You are on page 1of 3

Nama : Frenaldy Sulaiman

Kelas : X MM B
Matapelajaran : Mandarin
Narasi Imlek
Perayaan Imlek atau Tahun Baru Cina akan digelar pada Jumat 12 Februari 2021. Pemerintah
bahkan menetapkannya sebagai hari libur nasional. Namun, ada yang berbeda pada perayaan tahun
ini karena dilaksanakan selama masa pandemi Covid-19.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengimbau agar Tahun Baru Imlek 2021
mendatang hendaknya dapat dirayakan dengan cara-cara yang sederhana serta mematuhi protokol
kesehatan.

Perayaan Imlek telah melalui sejarah panjang, keberadaannya di Indonesia pernah dilarang oleh
pemerintahan Orde Baru. Baru ketika era Presiden Gus Dur perayaan Imlek digelar secara bebas.
Berikut adalah sekelumit kisah tentang Tahun Baru Cina.

Arti Tahun Baru Imlek dan Tujuan Perayaan Hendra Kurniawan dalam buku Kepingan Narasi
Tionghoa Indonesia: The Untold Histories (2020: hlm 58), sebelum merayakan Imlek, orang Tionghoa
akan membersihkan rumah dari sampah dan debu. Tujuannya untuk mempersiapkan diri agar
seseorang bersih secara lahir batin pada hari tahun baru nanti.

Dalam sejarahnya, perayaan Imlek adalah pesta untuk menyambut datangnya musim semi. Karena
mayoritas penduduk Tiongkok kala itu menggantungkan hidupnya dari bertani. Maka, para petani
merasa hidup kembali setelah mengalami "kematian" pada musim dingin yang suram.

Para petani kembali mempersiapkan tanah, bibit dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian
untuk mulai lagi bercocok tanam. Maka daripada itu, perayaan Imlek dimaknai sebagai ungkapan
rasa syukur atas rejeki selama setahun ini dan berharap kemakmuran akan datang pada tahun
depan.

Situasi tersebut tentu berbeda dengan situasi di Indonesia. Sebab, perayaan Imlek yang jatuh di
bulan Januari atau Februari ditandai dengan curah hujan yang lebat dan musim panen buah-buahan.

Pada prinsipnya, pergantian tahun adalah hal yang patut disyukuri. Maka daripada itu, tak heran
mitosnya apabila hujan lebat di malam menjelang imlek berarti ada harapan rezeki yang bakal terjadi
di tahun baru.

Selain itu, Tahun Baru Imlek juga melambangkan keharmonisan dalam tata kehidupan di muka
bumi. Untuk itu, perayaan Imlek harus jadi momentum ungkapan syukur dan terima kasih atas
kebaikan alam.

Masih dalam buku itu, tradisi pada bulan ketiga penanggalan Imlek (Sha Gwee), yakni Ceng Beng
(Qing Ming) atau bersih kubur. Ceng Beng artinya bersih dan terang. Ceng artinya bersih, sementara
Beng berarti terang.

Pada saat Ceng Beng ini, masyarakat Tionghoa tidak hanya membersihkan rumah, tetapi juga
membersihkan kuburan leluhur. Tujuannya adalah sebagai bentuk rasa hormat kepada leluhur yang
sudah meninggal.
Setelah merayakan Tahun Baru Imlek atau Sincia, lima belas hari kemudian mereka akan menggelar
Cap Go Meh sebagai penutup rangkaian perayaan.

Sejarah Pelarangan Imlek di Indonesia Kembali ke beberapa tahun lampau, sebagaimana tercatat
dalam buku Imlek dan Budaya Cina di Indonesia (2019:hlm 17) yang disusun Pusat Data dan Analisa
Tempo, kemewahan Imlek yang umum kita saksikan saat ini mustahil terjadi semasa Orde Baru,
tepatnya saat Soeharto masih berkuasa.

Sebab, di masa itu, siapa pun yang berusaha membawakan atraksi kesenian berbau budaya Cina
bisa dituduh subversif. Jangankan di tempat publik, bahkan, di lingkungan sendiri pun, warga
keturunan Cina sering dipersulit ketika akan menggelar upacara adat.

Penyebabnya adalah: Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang turut mengekang kebebasan warga
keturunan Cina. Arief Budiman, seorang aktivis sekaligus akademisi yang banyak menyoroti
persoalan sosial, menyatakan pangkal dari peraturan itu adalah rivalitas antara Angkatan Darat dan
Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kala itu, PKI punya hubungan erat dengan Republik Rakyat Cina. Kemudian atas dasar itu, kata
Arief, Soeharto dengan sesuka hatinya mengidentikkan komunis dengan Cina. Padahal, itu adalah hal
yang berbeda, tegas Arief.

Masih dalam buku itu, meskipun Inpres tersebut masih memperbolehkan pesta agama dan adat
asal tidak mencolok dan digelar di lingkungan intern, namun pada praktiknya, aparat kantor sosial
sering punya tafsir sendiri.

Berdasarkan pengalaman sutradara teater N. Riantiarno kala mementaskan Sampek Engtay pada
tahun 1988 di Jakarta. Saat hendak mementaskan itu, ia nyaris dilarang badan intel. Menurut
Riantiarno, yang hendak ia tampilkan adalah drama percintaan bukan cerita politik

Izin akhirnya turun tetapi ada syarat yang tidak boleh dilakukan, yakni tidak boleh ada huruf Cina,
tak boleh membakar hio, dan yang terakhir, liong (naga) hanya boleh ditaruh di dalam gedung.

Hal itu masih jauh lebih beruntung daripada kejadian di Medan. Sebab, polisi melarang pentas itu
dengan alasan belum mendapat izin dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat. Padahal,
sepuluh izin dari instansi lain sudah selesai.

Bahkan, Departemen Penerangan kala itu juga turut melarang penayangan orang sembahyang di
kelenteng, aksi barongsai atau penggunaan bahasa Cina di layar Cina. Menurut Ishadi S.K., eks
Direktur Jenderal RTF (Radio, Televisi dan Film) yang berkembang saat itu adalah pemikiran dogmat
satu arah.

"Pelarangan itu dimaksudkan untuk mendorong orang-orang Cina di sini melupakan budaya mereka
agar mereka mudah masuk dan beradaptasi dengan budaya kita," kata Ishadi

Namun, aturan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang membatasi perkembangan agama, kepercayaan
dan adat istiadat Cina dihapus oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
Ia kemudian menerbitkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000. Aturan itu menjadi penerang bagi warga
keturunan Tionghoa yang sering mendapatkan sikap rasialis, diskriminatif, dan anti-Tionghoa.

Bahkan melalui Keppres 19/2002, kini Hari Raya Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Selain itu, Tahun Baru Imlek adalah waktu untuk berpesta dan mengunjungi anggota keluarga. Ada
pula tradisi untuk menghormati kerabat yang telah meninggal.

Saat Tahun Baru Imlek juga terdapat tradisi untuk membersihkan rumah secara menyeluruh untuk
menyingkirkan penduduk dari kesialan yang masih ada. Beberapa orang menyiapkan dan menikmati
makanan khusus selama perayaan.

Acara terakhir yang diadakan selama Tahun Baru Imlek disebut Festival Lampion, di mana orang-
orang menggantungkan lentera yang bersinar di kuil atau membawanya saat parade di malam hari.

Dalam Tahun Baru Imlek, naga juga menjadi simbol keberuntungan di China. Tarian naga atau
barongsai memeriahkan perayaan festival di banyak daerah. Prosesi ini melibatkan naga panjang
berwarna-warni yang dibawa melalui jalan-jalan oleh banyak penari.

You might also like