN : 15130127

PROGRAM STUDI S-1 ILMU


KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2018
TUTORIAL KASUS 1
“TULANG RUSUKKU” 

Kasus :
Seorang laki-laki usia 34 tahun mengalami kecelakaan mobil tunggal dibawa ke IGD.

Pasien diperkirakan mengantuk sehingga lepas kendali dan menabrak pembatas tol,
 pasien tidak menggunakan sabuk pengaman. Hasil pemeriksaan fisik di dapatkan GCS:
E=2; M=3; V=3, jejas pada area midsternalis, pengembangan paru kanan tertinggal, tipe
 pernapasan paradoksa. Saat auskultasi suara napas tidak seimbang, bunyi ekspirasi pada
 paru kanan lebih lama menghilang. TD: 90/60 mmHg, N: 112x/menit, SpO2 : 75%; RR:
28x/menit, perkusi tidak dapat dilakukan, deviasi trakea ke arah kiri, dan terdapat
distensi vena jugularis sinistra. Hasil AGD pH: 7,35; PCO2: 50 mmHg, PO2: 75 mmHg,
BE : -3, HCO3 : 28 mEq/L. Hasil rongen ditemukan Hematopneumothorax dextra dan
fail chest costae 3 dan 4 dextra.

A.   Kata Sulit

1)   Hematopneumothorax : terdapatnya udara dan darah dalam rongga pleura

sehingga menyebabkan paru terdesak dan menjadi kolap.


2)   Paradoksal : pernafasan dimana dinding paru-paru bergerak berlawanan arah
dari keadaan normal.
3)   BE : Base Excess merupakan salah satu bagian dari hasil AGD

4)   AGD : Analisa Gas darah yang merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat

 perlu dilakukan untuk mengetahui pH, Oksigen dan lainnya


 
5) Flail Chest : area thorax yang melayang oleh sebabadanya fraktur iga ≥3 iga &
memiliki garis fr aktur ≥2 segmen pada tiap iganya.
6)   Distensi : dimana terjani tekanan di vena jugularis tampak hingga setinggi leher,

 jauh lebih tinggi dari normal


7)   Deviasi : terdorong/ bergeser lebih ke satu sisi baik kiri atau kanan

8)  Midsternalis : garis vertikal yang melalui tengah sternum.


B.   Rumusan Masalah

“Bagaimana penanganan hematopneumothorax dan flail chest di IGD” 


C.   Pertanyaan

1.  Bagaimana penanganan pertama sebelum dibawa ke IGD ?


2.  Mengapa perkusi tidak dapat dilakukan ?
3.   Mengapa HCO3 bisa meningkat ?
 
4. Apa yang menyebabkan bunyi ekspirasi paru kanan lebih lama hilang ?
5.   Apa yang pertama kali kita lakukan sebagai peraawat IGD jika menemukan

kasus seperti di skenario?


6.   Mengapa napas pasien paradoksal ?

7.   Mengapa deviasi trakea pasien ke arah kiri ?

8.   Apa yang menyebabkan distensi vena jugularis sinistra ?

9.  Apa yang terjadi apabila pH rendah dan PCO 2 meningkat ?


D.   Hipotesis

1.   Saat melakukan penanganan pertama sebelum dibawa ke IGD, penolong perlu

memperhatikan beberapa hal yaitu amankan pasien contohnya jika kecelakaan


dan terjadu di tengah jalan maka perlu untuk mengamankan pasien, amankan
lingkungan dan aman bagi penolong juga, setelah itu hubungi nomor emergency
119 dan beritahukan lokasi kecelakaan, berapa korban ada luka dibagian mana
dll.
2.   Pada saat pemeriksaan fisik tidak dilakukan perkusi karena untuk
meminimalkan komplikasi yang lebih lanjut dikarenakan ada trauma di thorax
 jadi tidak dilakukan perkusi.
3.   HCO3 meningkat itu dikarenakan respon kompensasi tubuh untuk menormalkan

 pH darah yang <7,4 (abnormal).


4.   Bunyi ekspirasi saat diauskultasi lebih lama hilang pada paru kanan diakibatkan

terjadi penumpukan darah dan udara pada rongga pleura sehingga untuk
mengempis atau ekspirasi maka akan lebih lama.
5.   Saat di IGD yang perlu dilakukan yaitu melakukan Triase dengan cepat,

kemudian jika ada indikasi untuk mematenkan pernapasan maka lakukan


 pemberian oksigen dan lebih lanjutnya akan diberikan penurun nyeri dan jika
diperlukan operasi maka akan dilakukan operasi melihat keadaan dari pasien
yang mengalami flail chest dan hematopneumothorax
6.    Napas pasien paradoksal ini diakibatkan karena adanya flail chest ini sehingga

yang seharusnya saat inspirasi dan ekspirasi gerakan dada naik turun dan ini
sebaliknya tertarik kedalam dan kedepan.
7.   Devisi trakea ke arah kiri diakibat karena pada saat jatuh atau terkena stir mobil

mungkin karena itu pas terkena trakea yang posisinya bagian depan leher
sehingga trakea bisa saja bergeser ke arah kiri.
8.   Distensi vena jugularis sinistra terjadi karena terjadi flail chest sehingga tubuh

lebih sensitive terhadap kekurang/kelebihan cairan dalam tubuh. Apalagi pada


kasus terjadi perdarahan dan udara dalam rongga pleura sehingga terjadi
distensi vena jugularis.
9.    pH rendah dan PCO2 meningkat maka terjadi asidosis metabolik.

E.   Tujuan Pembelajaran

1.   Primary survey dan secondary survey pada pasien Hematopneumothorax


 
2. Diagnosa keperawatan
3.   Intervensi Keperawatan

4.   Konsep teori hematopneumothorax :

a.  Definisi dan klasifikasi Traumathorax


 b.  Etiologi Hatopneumothorax
c.   Patofisiologi Hatopneumothorax (pathway)

d.   Penatalaksanaan Hatopneumothorax

e.   Komplikasi Hatopneumothorax

f.   Pemeriksaan diagnostik Hatopneumothorax


 
g. Interpretasi AGD
5.   Ciri-ciri pasien Hatopneumothorax yang sudah stabil

6.  Kategori triase


F.   Hasil Pembelajaran

1.   Primary survey dan secondary survey pada pasien Hematopneumothorax

A.  Primary Survey


1.   Air way : ada atay tidaknya obstruksi, jenis obstuksi dan ada atau

tidaknya suara nafas tambahan.


2.   Breathing : mengecek frekuensi pernafasan berapa x/menit, iramanya

regular atau ireguler, pola nafas, ada atau tidaknya penggunaan otot
 bantu nafas, retraksi dinding dada, dan penggunanaan alat bantu nafas,
 jika iya apa jenisnya
3.   Circulation : TD pada pasien dengan hematopneumothorax biasanya
mengalami hipotensi, takikardi lemah, dan kaji irama nadi, dan SaO2 

 biasanya mengalami asidosis respiratorik. Selain itu kaji suhu, akral


dingin atau tidak, sianosis, crt dan urine output.
4.   Disability : mengkaji kesadaran dengan instrumen GCS dan pada pasien
hematopneumothorax mengalami somnolen atau penurunan kesadaran.
5.   Exposure/Envirotment

B.  Secondary Survey


Pemeriksaan fisik:
1)   Kepala  : mulai dari inspeksi kulit kepala apakah hematoma, lesi atau

kotor atau normal; mengkaji rambut, normal, kotor, rontok atau

kering/kusam; muka, normal, belss palsy, hematoma, lesi; mata,


kongtiva, normal, anemis atau bahkan heperemis, screla normal atau
ikterik, pupil isokor atau anisokor, dan palpebra normal, hordeulum atau
oedema. Lensa normal atau keruh, Visus apakah normal ka/ki, miopi
ka/ki, hipermetropi ka/ki, stigmatisme ka/ki, atau kebutaan ka/ki, hidung
apakah normal, septum deviasi, polip epistaksis, gangguan indra
 penghidu atau sekret; Mulut, Gigi apakah normal, caries dentis, di mana
letaknya jika ada gigi palsu dimana letaknya, kemudian bibir apakah
normal, kering stomatitis, atau sianosis; telinga : simetris/asimetris,

 bersih/kotor, gangguan pendengaran ada/tidak,; Leher: normal,


 pembesaran thyroid, pada pasien hematopneumotorax terdapat
 pelebaran JVP, dan juga kaji kaku kuduk, hematom dan lesi atau tidak;
tenggorokan, normal, nyeri telan, hiperemesis, atau pembesaran tonsil.
2)   Dada : bentuk : Normal, barrel chest, funnel chest, atau pigeon chest;

 Pulmo  : Inspeksi :.................., Palpasi : fremitus taktil ka/ki, Perkusi


:ka/ki, auskultasi: vesikuler ka/ki atau wezing atau ronkhi,
Cor  : Inspeksi :......................., Palpasi : ictus Cordis, perkusi: batas
 jantung: Auskultasi : Bunyi Jantung I (SI), Bunyi Jantung II (SII), Bunyi

Jantung III (SIII), dan ada murmur atau tidak.


3)   Abdomen: Inspeksi: Normal atau ascites, Auskultasi: peristaltik

....x/menit, perkusi: normal, hypertimpani, atau pekak dan, palpasi :


normal, hepatomegali, splenomegali, atau ada tidaknya tumor.
4)   Genetalia: pria : Normal, Hypospadia, Epispadia, hernia, Hydrocel atau

tumor. Perempuan : normal, kondiloma, prolapsus uteri, perdarahan atau


keputihan.
5)   Rectum: Normal, hemoroid, prolaps atau tumor

6)   Ekstremitas: atas : kekuatan otor ka/ki, ROM ka/ki, crt. Bawah :

kekuatan otor ka/ki, ROM ka/ki, crt.


(Nekada, dkk, 2017)
2.  Diagnosa keperawatan
1)   Hambatan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler

2)   Ketidakefektifan pola napas b.d posisi tubuh yg menghambat ekspansi paru


dan deformitas dinding dada
3)   Ketidakefektifan jalan napas b.d eksudat dalam alveoli dan mukus
 berlebihan

4)   Resiko infeksi b.d prosedur invasif (WSD)

5)  Resiko syok bd hipoksia, hipoksemia, hypovolemia


(NANDA Internatioal, 2018) 

3.   Intervensi Keperawatan

1)   NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, status
Keparahan respirasi asidosis akut pasien akan ditingkatkan dari level 3
(sedang) ke level 4 (ringan) dengan kriteria hasil

a.  Peningkatan ion hydrogen


 b.  Hipoksia
c.  Penurunan tekanan serum karbon dioksida
 NIC:
a.   Pencegahan syok
 b.  Terapi oksigen
c.  Resusitasi cairan
d.  Manajemen hipovolemik

(Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M., 2013 :
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E., 2013)
4.   Konsep teori hematopneumothorax :

a.   Definisi dan klasifikasi Traumathorax

1)   Flail Chest :


2)   Pneumothoraks

3)   Tension
Pneumothorax 4) 
Hemothoraks
5)   Kontusio Paru

6)   Robekan Trakeobronkial

7)  Kontusio miokardium


8)  Ruptur Diafragma
9)  Ruptur
(Stillwell, 2011)
-  Pneumothorax : merupakan adanya udara di dalam ruang pleura yang

menghalangi ekspansi paru sepenuhnya. Ekspansi paru terjadi jika


lapisan pleura dar dinding dada dan lapisan visera dari paru-paru dapat
memelihara tekanan negatif pada rongga pleura. Ketika kontinuitas
sistem ini hilang paru akan kolaps, menyebabkan pneumothoraks
(Black, 2009 dalam Maulani, 2015)
Tanda gejala dari pneumothoraks ini adalah dispnea berat, deviasi trakea
 pada sisi yang tidak terkena, tidak ada suara napas, distensi vena leher,
kesimetrisan dada tidak sama (dada lebih besar dari sisi
 pneumothoraks), sianosis, dan hipotensi

-  Hematothorax: merupakan keadaan berkumpulnya darah didalam


rongga intra pleura. Cedera tumpul atau tusukan pada dinding dada
dapat menyebabkan pembuluh darah setempatruptura, seperti arteri
mamaria internal atau arteri interkostalis.
Tanda gejala dari hematothorax adalah penurunan sensorium, kulit
dingin, lebap, FJ >120x/menit, TDS <90mmHg; haluan urine <0,5
ml/Kg/Jam. (Stillwell, 2011)
Dalam referensi yang berbeda mengemukakan terkait dengan trauma dada
dan klasifikasinya yaitu,
Trauma dada dapat merupakan trauma tajam atau tembus thoraks
yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothorks, hematopneumo thoraks. Trauma thorax adalah troma paksa
 pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau

tumpul. Trauma thorak dapat disebut juga trauma yang terjadi pada toraks
yang menimbulkan kelainan padaorgan-organ di dalam toraks. Dan
Klasifikasi trauma thorax:
1)   Pneumotoraks adalah penimbunan udara atau gas didalam rongga

 pleura. Pneumotoraks dapat dikatakan paru mengalami kolaps sebagian


atau total karena terdapat pengumpulan udara di dalam rongga paru.
2)   Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada

dan paru-paru (rongga pleura). Penyebab paling umum dari hemothorax


adalah trauma dada.Trauma misalnya : Luka tembus paru-paru,

 jantung,pembuluh darah besar, atau dinding dada.Trauma tumpul dada


kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh pembuluh
internal. (Brunner & Suddarth’s, 2010)
 b.  Etiologi Hatopneumothorax
1)   Traumatik artinya adalah penyebabnya disebabkan oleh factor luar yang
memungkinkan terjadinya kesakitan (misalnya lingkungan,ataupun
 paparan yang memungkinkan menyebabkan suatu kejadian). Traumatik
dibedakan menjadi 2 yaitu Trauma tumpul dan Trauma tembus
(termasuk iatrogenik)
2)    Nontraumatik / spontan artinya adalah terjadi karena pada dasarnya
seorang individu tersebut memiliki indikasi penyakit
hematopneumothorax, misalnya disebabkan karena :
 
d.  Neoplasma.
e.   Komplikasi antikoagulan
f.   Emboli paru dengan infark
g.   Infeksi tubercolusis

(Brunner & Suddarth’s, 2010)

c.   Patofisiologi Hatopneumothorax (pathway)


Faktor kongenital COPD, infeksi bakteri
Contoh : sublpeura viseral neumocit carini, HIV, umur

Pemasangan thransthoracic needle biopsy, kanalis sentral


Trauma secara langsung mengenai
PRIMER SEKUNDER TRAUMA IATROGENI
dinding dada, pisau, pedang, benda
 
 
PNEUMOTHORAX Peningkatan

Pembesaran vena jugularis kerja pernapasan


Fraktur iga tulang rangka akibat kecelakaan
Peningkatan tekanan dapat
menggeser jantung dan Segmen iga mengambang bebas – 
stabilitas dinding dada
Kerusakan otor pernafasan/ laserasi pembuluh darah

Rongga pleura terisi


Udara masuk ke rongga Hubungan mendadak rongga
udara dan juga darah Flail chest
 pleura melalui rupture saat leura den an udara eksternal
inspirasi, saat ekspirasi karena fraktur tulang

Tekanan udara meningkat


Peningkatan PCO2
menjadi 50 mmHg (Asidosis Paru – paru terdesak
kemudian kolaps

Penurunan
kapasitas

Ketidakseimbangan
ventilasi/perfusi

Jaringan
membutuhkan oksigen lebih banyak
Kerja jantung meningkat Takikardi

Hipotensi

d.   Penatalaksanaan Hatopneumothorax

Dilakukan VATS (video assistrd thoracic surgery) dimana dengan


memasukkan kamera video kecil ke dalam rongga dinding dada, dengan
tujuan untuk dapt melihat seluruh rongga dada, selanjutnya hasil dari
video/gambar tersebut diproyeksikan ke monitor resolusi tinggi. Tindakan
ini dilakukan agar tenaga medis dapat melakukan prosedur diagnostik,
misal: nodus paru-paru, limfa, pleura, mediastinal & biopsi tumor. (Wijaya,
Andra & Putri Yessie, 2013)
a.   Bullow/WSD (water seal drainage)
Pada trauma thorax yang menyebabkan hematothorax atau
 pneumothorax, WSD dapat berarti:
1)   Diagnostik
Menentukan pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat di
tentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita
 jatuh dalam shock.
2)   Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang mengumpul di rungga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “ Mechais of
breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
3)   Preventive
Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga “ Mechanis of Breathing” tetap baik.
 b.  Perawatan WSD
Adapun tujuan perawatan WSD adalah
1)   Menegah infeksi pada bagian masuknya selang.
2)   Mengurangi rasa sakit di bagian masuknya selang. Untuk rasa sakit
yang hebat bia diberika analgetik oleh dokter. (padila, 2015)
e.   Komplikasi Hatopneumothorax

a.   Kegagalan pernafasan
 b.  Kematian
c.  Fibrosis atau parut dari membran pleura
d.  Syok

(Fadila, 2012)

Menurut Williams, Lippincott & Wilkins, 2012 Komplikasi Hemotoraks


yaitu :

1)  Pergesaran mediastinum


2)  Gangguan ventilasi
3)   Kolaps paru
4)   Henti kardiopulmoner
5)  Pneumotoraks
6)  Empyema

Komplikasi Pneumotoraks yaitu : Gangguan paru dan gangguan ventilasi

(Williams, Lippincott & Wilkins, 2012).

f.   Pemeriksaan diagnostik Hatopneumothorax

a.   X-foto thorax 2 arah (PA/AP) dan Lateral)

 b.  Diagnosis fisik


1)   Bila pneumothoraks <30% atau hematothorax ringan (300cc) terapi
simptomatik, observasi.
2)   Bila pneumthorax >30% atau hematothorax sedang (300cc)
drainase cavum pleura dengan WSD, danjurkan untuk melakukan
drainase dengan contues suction unit. (padila, 2015)
g.   Interpretasi AGD
Komponen Nilai normal Satuan
 pH 7,35 - 7,45
PaCO2  34 - 45 mmHg
PaO2  80 – 100 mmHg
HCO3 22 – 26 mEq/L
Base Excess (BE) -2 s.d +2 Mmol/L
Saturasi O2 (SaO2) 95-100 %

Gangguan Asam PH pCO2 HCO3 


Basa
Asidosis       Jika
Respiratorik terkompensasi
Alkalosis       Jika
Respiratorik terkompensasi
Asidosis     Jika  
metabolik terkompensasi
Alkalosis     Jika  
Metabolik terkompensasi
(caple, 2010: Gonzalez & Waddell, 2016 dalam Nekada, dkk, 2017)
5.   Ciri-ciri pasien Hatopneumothorax yang sudah stabil

Adapun ciri stabilnya hematopneumothorax yang sudah dtabil adalah klienn


mampu bernafas dengan lancar tanpa hambatan. Sehingga airway klien tidak
terhambat. (Wijaya, Andra & Putri Yessie, 2013).

6.   Kategori triase
  Merah:Kode warna merah diberikan kepada pasien yang jika tidak diberikan penanganan dengan cepat mak
  Kuning: Kode warna kuning diberikan kepada pasien yang memerlukan
 perawatan segera, namun masih dapat ditunda karena ia masih dalam kondisi stabil. Pasien dengan kode kuni
 
 Hpeirjaawua: taKno ndaem wuna rmn a sihi jdauap adti bdeitruiknadna . kBeipaasdana yam peareskiean y
sadar dan bisa berjalan masuk dalam kategori ini. Ketika pasien lain yang dalam keadaan gawat sudah selesai d
  Putih: Kode warna putih diberikan kepada pasien hanya dengan cedera
minimal di mana tidak diperlukan penanganan dokter.
  Hitam: Kode warna hitam diberikan kepada pasien yang setelah diperiksa
tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Misalnya, mereka yang masih
hidup namun mengalami cedera yang amat parah sehingga meskipun segera
ditangani, pasien tetap akan meninggal. (Surjaya, Pratama Putu, 2016)
Ketika banyak pasien hadir secara bersamaan, triage merupakan fungsi penting di

IGD dalam memilah pasien berdasarkan kegawatan. Di dalam triage terdapat proses
 penilaian langsung dari pasien yang datang ke gawat darurat. Ada 4
 pengelompokan triage.
a.   Merah : Gawat darurat
 b.  Kuning : Gawat tidak darurat
c.   Hijau : Tidak gawat tidak darurat
d.   Putih : Tidak perlu penanganan dokter
e.   Hitam : Meninggal dunia
(Quyumi, E., Ratnawati, R., & Imavike, F., 2013)
 
G. Kesimpulan
Dalam melakukan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat perlu tindakan yang cepat
dan tepat dengan berlandaskan dengan teori yang telah dipahami sehingga dalam
kasus ini yaitu kasus dengan masalah Hematopneumothoraks dapat dilakukan
dengan penanganan pertama pre hosspital dengan menggunakan prinsip aman
 penolong, aman lingkungan dan aman pasien/korban. Di IGD perlu dilakukan

 pengkajian premary survay yaitu ABCDE dan secondary Survey yaitu head to toe
dan didapatkan hasil pengkajian sehingga langsung diberikan penanganan segera,
karena pada kasus, terdapat penumpukan darah dan udara dalam rongga pleura
yang dapat menyebabkan paru dapat koleps sehingga perlu dilakukan WSD dan
 juga pengeluaran udara selain itu diberikan oksigen. Dan tidak lupa dikaji respon
 pasien. Jika telah stabil maka dapat dipindahkan ke ruang perawatan dan tidak lupa
didokumentasikan.
H.   Daftar pustaka

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013 ).


 Nursing Intervension Classification (NIC). St. Louis, Missouri:
Elsevier Brunner & Suddarth’s (2010).  Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah . Jakarta
: EGCStillwell, Susan B.(2011). Pedoman Keperawatan kritis.alih
 bahasa, Egi Komara Yudha, editor ed. Bahasa Indonsia, Pamilih eko
Karyuni ed.3. Jakarta: EGC 
Fadila(2012 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah dilengkapi dengan Asuhan
Keperawatan pada system cardio, perkemihan, intergumen, Persyarafan,
Gastrointertinal, Muskuloskelatal, Reproduksi, dan
Respirasi.Yogyakarta: Nuha Medika
Maulani, Yeyet S. (2015). “Hemothoraks”.
http://yeyetsitimaulani.blogspot.com/2015/11/hemotoraks.html Diakses
tanggal 09 Oktober 2018
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013).  Nursing Outcome
Classification (NOC): Measurement of Health Outcome. St. Louis,
Missouri: Elsevier
 NANDA International. (2018).  Nursing Diagnoses: Definitions and Classification
2018-2020. Oxford: Wiley-Blakwell.
 Nekada, dkk.(2017). Ketrampilan Klinis Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis.
Yogyakarta: Nuha Medika Padila. (2015). Buku Ajar: Keperawatan
Medikal Bedah.Yogyakarta: Nuha Medika
Quyumi, E., Ratnawati, R., & Imavike, F. (2013). Studi Fenomologi: Pengalaman
Pasien Prioritas Paling Rendah pada Klasifikasi Triage di IGD RSUD
dr. Iskak Tulungagung. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 2 No.1.

Surjaya Pratama Putu.(2016). Identifikasi awal dan Bantuan Hidup Dasar Pada
Pneumotoraks. Jurnal Berkala Epidemiologi, vol,01. No.5
Wijaya, Andra & Putri Yessie (2013). KMB 1: Keperawatan Medikal Bedah,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika
Williams, Lippincott & Wilkins. (2012). Kapita Selekta Penyakit: Dengan
Implikasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC.

You might also like