You are on page 1of 14

Dosen Pengampu : Dr. Besse Ruhaya, S. Pd.I., M. Pd.

ILMU MUHKAM &


MUTASYABIH
KELOMPOK 4
Fathur Rizqi S.Djafar (60200122038)
Muh. Akramul Khair (60200122114)
Muh. Zulfachmi Syaghi (60200122030)
Ade Rika Maulinnafsih (60200122020)
POKOK PEMBAHASAN
1. Apa pengertian muhkam dan mutasyabih ?
2. Bagaimana contoh – contoh ayat muhkam dan mutasyabih ?
3. Apa sebab – sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an ?
4. Bagaimana pandangan dan sikap ulama tentang ayat-ayat
mutasyabihat?
PENGERTIAN MUHKAM &
MUTASYABIH
Kata “muhkam” dan “mutasyabih” adalah bentuk mudzakar, digunakan untuk
mensifati kata-kata yang mudzakkar, seperti ungkapan al-qur`an yang muhkam atau
yang mutasyabih.
Sedangkan kata “muhkamat” atau “mutasyabihat” adalah bentuk muannats untuk
mensifati kata yang juga muannats, seperti surah dan ayat muhkamat atau mutasyabihat.
Al-qur`an menampilkan kata “muhkam” yang terkait dengannya sebanyak tiga kali
dalam bentuknya yang berbeda-beda, yaitu :
-muhkamat (QS. Ali- `imran[3]:7)
-uhkimat (QS. Hud[11]: 1)
-muhakkamah (QS. Muhammad [47]: 20).

“mutasyabih” dalam berbagai ragam dan bentuknya dikemukakan sebanyak dua belas
kali yang terpencar dalam beberapa surah dan ayat di dalam Al-Qur`an. Kedua kata
tersebut memiliki beragam arti baik menurut etimologi maupun terminologi.
Muhkam secara etimologis adalah sesuatu yang tidak ada perselisihan dan kekacauan di
dalamnya, dan ada yang mengatakan bahwa Muhkam ialah sesuatu yang belum menjadi
mutasyabih karena keterangannya sudah tegas dan tidak membutuhkan kepada yang
lain. Muhkam merupakan derivasi dari kata ahkama yaitu atqana.

Ahkama al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang


benar dari yang salah. Dengan demikian Muhkam dapat berarti sesuatu yang
dikukuhkan, jelas, fasih, dan bermaksud membedakan antara informasi yang hak dan
yang bathil, serta memisahkan urusan yang lurus dari yang sesat. Al-qur`an seluruhnya
muhkamah, jika yang dimaksud dengan kemuhkamahannya ialah susunan lafadz al-
qur`an dan keindahan nazhamnya, sungguh sangat sempurna, tidak ada sedikit
punterdapat kelemahan padanya, baik dari segi lafadz maupun maknanya.

Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt :


- (QS. Hud [11] : 1)
Secara epistemologi, para ulama berbeda pendapat dalam istilah muhkam dan
mutasyabih. Muhkam yaitu lafadz yang artinya menunjukkan dalalah yang jelas dan
pasti yang tidak memungkinkan untuk menta`wilkannya, ditakhsisikan, ataupun
dinasakh.
Pendapat lain sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi bahwa:
1. Muhkam adalah yang dapat diketahui maksudnya dengan nyata dan jelas maupun
dengan cara ta`wil. Sedangkan mutasyabih adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh
Allah seperti kedatangan hari kiamat dan maksud dari huruf-huruf terpisah yang
terdapat pada beberapa awal surah.
2. Muhkam adalah yang tidak dapat dita`wilkan kecuali hanya dengan satu penta`wilan
saja, sedangkan mutasyabih adalah yang mungkin dapat dita`wilkan dengan banyak
penta`wilan.
3. Muhkam adalah ayat yang menerangkan tentang faraidl, ancaman, dan harapan.
Sedangkan mutasyabih adalah tentag ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah-kisah
dan amstal.
4. Muhkam adalah lafadz yang tidak diulang-ulang. Sedangkan mutasyabih adalah
sebaliknya.
5. Muhkamat adalah ayat-ayat yang tidak dinasakh, maka mutasyabihat adalah ayat-
ayat atau ajaran-ajaran yang telah dinasakh.
6. Muhkam adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan halal dan haram, sedangkan
mutasyabih adalah ayat-ayat selain yang berkenaan dengan halal dan haram.
CONTOH AYAT MUHKAM & MUTASYABIH
Muhkam dan Mutasyabih masing-masing dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu :
1) Muhkam
a. Muhkam li dzatihi, yaitu muhkam yang semata-mata karena arti yang ditunjukinya itu tidak
mungkin dapat dimansukhkan. Misalnya adalah keharusan beribadah hanya kepada Allah
subhanahu wa ta`ala semata dan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah dalam QS.Al-Isra` ayat 23

b. Muhkam li ghairihi, adalah ayat-ayat yang belum dinasakh pada zaman Rasulullah,
sebagaimana dikemukakan oleh al-Baazdawi dalam Kasyf al-Asrar yang dikutip oleh al-`Aks,
“ yang tidak dinasakh sehingga terputusnya wahyu dan Nabi telah wafat, maka ini dinamakan
muhkam li ghairihi, jenis ini mencakup al-dzahir, al-nash, al-mufassar, dan al-muhkam”,
karena masing-masing belum terkena nasakh hingga muhkam yang disebabkan oleh terputusnya
kemungkinan adanya nasakh. Artinya dianggap muhkam ini karena suatu lafadz yang
menunjukkan atas keabadian berlakunya, sehingga tidak dapat dimansukhkan, atau muhkam
karena faktor luar bila tidak dapatnya lafadz itu dinasakh bukan karena nash atau teks nya itu
sendiri tetapi karena tidak ada nash yang menasakhnya. Contohnya ada pada Q.S An-Nur[24] :4
2). Mutasyabih
a. Mutasyabih ayat yang terdapat dalam lafadz huruf berupa huruf-huruf pada
permulaan beberapa surah dalam Al-Qur`an.

b. Mutasyabih yang terdapat dalam mafhum ayat seperti yang terdapat pada
ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat Allah
SEBAB-SEBAB TERJADINYA TASYABUH
DALAM AL-QUR’AN
1. Kesamaran pada lafal ayat
Adanya sebagian ayat ayat mutasyabihat didalam al qur’an disebabkan oleh kesamaran pada
lafal mufrod maupun murakab (yang tersusun dalam kalimat). Yang dimaksud dengan
kesamaran pada lafal mufrad adalah adnya lafal tunggal yang maknanya tidak jelas, baik
disebabkan karena gharib (asing) atau musytarak ( bermakna ganda).

2. Kesamaran pada makna ayat


Kesamaran atau ketersembunyian yang terjadi pada makna ayat, umumnya adalah berupa ayat
ayat mutasyabihat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah.

3. Kesamaran pada lafal dan makna ayat sekaligus


Kesulitan memahami ayat-ayat mutasyabihat karena kesamaran atau ketersembunyian maksud,
dan juga dapat terjadi lafal dan makna secara sekaligus, namun meski demikian kesulitan
tersebut akan dapat teratasi 11 apabila seseorang memiliki ‘’sarana’’ yang memadai untuk
menyingkap maknanya yang tersirat dibali lafal dan maknanya yang tersurat itu contoh dapat
dijumpai dalam firman Allah yaitu QS.Al-Baqarah ayat 189
Dalam hubungannya kesamaran pada ayat-ayat tersebut, terdapat lima aspek yang terkait
dengan hal itu, yaitu:
a. Aspek kuantitas, baik yang berkaitan dengan masalah masalah yang umum maupun yang
khusus.

b. Aspek cara (Al Kaifiyah) yang termasuk dalam kategori ini adalahmengenai cara
melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh agama atau kelaksanakan kesunahan.

c. Aspek waktu, dalam hal ini kesamaran atau ketersembunyian terletak pada keumuman dari
petunjuk yang dibawakan oleh ayat al Qur’an itu sendiri.

d. Aspek tempat hal ini terkait erat dengan ketersembunyian atau kesamaran lafal dan makna
yang terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat.

e. Aspek syarat adalah syarat dalam melaksanakan suatu kewajiban, baik mengenai ibadah
maupun mu’amalah tidak dirinci dalam ayat ayat tersebut.
PANDANGAN & SIKAP ULAMA TENTANG
AYAT-AYAT MUTASYABIHAT

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:


“Allah Ta’ala mengabarkan bahwa di dalam Al Qur’an terdapat ayat ayat alquran yang
merupakan induk Al Qur’an, yaitu ayat ayat yang jelas maknanya, tidak tersembunyi pada
semua orang” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/6).

Pendapat kedua mengatakan bahwa makna yang terkandung dalam ayat mutasyabih dapat
diketahui orang tertentu yang sudah mendalam ilmunya. Pendapat ini di pelopori ahli tafsir
dari kalangan tabi’in yang bernama Mujahid.

Perbedaan pendapat ini berasal dari perbedaan pemahaman terhadap QS.Ali-Imran ayat 7
Ada pula pendapat yang mengatakan makna ayat mutasyabih dapat
diketahui oleh orang yang mendalam ilmunya beralasan bahwa
“waw” yang ada pada kalimat “warrasikhuna fil ‘ilmi” adalah
“waw athaf” bukan “waw isti’naf ” yang di ’athafkan pada kalimat
sebelumnya yaitu kalimat “illallah” dan kalimat “ya quluna”
menjadi “Hal"

Jadi, kesimpulannya adalah Allah dan orang-orang yang mendalam


ilmunya mengetahui maknanya (ayat mutasyabih).
KAMU BERTANYA-TANYA?
SILAHKAN BERTANYA JIKA ADA YANG KURANG JELAS:)
TERIMA KASIH;)
Mohon maaf jika ada kekurangan dan jika ada kelebihannya
tidak usah dikembalikan karena kami orang yang ikhlas

You might also like