You are on page 1of 221

SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP


KUALITAS HIDUP ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI
KOTA PALEMBANG

OLEH

NAMA : ISTIQOMAH SITA DEWI


NIM : 10011181722096

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (S1)


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2021
SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KUALITAS


HIDUP ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KOTA
PALEMBANG

Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar (S1) Sarjana Kesehatan


Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

OLEH

NAMA : ISTIQOMAH SITA DEWI


NIM : 10011181722096

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (S1)


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2021
EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
SKRIPSI, 21 Juli 2021
Istiqomah Sita Dewi

Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Orang dengan


HIV/AIDS di Kota Palembang
xviii + 133 halaman, 35 tabel, 6 gambar, 5 lampiran

ABSTRAK

HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan tercatat sebagai penyebab
kematian 32 juta orang di dunia. Akibat terjadinya penurunan daya tahan tubuh pada
orang dengan HIV/AIDS (ODHA), maka akan berpengaruh pada segala aspek kehidupan
baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual sehingga akan berdampak terhadap kualitas
hidup ODHA. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah dukungan
keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross
sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah Orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) yang mendapatkan terapi antiretroviral dan menjalani pengobatan di RSMH,
Puskesmas Dempo dan Puskesmas Sukarami serta tergabung dalam Komunitas Sriwijaya
Plus sebanyak 244 sampel. Analisa data dilakukan secara univariat, bivariat dengan
melakukan uji chi square dan multivariat dengan regresi logistik ganda model faktor
resiko. Hasil analisis univariat menunjukkan ada sebanyak 50,4% ODHA yang memiliki
kualitas hidup kurang baik, hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA (p-value =0,000) dan
hasil analisis multivariat menunjukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan kualitas hidup ODHA setelah dikontrol oleh variabel usia dan lama
terapi ARV (95%CI = 2,787 (1,615-4,809). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA. Dukungan keluarga yang positif
kepada ODHA akan membantu ODHA dalam menghadapi masalah kesehatan dan
psikologis yang mereka alami. Diharapkan keluarga responden tetap memberikan
dukungan terhadap ODHA karena penerimaan dan perlakuan yang positif dari keluarga
akan sangat membantu mengatasi tekanan eksternal

i
Universitas Sriwijaya
maupun internal yang dialami ODHA. Adapun dukungan yang diberikan bisa berupa
dukungan emosional, informasi dan fasilitas berupa tenaga, dana maupun waktu.

Kata Kunci : ODHA, Dukungan Keluarga, Kualitas Hidup, HIV/AIDS


Kepustakaan : 74 (1990-2020)

ii
Universitas Sriwijaya
EPIDEMIOLOGY
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
SRIWIJAYA UNIVERSITY
THESIS, July 21, 2021
Istiqomah Sita Dewi

The Relathionship of Family Support to The Quality of Life of People Living


with HIV/AIDS (PLWHA) in Palembang City
xviii + 133 pages, 35 tables, 6 images, 5 attachments

ABSTRACT

HIV/AIDS remains a global health problem and is a listed cause of death for 32
million people in the world. As a result of reducing the immune system in people
living with HIV/AIDS (PLWHA), it affects all aspects of life both physical,
psychological, social and spiritual and thus affects on the quality of life people
living with HIV/AIDS. One factor that affects the quality of life is family support.
This study aims to analyze the correlation between family support and the quality
of life of people living with HIV/AIDS in Palembang City. This research is
quantitative study using a cross sectional study design. The sampling technique
used in this study was purposive sampling. The sample in this study is people
living with HIV/AIDS who are receiving antiretroviral therapy and taking
treatments in RSMH, Dempo Medical Center, Sukarami Medical Center and join
the Sriwijaya Plus Community as many as 244 samples. The technique of
analyzing data was univariate, bivariate using the chi square test and multivariate
analysis using multiple logistic regression tests of risk factor models. The
results revealed that
50,4% people living with HIV/AIDS had poor quality of life. The bivariate test was
found the significant relationship between family support and quality of life of
people living with HIV/AIDS (p-value = 0,000). The multivariate test was revealed
that family support was significantly associated with quality of life (p-value
=0,000) after controlled by age and duration of antiretroviral therapy (PR
95% CI
2,787(1,615–4,809). It may be concluded that there is a link between family
support and quality of life of people living with HIV/AIDS. Positive family support
will help people living with HIV/AIDS to cope with their health and psychological
problems. It is hoped that the repondents family continue to support people living
with HIV/AIDS because their acceptance and positive treatment of the family will
do much to cope with both the external and internal pressure experienced people
living with HIV/AIDS. As for the support given may be emotional support,
information and facilities of energy, funds and time.

Keywords : PLWHA, Family Support, Quality of Life, HIV/AIDS


Literature : 74 (1990-2020)

3
33 Universitas Sriwijaya
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini dibuat dengan sejujurnya
mengikuti Kaidah Etika Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya serta menjamin bebas plagiarisme. Bila kemudian diketahui saya
melanggar Etika Akademik maka saya akan bersedia dinyatakan tidak lulus/gagal.

Indralaya, 27 Juli 2021


Yang Bersangkutan,

Istiqomah Sita Dewi


NIM. 10011181722096

4
Universitas Sriwijaya
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP


KUALITAS HIDUP ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA)
DI KOTA PALEMBANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : ISTIQOMAH SITA


DEWI
10011181722096

Indralaya, 27 Juli 2021


Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Pembimbing

Dr. Rico Januar Sitorus, S.KM., M.Kes (Epid)


NIP. 198101212003121002

5
Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang” telah dipertahankan di
hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya pada tanggal 21 Juli 2021.

Indralaya, 27 Juli 2021

Ketua :
1. Feranita Utama, S.KM., M.Kes ( )
NIP. 198808092018032002

Anggota :

2. Indah Purnama Sari, S.KM., M.KM ( )


NIP. 198604252014042001

3. Fenny Etrawati, S.KM., M.KM ( )


NIP. 198905242014042001

4. Dr. Rico Januar Sitorus, S.KM., M.Kes (Epid) ( )


NIP. 198101212003121002

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Koordinasi Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Dr. Novrika Sari, S.KM., M.Kes


NIP. 197811212001122002

6
Universitas Sriwijaya
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama : Istiqomah Sita Dewi
NIM : 10011181722096
Angkatan : 2017
Peminatan : Epidemiologi
TTL : Rambang Lubai, 28 Mei 1999
Alamat : Blok 6-9-9, Bumi Dipasena Jaya, Kec. Rawajitu Timur, Kab.
Tulang Bawang, Lampung, 34595
Riwayat Pendidikan
2005 – 2011 : SD Negeri 01 Bumi Dipasena Jaya
2011 – 2014 : SMP Negeri 2 Tanjung Agung
2014 – 2017 : SMA Negeri 2 OKU
2017 – sekarang : S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM Universitas
Sriwijaya
Riwayat Organisasi
2017 – 2018 : Anggota Departemen IMC LDF BKM ADZ-DZIKRA
2017 – 2018 : Anggota BO Pers Publishia
2017 – 2018 : Staff Muda Dinas Medinfo BEM KM FKM Unsri
2017 – 2018 : Staff Muda Biro Kesekretariatan BEM KM Unsri Kabinet
Bangga Sriwijaya
2018 – 2019 : Kepala Divisi Desain BO Pers Publishia
2018 – 2019 : Staff Ahli Dinas Medinfo BEM KM FKM Unsri
2018 – 2019 : Staff Ahli Biro Kesekretariatan BEM KM Unsri Kabinet
Bingkai Cita
2019 -2020 : Sekretaris Dinas Kominfo Ikamarta Unsri
2019 – 2020 : Staff Ahli Kementerian Kominfo BEM KM Unsri Kabinet
Gema Kolaborasi

vii
Universitas Sriwijaya
2020 – 2021 : Kepala Divisi Media & Komunikasi Komunitas Berbagi
1000
Riwayat Prestasi
2019 : Juara 3 Lomba Poster Multimedia Festival
2020 : Juara 1 Lomba Infografis National Public Health
Jurnalistic Competition 2020

888
Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan nikmat-Nya sehingga
saya bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga
Terhadap Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang”.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua dan adik-adikku tersayang yang selalu memberikan


dukungan moral, spiritual dan materi.
2. Ibu Dr. Misnaniarti, S.KM., M.KM selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya.
3. Bapak Dr. Rico Januar Sitorus, S.KM., M.Kes (Epid) selaku dosen
pembimbing skripsi, Ibu Feranita Utama, S.KM., M.Kes selaku dosen penguji
satu, Ibu Indah Purnama Sari, S.KM., M.KM selaku dosen penguji dua, dan
Ibu Fenny Etrawati, S.KM., M.KM selaku dosen penguji tiga.
4. Para dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
5. Teman seperjuangan FKM Universitas Sriwijaya angkatan 2017 dan
Peminatan Epidemiologi yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
6. Sekitoan Bae Squad Imelda, Nora, Viena, Chelsea, Fitria dan sahabat
terbaikku
Erin yang selalu memberikan dukungan dan semangat tiada henti.
7. Teman seperjuangan Mutiara Indah Squad Tika, Widya dan Ely yang sudah
menjadi partner selama 4 tahun ini dan selalu memberi dukungan maupun
motivasi dalam segala hal. Terima kasih sudah menemani perjuangan selama
4 tahun ini.
8. Dan seluruh pihak yang pernah terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak bisa disebutkan satu per satu.

Indralaya, 27 Juli 2021


Penulis

9
Universitas Sriwijaya
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademika Universitas Sriwijaya, saya yang bertandatangan
di bawah ini:

Nama : Istiqomah Sita Dewi


NIM : 10011181722096
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya Ilmiah : Skripsi
Dengan ini menyatakan menyetujui untuk memberikan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-
Exlucive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP


ORANG DENGAN HIV/AIDS DI KOTA PALEMBANG

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty
Noneksklusif ini Universitas Sriwijaya berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemiliki hak cipta. Demikian pernyataan ini saya
buat dengan sebenarnya.

Dibuat : di Indralaya
Pada Tanggal : 27 Juli 2021
Yang Menyatakan,

Istiqomah Sita Dewi


NIM. 10011181722096

10
Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI

ABSTRAK. ...............................................................................................................i
ABSTRACT ...........................................................................................................
iii LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
..........................................iv HALAMAN
PENGESAHAN..................................................................................v HALAMAN
PERSETUJUAN................................................................................vi DAFTAR
RIWAYAT HIDUP.............................................................................. vii KATA
PENGANTAR ............................................................................................ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ...................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR. ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang. ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................6

1.3.1 Tujuan Umum .....................................................................................6

1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................7

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................7

1.3.1 Bagi Mahasiswa ..................................................................................7

1.3.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat..................................................7

1.3.3 Bagi Pemerintah ..................................................................................7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian. ...........................................................................7

1.5.1 Lingkup Lokasi. ..................................................................................8

1.5.2 Lingkup Waktu. ..................................................................................8

1.5.3 Lingkup Materi ...................................................................................8


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ............................................................................9

11
Universitas Sriwijaya
2.1 HIV/AIDS. ...................................................................................................9

12
Universitas Sriwijaya
2.1.1 Pengertian HIV/AIDS.........................................................................9

2.1.2 Sejarah HIV/AIDS ............................................................................10

2.1.3 Cara Penularan ..................................................................................10

2.1.4 Perjalanan Infeksi HIV .....................................................................11

2.1.5 Tanda dan Gejala HIV/AIDS............................................................12

2.1.6 Diagnosis HIV/AIDS ........................................................................12

2.1.7 Pencegahan HIV/AIDS .....................................................................14

2.1.8 Pengobatan HIV/AIDS .....................................................................15

2.2 Keluarga. ....................................................................................................16

2.2.1 Definisi Keluarga ..............................................................................16

2.2.2 Tipe Keluarga ...................................................................................16

2.2.3 Fungsi Keluarga. ...............................................................................17

2.2.4 Dukungan Keluarga ..........................................................................18

2.2.5 Bentuk Dukungan Keluarga..............................................................18

2.3 Kualitas Hidup............................................................................................19

2.3.1 Pengertian Kualitas Hidup ................................................................19

2.3.2 Komponen Kualitas Hidup Berdasarkan WHOQOL-HIV Bref. ......20

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ....................................21

2.3.4 Kaitan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup ODHA ............27

2.4 Penelitian Terdahulu ..................................................................................29

2.5 Kerangka Teori...........................................................................................32

2.6 Kerangka Konsep .......................................................................................33

2.7 Definisi Operasional...................................................................................34

2.8 Hipotesis .....................................................................................................38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................39

3.1 Jenis dan Desain Penelitian. .......................................................................39


3.2 Populasi dan Sampel ..................................................................................39

xii
Universitas Sriwijaya
3.2.1 Populasi ............................................................................................39

3.2.2 Sampel. .............................................................................................40

3.2.3 Perhitungan Besar Sampel ................................................................41

3.2.4 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................42


3.3 Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data ....................................................43

3.3.1 Jenis Data ..........................................................................................43

3.3.2 Cara Pengumpulan Data ...................................................................43

3.3.3 Alat Pengumpulan Data ....................................................................43


3.4 Pengolahan Data.........................................................................................47
3.5 Validitas dan Reliabilitas Data ...................................................................48
3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data ...................................................50

3.6.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner ...........................................................50

3.6.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner. ......................................................53


3.7 Analisis Data ..............................................................................................53

3.7.1 Analisis Data .....................................................................................53

3.7.2 Penyajian Data. .................................................................................56

BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................................57

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..........................................................57


4.2 Hasil Penelitian ..........................................................................................63
4.2.1 Analisis Univariat ............................................................................63

4.2.2 Analisis Bivariat. ..............................................................................88

4.2.3 Analisis Multivariat ..........................................................................95

BAB V PEMBAHASAN .....................................................................................100

5.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................100


5.2 Pembahasan ..............................................................................................100

5.2.1 Gambaran Kualitas Hidup ...............................................................100

5.2.2 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup ODHA ....103

5.2.3 Hubungan Usia dengan Kualitas Hidup ODHA..............................112

131
313 Universitas Sriwijaya
5.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup ODHA ...................116

5.2.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup ODHA .....................117

5.2.6 Hubungan Penghasilan dengan Kualitas Hidup ODHA .................118

5.2.7 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup ODHA ..............120

5.2.8 Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup ODHA ..............121

5.2.9 Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup ODHA ..122

5.2.10 Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup ODHA .....124

5.2.11 Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup ODHA .......................126

5.2.12 Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup ODHA ......................128

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................131

6.1 Kesimpulan...............................................................................................131
6.2 Saran .........................................................................................................131

DAFTAR PUSTAKA. .........................................................................................134

LAMPIRAN .........................................................................................................140

141
4 Universitas Sriwijaya
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu. .............................................................................29


Tabel 2.2 Definisi Operasional ..............................................................................34
Tabel 3.1 Perhitungan Besar Sampel Minimal ......................................................42
Tabel 3.2 Distribusi Nilai Skala Likert WHOQOL-HIV Bref ...............................45
Tabel 3.3 Distribusi Item Skala WHOQOL-HIV Bref ..........................................46
Tabel 3.4 Perhitungan Domain Skor WHOQOL-HIV Bref...................................46
Tabel 3.5 Uji Validitas Data ..................................................................................50
Tabel 3.6 Uji Reliabilitas Data ...............................................................................53
Tabel 3.7 Cara Perhitungan Prevalence Ratio. ......................................................54
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Usia, Lama Menderita
HIV, Lama Terapi ARV dan Penghasilan Responden di Kota
Palembang .............................................................................................59
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan dan Status Marital Responden di Kota
Palembang .............................................................................................60
Tabel 4.3 Distribusi Dukungan Keluarga pada ODHA di Kota Palembang ..........62
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................66
Tabel 4.5 Distribusi Kualitas Hidup pada ODHA di Kota Palembang..................66
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup pada ODHA di Kota Palembang .72
Tabel 4.7 Gambaran Kualitas Hidup, Persepsi Kualitas Hidup dan Persepsi
Kesehatan ODHA di Kota Palembang ..................................................73
Tabel 4.8 Distribusi Stigma pada ODHA di Kota Palembang ...............................74
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Stigma pada ODHA di Kota Palembang ..............78
Tabel 4.10 Distribusi Depresi pada ODHA di Kota Palembang............................79
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Depresi pada ODHA di Kota Palembang ...........80
Tabel 4.12 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup pada ODHA di
Kota Palembang.....................................................................................81
Tabel 4.13 Hubungan Usia dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................82

15
Universitas Sriwijaya
Tabel 4.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................82
Tabel 4.15 Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................83
Tabel 4.16 Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................83
Tabel 4.17 Hubungan Penghasilan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................84
Tabel 4.18 Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................84
Tabel 4.19 Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................85
Tabel 4.20 Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup pada ODHA
di Kota Palembang ................................................................................86
Tabel 4.21 Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup pada ODHA di
Kota Palembang.....................................................................................87
Tabel 4.22 Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................87
Tabel 4.23 Pemodelan Awal Analisis Multivariat .................................................88
Tabel 4.24 Urutan Variabel dari p-value Terbesar.................................................89
Tabel 4.25 Perubahan PR pada Seleksi Confounding............................................90
Tabel 4.26 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat ................................................91

16
Universitas Sriwijaya
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori...................................................................................32


Gambar 2.2 Kerangka Konsep. ..............................................................................33
Gambar 3.1 Diagram Alur Pemilihan Populasi Penelitian.....................................39
Gambar 4.1 Tren Jumlah Kasus HIV di Puskesmas Sukarami ..............................61
Gambar 4.2 Tren Jumlah Kasus HIV di Puskesmas Dempo .................................62
Gambar 4.3 Proporsi Kualitas Hidup Berdasarkan Domain ..................................79

xvii
Universitas Sriwijaya
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian


Lampiran 2 Hasil Output
Lampiran 3 Kaji Etik Penelitian
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Dokumentasi

xviii
Universitas Sriwijaya
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejenis virus yang menginfeksi leukosit dan mengakibatkan penurunan imun
tubuh pada manusia disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sekumpulan
gejala penyakit yang timbul akibat infeksi HIV karena turunnya kekebalan tubuh
disebut dengan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Akibat turunnya
daya tahan tubuh maka penderita akan rentan terkena infeksi oportunistik yang
menimbulkan dampak fatal. Dengan adanya penurunan daya tahan tubuh pada
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), maka akan menyebabkan peningkatan risiko
terjadinya infeksi oportunistik, sehingga menyebabkan mortalitas dan morbiditas
pada ODHA meningkat. Terapi antiretroviral (ARV) merupakan strategi
pengobatan klinis yang bertujuan untuk menekan replikasi virus sehingga
meningkatkan peluang untuk bertahan hidup. Pengobatan antiretroviral (ARV)
pada penderita HIV bertujuan untuk menekan jumlah virus HIV dalan tubuh agar
tidak masuk fase AIDS. Sedangkan pada penderita AIDS pengobatan antiretroviral
(ARV) bertujuan untuk mencegah peningkatan risiko infeksi oportunistik dan
keparahan yang ditimbulkannya (Kemenkes RI, 2020).
Berdasarkan laporan global pada akhir 2019, diestimasikan 38,0 juta (31,6 juta
– 44,5 juta) orang hidup dengan HIV, yakni orang dewasa 36,2 juta dan anak
berusia
<15 tahun sebanyak1,8 juta. Adapun untuk kasus infeksi HIV baru sebanyak 1,7
juta (1,2 juta – 2,2 juta) orang. Dari semua orang yang hidup dengan HIV terdapat
79% yang mengetahui status HIV mereka dan sekitar 8,1 juta orang tidak tahu
bahwa mereka hidup dengan HIV. Sejak 2010 infeksi HIV baru telah menurun
sekitar 19% dari 2,1 juta menjadi 1,7 juta pada tahun 2019 dan di kalangan anak-
anak infeksi baru menurun sebesar 46% dari 280.000 pada 2010 menjadi 150.000
pada tahun 2019. Kematian terkait AIDS telah berkurang dari 59% pada tahun
2019 sekitar 690.000 orang meninggal karena AIDS di seluruh dunia
dibandingkan dengan 1,7 juta pada tahun 2004 dan 1,2 juta pada tahun 2010.
Adapun jumlah kasus HIV tertinggi menurut wilayah regional berada di wilayah
Afrika Timur dan
Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 20,7 juta dan jumlah kasus HIV terendah
1
2

berada di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara sebanyak 240.000 kasus. Untuk
wilayah Asia dan Pasifik ada sekitar 5,7 juta kasus positif HIV (UNAIDS, 2020).
Menurut (Kemenkes RI, 2018) HIV/AIDS masih menjadi masalah serius di
Indonesia yang merupakan negara urutan ke-5 paling berisiko HIV/AIDS di Asia.
Terjadi peningkatan kasus HIV setiap tahunnya sejak tahun 1987 dimana kasus
pertama HIV dilaporkan. Jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2020 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif
kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2020 sebanyak 409.857
(75% dari target 90% estimasi ODHA tahun 2020 sebesar 543.100).
Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia menurut laporan SIHA (2020)
Triwulan III dari Januari-September 2020 ada 32.293 kasus HIV dilaporkan
dengan penyumbang kasus HIV tertinggi pada kelompok usia produktif (25-49
tahun) sebesar 69%. Sedangkan untuk jumlah AIDS yang dilaporkan per Juli-
September 2020 ada 2.286 kasus dengan penyumbang kasus AIDS tertinggi pada
kelompok usia 30-39 tahun sebesar 33,2%. Lima provinsi dengan jumlah kasus
AIDS dilaporkan terbesar berturut-turut adalah Papua Barat (477 kasus), Bali (433
kasus), Jawa Tengah (423 kasus), Jawa Barat (115 kasus) dan Sumatera Selatan
(112 kasus). Jumlah kumulatif penemuan kasus HIV yang dilaporkan sampai
dengan September 2020 sebanyak
409.857 orang, sedangkan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan
September 2020 sebanyak 127.873 orang dimana jumlah kasusnya relatif stabil
setiap tahun (SIHA, 2020b).
Menurut data (SIHA, 2020a) triwulan III per Januari-September 2020 ada 434
kasus HIV dan 200 kasus AIDS dilaporkan di Sumatera Selatan. Jumlah kumulatif
yang dilaporkan dari tahun 1995 sampai dengan September 2020 sebanyak 4.353
kasus HIV dan 1.522 kasus AIDS. Sedangkan untuk kasus meninggal karena
AIDS ada 125 orang. Kota Palembang menjadi penyumbang tertinggi kasus HIV
dan AIDS di Sumatera Selatan yakni kumulatif kasus HIV 3.379 dan kasus AIDS
1.190. Menurut laporan kaskade HIV dan pengobatan ARV per Provinsi sampai
Juni 2020, Jumlah ODHA yang ditemukan di Provinsi Sumsel ada 4.233 orang
dimana 3.697 diantaranya ODHA ditemukan dan masih hidup dan 1.499 ODHA
on ART (SIHA,
2020a).

Universitas Sriwijaya
3

Saat pertama kali didiagnosa menderita HIV/AIDS, banyak reaksi yang akan
timbul seperti perasaan takut, menyesal, depresi, takut serta tidak tahu apa yang
harus dilakukan. Bagi sebagian besar orang menderita HIV/AIDS masih dianggap
sebagai hal yang tabu karena telah melanggar norma yang berlaku di masyarakat
sehingga memberi dampak psikologis bagi penderita, keluarga serta lingkungan
sekitarnya (Ika, Purwaningsih and Sevina, 2019).
HIV/AIDS berdampak besar dalam kehidupan ODHA. Dampak tersebut bisa
dirasakan dari segi biologis, sosial, ekonomi serta psikologis. HIV/AIDS tidak
hanya menurunkan kualitas fisik, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental para
penderitanya. Pemahaman yang berkembang di masyarakat terhadap ODHA
membuat masyarakat cenderung bersikap mengucilkan ODHA. Kondisi ini
membuat ODHA semakin menutup dirinya dari kehidupan sosialnya sehingga
semakin memperburuk kondisi ODHA. Akibat dari stigma tersebut penderita
ODHA sering merasakan feeling blue (kesepian, putus asa, cemas dan depresi)
sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas hidup ODHA dari segi psikologis kurang
baik. Berbagai masalah psikologis ini dapat mempengaruhi kemampuan ODHA
untuk berpartisipasi secara penuh dalam pengobatan dan perawatan dirinya,
sehingga berdampak terhadap kualitas hidup ODHA (Safitri, 2018).
WHO mendefinisikan kualitas hidup atau Quality of Life (QOL) sebagai
persepsi individu terhadap posisi mereka di masyarakat dalam konteks budaya dan
norma yang ada dan berkaitan dengan tujuan, harapan, standar, dan kekhawatiran
selama hidupnya. Kualitas hidup sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang cukup
kompleks seperti kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat kemandirian,
hubungan sosial, dukungan sosial baik dari keluarga maupun masyarakat dan
hubungan individu tersebut dengan lingkungannya (Diatmi and Diah, 2014).
Keluarga sangat berperan penting dalam memberikan rasa aman pada ODHA
yang berada di tempat tinggalnya agar dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA
dengan cara tidak menghindari, mengasingkan serta tidak menolak keberadaanya
dan juga sebagai pemberi informasi, materi dan bantuan tingkah laku sehingga
ODHA merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Namun, fakta yang didapat
keluarga pasien HIV/AIDS di Indonesia masih kurang dalam memberikan
dukungan sosial, dibuktikan dengan hanya 43,5% bersikap bersedia merawat

Universitas Sriwijaya
4

anggota keluarga yang terinfeksi virus HIV dirumah dan sikap diskriminatif
terhadap anggota keluarga yang terinfeksi HIV sebesar 28,8% (Martiningsih,
Abdul and Ade, 2015). Dari segi dukungan keluarga penelitian Marni et al (2020)
menunjukkan proporsi ODHA dengan dukungan keluarga kurang sebesar 53,4%.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Kusuma (2016) dimana ODHA yang
mempersepsikan dukungan keluarganya non-supportif sebesar 55,4%. Penelitian
Tesemma et al (2019) di Ethiopia menunjukkan proporsi ODHA yang mengalami
stigma cukup tinggi yaitu sebesar 54,2% dan nilai OR 2,34 yang berarti ODHA
yang mengalami stigma berisiko 2,34 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang
baik dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengalami stigma. Sedangkan dari
segi kualitas hidup, penelitian Hardiansyah et al (2014) diketahui gambaran
kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS adalah buruk 52,4%. Hal ini sejalan
dengan penelitian Kusuma (2016) dimana proporsi ODHA yang memiliki kualias
hidup kurang baik adalah sebesar 63%.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA antara
lain: persepsi kesehatan, emosi, energi/kelelahan, tidur, fungsi kognitif, kegiatan
fisik dan kegiatan harian, teknik mengatasi masalah, masa depan, gejala,
pengobatan dan dukungan sosial. Dukungan sosial diperoleh dari dukungan
keluarga, dukungan teman sebaya, dan dukungan masyarakat. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA telah dijelaskan diatas. Maka, hal yang
perlu diperhatikan pada ODHA adalah dukungan keluarganya, karena ODHA
masih banyak yang kurang mendapatkan dukungan dari keluarga. Hal ini
disebabkan oleh karena tingginya stigma yang terkait dengan penyakit HIV/ AIDS
sehingga anggota keluarga yang menderita penyakit ini sering kali dianggap telah
melanggar norma- norma dalam keluarga dan memalukan keluarga sehingga
sering kali dikucilkan atau di telantarkan bahkan di isolasi dari lingkungan
(Hartati, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016) berjudul “Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Yang Menjalani
Perawatan Di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta” didapatkan hasil bahwa
dukungan keluarga merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan
kualitas hidup dengan nilai OR = 12,06 artinya kelompok responden dengan
dukungan keluarga non-suportif berisiko 12,06 kali untuk memiliki kualitas hidup

Universitas Sriwijaya
5

kurang baik dibandingkan dengan kelompok responden dengan dukungan keluarga


suportif (Kusuma, 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Khairunniza and Nazarwin (2020) bahwa dukungan keluarga memiliki hubungan
yang bermakna dengan kualitas hidup ODHA di Yayasan Pelita Ilmu dengan nilai
PR = 4,26 artinya ODHA dengan dukungan keluarga yang rendah mempunyai
peluang 4,26 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2018) menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA
di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan nilai p value 0,030. Penelitian lain juga
dilakukan di Guangxi Zhuang, China dan didapatkan hasil bahwa kualitas hidup
memiliki hubungan yang positif dari pasien yang menerima dukungan keluarga
dengan nilai OR = 2.74 dan p value = 0.040 (Xu et al., 2017). Berbagai studi
menunjukkan pasien yang mendapat dukungan keluarga memperoleh berbagai
dampak positif. Penelitian selama dua puluh tahun terakhir secara konsisten
menunjukkan hubungan positif antara dukungan keluarga dan kemampuan
keluarga untuk menumbuhkan ketahanan, menjaga kesehatan pendamping,
mengurangi stres, dan mengatasi dampak stress pada penderita HIV/AIDS
(University of North Carolina,
2015) .
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah sistem dukungan,
termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari lingkungan keluarga,
masyarakat maupun sarana-sarana fisik seperti tempat tinggal atau rumah yang
layak dan fasilitas-fasilitas yang memadai sehinga dapat menunjang kehidupan.
Penderita HIV/AIDS yang memperoleh dukungan dari keluarga dengan kategori
rendah maka kualitas hidupnya juga akan kurang, sedangkan penderita HIV/AIDS
yang memperoleh dukungan keluarga yang tinggi maka kualitas hidupnya pun
akan cukup baik. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya jenis
kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan lama terinfeksi
penyakit (Kartika, 2019).
Berdasarkan uraian di atas maka dukungan keluarga berperan penting dalam
mempengaruhi kualitas hidup ODHA. Dengan adanya dukungan keluarga dapat
memotivasi ODHA agar dapat memiliki kualitas hidup yang baik dari segi fisik,
psikologis, sosial serta lingkungan karena dukungan keluarga ini nantinya akan

Universitas Sriwijaya
6

berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pengobatan. kualitas hidup yang baik


pada ODHA akan semangat untuk bertahan hidup sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidupnya. Kualitas hidup yang baik pada ODHA akan menumbuhkan
semangat dan motivasi untuk bertahan hidup. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang terkait dengan Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang.
1.2 Rumusan Masalah
Sejenis virus yang menginfeksi leukosit dan mengakibatkan penurunan imun
tubuh pada manusia disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi oleh HIV disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Akibat
adanya penurunan daya tahan tubuh pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA),
maka akan menyebabkan peningkatan risiko terjadinya infeksi oportunistik,
sehingga menyebabkan mortalitas dan morbiditas pada ODHA meningkat.
Dukungan keluarga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kualitas hidup ODHA. Menurut beberapa penelitian terdahulu, terdapat hubungan
yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA. Dimana
ODHA dengan dukungan keluarga rendah berisiko untuk mengalami kualitas
hidup kurang baik. Adapun dukungan yang diberikan bisa berupa dukungan
informasi, dukungan instrumental, dukungan emosional dan dukungan
penghargaan. Berdasarkan laporan SIHA (2020) triwulan III jumlah kumulatif
kasus HIV di Sumatera Selatan dari tahun 1995 sampai dengan Juni 2020
sebanyak 4.353 kasus dan jumlah kumulatif AIDS sebanyak 1.522 kasus, kasus
meninggal karena AIDS ada 125 orang. Untuk pengidap HIV tertinggi menurut
kabupaten dan kota di Sumatera Selatan yaitu Kota Palembang sebanyak 3.379
kasus dan dan kumulatif AIDS sebanyak 1.190 kasus. Untuk itu peneliti tertarik
melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kualitas Hidup Orang Dengan HIV/AIDS di Kota Palembang.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Universitas Sriwijaya
7

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan


keluarga terhadap kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Menganalisis gambaran distribusi frekuensi meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status marital, lama terapi ARV, lama
sakit, stigma ODHA, dukungan keluarga, depresi dan kualitas hidup.
2. Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga, usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status marital, lama terapi ARV, lama
menderita HIV, stigma ODHA dan depresi dengan kualitas hidup orang
dengan HIV/AIDS (ODHA).
3. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) setelah dikontrol dengan usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status marital, lama terapi ARV, lama
menderita HIV, stigma ODHA dan depresi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai sarana bagi peneliti untuk menerapkan ilmu-ilmu di


bidang kesehatan masyarakat yang telah didapatkan selama perkuliahan, serta
menambah pengalaman dan wawasan peneliti mengenai kualitas hidup orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang.

1.4.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau sumber pustaka


sehingga dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian
terkait selanjutnya.

1.4.3 Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan bahan


pertimbangan membuat kebijakan serta program terkait untuk meningkatkan
kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Universitas Sriwijaya
8

1.5.1 Lingkup Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Mohammad Hoesin, Puskesmas


Dempo, Puskesmas Sukarami dan Komunitas Sriwijaya Plus.

1.5.2 Lingkup Waktu


Penelitian ini dilaksanakan pada 16 Februari – 21 Juli 2021.
1.5.3 Lingkup Materi

Materi penelitian ini adalah dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV dan AIDS


2.1.1 Pengertian HIV dan AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang


menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi oleh HIV (Green, 2016).

CDC (Center For Disease Control) mendefinisikan HIV (Human


Immunodeficiency Virus) sebagai virus yang menyerang sistem imun tubuh,
terutama sel CD4 (sel T), pada sistem imun tubuh bertugas melawan infeksi.
Apabila tidak diintervensi, HIV akan berdampak terhadap penurunan jumlah sel
CD4 (sel T) dalam tubuh, yang membuat individu lebih rentan untuk terkena
infeksi lain. Seiring berjalannya waktu, sel-sel tubuh akan hancur akibat infeksi
HIV sehingga tubuh tidak mampu melawan infeksi oportunistik yang timbul. Pada
tahap terakhir, terjadi penurunan yang signifikan pada sistem imun tubuh sehingga
jika tidak diobati akan menyebabkan AIDS (CDC, 2020).

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah syndrome akibat


defisiensi immunitas selluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan
keganasan infeksi oportunistik yang berakibat fatal. Munculnya syndrome ini erat
kaitannya dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang prosesnya tidak
terjadi secara spontan tetapi sekitar 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV.
Berdasarkan hal tersebut maka penderita AIDS di masyarakat digolongkan
kedalam dua kategori yaitu :

a. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis


(penderita AIDS positif).
b. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis
(penderita) (Irwan, 2017).

9
10

AIDS atau (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumupulan


simptom penyakit yang timbul akibat disfungsi sistem imun yang disebabkan oleh
infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang akan sangat mudah
terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal.
Pengobatan antiretroviral perlu dilakukan oleh pengidap HIV agar jumlah virus
HIV di dalam tubuh menurun dan tidak masuk ke stadium AIDS. Sedangkan
pengobatan ARV penting dilakukan oleh pengidap AIDS untuk mencegah
terjadinya komplikasi akibat infeksi oportunistik (Kemenkes RI, 2020).

2.1.2 Sejarah HIV/AIDS

Republik Kongo, di Kinhasa pertama kali ditemukan virus HIV pada tahun
1920-an. Kasus AIDS pertama kali dilaporkan oleh Centers For Disease Control
(CDC) di Los Angeles, New York dan California pada sekolompok pria
homoseksual ditemukan Pnuemocystis Carinii Pneumonia (PCP) dan kanker
ganas yang disebut Sarcoma Kaposi pada tahun 1981. Sebagai akibat dari
gagalnya sistem imun maka gejala penyakit yang timbul semakin jelas oleh
karenanya disebut dengan AIDS. Epidemi ini merambat dengan cepat dan kasus
serupa dilaporkan di Eropa Barat, Australia, Amerika Latin, Afrika dan Asia.
Adapun teori yang menyebutkan adanya faktor infeksi sebagai penyebab
dikonfirmasi pada tahun 1983 dengan diisolasinya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) sebagai penyebab AIDS dan pada tahun 1984 tes
serologi pertama kali dapat dilakukan (Setiati, 2014).

2.1.3 Cara Penularan

Virus HIV dapat ditransmisikan jika terjadi kontak langsung dengan darah
atau cairan tubuh. Jumlah virus yang banyak terdapat pada darah, semen, cairan
vagina dan serviks serta cairan otak. Sedangkan di dalam saliva, air mata, urin,
keringat dan air susu virus HIV hanya ditemukan dalam jumlah sedikit. Menurut
Irwan (2017) transmisi HIV dan AIDS dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Hubungan seks baik secara vaginal, oral maupun anal


b. Melalui darah atau jarum suntik secara kontak langsung
 Transfusi darah yang terkontaminasi HIV/AIDS, memiliki risiko tinggi
yakni sekitar 90%.

Universitas Sriwijaya
11

 Penggunaan jarum yang telah terkontaminasi secara bergantian bagi para


pecandu narkoba suntik, berisiko sekitar 0,5 – 1%.
 Transmisi melalui kecelakaan, pada petugas kesehatan yang tidak sengaja
tertusuk jarum suntik , risikonya kurang dari 0,5%.
c. Ibu hamil pengidap HIV/AIDS terhadap bayinya, penularan selama hamil
berisiko 5-10%, saat melahirkan 10-20% dan saat pemberian ASI 10-20%.

Menurut Najmah (2016) umumnya HIV dapat masuk ke dalam tubuh


melalui tiga cara yaitu melalui :

a. Hubungan seks berisiko (vagina, anal dan oral).


b. Pemakaian jarum yang telah terkontaminasi dengan HIV, pada pengguna
narkoba suntik atau tato/tindik.
c. Transmisi ibu ke anak yang terjadi pada Ibu dengan HIV positif ke janin
yang ada di dalam rahim (Mother to Child HIV Transmission).
2.1.4 Perjalanan Infeksi HIV

Menurut Najmah (2016) ada beberapa tahap dalam perjalanan infeksi HIV
diantaranya sebagai berikut:

1. Tahap pertama (periode jendela)


Keberadaan virus belum bisa dideteksi oleh tes HIV. Penderita HIV
masih merasa sehat, HIV masuk ke dalam tubuh dan membentuk antibodi
dalam darah. Terjadi 2 pekan sampai dengan 6 bulan.
2. Tahap kedua (HIV asimptomatik/masa laten)
Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi sudah
terbentuk, perkembangan HIV mulai terjadi di dalam tubuh. Tahap ini
terjadi selama 5-10 tahun bergantung pada imun tubuh.
3. Tahap ketiga (dengan gejala penyakit)
Sistem kekebalan tubuh semakin menurun, penderita dipastikan positif
HIV. Gejala infeksi oportunistik mulai timbul. Tahap ini terjadi selama 1
bulan tergantung pada imun tubuh.
4. AIDS

Universitas Sriwijaya
12

Pada tahap ini penderita positif menderita AIDS, menurunnya sistem


imun tubuh. Munculnya berbagai infeksi oportunistik yang memperparah
kondisi penderitanya.

2.1.5 Tanda dan Gejala HIV/AIDS

Menurut Dewita dkk (2016) infeksi HIV terbagi menjadi 4 fase


diantaranya adalah sebagai berikut :
Fase primer, terjadi selama 1-4 minggu setelah transmisi. Gejala
yang timbul terdiri dari : demam, mialgia, arthralgia, sakit kepala
berkeringat, letargi malaise, photophobia, diare, sariawan, limfadenopati,
dan lesi mukopapular pada ekstremitas. Gejala terjadi secara tiba-tiba serta
akan menghilang dalam waktu 3-14 hari. Pada hari ke-10 sampai ke-14
infeksi antibodi terhadap HIV akan muncul dan kebanyakan akan
mengalami serokonversi setelah infeksi minggu ke 3 sampai 4.
Fase kedua seropositif asimtomatik, fase ini terjadi paling lama
dibanding fase lainnya dan berbeda-beda antar individu. Tanpa intervensi,
fase ini akan terjadi sekitar 4-8 tahun.
Fase ketiga simtomatik, terjadi penurunan pada sistem kekebalan
tubuh, timbul infeksi jamur pada ibu jari, jari-jari dan mulut. Muncul gejala
keringat malam, berat badan menurun dan diare. Tanpa intervensi, fase ini
biasanya akan terjadi sekitar 1 sampai 3 tahun. Pada wanita terjadi infeksi
trikomonas dan jamur yang menyebabkan keputihan. Oral hairy
leukoplakia sering ditemukan pada lidah.
Fase AIDS, terjadi penurunan sistem imun yang signifikan. Gejala
yang sering terjadi adalah pulmoner, gastrointestinal, neurologik, dan
sistemik.

2.1.6 Diagnosis HIV/AIDS


Menurut Dewita dkk (2016) pemeriksaan laboratorium untuk
memastikan diagnosis HIV terdiri dari beberapa jenis diantaranya untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan untuk mendeteksi
keberadaan virus HIV.

Universitas Sriwijaya
13

Menurut Kemenkes RI (2014) tes diagnostik HIV adalah bagian dari


proses klinis untuk menentukan diagnosis. Jenis pemeriksaan laboratorium
HIV antara lain :
1. Tes Serologi yang terdiri dari
a. Rapid test dengan reagen yang telah dievaluasi melalui institusi
yang ditunjuk Kementerian Kesehatan. Tes ini dapat
mendeteksi baik antibodi terhadap HIV-1 maupun HIV-2. Tes
cepat dapat dilakukan pada sampel yang lebih sedikit dengan
waktu tunggu kurang dari 20 menit.
b. Tes Enzyme Immunoassay (EIA) adalah tes untuk mendeteksi
antibodi HIV-1 dan HIV-2. Melalui perubahan warna dapat
terdeteksi reaksi antigen-antibodi.
c. Tes Western Blot, yaitu tes antibodi untuk konfirmasi pada
kasus yang sulit.
Pemeriksaan lain yang bisa digunakan untuk deteksi antibodi
terhadap HIV dapat digunakan bahan dari saliva (Oral Sure)
dan urin (Calypte HIV-1 Urine ELISA).
2. Tes Virologis Polymerasi Chain Reaction (PCR)
Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan untuk mendeteksi
virus dalam tubuh. Teknik ini dilakukan jika beberapa kali tes
serologi tidak konklusif, untuk memastika bahwa seseorang tidak
atau ada di dalam fase periode jendela (window period), ingin
segera memastikan infeksi HIV pada bayi, juga untuk
kepentingan penelitian tertentu. Tes virologis direkomendasikan
untuk anak yang berumur ≤ 18 bulan. Tes ini dianjurkan pada
HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot
(DBS), dan HIV RNA Kuantitatif dengan menggunakan plasma
darah. Tes ini terdiri dari : a. HIV DNA kualitatif (EID)
adalah tes yang mendeteksi keberadaan virus dan tidak
begantung dengan keberadaan
antibodi. Biasanya digunakan pada bayi.
b. HIV RNA kuantitatif adalah tes untuk memeriksa jumlah virus
dalam darah. Dapat digunakan untuk memantau terapi ARV

Universitas Sriwijaya
14

pada orang dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA
tidak tersedia (Kemenkes RI, 2014).

2.1.7 Pencegahan HIV/AIDS

Upaya pencegahan HIV/AIDS bertujuan untuk mengurangi risiko tinggi


penularan HIV dan dapat berjalan secara efektif dengan adanya komitmen dari
masyarakat maupun pemerintah. Menurut Najmah (2016) upayayang bisa
dilakukan untuk mencegah penularan HIV/AIDS antara lain sebagai berikut :

1. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang HIV/AIDS. Salah satunya dengan melakukan penyuluhan
kesehatan di sekolah dan masyarakat tentang perilaku risiko tinggi yang
dapat menularkan HIV.
2. Tidak berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seks, atau
melakukan seks dengan satu orang saja yang diketahui statusnya negatif
HIV.
3. Saat berhubungan seksual gunakan kondom
Penggunaan kondom yang benar saat melakukan hubungan seks baik
secara vaginal, anal, dan oral dapat melindungi terhadap penyebaran
infeksi menular seksual (IMS). Fakta membuktikan penggunaan kondom
lateks saat berhubungan seksual pada laki-laki dapat mencegah penularan
HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya sebesar 5%.
4. Menyediakan fasilitas Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary
Counselling and Testing/VCT).
Melakukan konseling dan tes HIV secara sukarela ini penting untuk
dilakukan oleh semua orang yang terkena salah satu faktor risiko sehingga
dapat diketahui status infeksinya dan dapat melakukan pencegahan dan
pengobatan sedini mungkin.
5. Melakukan sunat bagi laki-laki
Sunat bagi laki-laki dapat mengurangi risiko infeksi HIV melalui
hubungan heteroseksual sebesar 60%. Sunat pada laki-laki dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan terlatih sesuai dengan aturan medis.

Universitas Sriwijaya
15

6. Menggunakan antiretroviral (ART)


Menggunakan ART dapat mengurangi resiko penularan HIV. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa orang HIV-positif dan mematuhi pengobatan
Antiretroviral (ART), dapat mengurangi risiko penularan HIV kepada
pasangan seksual HIV- negatif sebesar 96%.
7. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) bagi pengguna narkoba
suntikan. Untuk mencegah terjadinya infeksi HIV, pada pengguna narkoba
suntik dapat dilakukan dengan menggunakan alat suntik steril untuk setiap
injeksi atau tidak berbagi jarum suntik kepada pengguna lain.
8. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention of Mother to Child
HIV Transmission/PMTCT).
Penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to Child HIV
Transmission/MTCT) selama kehamilan, persalinan, atau menyusui jika
tidak diberikan intervensi maka tingkat penularan HIV dari ibu ke anak
dapat mencapai 15-45%. Menurut rekomendasi WHO, pemberian ARV
untuk ibu dan bayi selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan,
serta memberikan pengobatan untuk wanita hamil dengan HIV-positif
dapat mencegah penularan HIV dari ibu ke anak.
Pada tahun 2013, diperkirakan 67% [62-73%] dari1,4 [1,3-1,6] juta ibu
hamil yang hidup dengan HIV di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah menerima obat antiretroviral (ARV) yang efektif untuk
mencegah penularan HIV kepada anak-anak mereka, naik dari 47% pada
tahun 2009.

2.1.8 Pengobatan HIV/AIDS

Cara mengatasi Infeksi HIV yaitu dengan kombinasi Antiretroviral (ART)


yang terdiri dari 3 atau lebih obat ARV. Akan tetapi, ART bukan obat yang dapat
menyembuhkan infeksi HIV, tetapi hanya mengontrol duplikasi virus di tubuh
penderita dan memperkuat sistem kekebalan tubuh agar infeksi yang timbul tidak
menjadi parah. Pada akhir tahun 2013, sekitar 11,7 juta orang HIV-postif di
negara- negara berpenghasilan rendah dan menengah telah menerima
pengobatan ART,

Universitas Sriwijaya
16

740.000 diantaranya adalah anak-anak. Cakupan pemakaian ART pada anak-anak


masih rendah yaitu hanya 1 dari 4 anak yang menerima pengobatan ART
dibandingkan dengan 1 dari 3 orang dewasa. Dari semua orang dewasa HIV-
positif
37% yang menerima pengobatan ART, namun dari semua anak yang hidup dengan
HIV hanya 23% yang menerima pengobatan ART pada tahun 2013 (Najmah,
2016).

2.2 Keluarga
2.2.1 Definisi Keluarga

Menurut Bailon dan Maglaya (1989) dalam Harnilawati (2013) Keluarga


adalah hubungan yang terjalin antara dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan dengan
perannya masing-masing menciptakan kebudayaan.

Keluarga adalah substansi terpenting dari masyarakat yang beperan dalam


membentuk perkembangan budaya di masyarakat sehingga bisa menanamkan
perilaku sehat dalam keluarga. Oleh karena itu, keluarga merupakan sasaran
strategis sebagai unit pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam
keluarga saling berhubungan dan bertanggung jawab terhadap kesehatan antar
anggota keluarganya (Kholifah and Wahyu, 2016).

Menurut WHO (1969) keluarga merupakan anggota rumah tangga yang


terhubung melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Menurut Depkes RI
(1988) Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu dalam keadaan saling ketergantungan (Harnilawati, 2013).

Pada pasien penyakit kronis, keluarga berperan sebagai care giver, yang
harus tahu dan paham kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual pasien sebelum
memberikan bantuan, karena keluarga juga bertanggung jawab terhadap kesehatan
anggota keluarganya (Kusuma, 2016).

2.2.2 Tipe Keluarga

Universitas Sriwijaya
17

Menurut Suprajitno (2004) dalam Harnilawati (2013) pembagian tipe


keluarga bergantung pada konteksi keilmuan dan individu yang mengelompokkan.
Secara tradisional tipe keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Keluarga inti (nuclear family), terdiri atas ayah, ibu dan anak yang diperoleh
dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family), terdiri atas keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah seperti kakek, nenek,
paman dan bibi.

Menurut Allender dan Spradley (2001) dalam Harnilawati (2013) tipe


keluarga tradisional dapat dikelompokkan menjadi :

a. Keluarga inti (nuclear family) terdiri atas suami, istri dan anak (anak kandung
atau anak angkat).
b. Keluarga besar (extended family) terdiri atas keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah misalnya kakek, nenek,
paman dan bibi.
c. Keluarga dyad terdiri dari suami istri tanpa anak.
d. Single parent terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung atau anak
angkat. e. Keluarga usia lanjut terdiri atas suami istri yang lansia.
2.2.3 Fungsi Keluarga

Fungsi pokok keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil atau


konsekuensi dari struktur keluarga. Menurut Friedman (1998) dalam Harnilawati
(2013), mengatakan bahwa ada lima fungsi keluarga, diantaranya sebagai berikut :

1. Fungsi afektif, untuk memenuhi kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan


memberi cinta kasih, serta saling mendukung dan berbagi kehangatan.
2. Fungsi sosialisasi, untuk melatih anggota keluarga dalam berkehidupan sosial
dan belajar berpartisipasi di lingkungan.
3. Fungsi reproduksi, untuk mempertahankan keturunan dan generasi.
4. Fungsi ekonomi, untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga seperti
sandang, pangan dan papan.

Universitas Sriwijaya
18

5. Fungsi perawatan kesehatan, untuk mempertahankan keadaan kesehatan


anggota keluarga dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan.
2.2.4 Dukungan Keluarga

Menurut Oxford (1992) dalam Kusuma (2011), Dukungan keluarga


merupakan sebuah support system yang diberikan oleh keluarga terhadap anggota
keluarga yang terdiri dari dukungan emosional, materil, layanan dan informasi,
serta mempermudah anggota keluarga ketika ingin membuat kontak sosial dengan
masyarakat. Hal ini akan berdampak terhadap peningkatan kesehatan dan adaptasi
keluarga.

Menurut Hartati (2014), menjelaskan bahwa dukungan keluarga


merupakan seperangkat keyakinan dan pendekatan untuk penguatan dan
pemberdayaan keluarga, yang akan mempengaruhi perkembangan dan belajar
anak-anak.

Menurut Gotlieb (1983) dalam Harnilawati (2013), mendefinisikan


dukungan keluarga sebagai informasi verbal, bantuan yang diberikan oleh anggota
keluarga terhadap subjek atau berupa pendampingan serta pemberian dukungan
emosional yang mempengaruhi tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini, orang
yang mendapat dukungan secara emosional akan merasa lega karena masih
mendapat perhatian dan memberikan kesan menyenangkan dalam dirinya.

Menurut Friedman (1998) dalam Harnilawati (2013), dukungan keluarga


adalah tindakan, sikap, dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya
yang sakit. Anggota keluarga harus selalu siap dalam memberi bantuan dan
pertolongan jika diperlukan.

2.2.5 Bentuk Dukungan Keluarga

Menurut Sarafino dan Smith (2011) dalam Amelia (2019) ada beberapa
aspek dukungan dalam keluarga diantaranya yaitu :

a. Dukungan Emosional (Emotional Support), keluarga menjadi tempat yang


nyaman dan damai untuk beristirahat serta pemulihan dan membantu
manajemen emosi. Dukungan emosional yang diberikan bisa memberikan

Universitas Sriwijaya
19
rasa nyaman, merasa dicintai, membangkitkan semangat dan mengurangi
putus asa.

Universitas Sriwijaya
20

Dukungan emosional yang diberikan keluarga merupakan bentuk dukungan


secara psikologis.
b. Dukungan Penghargaan (Support Appraisal), keluarga bertindak sebagai
umpan balik, dan penghargaan dengan memberikan respon positif, membantu
memecahkan masalah, menerima keterbatasan, memberikan dukungan,
penilaian dan perhatian. Adanya penilaian positif terhadap diri ODHA akan
membuat ODHA lebih percaya diri dalam menghadapi stressor-stressor di
lingkungannya.
c. Dukungan Informasi (Informational Support), untuk mengungkapkan sebuah
masalah keluarga bisa memberikan saran, sugesti dan informasi. Hal ini dapat
menekan timbulnya stresor karena informasi yang diberikan dapat memberi
semangat pada individu. Aspek-aspek dari dukungan informasi meliputi
nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
d. Dukungan Instrumental (Instrumental Support), keluarga memberi bantuan
berupa tenaga, uang dan menyediakan waktu untuk mendengarkan anggota
keluarga mengungkapkan perasaannya. Selain itu keluarga juga memberikan
pertolongan praktis dalam kesehatan penderita diantaranya kebutuhan pangan,
aktivitas sehari-hari, transportasi, menjaga dan merawat saat sakit (Amelia,
2019).
2.3 Kualitas Hidup
2.3.1 Pengertian Kualitas Hidup

Menurut WHO (1996) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi seseorang


dengan posisi mereka di masyarakat dalam hal budaya dan norma yang ada yang
berhbungan dengan tujuan, harapan, standar, tujuan dan kekhawatiran selama
hidupnya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas hidup diantaranya fisik,
psikis, sosial, lingkungan maupun spiritual (WHOQOL Group, 1996).

Menurut Chung, Killingworth dan Nolan (2013), menyatakan bahwa kualitas


hidup adalah keadaan bagaimana individu merespon secara fisik dan emosional
serta seberapa baik individu memfungsikan secara psikologis, sosial, pekerjaan
dan fisik.

Universitas Sriwijaya
21

Menurut Rokicka (2014), kualitas hidup didefinisikan sebagai bentuk pilihan


dan pengalaman individu di lingkungannya, yang bergantung pada beberapa hal
diantaranya status kesehatan, penghasilan, pekerjaan serta keadaan keluarga.

Menurut Lavdaniti dan Tsitsis (2015), menjelaskan bahwa kualitas hidup


adalah segala hal yang berhubungan dengan perhatian pada emosi sosial dan
kesejahteraan fisik yang digambarkan sebagai pengaruh dari kesehatan individu
sehari-hari.

2.3.2 Komponen Kualitas Hidup Berdasarkan WHOQOL-HIV BREF

Menurut WHO (1996) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi seseorang


dengan posisi mereka di masyarakat dalam hal budaya dan norma yang ada yang
berhbungan dengan tujuan, harapan, standar, tujuan dan kekhawatiran selama
hidupnya. Definisi WHO berfokus pada perspektif pasien dalam kualitas hidup
dan asumsi pada evaluasi dari beberapa domain kehidupan pasien.

Untuk mengkaji kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS digunakan


instrumen WHOQOL-HIV Bref. Pada tahun 2002 WHO menstandarkan instrumen
WHOQOL-HIV Bref. Instrumen ini terdiri dari 31 item pertanyaan diantaranya 2
pertanyaan persepsi dan 29 pertanyaan yang mencakup 6 domain. Adapun
penjelasan 6 domain itu antara lain :

a. Domain 1 Fisik terdiri dari 4 item yaitu nyeri dan tidak nyaman, energi dan
kelelahan, tidur dan istirahat serta simptom penyakit.
b. Domain 2 Psikologis terdiri dari 5 item yaitu perasaan positif, perasaan
negatif, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi, citra tubuh dan
penampilan.
c. Domain 3 Tingkat Kemandirian/Fungsional terdiri dari 4 item yaitu
mobilitas, aktivitas sehari-hari, ketergantungan terhadap obat-obatan dan
kapasitas kerja.
d. Domain Sosial terdiri dari 4 item yaitu hubungan personal, dukungan
sosial, aktivitas seksual dan penerimaan sosial
e. Domain 5 Lingkungan terdiri dari 8 item yaitu keselamatan dan keamanan
fisik, keterjangkauan dan kualitas layanan kesehatan, akses informasi,

Universitas Sriwijaya
22

rekreasi di waktu luang, sumber finansial, lingkungan rumah, transportasi


dan lingkungan fisik.
f. Domain 6 Spiritual/Agama/Keyakinan personal terdiri dari 4 item yaitu
spiritual, pengampunan dan kesalahan, masa depan dan kematian.

Pada semua item pertanyaan ada 5 pilihan jawaban. Pada pertanyaan yang
bersifat favorable jawaban akan diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 dan sedangkan pada
pertanyaan yang bersifat unfavorable akan diberi skor 5, 4, 3, 2, 1. Uji reliabilitas
kuesioner didapat hasil nilai Cronbach Alpha 0,86 (World Health Organization,
2002).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Berdasarkan surveilans kualitas hidup terkait kesehatan di Amerika Serikat


dari tahun 1993-2002, didapatkan beberapa faktor yang menentukan kualitas hidup
adalah sebagai berikut : jenis kelamin, umur, etnis/ras, status pernikahan,
pendidikan, penghasilan, status pekerjaan, asuransi kesehatan, serta faktor
kesehatan. Menurut Nazir (2006) dalam Kusuma (2011) faktor lain yang
mempengaruhi kualitas hidup sangat banyak seperti keuangan, kesehatan,
keamanan, keadaan lingkungan, dukungan keluarga, dan lingkungan sekitarnya.

Menurut Wilson dalam Larasati (2012) terdapat 4 faktor yang


mempengaruhi kualitas hidup pasien diantaranya adalah faktor fisik, psikologi,
sosial dan lingkungan. Sedangkan menurut Avis (2005) dalam Saragih (2010)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :

a. Faktor sosio demografi yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, ras,
dan status perkawinan.
b. Faktor medis yaitu lama menjalani pengobatan, stadium penyakit dan
penatalaksaan medis yang dijalani.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA menurut


para peneliti antara lain :

a. Usia

Universitas Sriwijaya
23

Menurut penelitian Liping et al (2015) responden yang berusia <30 tahun


memiliki skor yang lebih baik di semua domain (p<0,01) dibandingkan dengan
responden yang berusia ≥30 tahun. Terdapat fakta bahwa pemuda setempat di
provinsi Zhejiang lebih berpikiran terbuka dan memiliki toleransi yang lebih
tinggi terhadap penyakit. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Razavi et al (2012) yang menunjukan adanya perbedaan kualitas hidup pada
tingkatan usia dimana pasien HIV yang usianya lebih dari 35 tahun memiliki
kualitas hidup yang rendah. Usia yang lebih tua telah terbukti berhubungan
dengan ketidakpuasan dalam hubungan sosial seseorang. Kualitas hidup pada
pasien semakin rendah dengan pertambahan usia karena tingkat kecemasan dan
depresi.

b. Pendidikan

Penelitian yang dilakukan oleh Shan et al (2011) menunjukan adanya


hubungan antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup pada domain psikologis
dan hubungan sosial. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan kemampuan pasien
untuk melakukan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan secara aktif,
terkait dengan penyakitnya. Menurut Khumsaen et al (2012) pendidikan
merupakan faktor sosiodemografi yang berhubungan secara signifikan dengan
kualitas hidup. ODHA dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki kualitas hidup
yang tinggi dan sebaliknya. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi keterampilan
manajemen diri untuk menghadapi penyakit dan berbagai permasalahan lain.
Orang berpendidikan memiliki kemudahan untuk mengakses dan memahami
informasi yang diperoleh. Kemampuan dalam menerima dan memahami informasi
tersebut akan meningkatkan kualitas hidup mereka (Khumsaen, 2012).

c. Pekerjaan

Penelitian Liping et al (2015) menunjukkan terdapat hubungan yang


signifikan antara pekerjaan dengan kualitas hidup. Responden yang bekerja
memiliki kondisi yang lebih baik, secara fisik tidak mengalami masalah sehingga
dapat beraktifitas dan bekerja sebagaimana orang sehat. Hal ini sejalan dengan
penelitian Kusuma, (2011) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
pekerjaan dengan kualitas hidup (p=0,047) dengan nilai OR = 2,023 yang
berarti responden yang
Universitas Sriwijaya
24

tidak bekerja 2,023 kali berisiko mengalami kualitas hidup buruk dibandingkan
dengan responden yang bekerja.

Pekerjaan bisa menjadi sumber penderitaan dan stres namun dapat pula
menjadi sumber kesenangan, realisasi diri & pembentukan identitas. Pada pasien
HIV, selain menambah pendapatan, dengan bekerja memungkinkan pasien HIV
untuk mengalihkan perhatiannya dari memikirkan masalah-masalah negatif terkait
penyakit serta menciptakan perasaan bahwa dia berguna dan produktif. Selain itu,
pasien HIV yang bekerja akan lebih banyak berinteraksi atau berhubungan sosial
dengan orang lain selain yang ada di lingkungan rumahnya. Dengan demikian
kualitas hidup orang yang bekerja lebih baik dibandingkan orang yang tidak
bekerja (Lessa et al., 2014).

d. Penghasilan

Penelitian Rueda et al (2011) didapatkan hasil bahwa status sosial ekonomi


adalah prediktor yang sangat penting dari kualitas hidup penderita HIV. Menurut
penelitian Kusuma (2011) responden dengan penghasilan keluarga rendah
beresiko
2,021 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibanding responden
dengan penghasilan keluarga tinggi.

Secara umum, orang yang memiliki penghasilan keluarga tinggi dapat


mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Beban ekonomi keluarga
akan bertambah dengan adanya anggota keluarga yang menderita HIV. Meskipun
terdapat program pengobatan dan perawatan gratis, namun keluarga masih
terbebani dengan biaya tak langsung misal biaya transportasi, biaya pengantar,
biaya alat bantu, dan terdapat productivity loss (hilangnya produktivitas pasien
karena sakit). Dengan demikian kualitas hidup orang yang penghasilan
keluarganya tinggi lebih baik dibandingkan orang yang penghasilannya rendah
(Safitri, 2018).

e. Status Marital

Menurut penelitian Nojomi and Ranjbar (2008) status marital merupakan


faktor yang signifikan mempengaruhi kualitas hidup (p=0,014). Hal ini sejalan
dengan penelitian Kusuma (2016) yang menunjukkan ada hubungan yang
Universitas Sriwijaya
25

signifikan antara status marital dan kualitas hidup responden, dimana responden
yang tidak kawin berisiko 2,204 kali untuk memiliki kualitas hidup yang kurang
baik dibandingkan dengan responden yang kawin (p=0,021).

Pasien HIV/AIDS dengan status menikah akan mempunyai harga diri yang
lebih tinggi dan memiliki sumber koping yang adekuat dari pasangannya sehingaa
dapat lebih mengembangkan koping yang adaptif terhadap stressor. Dengan
keberadaan pasangan yang selalu mendampingi dan memberikan dukungan
ataupun bantuan saat pasien mengalami masalah-masalah terkait kondisi
kesehatannya, maka pasien akan merasa lebih optimis dalam menjalani
kehidupannya. Hal ini akan mempengaruhi aspek pada kualitas hidupnya. Maka
dari itu, kualitas hidup pasien dengan status marital lebih baik (Kusuma, 2016).

f. Jenis Kelamin

Menurut penelitian Zhongqiang et al (2014) didapat hasil kualitas hidup yang


lebih baik pada pria daripada wanita. Hal ini sejalan dengan penelitian Abboud et
al (2010) yang menunjukkan bahwa perempuan dengan HIV/AIDS (ODHA)
dilaporkan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan pria.
Dimana perempuan dalam menghadapi stresor lebih menggunakan perasaan
sedangkan pria dengan logika. Ketika pasien wanita didiagnosa HIV, menjalani
pengobatan dalam waktu lama, mengalami gejala komplikasi atau mendapat
tekanan sosial dari lingkungannya akan berpengaruh terhadap status
psikologisnya. Masalah lain yang juga sering dihadapi perempuan berasal dari
keluarga seperti ketakutan dalam penularan virus HIV pada anak, perceraian yang
menyebabkan dirinya harus bekerja atau kehilangan hak asuh anak. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kualitas hidupnya (Abboud et al., 2010).

g. Stigma ODHA

Penelitian yang dilakukan oleh Suniti et al (2012) mengungkapkan bahwa


stigma HIV/AIDS dapat sangat merusak kualitas hidup (QOL) orang yang hidup
dengan HIV. Hal ini terjadi karena ODHA belum membuka diri tentang
statusnya. Stigma tersebut menjadi penghalang ODHA untuk mengungkap
statusnya sehingga berdampak pada perilaku pencegahan HIV, perilaku mencari
perawatan

Universitas Sriwijaya
26

HIV, serta kualitas untuk perawatan dan pengobatan terhadap ODHA. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutabazi-mwesigire et al (2014)
yang menyatakan bahwa masih banyak responden menderita stigma, ketakutan,
pengungkapan dan kemiskinan yang mana akan berdampak negatif terhadap
kualitas hidup mereka (Mutabazi-mwesigire et al., 2014).

Penelitian Lisnawati, Sori and Ismayadi (2016) menunjukkan terdapat


hubungan yang signifikan antara stigma dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS
dengan kekuatan sedang dan arah korelasi negatif yang berarti semakin tinggi
stigma maka semakin rendah kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Responden yang
mengalami stigma selalu khawatir orang lain menilai dirinya tidak baik ketika
mereka mendengar dirinya positif HIV. Secara konsep stigma sangat berpengaruh
terhadap kualitas hidup, karena salah satu dampak dari stigma adalah
penyangkalan atau pembatasan akses pada layanan kesehatan. Bayangan atau
perasaan terstigma internal sangat mempengaruhi upaya pencegahan HIV
(Lisnawati, Sori and Ismayadi, 2016).

h. Lama terapi ARV

Dalam beberapa penelitian dijelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi


kualitas hidup ODHA salah satunya durasi pemberian ART. Pengunaan ARV
pada pasien adalah upaya untuk memperpanjang umur harapan hidup. Semakin
lama ART diberikan, maka diharapkan akhirnya kualitas hidup ODHA semakin
baik. Penelitian Fitri and Fatwa (2017) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara lama terapi ARV dengan kualitas hidup ODHA (p=0,018)
dengan nilai OR=3,04 yang berarti ODHA dengan lama terapi ARV < 2 tahun
berisiko
3,04 kali untuk mengalami kualitas hidup rendah dibandingkan dengan ODHA
dengan lama terapi ARV ≥ 2 tahun.

ARV bekerja melawan infeksi dengan cara memperlambat reproduksi HIV


dalam tubuh. Umumnya ARV efektif digunakan dalam bentuk kombinasi, bukan
untuk menyembuhkan, tetapi untuk memperpanjang hidup ODHA, membuat
mereka lebih sehat dan lebih produktif dengan mengurangi viremia dan
meningkatkan jumlah sel-sel CD4. ODHA yang telah lama mengkonsumsi ARV
mengalami peningkatan skor kualitas hidupnya. ARV terbukti memperpanjang
Universitas Sriwijaya
27

umur harapan hidup ODHA, menjaga kesehatan fisik, serta meningkatkan


manajemen penyakit (Fitri and Fatwa, 2017).

i. Lama menderita HIV

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ethel and Sofro (2016) di Semarang
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lama menderita
dengan kualitas hidup pada domain psikologis pasien HIV/AIDS RSUP Dr.
Kariadi. Kemudian riset oleh Novianti, Parjo and Ariyani, (2015) menyatakan
terdapat hubungan antara lama menderita dengan kualitas hidup pasien
HIV/AIDS. Pasien dengan infeksi HIV lebih lama memiliki kualitas hidup yang
rendah. Semakin lama individu menderita HIV maka tubuh mengalami
imunodefisiensi menghasilkan peningkatan kerentanan terhadap berbagai macam
infeksi, kanker dan penyakit lain. Sehingga semakin lama menderita HIV, kualitas
hidup akan semakin kurang baik. Sebaliknya semakin dini menderita HIV,
kualitas hidupnya akan semakin baik (Novianti, Parjo and Ariyani, 2015).

j. Depresi

Penelitian Betty, Asfriyati and Sri (2019) menunjukkan variabel yang paling
dominan mempengaruhi kualitas hidup penderita HIV di Kota Pematang Siantar
adalah variabel depresi dengan nilai koefisien regresi RP = 37, 653 yang berarti
ODHA yang depresi memiliki kemungkinan 37,6 kali lebih besar menurunkan
kualitas hidupnya dibandingkan dengan ODHA yang tidak depresi. Hal ini
sejalan dengan penelitian Kusuma (2016) didapat hasil nilai OR = 10,35 yang
berarti ODHA yang depresi berisiko 10,35 kali untuk memiliki kualitas hidup
buruk dibandingkan dengan ODHA yang tidak depresi. Hasil uji regresi logistik
menunjukkan responden yang mengalami depresi dan mempersepsikan dukungan
keluarganya non-suportif berisiko untuk memiliki kualitas hidup kurang. Depresi
dapat menyebabkan kesehatan ODHA semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh
adanya modulasi sistem imun dalam keadaan stres berkepanjangan yang
mengakibatkan CD4 semakin berkurang.

Selain itu, pasien yang mengalami depresi cenderung tidak aktif dalam
mencari informasi ataupun berpartisipasi dalam manajemen pengobatan dan
perawatan

Universitas Sriwijaya
28

yang dijalani untuk menjaga derajat kesehatannya. Keadaan depresi sendiri akan
membuat ODHA pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak berharga,
cenderung mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan orang lain. Akibatnya
depresi akan berdampak pada keseluruhan aspek-aspek dalam kehidupan ODHA
sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya (Li et al., 2009).

2.3.4 Kaitan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup ODHA

Dukungan keluarga dapat berupa sikap, tindakan dan penerimaan keluarga


terhadap penderita yang sedang sakit. Dukungan yang diterima oleh ODHA dari
keluarga merupakan dukungan yang sangat berarti bagi ODHA. ODHA merasa
dukungan yang didapatkan dari keluarga merupakan bentuk kepedulian keluarga
terhadap dirinya serta menunjukan ODHA masih dianggap sebagai bagian dari
keluarga walaupun saat ini menderita HIV/AIDS. Dukungan keluarga yang
diterima ODHA juga dapat mengurangi stress akibat berbagai masalah fisik,
psikologis maupun sosial yang sering dihadapi ODHA. Dukungan keluarga dapat
berfungsi sebagai strategi pencegahan untuk mengurangi stress, dengan cara
keluarga memberikan semangat dan motivasi serta menghibur ODHA (Novrianda
et al., 2018).

Menurut Nojomi (2008) dalam Novrianda (2018) dalam penelitiannya, agar


terjadi peningkatan kualitas hidup ODHA harus merasa aman berada di
lingkungan tempat tinggalnya dengan cara keluarga tidak menghindari,
mengasingkan serta tidak menolak keberadaannya, memberikan dukungan kepada
ODHA berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku ataupun materi
sehingga ODHA merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai (Novrianda et al.,
2018).

Berdasarkan penelitian Khairunniza and Nazarwin (2020) menunjukkan


bahwa dukungan keluarga memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas
hidup ODHA dengan nilai PR = 4,26 hal ini berarti kelompok responden dengan
dukungan keluarga rendah berisiko 4,26 kali untuk mengalami kualitas hidup
rendah dibandingkan responden dengan dukungan keluarga tinggi. Hal ini sejalan
dengan penelitian Kusuma (2016) yang menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA. Diperoleh juga
nilai OR = 12,06 yang berarti responden dengan dukungan keluarga non-suportif
Universitas Sriwijaya
29

berisiko 12,06 kali untuk mengalami kualitas hidup rendah dibandingkan


responden dengan dukungan keluarga suportif.

Penelitian lain juga dilakukan di Guangxi Zhuang, China dan didapatkan


hasil bahwa kualitas hidup memiliki hubungan yang positif dari pasien yang
menerima dukungan keluarga dengan nilai (p value = 0,040; OR = 2,74) dimana
pasien dengan dukungan keluarga rendah berisiko 2,74 kali memiliki kualitas
hidup kurang dibandingkan dengan responden dengan dukungan keluarga
rendah (Xu et al.,
2017).

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berhubungan paling dekat


dengan pasien. Maka dari itu, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien
HIV/AIDS sebagai support system yang dapat mendukungnya dalam
mengembangkan respon atau koping yang efektif untuk beradaptasi dengan stresor
yang ia hadapi terkait penyakitnya baik fisik, psikologis dam sosial. Dengan
adanya dukungan keluarga yang adekuat, maka pasien HIV/AIDS juga dapat lebih
menjaga derajat kesehatannya. Sehingga, diketahui lebih lanjut bahwa dukungan
keluarga dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas hidup
penderita HIV/AIDS (Kusuma, 2016).

Menurut Rahakbauw (2016) dukungan yang diberikan oleh keluarga


berpengaruh secara signifikan terhadap kelangsungan hidup ODHA. Dukungan-
dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan emosional, dukungan materi,
dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial. Salah
satu tempat terbaik dalam merawat pasien dengan HIV/ AIDS adalah rumah dan
dikelilingi orang orang tercinta. Dirawat orang terdekat lebih menyenangkan, lebih
akrab dan membuatnya bisa mengatur hidupnya sendiri. Penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan orang yang terinfeksi HIV akan cepat membaik dengan
kenyamanan keluarga, dukungan teman dan orang orang yang dicintainya. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat utama
ODHA maupun anggota keluarga yang lainnya dalam melewati masa-masa kritis,
dan keluarga juga memberikan dorongan bagi individu untuk dapat melihat hidup
lebih berarti dan berguna bagi dirinya maupun orang lain (Rahakbauw, 2016).

Universitas Sriwijaya
30

2.4 Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Judul Metode Penelitian Hasil
1. Hubungan Dukungan D : Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan
Keluarga Dengan Kualitas bahwa ada hubungan antara
Hidup Odha Di Yayasan S : 70 orang dukungan keluarga dengan
Pelita Ilmu Tahun 2020 V : Independen : dukungan kualitas hidup ODHA di
keluarga. Dependen : kualitas Yayasan Pelita Ilmu tahun
(Khairunniza, Nazarwin
hidup 2020 dengan nilai p value
Saputra, 2020)
0,009 dan PR 4,26 (95% CI:
I : Kuesioner 1,537-11,476)
A : Univariat dan Bivariat

2. Hubungan Status D: Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan


Sosioekonomi dan tidak ada hubungan antara
Dukungan Keluarga dengan S: 93 orang tingkat pendidikan (p =
Kualitas Hidup ODHA V: Independen : tingkat 0,141), status pekerjaan (p =
pendidikan, status pekerjaan, 1,000), dan penghasilan (p =
(Indah Maya Safitri, 2018)
penghasilan, dukungan keluarga. 0,678) dengan kualitas hidup
Dependen : kualitas hidup ODHA. Sementara itu terdapat
hubungan signifikan antara
I : Kuesioner dukungan keluarga (P =
0,030) dengan kualitas hidup
A : Univariat dan Bivariat
ODHA

3. Faktor yang mempengaruhi D : Cross sectional Terdapat hubungan yang


kualitas hidup orang dengan signifikan antara variabel
HIV/AIDS (ODHA) di Kota S : 100 orang tingkat pendidikan (p=0,007:
Kupang V : Independen : jenis kelamin, OR=4,55), lama terapi ARV
usia, pekerjaan, pendidikan, (p=0,009: OR = 2,91) dan
(Fitri Handayani, Fatwa Sari
pendapatan, status perkawinan, stigma (p=0,01 ; OR=5,57)
Tetra Dewi, 2017)
kepatuhan minum obat, lama dengan kualitas hidup ODHA.
terapi ARV, stigma. Dependen : Tidak terdapat hubungan yang
kualitas hidup signifikan antara jenis
kelamin, usia, status
I : Kuesioner pernikahan, pendapatan dan
kepatuhan minum obat.
A : Univariat dan Bivariat

4. Faktor-Faktor Yang D : Cross sectional Hasil analisis menunjukkan


Mempengaruhi Kualitas terdapat hubungan yang
Hidup Pasien HIV/AIDS S : 92 orang signifikan antara variabel
Yang Menjalani Perawatan V : Independen :depresi, jenis depresi (p=0,000), dukungan
di RSUPN Cipto kelamin, pekerjaan, pendidikan, keluarga (p=0,000), jenis
Mangunkusumo Jakarta penghasilan, status marital, kelamin (p=0,009),
stadium klinis penyakit, dukungan pendidikan (p=0,048), status
(Henni Kusuma, 2016)
keluarga. Dependen : kualitas marital (p=0,021), pekerjaan
hidup (p=0,047), penghasilan
(p=0,041) dan stadium klinis
I : Kuesioner penyakit (p=0,000).

Universitas Sriwijaya
31

No. Judul Metode Penelitian Hasil


A : Univariat, Bivariat dan Berdasarkan analisis
Multivariat multivariat, dukungan
keluarga adalah faktor yang
paling dominan dengan
kualitas hidup dengan nilai
OR=12,06 setelah dikontrol
variabel konfounding yaitu
jenis kelamin, status marital
dan stadium klinis penyakit.

5. The Correlation between D : Cross sectional Terdapat hubungan signifikan


Family Support and Quality antara dukungan keluarga
of Life in Mothers with S : 30 orang (p=0,026) dengan kualitas
Positive HIV in Surabaya V : Independen : dukungan hidup ibu positif HIV dengan
keluarga. Dependen : kualitas koefisien korelasi (r) sebesar
(Ika Nur Pratiwi, 0,48 menunjukkan keeratan
Purwaningsih, Sevina hidup
hubungan moderat.
Ramahwati, 2019) I : Kuesioner

A : Univariat dan Bivariat dengan


uji korelasi Spearman Rank

6. Family Support, D : Cohort Dari hasil penelitian didapat


Discrimination, And Quality skor keseluruhan kualitas
Of Life Among ART- S : 332 orang hidup memiliki hubungan
Treated HIV-Infected V : Independen : demografi dan yang positif dari pasien yang
Patients: A Two-Year Study sosial ekonomi, dukungan menerima dukungan keluarga
In China keluarga dan diskriminasi. (OR = 2.74, P = 0.040), tidak
Dependen : kualitas hidup merasa didiskriminasi oleh
(Jun-Fang Xu, Zhong-Qiang keluarga atau oleh pasien
Ming, Yu-Qian Zhang, Pei- I : Kuesioner sendiri (OR = 1.3, P = 0.041),
Cheng Wang, Jun Jing and dan tidak pernah mengalami
Feng Cheng, 2017) A : Univariat dan GEE
ketakutan ditinggalkan oleh
(Generalized estimating
keluarga (OR = 2.05, P =
equations)
0.025).

7. Hubungan Dukungan D : Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan


Emosional Keluarga nilai (p value 0,017, p <0,05)
Terhadap Kualitas Hidup S : 35 orang terdapat hubungan antara
Penderita HIV-AIDS Di V : Independen : dukungan dukungan emosional keluarga
Yayasan Victory Plus keluarga. Dependen : kualitas dengan kualitas hidup pasien
Yogyakarta hidup HIV/AIDS dengan koefisien
korelasi (r) sebesar 0,401
(Wijang Saputra, 2019) I : Kuesioner menunjukkan keeratan
hubungan moderat.
A : Univariat dan Bivariat dengan
uji korelasi Spearman Rank

8. Determinan Quality of Life D : Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan


Orang dengan HIV dan bahwa nilai stigma (p=0,002),
AIDS (ODHA) S : 206 orang depresi (p=0,001), dukungan
V : Independen : stigma, depresi, sosial (p=0,002), kepatuhan
(Acce Basri, 2018) terapi ARV (p=0,024) artinya,
dukungan sosial dan kepatuhan
keempat faktor tersebut

Universitas Sriwijaya
32

No. Judul Metode Penelitian Hasil


terapi ARV. Dependen : kualitas berpengaruh terhadap kualitas
hidup hidup ODHA. Stigma
merupakan variabel yang
I : Kuesioner
paling kuat pengaruhnya
A : Univariat, Bivariat p value terhadap kualitas hidup
dan multivariat dengan regresi ODHA.
logistik berganda

Universitas Sriwijaya
32

2.5 Kerangka Teori


Faktor Predisposisi1
1 Usia5 Perilaku dan
2 Jenis Kelamin4 Gaya Hidup1
3 Persepsi HIV 1. Depresi8
4 Pengetahuan 2. Pemanfaatan
5 Pendidikan4 ARV
Pendidikan Status Kualitas Hidup2
Kesehatan Kesehatan
Faktor Penguat1
1. Akses Pelayanan
2. Tenaga Profesional Lingkungan1
3. Pedoman Program 1. Stigma4
4. Sarana dan Prasarana 2. Dukungan3
Keluarga
3. Dukungan
Sosial Klinis
Kebijakan Demografi
1. Stadium klinis 4
Regulasi 2. Lama terapi ARV6 1. Pekerjaan
Faktor Pendorong1 2. Status marital4
Organisasi 1. Sikap Petugas 3. Lama menderita
HIV7 3. Penghasilan4
Kesehatan
2. Dukungan Sosial 4. Infeksi oportunistik
3. Dukungan Keluarga3

Gambar 2.1 Kerangka Teori :


Sumber : Modifikasi teori Precede Proceed Lawrence Green (1980)1,World Health Organization (2002)2, Sarafino (1998)3, Fitri and Fatwa (2017)4 , Kartika (2019)5,
Arjun et al., (2017)6, Novianti et al., (2014)7, Eshetu et al., (2015)8.
33

2.6 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah sebuah model yang secara konseptual berhubungan
dengan cara peneliti dalam menyusun suatu teori dan mengkaitkannya secara logis
dari berbagai faktor yang diangkat untuk dijadikan suatu masalah penelitian
(Masturoh and Nauri, 2018). Adapun kerangka konsep yang akan digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen


Dukungan Keluarga Kualitas Hidup

Variabel Confounding
1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Jenis kelamin
5. Penghasilan
6. Status marital
7. Lama menderita
HIV
8. Lama terapi ARV
9. Stigma ODHA
10. Depresi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sriwijaya
34

2.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti secara operasional di lapangan. Definisi operasional dibuat
untuk memudahkan pada pelaksanaan pengumpulan data dan pengolahan serta analisis data (Masturoh and Nauri, 2018). Adapun
penjelasan operasional dari variabel yang diteliti dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

Variabel Dependen
1. Kualitas Hidup Penilaian responden terhadap Wawancara Kuesioner Ordinal Skor berentang 4-20. Pengkategorian
kondisi kehidupannya saat ini WHOQOL-HIV berdasarkan rata-rata jumlah total skor
pada berbagai aspek kehidupan BREF dari 6 domain.
diantaranya kesejahteraan fisik,
kesejahteraan psikologis, 1. Kualitas hidup kurang baik (skor <
hubungan sosial, lingkungan, mean 13,82)
tingkat kemandirian, dan 2. Kualitas hidup baik (skor ≥ mean
kesejahteraan spiritual. 13,82)

Variabel Independen
2. Dukungan Keluarga Dukungan yang diterima oleh Wawancara Kuesioner Ordinal Skor total berentang 18-90.
ODHA dari anggota keluarga Pengkategorian menggunakan rumus
(keluarga inti: suami, istri dan cut off point 75% dari total skor (90):
anak serta keluarga kandung baik
ayah, ibu, adik dan kakak yang 1. < 67,5 dukungan rendah
35

ikut merawat selama sakit) berupa 2. ≥ 67,5 dukungan tinggi


dukungan informasi, emosional,
(Arikunto, 2002)
instrumental dan penghargaan.
Variabel Confounding

3. Usia Satuan waktu yang mengukur Wawancara Kuesioner Ordinal 1. ≥ 30 tahun


waktu keberadaan seseorang yang
dihitung dari waktu kelahiran 2. < 30 tahun
sampai waktu penelitian
(Kartika, 2019)

4. Jenis kelamin Gender responden yang dibawa Wawancara Kuesioner Nominal 1. Perempuan
sejak lahir
2. Laki-laki

(Fitri and Fatwa, 2017)

5. Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Pendidikan rendah (Tidak sekolah –
responden yang ditempuh hingga SMP)
tamat
2. Pendidikan tinggi (SMA– perguruan
tinggi)

(Fitri and Fatwa, 2017)

6. Status marital Kondisi ikatan pernikahan ketika Wawancara Kuesioner Nominal 1. Belum Menikah
wawancara berlangsung
2. Janda/Duda

3. Menikah

(Fitri and Fatwa, 2017)


36

7. Pekerjaan Ada atau tidaknya pekerjaan yang Wawancara Kuesioner Nominal 1. Tidak Bekerja
dilakukan responden untuk
2. Bekerja
mendapatkan penghasilan
(Fitri and Fatwa, 2017)

8. Penghasilan Tingkat penghasilan per bulan Wawancara Kuesioner Ordinal 1. < UMR (Rp. 3.270.093)
berdasarkan garis kemiskinan
2. ≥ UMR (Rp. 3.270.093)
dengan pendekatan standar
minimal pendapatan keluarga (Fitri and Fatwa, 2017)
(senilai dengan UMR Kota
Palembang)

9. Stigma ODHA Cap atau pandangan buruk yang Wawancara Kuesioner Berger Ordinal Skor total berentang 25-125.
diterima ODHA selama menjadi HIV Stigma Scale Pengkategorian menggunakan rumus
penderita HIV/AIDS cut off point 75% dari total skor (125):

1. ≥ 93,75 stigma tinggi

2. < 93,75 stigma rendah

(Arikunto, 2002)

10. Lama menderita HIV Rentang waktu sejak didiagnosa Wawancara Kuesioner Ordinal 1. < 5 tahun
terinfeksi HIV hingga penelitian
2. ≥ 5 tahun
ini berlangsung
(Novianti et al., 2014)

11. Lama terapi ARV Satuan waktu yang mengukur Wawancara Kuesioner Ordinal 1. < 1 tahun
waktu keberadaan seseorang yang
2. ≥ 1 tahun
dihitung dari waktu awal
(Arjun et al., 2017)
37

menggunakan terapi ARV hingga


penelitian berlangsung

12. Depresi Keadaan psikologis yang Wawancara Kuesioner PHQ-9 Ordinal 1. Depresi (Skor 5-27)
responden rasakan dalam dua 2. Tidak Depresi (Skor 0-4)
minggu terakhir
(Eshetu, Meseret and Gizachew, 2015)
38

2.8 Hipotesis

a. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup Orang


dengan HIV/AIDS (ODHA).

b. Ada hubungan antara usia dengan kualitas hidup Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA).

c. Ada hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA).

d. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kualitas hidup Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA).

e. Ada hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA).

f. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA).

g. Ada hubungan antara status marital dengan kualitas hidup Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA).

h. Ada hubungan antara stigma ODHA dengan kualitas hidup Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA).

i. Ada hubungan antara lama menderita HIV dengan kualitas hidup Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA).

j. Ada hubungan antara lama terapi ARV dengan kualitas hidup Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA)

k. Ada hubungan antara depresi dengan kualitas hidup Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA)

l. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup Orang


dengan HIV/AIDS (ODHA) setelah dikontrol variabel confounding
seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status
marital,
lama terapi ARV, lama menderita HIV, stigma dan depresi.

Universitas Sriwijaya
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik deskriptif dengan menggunakan


desain studi cross sectional (potong lintang) dengan metode kuantitatif untuk
mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup orang dengan
HIV/AIDS (ODHA). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer.

Desain penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang


mempelajari korelasi antara paparan atau faktor risiko (independen) dengan akibat
atau efek (dependen), pengumpulan data dilakukan bersamaan secara serentak
dalam satu waktu antara faktor risiko dengan efeknya, artinya semua variabel baik
variabel independen dan variabel dependen diobservasi pada waktu yang
bersamaan (Masturoh and Nauri, 2018).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2010), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri


atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Penelitian hanya dapat dilakukan pada populasi yang jumlahnya terhingga saja.
Terdapat beberapa tingkatan dalam pemilihan subjek penelitian, diantaranya yaitu
populasi target, populasi sumber, subjek yang memenuhi syarat peneliti, subjek
dalam studi dan partisipasi studi (Najmah, 2011).

Populasi Target
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di
Provinsi Sumatera Selatan

Populasi Sumber
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di
Kota Palembang

39
40

Populasi Studi
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di
Komunitas Sriwijaya Plus, RSMH, Puskesmas
Dempo & Sukarami

Gambar 3.1 Diagram Alur Pemilihan Populasi Penelitian


Populasi target dalam penelitian ini adalah ODHA di Provinsi Sumatera
Selatan. Jumlah populasi target per Desember 2020 ada sebanyak 1522 orang.
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ODHA di Kota Palembang.
Jumlah populasi terjangkau per Desember 2020 ada sebanyak 1.154 orang.
Populasi studi dalam penelitian ini adalah semua ODHA yang tergabung dalam
Komunitas Sriwijaya Plus, RSMH, Puskesmas Dempo dan Puskesmas Sukarami.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Pengambilan sampel dapat dilakukan secara random dan non
random. Sampel yang dikehendaki merupakan bagian dari populasi target yang
akan diteliti secara langsung. Kelompok ini memiliki kriteria inklusi dan kriteria
ekslusi. Sedangkan sampel yang diteliti adalah subyek yang pasti ikut serta dan
diteliti, kelompok ini merupakan bagian dari sampel yang dikehendaki dikurangi
dengan dropout (Sastroasmoro and Ismael, 2011). Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh ODHA yang tergabung di dalam Komunitas Sriwijaya Plus
sebanyak 110 sampel, Puskesmas Dempo sebanyak 17 sampel, Puskesmas
Sukarami sebanyak 13 sampel dan RSMH sebanyak 104 sampel yang masuk ke
dalam kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu :

1. ODHA yang mendapatkan terapi ARV


2. ODHA yang mampu berkomunikasi dengan baik
3. Bersedia menjadi responden penelitian

Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu :

Universitas Sriwijaya
41

1. ODHA yang terganggu kejiwaannya sehingga dapat menghalangi dalam


memahami dan mengisi kuesioner.
2. ODHA yang mengalami ketidaknyaman fisik seperti pusing dan nyeri saat
penelitian berlangsung sehingga tidak memungkinkan untuk melanjutkan
pengisian kuesioner.

3.2.3 Perhitungan Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan data primer untuk itu perlu dilakukan


perhitungan sampel minimal untuk mengestimasi sampel yang dibutuhkan dalam
penelitian ini. Besar atau jumlah sampel minimal dalam penelitian ini dihitung
dengan menggunakan rumus Lemeshow et al (1990) dengan menggunakan rumus
uji hipotesis dua proporsi dengan studi cross sectional. Perhitungan sampel
minimal
pada penelitian ini yaitu :

{Z1−�/2 √2𝑃̅(1 − 𝑃̅) + Z1−𝛽 √��1(1 − ��1) + ��2(1 − ��2)}2


n=
(��1 − ��2)2

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

𝑃̅ = Proporsi rata-rata ( P1+ P2 /2)

P1 = Proporsi dukungan keluarga rendah pada kualitas hidup kurang baik (Suleiman et
al.,
2015) = 0,77

P2 = Proporsi dukungan keluarga tinggi pada kualitas hidup kurang baik (Suleiman et al.,
2015) = 0,55

Z1-α/2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan alpha 5% = 1,96

Z1-𝛽 = Nilai Z pada kekuatan uji 80% = 0,84

Berdasarkan penggunaan rumus diatas untuk menghitung sampel, maka


peneliti mencantumkan jumlah sampel berdasarkan penelitian terkait yang pernah
dilakukan sebelumnya. Penelitian sebelumnya terkait hubungan dukungan
keluarga terhadap kualitas hidup ODHA yang akan menjadi penentu besar sampel
pada penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut.

Universitas Sriwijaya
42

Tabel 3.1 Perhitungan Besar Sampel Minimal

Variabel P1 P2 N 2n Referensi

0,68 0,33 31 62 (Khairunniza and Saputra,


2020)
Dukungan
Keluarga 0,77 0,55 72 144 (Suleiman et al., 2015)

0,83 0,41 20 40 (Pakpahan, 2014)

Jumlah sampel minimal penelitian ini didasarkan pada penelitian Suleiman


et al., (2020). Berdasarkan hasil perhitungan sampel di atas, maka sampel minimal
yang dibutuhkan oleh peneliti sebesar 72 sampel untuk masing-masing kelompok.
Maka, total sampel minimal pada penelitian ini adalah 144. Untuk mengantisipasi
terjadinya drop out dan missing data maka dilakukan penambahan 10%
(Sastroasmoro and Ismael, 2011) maka besar sampel yang diperlukan :

n1(1−�)
=
144
n1=
(1−0,1)
n1= 160

Keterangan :
n1 = jumlah subjek yang dihitung
n = jumlah sampel minimal
f = perkiraan proporsi drop out 10%
Dengan demikian, total sampel seluruhnya pada penelitian ini ialah 160
sampel. Namun, dalam penelitian ini menggunakan seluruh sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yakni sebanyak 244 sampel.

3.2.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah


dengan teknik Non Probability Sampling yaitu teknik Purposive Sampling. Teknik

Universitas Sriwijaya
43

purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada


suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan
sifat-sifat populasi yang tidak diketahui sebelumnya (Masturoh and Nauri, 2018).
Pengambilan sampel dilakukan di Komunitas Sriwijaya Plus dan RSMH,
Puskesmas Dempo dan Puskesmas Sukarami.

3.3 Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data


3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data
dikumpulkan melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Variabel dependen yang hendak diteliti adalah kualitas hidup
pada ODHA. Sedangkan variabel independen yang hendak diteliti adalah
dukungan keluarga.

3.3.2 Cara Pengumpulan data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara dengan


menggunakan instrumen kuesioner.

3.3.3 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuesioner
yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai variabel-variabel yang akan diteliti.
Kuesioner terdiri atas beberapa bagian.

1. Kuesioner Demografi

Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai karakteristik


responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, status marital, lama menderita HIV, lama terapi ARV dan stigma
ODHA.

2. Kuesioner Dukungan Keluarga

Kuesioner dukungan keluarga di peroleh dari penelitian Henni Kusuma (2011)


yang dimodifikasi oleh peneliti terdiri dari 18 pertanyaan dengan skala Likert 1-5.
Dimana pertanyaan nomor (1-5) dukungan emosional, (6-9) dukungan
instrumental, (10-13) dukungan informasi dan (14-18) dukungan penghargaan.

Universitas Sriwijaya
44

Masing-masing dari pertanyaan tersebut terdapat 5 alternatif jawaban yaitu selalu


(5) , sering (4), kadang-kadang (3) jarang (2), dan tidak pernah (1). Skor total
berentang antara 18-90 yang dikategorikan berdasarkan rumus dari Arikunto
(2002) yakni cut of point 75% dari total skor (72), dengan hasil: < 67,5 dukungan
rendah dan ≥ 67,5 dukungan tinggi.

3. Kuesioner Depresi

Bagian ketiga berisi pertanyaan mengenai depresi yang dirasakan oleh


ODHA sebanyak 9 pertanyaan menggunakan kuesioner PHQ-9 (Patient Health
Questionnaire-9). Jawaban dari kuesioner tersebut masing-masing akan diberi skor
yaitu, tidak pernah (0), beberapa hari (1), lebih dari seminggu (2), dan hampir
setiap hari (3). Setelah menjumlahkan seluruhnya maka akan dikategorikan
menjadi :

 Skor 0-4 dikategorikan tidak depresi


 Skor 5-9 dikategorikan depresi ringan
 Skor 10-14 dikategorikan depresi sedang
 Skor 15-19 dikategorikan depresi berat
 Skor 20-27 dikategorikan depresi berat sekali

Status depresi pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu


tidak depresi dan depresi. Skor (5-27) dikategorikan sebagai depresi dan skor (0-4)
dikategorikan sebagai tidak depresi (Eshetu, Meseret and Gizachew, 2015).

4. Kuesioner Stigma ODHA

Instrumen yang digunakan untuk mengukur perceived stigma pada ODHA


adalah kuesioner modifikasi Berger HIV Stigma Scale yang sudah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dan diuji validitas dan reliabilitasnya oleh Nurdin
(2013). Instrumen ini menilai stigma pada ODHA melalui 4 faktor yakni
personalized stigma (12 soal), disclosured (4 soal), public attitudes (6 soal),
negative self-images (4 soal). Dimana terdapat satu butir soal yang sama pada
faktor personalized stigma dan public attitudes yakni soal nomor 20. Kuesioner ini
terdiri dari 25 pertanyaan dengan bentuk pertanyaan positif (favorable) dan negatif
(unfavourable) menggunakan skala likert. Masing-masing dari pertanyaan tersebut
terdapat 5 alternatif jawaban yaitu sangat setuju (5) , setuju (4), kurang setuju (3)
Universitas Sriwijaya
45

tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Skor total berentang antara 25-125
yang dikategorikan berdasarkan rumus dari Arikunto (2002) yakni cut of point
75% dari total skor (125), dengan hasil: ≥ 93,75 stigma tinggi, dan <93,75 stigma
rendah.

5. Kuesioner Kualitas Hidup

Bagian kelima berisi pertanyaan mengenai kualitas hidup sebanyak 31


pertanyaan menggunakan kuesioner WHOQOL-HIV BREF (World Health
Organization Quality of Life-HIV Bref). WHOQOL-HIV BREF adalah instrumen
yang dikembangkan oleh WHO khusus untuk mengkaji kualitas hidup pada
penderita HIV/AIDS. Dimana alat ukur ini mengandung 2 pertanyaan tentang
kualitas hidup dan kesehatan secara umum dan 6 aspek domain diantaranya
domain kesehatan fisik, domain psikologis/emosional, domain
fungsional/kemandirian, domain kesejahteraan sosial, domain kepuasan
lingkungan dan domain kesejahteraan spiritual. Skala likert ini terbagi menjadi
tiga bagian, yakni bagian yang mengukur kualitas (quality), kepuasan
(satisfaction), serta frekuensi (frequency). Ketiga bagian ini sama-sama memiliki
skor 1-5 namun dengan pilihan jawaban yang berbeda-beda.

Tabel 3.2 Distribusi Nilai Skala Likert WHOQOL-HIV Bref

Kelompok skala Favourable Unfavourable

Kualitas : Sangat buruk, Sangat baik = 5 Sangat baik = 1


Buruk, Biasa saja, Baik, Baik = 4 Baik = 2
Sangat baik Biasa saja = 3 Biasa saja = 3
Buruk = 2 Buruk = 4
Sangat buruk = 1 Sangat buruk = 5

Kepuasan : Sangat tidak Sangat puas = 5 Sangat puas = 1


puas, Tidak puas, Biasa Puas = 4 Puas = 2
saja, Puas, Sangat puas Biasa saja = 3 Biasa saja = 3
Tidak puas = 2 Tidak puas = 4
Sangat tidak puas = 1 Sangat tidak puas = 5

Universitas Sriwijaya
46

Kelompok skala Favourable Unfavourable


Frekuensi : Tidak sama Sangat banyak Sangat banyak
sekali, sedikit, sedang, sekali = 5 sekali = 1
banyak, sangat banyak Banyak = 4 Banyak = 2
sekali Sedang = 3 Sedang = 3
Sedikit = 2 Sedikit = 4
Tidak sama sekali = 1 Tidak sama sekali = 5

Semua skoring ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor yang


ditunjukkan individu menunjukkan semakin tingginya tingkat kualitas hidup yang
dimiliki individu, dan begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh
individu menunjukkan tingkat kualitas hidup individu yang semakin rendah.

Tabel 3.3 Distribusi Item Skala WHOQOL-HIV BREF

Aspek Kualitas Hidup Pertanyaan Total

Favourable Unfavourable

Domain Fisik 14,21 3,4 4

Domain Psikologis 6,11,15,24 31 5

Domain Fungsional 20,22,23 5 4

Domain Sosial 17,25,26,27 - 4

Domain Lingkungan 12,13,16,18, 8


19,28,29,39
Domain Spiritual 7 8,9,10 4

Tabel 3.4 Perhitungan Domain Kuesioner WHOQOL-HIV Bref

Universitas Sriwijaya
47

Transformed
Persamaan untuk menghitung skor Raw scores
domain score

1. Domain 1 (6-Q3) + (6-Q4) + Q14 + Q21


Fisik
☐+☐+☐+☐

2. Domain 2 Q6 + Q11 + Q15 +Q24 + (6-Q31)


Psikologis
☐+☐+☐+☐+☐

3. Domain 3 (6-Q5) + Q20 + Q22 + Q23


Fungsional
☐+☐+☐+☐

4. Domain 4 Q17 + Q25 + Q26 + Q27


Sosial
☐+☐+☐+☐

5. Domain 5 Q12 + Q13 + Q16 + Q18 + Q19 +


Lingkungan Q28 + Q29 + Q30

☐+☐+☐+☐+☐+☐+☐+☐

6. Domain 6 Q7 + (6-Q8) + (6-Q9) + (6-Q10)


Spiritual
☐+☐+☐+☐

Tabel di atas merupakan tabel perhitungan untuk variabel kualitas hidup yang
diadaptasi dari WHO. Skor tiap domain berentang antara 4-20. Pengkategorian
berdasarkan total skor 6 domain. Kualitas hidup dikelompokkan menjadi dua
yakni kualitas hidup kurang baik (skor < mean 13,82) dan kualitas hidup baik
(skor ≥ mean 13,82).

3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan lanjutan dari pengumpulan data yang telah
dilakukan oleh peneliti. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software

Universitas Sriwijaya
48

pengolahan data statistik. Tahap-tahap dalam proses pengolahan data adalah


sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010) :

1. Editing
Tindakan atau upaya untuk pengecekan dan pemeriksaan instan hasil dari data
yang diperoleh atau dikumpulkan dari lapangan sehingga tidak terdapat
kesalahan.
2. Coding
Menggolongkan data menurut macamnya. Hasil jawaban kuesioner dari para
responden diubah atau dikelompokkan dalam kategori-kategori menjadi angka
atau bilangan yang sesuai dengan cara ukur.
3. Entry
Data yang telah dilakukan editing dan coding selanjutnya akan dimasukkan
atau
entry ke dalam program pengolahan data yaitu SPSS for window.
4. Cleaning
Pengecekan kembali data dari setiap sumber data atau responden yang telah
selesai dimasukkan guna memperhatikan apakah ada data yang missing atau
terjadi kekeliruan pada saat pengkodean, ketidaklengkapan dan sebagainya lalu
dilakukan perbaikan.
3.5 Validitas dan Reliabilitas Data

Sebelum melakukan penelitian, instrumen penelitian yang kita gunakan perlu


dilakukan uji coba. Uji coba ini dilakukan untuk memastikan bahwa instrumen
yang digunakan memiliki validitas dan reliabilitas. Validitas mempunyai arti
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur data.
Suatu pernyataan dikatakan valid bila skor pernyataan tersebut berkorelasi secara
signifikan dengan skor totalnya. Sedangkan reliabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh hasil pengukuran tetap sama dan konsisten apabila
dilakukan pengukuran pada penelitian lain dengan kondisi yang sama. Suatu
instrumen dikatakan reliabel apabila koefisien reliabilitas penelitian berada pada
rentang 0 – 1. Semakin perhitungan reliabilitas mendekati angka 1, maka semakin
tinggi pula reliabilitas dari instrumen tersebut. Perhitungan reliabilitas dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran Cronbach Alpha melalui
aplikasi pengolah data seperti SPSS (Najmah, 2011).
Universitas Sriwijaya
49

a. Kuesioner Dukungan Keluarga

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dukungan keluarga


menggunakan kuesioner dukungan keluarga dari penelitian Henni Kusuma
(2011). Kuesioner ini terdiri dari 18 pertanyaan dengan nilai Cronbach Alpha
0,883 (≥0,7). Hasil ini menunjukkan instrumen valid dan reliabel untuk
digunakan.

Kuesioner dukungan keluarga Henni Kusuma (2011) kemudian dilakukan uji


validitas dan reliabilitas kembali dalam penelitian Betty Saurina tahun (2018) dan
didapat nilai koefisien Cronbach Alpha 0,971 (≥0,7). Hasil ini menunjukkan
instrumen tersebut valid dan reliabel untuk digunakan. Kuesioner dukungan
keluarga kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas kembali oleh peneliti di
Puskesmas Dempo dan Puskesmas Sukarami dan hasilnya terlampir di 3.6 Hasil
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner.

b. Kuesioner Depresi (PHQ-9)

Kuesioner yang digunakan untuk mengukur tingkat depresi adalah kuesioner


PHQ-9 (Patient Health Questionnaire-9). Kuesioner PHQ-9 berisikan 9
pertanyaan yang masing-masingnya difokuskan pada gejala-gejala depresi dalam
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder). Kuesioner ini
memiliki sensitivitas 75% dan spesifikasi 90% ketika dievaluasi terhadap kriteria
diagnostik. Uji validitas telah dilakukan oleh Kroenke et al (2001) pada 6000
responden dan didapat nilai Cronbach Alpha sebesar 0,812 (≥0,6). Di Indonesia
telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh Fatimah (2014) untuk kuesioner
PHQ-9 dan didapatkan nilai Cronbach Alpha 0,714 (≥0,6) sehingga dapat
disimpulkan kuesioner tersebut valid dan reliabel.

c. Kuesioner Stigma pada ODHA (Berger HIV Stigma Scale)

Kuesioner yang digunakan untuk mengukur skala stigma pada ODHA adalah
kuesioner modifikasi versi singkat Berger HIV Stigma Scale yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang terdiri dari 25 item. Uji validitas
dan reliabilitas telah dilakukan oleh Berger et al (2001) dan didapat nilai
Cronbach Alpha sebesar 0,96. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner Berger HIV

Universitas Sriwijaya
50
Stigma Scale versi Bahasa Indonesia (40 item) yang dilakukan oleh Nurdin
(2013) didapat

Universitas Sriwijaya
51

nilai Cronbach Alpha 0,94. Sedangkan uji validitas dan reliabilitas versi singkat
kuesioner Berger HIV Stigma Scale versi Bahasa Indonesia yang terdiri dari 25
item didapat nilai Cronbach Alpha 0,93.

d. Kuesioner Kualitas Hidup (WHOQOL-HIV BREF)

Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah kuesioner


WHOQOL-HIV Bref. Kuesioner ini sudah teruji secara internasional dan
memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi dengan nilai Cronbach Alpha nilai
r = 0,86. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan Nanda et al (2017) pada jurnal
yang berjudul “Uji Kesahihan dan Keandalan Kuesioner World Health
Organization Quality of Life-HIV Bref dalam Bahasa Indonesia untuk Mengukur
Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS” didapat hasil uji validitas dengan nilai
koefisien korelasi kuat (r= 0,60
– 0,79) dan uji reliabilitas dengan nilai Cronbach Alpha berada pada kategori
sedang dan baik (0,513-0,798), sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner ini
valid dan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian ini.

3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas


3.6.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Pertanyaan Dukungan Keluarga
No. Pertanyaan R Hitung R Tabel Keterangan

Dukungan Emosional

1. Keluarga mendampingi 0,923 0,361 Valid


Anda dalam menjalani
perawatan
2. Keluarga mengajak 0,890 0,361 Valid
Anda membicarakan
masalah yang sedang
Anda hadapi tanpa
diminta
3. Keluarga tetap 0,870 0,361 Valid
menyayangi Anda
selama Anda sakit

Universitas Sriwijaya
51

No. Pertanyaan R Hitung R Tabel Keterangan

4. Keluarga memberikan 0,760 0,361 Valid


perhatian yang baik
setiap Anda
membutuhkan bantuan
5. Keluarga menghibur 0,753 0,361 Valid
Anda saat Anda sedang
sedih dengan masalah
yang Anda hadapi
Dukungan Instrumental

6. Keluarga menyediakan 0,943 0,361 Valid


waktu dan fasilitas jika
Anda memerlukan untuk
keperluan pengobatan
7. Keluarga sangat 0,940 0,361 Valid
berperan aktif dalam
pengobatan dan
perawatan sakit Anda
8. Keluarga bersedia 0,871 0,361 Valid
membiayai perawatan
dan pengobatan Anda
9. Keluarga siap membantu 0,929 0,361 Valid
Anda dalam melakuan
aktivitas sehari-hari bila
Anda tidak mampu
melakukannya sendiri
saat sedang sakit
Dukungan Informasi
10. Keluarga memberitahu 0,908 0,361 Valid
tentang hasil
pemeriksaan dan
pengobatan dari

Universitas Sriwijaya
52

No. Pertanyaan R Hitung R Tabel Keterangan

dokter/perawat yang
merawat Anda
11. Keluarga mengingatkan 0,893 0,361 Valid
Anda untuk minum obat
dan istirahat yang cukup
12. Keluarga menjelaskan 0,956 0,361 Valid
kepada anda setiap Anda
bertanya tentang hal-hal
yang tidak jelas tentang
penyakit Anda
13. Keluarga berusaha untuk 0,937 0,361 Valid
mencari informasi
tentang pengobatan yang
Anda terima
Dukungan Penghargaan
14. Keluarga memberi 0,945 0,361 Valid
pujian kepada Anda bila
Anda melakukan anjuran
yang diberikan oleh
tenaga kesehatan
15. Keluarga melibatkan 0,954 0,361 Valid
Anda dalam
pengambilan keputusan
mengenai pengobatan
yang akan Anda jalani
16. Keluarga melibatkan 0,862 0,361 Valid
Anda dalam
pengambilan keputusan
tentang hal-hal yang
menyangkut masalah
keluarga

Universitas Sriwijaya
53

No. Pertanyaan R Hitung R Tabel Keterangan

17. Keluarga melibatkan 0,478 0,361 Valid


Anda dalam aktivitas
sosisal
18. Keluarga tidak melarang 0,559 0,361 Valid
Anda untuk
berhubungan dengan
teman
Berdasarkan tabel 3.6 diketahui bahwa semua item pertanyaan pada variabel
dukungan keluarga memiliki R hitung ≥ R tabel maka dapat disimpulkan bahwa
item pertanyaan tersebut valid.

3.6.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner


Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

Dukungan Keluarga 0,981 Reliabel

Berdasarkan tabel 3.7 diketahui bahwa hasil reliabilitas untuk pertanyaan


dukungan keluarga berdasarkan Cronbach’s Alpha dinyatakan reliabel karena nilai
Cronbach’s Alpha ≥ 0,6.

3.7 Analisis Data

3.7.1 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini melalui tahapan-tahapan


sebagai berikut :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis dengan tujuan untuk medeskripsikan


karakteristik dan faktor risiko. Bentuk analisis tergantung dari jenis variabel,
untuk data numerik menggunakan nilai mean, median, dan standar deviasi
(Notoatmodjo,
2010). Umumnya hasil dari analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentase
dari tiap variabel dan disajikan dalam bentuk tabel dan teks sebagai penjelasan.

Universitas Sriwijaya
54

Semua data dianalisis dengan confidence interval sebesar 95% dan alpha 5%
(0,05).

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan dengan menganalisis dua variabel yaitu variabel


independen dan variabel dependen yang diduga mempunyai hubungan atau
korelasi. Pada tahap ini pengujian hipotesis dilakukan dengan uji Chi Square.
Pengambilan keputusan statistik menggunakan Confidence Interval (CI) yaitu
95% dan level of significance (α) sebesar 5%. Apabila p-value < alpha (0,05)
maka hasil dari analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
variabel independen dan variabel dependen yang diteliti. Sebaliknya, jika p-value
> alpha (0,05) maka hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara variabel independen dan variabel dependen yang diteliti.

Uji statistik yang digunakan adalah dengan ketentuan sebagai berikut (Najmah,
2011) :

1. Bila tabel 2x2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah “Fisher’s Exact Test”
2. Bila tabel 2x2 tidak dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka
yang digunakan adalah “Continuity Correction”
3. Bila tabel lebih dari 2x2 maka digunakan uji “Person Chi Square”

Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional, maka
analisis risiko yang ditampilkan yaitu Prevalence Ratio (PR). Nilai PR yang
dihasilkan menunjukkan seberapa besar faktor risiko mempengaruhi kualitas
hidup ODHA.

Tabel 3.7 Cara Pehitungan Prevalence Ratio

Sebab Keluaran Total

+ -

Terpajan a b a+b

Tidak Terpajan c d c+d

Universitas Sriwijaya
55

�� �� ���𝑖 �� ��𝑖 � �� ℎ���� � � �� �� ℎ � ��� �𝐷 𝐻 𝐴 ��� ���


𝑃�� =
�� �� � ��� ���� � � �� � �� ��ℎ
�������𝑖 ��������� ℎ����� �����ℎ ���� �����𝐴 ������ ��������
�������� ������𝑖
� /(� +
= �)
�/
(�+�)

Dengan interpretasi sebagai berikut :

 Bila nilai PR > 1, maka variabel independen yang diteliti merupakan faktor
risiko dari variabel dependen yaitu kualitas hidup.
 Bila nilai PR = 1, maka variabel independen yang diteliti tidak memiliki
hubungan dengan variabel dependen yaitu kualitas hidup.
 Bila nilai PR < 1, maka variabel independen yang diteliti merupakan faktor
protektif dari variabel dependen yaitu kualitas hidup.
c. Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan analisis yang digunakan untuk
menghubungkan beberapa variabel bebas dengan variabel terikat secara
komprehensif (Hastono,
2006). Apabila variabel dependen adalah data kategorik, maka uji statistik yang
dipilih adalah uji regresi logistik ganda dengan menggunakan model faktor risiko
yang bertujuan untuk mengestimasi secara valid hubungan antara variabel
independen (dukungan keluarga) dengan variabel dependen (kualitas hidup pada
ODHA) setelah dikontrol dengan variabel confounding (umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status marital, depresi, lama sakit, stigma
ODHA dan lama terapi ARV). Adapun langkah-langkah regresi logistik model
faktor risiko menurut (Hastono, 2006) adalah sebagai berikut:

1. Lakukan pemodelan lengkap, mencakup variabel utama , semua kandidat


konfonding dan kandidat interaksi (interaksi diabuat antara variabel utama
dengan semua variabel confounding).
2. Lakukan penilaian interaksi, dengan cara mengeluarkan variabel interaksi
yang nilai p Wald-nya tidak signifikan dikeluarkan dari model secara
berurutan satu per satu dari nilai p Wald yang terbesar.
3. Lakukan penilaian confounding, dengan cara mengeluarkan variabel kovariat/
confounding satu per satu dimulai dari yang memiliki nilai p Wald terbesar,

Universitas Sriwijaya
56
bila setelah dikeluarkan diperoleh selisih OR faktor/variabel utama antara
sebelum dan sesudah variabel kovariat (X1) dikeluarkan lebih besar dari 10%,

Universitas Sriwijaya
57

maka variabel tersebut dinyatakan sebagai konfonding dan harus tetap berada
dalam model.
4. Model final akhir yang memuat variabel-variabel penting signifikan,
confounding, atau interaksi.

3.7.2 Penyajian Data


Menurut (Notoatmodjo, 2010), penyajian data pada umumnya dikelompokkan
menjadi tiga yaitu penyajian yang ditampilkan dalam bentuk teks, penyajian dalam
bentuk tabel, penyajian dalam bentuk grafik agar mudah dipahami. Sehingga hasil
dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi sebagai
interpretasi hasil.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang

Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang didirikan pada tahun 1953 atas
prakarsa Menteri Kesehatan RI Dr. Mohammad Ali dan pada tahun 1957 rumah
sakit ini mulai beroperasional dan melayani masyarakat Sumatera bagian Selatan,
meliputi Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Bangka
Belitung. Setelah beroperasi beberapa tahun Rumah Sakit Mohammad Hoesin ini
mulai memberikan pelayanan penunjang seperti Laboratorium, Apotik, Radiologi,
Emergency dan peralatan penunjang Medik lainnya. Rumah Sakit Umum
Mohammad Hoesin ini mulai berkembang dengan adanya fasilitas, sarana dan
prasarana, dokter spesialis dan sub spesialis yang memadai. Rumah Sakit
Mohammad Hoesin dikategorikan sebagai rumah sakit kelas B Pendidikan dan
menjadi Rumah Sakit Tipe A pada tahun 2012.

Pada tahun 1993 RSUP Palembang berdasarkan SK Menkes RI No :


1134/Menkes/SK/1993 berubah status dari Rumah Sakit Vertikal menjadi Rumah
Sakit Swadana. Pada tahun 2000 berdasarkan PP No ; 122/2000, RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang ditetapkan sebagai Rumah Sakur Perusahaan
Jawatan (Perjan). Tahun 2005 dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap 13
Rumah Sakit Vertikal termasuk RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
ditetapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai
Rumah Sakit Pendidikan Kelas A, hal ini tertuang dalam SK Menkes RI No :
1243/Menkses/SK/VIII/2005. RSUP Mohammad Hoesin merupakan Rumah Sakit
Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya sesuai SK Nomor.
HK02.02/MENKES/192/2015/ tanggal 27 Mei 2015 dengan mewujudkan
Academic Health System (AHS). Selain itu dengan ditetapkannya PERMENKES
No.HK02.02/MENKES/390/2014 ditetapkan menjadi Rumah Sakit Rujukan
Nasional. Rumah Sakit Mohammad Hoesin juga meraih akreditasi Paripurnas
KARS dalam upaya menjamin mutu dan keselamatan pelayanan tahun 2015 dan

57
58

pada tahun 2016 Rumah Sakit Mohammad Hoesin meraih akreditasi Internasional
JCI.
Layanan CST (Care, Support and Treatment) merupakan layanan lanjutan
yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien yang berstatus HIV atau
ODHA. Layanan CST terdiri dari layanan medis, sosial serta psikologis yang
berhubungan satu sama lain dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
ODHA selama perawatan dan pengobatan. Dalam menjalankan fungsinya, layanan
CST bekerjasama dengan pemerintah, praktisi kesehatan, LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) serta lembaga lain dalam penataan manajemen program
agar meringankan penanggulangan HIV/AIDS. Di Kota Palembang, Layanan CST
tersebar di 8 Layanan Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas diantaranya
RSMH, RS Charitas, RS Siloam, RS Myria, RS Siti Khadjah, RS Ernaldi Bahar,
Puskesmas Dempo dan Puskesmas Sukarami. Adapun produk pelayanan yang
diberikan layanan CST diantaranya :
a. Memberikan pelayanan konseling tentang HIV/AIDS;
b. Memberikan pelayanan pemeriksaan HIV;
c. Memberikan dukungan ODHA untuk meningkatkan kualitas hidup.

Adapun jumlah ODHA on ART di RSMH pada tahun 2020 ada sebanyak 687
orang dan jumlah ODHA on ART yang terdata dari Desember 2020 hingga Juni
2021 di ada sebnyak 762 orang.

2. Komunitas Sriwijaya Plus


Sriwijaya Plus didirikan oleh beberapa mantan pengguna Napza yang telah
pulih, berdiri pada tahun 2005 sebagai Kelompok Dukungan Sebaya bagi Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) serta mantan pengguna Napza dan Keluarga di Kota
Palembang agar bisa berkumpul, berbagi informasi dan saling menguatkan. Awal
terbentuk dilatarbelakangi kurangnya akses informasi tentang pengobatan serta
permasalahan stigma dan diskriminasi yang tinggi di masyarakat terhadap ODHA
dan korban Napza khususnya di fasilitas layanan kesehatan. Saat ini Sriwijaya
Plus memberikan dukungan kepada KDS (Kelompok Dukungan Sebaya) dengan
mengambil peran sebagai KP (Kelompok Penggagas) yang mendorong
terbentuknya KDS di tingkat Kabupaten/Kota.
59

Visi : Meningkatkan Kualitas Hidup ODHA serta Korban Penyalahgunaan Napza


dan Keluarga

Misi : Sriwijaya Plus berjuang mencapai visi dengan menerapkan pendekatan


yang humanis tanpa stigma dan diskriminasi.

Tujuan :

1. Memberdayakan Kelompok Dampingan dan Keluarga agar bisa


menanggapi permasalahannya sendiri.
2. Mendorong peran aktif/keterlibatan Kelompok Dampingan dan Keluarga
dalam respon HIV/AIDS.
3. Mendorong terbentuknya KDS yang mandiri
4. Mendorong terciptanya kebijakan yang humanis dan tidak diskriminasi
5. Menjunjung tinggi nilai kearifan lokal dan Hak Azasi Manusia

Adapun jumlah ODHA di Provinsi Sumatera Selatan yang terdata oleh


Komunitas Sriwijaya Plus hingga Desember 2020 ada sebnyak 1522 orang
sedangkan jumlah ODHA di Kota Palembang yang terdata oleh Komunitas
Sriwijaya Plus hingga Desember 2020 ada sebanyak 1.154 orang.

Kegiatan yang dilakukan oleh Komunitas Sriwijaya Plus selama pandemi


diantarnya pendampingan sebaya kepada ODHA, notifikasi pasangan dimana
mereka membantu memberikan penyuluhan atau pengetahuan kepada pasangan
yang positif HIV begitu juga dengan keluarga, mereka akan membantu
memberikan penyuluhan kepada keluarga apabila ODHA tidak berani membuka
statusnya sendiri kepada keluarganya. Selain itu kegiatan onlinenya di grup WA
diantaranya sharing seputar pengalaman baik pengobatan maupun hal lainnya
seputar HIV/AIDS.

3. Puskesmas Sukarami

Puskesmas Sukarami berdiri pada tahun 1990 dan hingga saat ini masih
beroperasional memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan
fungsinya sebagaimana yang tercantum dalam Buku Pedoman Kerja Puskesmas.
Luas Gedung Puskesmas kira-kira 400 m2 memiliki 16 ruangan yang memadai
untuk memberikan pelayanan kesehatan. Luas areal keseluruhan kira-kira 800 m2

Universitas Sriwijaya
60

terdiri dari gedung puskesmas dan perumahan untuk paramedis. Dalam


kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terdapat 2 kelompok
program di Puskesmas Sukarami diantarnya :

a. Program Dasar (Pokok)

Program ini dibuat berdasarkan urutan prioritas pemecahan masalah kesmas


setempat dan berdasarkan kebutuhan kesehatan sebagian besar masyarakat.
Adapun
6 pokok program dasar yaitu : Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, P2P dan Pengobatan.

b. Program Pengembangan

Program pengembangan merupakan program yang spesifik sesuai dengan


permasalahan kesmas setempat dan sesuai tuntutan masyarakat, dikenal sebagai
program inovatif. Program spesifik yang terdapat di Puskesmas Suakrami adalah :
TB Paru, Klinik VCT dan IMS, Geriatri dan Gerakan Sayang Ibu.

Klinik VCT dan IMS merupakan salah satu program GF. Puskesmas
Sukarami merupakan penjaringan dalam menanggulangi Virus HIV/AIDS dan
Penyakit Kelamin. Adapun program yang dilakukan dari VCT Sukarami
diantaranya melakukan Mobile VCT dan IMS ke tempat beresiko tiap bulannya.
Bagi pasien yang sudah positif HIV tersedia layanan konseling untuk ODHA yang
ingin bertanya seputar HIV/AIDS atau mungkin ada mengalami efek samping dari
obat yang mereka konsumsi. Dari tenaga kesehatan sendiri juga membantu ODHA
untuk membuka status dengan keluarganya jika ODHA belum berani untuk open
status sendiri dengan keluarganya.

Adapun jumlah kasus HIV di Puskesmas Sukarami disajikan pada diagram di


bawah ini.

Universitas Sriwijaya
61

8
7
7
6
6
5
5
4 4 4
4 4
3 4 3 3 3
3 3 3
2 2 2 2
2 2 2 2
1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1
0 0 0 0 0 0

2018 2019 2020 2021

Gambar 4.1 Tren Jumlah Kasus HIV di Puskesmas Sukarami 2018-2021


Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa, jumlah kasus HIV di Puskesmas
Sukarami pada tahun 2018 ada sebanyak 30 kasus, tahun 2019 ada sebanyak 13
kasus, tahun 2020 ada sebanyak 27 kasus dan di tahun 2021 yang terdata hingga
Juni 2021 ada sebanyak 17 kasus. Kasus HIV terbanyak terdapat pada tahun 2018
yakni sebanyak 30 kasus.

4. Puskesmas Dempo

Puskesmas Dempo sebagai unit pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan


pelayanan pembangunan kesehatan terdepan dan pelayanan tingkat dasar yang
mandiri, dan bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat yang optimal
khususnya di Kecamatan Ilir Timur I Palembang. Puskesmas Dempo diresmikan
kembali pada tanggal 18 Juni 1988 oelh walikota Bapak Kholil Aziz setelah
dilakukan rehab gedung untuk yang pertama kali. Puskesmas Dempo beralamat di
Jl. Kolonel Atmo No.861, Ilir Timur I, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30125.

Adapun wilayah kerja Puskesmas Dempo diantaranya meliputi 8 keluarahan


yaitu : Keluarahan 13 Ilir, 14 Ilir, 15 Ilir, 16 Ilir, 17 Ilir, 18 Ilir, 20 Ilir, dan
Kepanden Baru. Adapun fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Puskesmas
Dempo diantaranya :

Universitas Sriwijaya
62

a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak : Ibu Hamil, nifas dan menyusui; KB; dan
Bayi dan balita sakit (MTBS)
b. Pelayanan Pengobatan : Emergensi, Pengobatan Umum, Pengobatan Gigi,
Konsultasi dokter spesialis dan Rujukan.
c. Penyuluhan Kesehatan : Penyuluhan di Puskesmas, Posyandu, SD/SMP/SMA,
dan di Kelurahan.
d. Pelayanan Laboratorium : Pemeriksaan urine rutin, darah rutin, tes kehamilan,
pemeriksaan DDR, pemeriksaan kimia darah, dan pemeriksaan dahak.
e. Klinik Sehat Gilingan Mas terdiri dari
1. Pelayanan Gizi : pemberian Vit. A dan garam beryodium; Uji klinik
garam beryodium; konsultasi balita BGM dan Obesitas.
2. Pelayanan Imunisasi : BCG, polio, DPT, hepatitis, campak, TT calon
pengantin, dan Anti tetanus serum.
3. Pelayanan Sanitasi : memberikan konsultasi/penyuluhan penyakit akibat
faktor lingkungan; memberikan konsultasi tentang rumah sehat, jamban
dan lain-lain.
f. Lain-lain : pelayanan pengobatan TBC dengan paket DOTS (FDC); pelayanan
kesehatan lansia 1 bulan sekali; usaha kesehatan sekolah skrining murid kelas
1 SD, SMP dan SMA; pelayanan EKG (Elektro Kardiografi); pelayanan USG
(Ultra Sonografi); pelayanan laser gigi; dan klinik VCT.

18
16
16
14
12 11
10 10
10
8 8 8
8
6 6 6
6 5 6 5
6 4 4 4
4
4 3 4 4 3 4 3 4 3
3 3 3
2 2 2 2 2 3
1 1 1
0 0

2018 2019 2020 2021

Gambar 4.2 Tren Jumlah Kasus HIV di Puskesmas Dempo 2018-2021

Universitas Sriwijaya
63

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa, jumlah kasus HIV di Puskesmas


Dempo pada tahun 2018 ada sebanyak 49 kasus, tahun 2019 ada sebanyak 67
kasus, tahun 2020 ada sebanyak 35 kasus dan di tahun 2021 yang terdata hingga
Juni 2021 ada sebanyak 28 kasus. Kasus HIV terbanyak terdapat pada tahun 2019
yakni sebanyak 67 kasus.

Adapun program dari VCT Dempo diantaranya sebagai berikut :

1. Pelacakan (tracing) ODHA lost to follow up


2. Mobile VCT yakni skrining pada kelompok berisiko baik kepada WPS
maupun LSL
3. Notifikasi pasangan atau keluarga, tenaga kesehatan membantu ODHA
untuk membuka statusnya kepada keluarga maupun pasangan. Jika ODHA
tidak berani untuk open status sendiri kepada pasangan maupun keluarga,
akan dibantu oleh tenaga kesehatan agar pasangan maupun keluarga bisa
menerima ODHA setelah diberikan penyuluhan terkait HIV/AIDS.
4. Go send obat dengan syarat kepatuhan minum obatnya patuh, biasanya
ODHA akan menghubungi melalui WA atau Video Call untuk
memberitahu kepada tenaga kesehatan bahwa obat ARV mereka sudah
habis.
5. Tobat ARV yakni kotak obat untuk memonitor pasien yang akan
mengambil obat
6. Pelacakan ODHA supa, ODHA sudah tahu statusnya positif HIV namun
belum memulai pengobatan. Biasanya akan berkoordinasi dengan
Pendamping Sebaya untuk dibantu agar ODHA tersebut mau melakukan
pengobatan terkait HIV nya.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi usia,


tingkat pendidikan, status pekerjaan, status marital, penghasilan, jenis kelamin,
lama menderita HIV, lama terapi ARV, stigma, depresi, dukungan keluarga dan
kualitas hidup.

a. Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Demografi

Universitas Sriwijaya
64

Berikut merupakan distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik demografi


responden di Kota Palembang.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Usia, Lama Menderita


HIV, Lama Terapi ARV dan Penghasilan Responden di Kota Palembang

Variabel Mean Median SD Min - Max 95% CI

Usia 32,16 31,00 8,28 10 - 63 31,12 – 33,21

Lama 48,32 38,00 44,99 0,5 - 288 42,65 – 53,99


Menderita
HIV

Lama Terapi 46,64 36,00 43,82 0,5 - 288 41,11 – 52,16


ARV

Penghasilan 2.795.210,25 3.000.000 2.133.951,228 0– 2.526.114,98 –


15.000.000 3.064.305,52

Sumber : Data Primer Penelitian

Pada tabel 4.1 menggambarkan hasil analisis rata-rata usia responden dalam
penelitian ini adalah 32,16 tahun (95% CI: 31,12 – 33,21), dengan usia paling
muda
10 tahun dan usia paling tua 63 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia responden adalah diantara 31,12 – 33,21
tahun.

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan lama menderita


HIV, hasil analisis didapatkan rata-rata 48,32 bulan (95% CI : 42,65 – 53,99),
dengan waktu paling singkat 0,5 bulan (2 minggu) dan paling lama 288 bulan.
Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata
lama responden menderita HIV adalah diantara 42,65 -53,99 bulan.

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan lama terapi


ARV, hasil analisis didapatkan rata-rata 46,64 bulan (95% CI : 41,11 – 52,16),
dengan waktu paling singkat 0,5 bulan (2 minggu) dan paling lama 288 bulan.
Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata
lama terapi ARV responden adalah diantara 41,11 -52,16 bulan.

Universitas Sriwijaya
65

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan penghasilan,


hasil analisis didapatkan rata-rata Rp 2.795.210,25 (95% CI : 2.526.114,98 –
3.064.305,52), dengan penghasilan paling rendah Rp 0 dan paling tinggi Rp
15.000.000. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
rata-rata l penghasilan responden adalah diantara Rp 2.526.114,98 – Rp
3.064.305,52.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin,


Pendidikan, Pekerjaan dan Status Marital Responden di Kota Palembang

Variabel Total

n %

Jenis Kelamin
Laki-Laki 206 84,4
Perempuan 38 15,6

Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 1 0,4
Tamat SD 15 6,1
Tamat SMP 13 5,3
Tamat SMA/SMK 127 52,0
Tamat D3 23 9,4
Tamat S1 62 25,4
Tamat S2 3 1,2

Pekerjaan
Buruh/Pembantu Ruta 18 7,4
Pegawai Swasta 79 32,4
PNS/BUMN 15 6,1
Wiraswasta 74 30,3
Ibu Rumah Tangga 16 6,6
Pelajar/Mahasiswa 9 3,7
Penjaga Toko/Kasir/LSM/Guru 15 6,1
Honorer/Pegawai

Universitas Sriwijaya
66

Variabel Total

n %

Hotel/Petani/Freelance/Make Up
Artist/Pegawai Rumah Makan
Tidak Bekerja 18 7,4
Status Marital
Belum Menikah 157 64,3
Menikah 72 29,5
Janda 5 2,0
Duda 10 4,1

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa dari 244 responden
mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 206 orang (84,4%). Pada tingkat
pendidikan, mayoritas responden berada pada kategori tamatan SMA/SMK
sebanyak 127 orang (52,0%). Pada jenis pekerjaan, proporsi terbanyak pada
kelompok pegawai swasta sebanyak 79 orang (32,4%). Pada variabel status
marital, proporsi responden terbanyak pada kelompok belum menikah sebanyak
157 orang (64,3%).

b. Gambaran Dukungan Keluarga

Tabel 4.3 Distribusi Dukungan Keluarga pada ODHA di Kota Palembang


Pertanyaaan Tidak Pernah Jarang Kadang- Sering Selalu
Kadang

n % n % n % n % n %

Dukungan Emosional
Keluarga 98 40,2 28 11,5 32 13,1 32 13,1 54 22,1
mendampingi
Anda dalam
menjalani
perawatan

Universitas Sriwijaya
67

Pertanyaaan Tidak Pernah Jarang Kadang- Sering Selalu


Kadang
n % n % n % n % n %

Keluarga 50 20,5 30 12,3 42 17,2 58 23,8 64 26,2


mengajak Anda
membiacarakan
masalah yang
sedang Anda
hadapi tanpa
diminta

Keluarga tetap 24 9,8 13 5,3 21 8,6 48 19,7 138 56,6


menyayangi Anda
selama Anda sakit

Keluarga 21 8,6 19 7,8 25 10,2 68 27,9 111 45,5


memberikan
perhatian yang
baik setiap Anda
membutuhkan
bantuan

Keluarga 26 10,7 32 13,1 30 12,3 70 28,7 86 35,2


menghibur Anda
saat Anda sedang
sedih dengan
masalah yang
Anda hadapi

Dukungan Instrumental

Keluarga 72 29,5 31 12,7 31 12,7 49 20,1 61 25,0


menyediakan
waktu dan fasilitas
jika Anda
memerlukan untuk
keperluan
pengobatan

Universitas Sriwijaya
68

Pertanyaaan Tidak Pernah Jarang Kadang- Sering Selalu


Kadang
n % n % n % n % n %

Keluarga sangat 74 30,3 30 12,3 41 16,8 45 18,4 54 22,1


berperan aktif
dalam pengobatan
dan perawatan
sakit Anda

Keluarga bersedia 92 37,7 22 9,0 31 12,7 34 13,9 65 26,6


membiayai
perawatan dan
pengobatan Anda

Keluarga siap 59 24,2 23 9,4 35 14,3 48 19,7 79 32,4


membantu dalam
melakukan
aktivitas sehari-
hari bila Anda
tidak mampu
melakukannya
sendriri saat
sedang sakit

Dukungan Informasi

Keluarga 113 46,3 28 11,5 27 11,1 38 15,6 38 15,6


memberitahu
tentang hasil
pemeriksaan dan
pengobatan dari
dokter/perawat
yang merawat
Anda

Keluarga 90 36,9 18 7,4 29 11,9 38 15,6 69 28,3


mengingatkan
Anda untuk
minum obat dan

Universitas Sriwijaya
69

Pertanyaaan Tidak Pernah Jarang Kadang- Sering Selalu


Kadang

n % n % n % n % n %

istirahat yang
cukup
Keluarga 107 43,9 32 13,1 37 15,2 37 15,2 31 12,7
menjelaskan
kepada Anda
setiap Anda
bertanya tentang
hal-hal yang tidak
jelas tentang
penyakit Anda

Keluarga berusaha 108 44,3 26 10,7 37 15,2 42 17,2 31 12,7


untuk mencari
informasi tentang
pengobatan yang
Anda terima

Dukungan Penghargaan

Keluarga memberi 88 36,1 26 10,7 34 13,9 62 25,4 34 13,9


pujian kepada
Anda bila Anda
melakukan anjuran
yang diberikan
oleh tenaga
kesehatan

Keluarga 70 28,7 22 9,0 34 13,9 68 27,9 50 20,5


melibatkan Anda
dalam
pengambilan
kepuatusan
mengenai
pengobatan yang
akan Anda jalani

Universitas Sriwijaya
70

Pertanyaaan Tidak Pernah Jarang Kadang- Sering Selalu


Kadang

n % n % n % n % n %
Keluarga 39 16,0 22 9,0 45 18,4 68 27,9 70 28,7
melibatkan Anda
dalam
pengambilan
keputusan tentang
hal-hal yang
menyangkut
masalah keluarga

Keluarga 33 13,5 18 7,4 31 12,7 65 26,6 97 39,8


melibatkan Anda
dalam aktivitas
sosial

Keluarga tidak 26 10,7 8 3,3 22 9,0 38 15,6 150 61,5


melarang Anda
untuk
berhubungan
dengan teman

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan 4.3 diatas diketahui bahwa pada domain dukungan emosional


40,2% responden menjawab keluarga tidak pernah mendampingi mereka dalam
menjalani perawatan, 26,2% responden menjawab keluarga selalu mengajak
mereka membicarakan masalah yang sedang mereka hadapi tanpa diminta, 56,6%
responden menjawab keluarga selalu menyayangi mereka selama mereka sakit,
45,5% responen menjawab keluarga selalu memberikan perhatian yang setiap
mereka membutuhkan bantuan dan 35,2% responden menjawab keluarga selalu
menghibur mereka saat mereka sedang sedih dengan masalah yang dihadapi.

Pada domain dukungan instrumental 29,5% responden menjawab keluarga


tidak pernah menyediakan waktu dan fasilitas jika mereka memerlukan untuk
keperluan pengobatan, 30,3% responden menjawab tiak pernah jika keluarga
sangat berperan aktif dalam pengobatan dan perawatan sakit mereka, 37,7%
responden

Universitas Sriwijaya
71

menjawab keluarga tidak pernah membiayai perawatan dan pengobatan mereka dan
32,4% responden menjawab selalu jika keluarga siap membantu melakukan
aktivitas sehari-hari jika mereka tidak mampu melakukannya saat sedang sakit.

Pada domain dukungan informasional 46,3% responden menjawab keluarga


tidak pernah memberitahu tentang hasil pemeriksaan dan pengobatan dari
dokter/perawat yang merawat mereka, 36,9% responden menjawab keluarga tidak
pernah mengingatkan mereka untuk minum obat dan istirahat yang cukup, 43,9%
responden keluarga tidak pernah menjelaskan kepada mereka setiap mereka
bertanya hal-hal yang tidak jelas tentang penyakitnya dan 44,3% responden
menjawab keluarga tidak pernah mencari informasi tentang pengobatan yang
mereka terima.

Pada domain dukungan penghargaan 36,1% responden menjawab keluarga


tidak pernah memberi pujian kepada mereka jika mereka melakukan anjuran yang
diberikan oleh tenaga kesehatan, 28,7% responden menjawab keluarga tidak
pernah melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan mengenai pengobatan
yang mereka jalani, 28,7% responden menjawab keluarga selalu melibatkan
mereka dalam pengambilan keputusan hal-hal yang menyangkut masalah
keluarga, 39,8% responden menjawab keluarga selalu melibatkan mereka dalam
aktivias sosial dan
61,5% responden menjawab selalu pada pernyataan keluarga tidak melaranga anda
untuk berhubungan dengan teman.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga pada ODHA di Kota Palembang
Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Dukungan Rendah 143 58,6

Dukungan Tinggi 101 41,4

Total 244 100%

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa ODHA yang mendapat dukungan


keluarga rendah ialah sebesar 58,6%. Artinya ODHA yang mendapat dukungan
keluarga rendah lebih banyak daripada ODHA yang mendapat dukungan keluarga
tinggi.
Universitas Sriwijaya
72

c. Gambaran Kualitas Hidup

Tabel 4.5 Distribusi Kualitas Hidup pada ODHA di Kota Palembang

Pertanyaaan Sangat Buruk Buruk Biasa Saja Baik Sangat Baik

n % n % n % n % n %
Bagaimana 2 0,8 10 4,1 85 34,8 96 39,3 51 20,9
Anda menilai
kualitas hidup
Anda?

Pertanyaan Sangat Tidak


Tidak Puas Biasa Saja Puas Sangat Puas
Puas

n % n % n % n % n %
Seberapa puas 0 0 17 7,0 92 37,7 87 35,7 48 19,7
Anda dengan
kondisi
kesehatan
Anda?

Tidak Sama Sedikit Cukup Sangat Luar Biasa


Pertanyaan
Sekali

n % n % n % n % n %
Tidak Sama Sedikit Cukup Sangat
Pertanyaan Luar Biasa
Sekali

n % n % n % n % n %
Sejauh mana 77 31,6 35 14,3 73 29,9 42 17,2 17 7,0
Anda merasa
bahwa sakit
fisik yang Anda
alami
mengahalangi
Anda
melakukan
suatu pekerjaan?

Universitas Sriwijaya
73

Seberapa 84 34,4 37 15,2 60 24,6 44 18,0 19 7,8


banyak Anda
merasa
terganggu
dengan masalah
fisik yang
terkait dengan
infeksi HIV
Anda?

Seberapa 47 19,3 19 7,8 138 56,6 30 12,3 10 4,1


banyak Anda
minum obat
agar dapat
menjalankan
aktivitas sehari-
hari?

Seberapa 1 0,4 8 3,3 132 54,1 68 27,9 35 14,3


nyaman Anda
dalam
menikmati
hidup Anda?

Tidak Sama
Pertanyaan Sedikit Cukup Sangat Luar Biasa
Sekali

n % n % n % n % n %
Sejauh mana 2 0,8 5 2,0 110 45,1 88 36,1 39 16,0
Anda merasa
bahwa hidup
Anda berarti?

Sejauh mana 67 27,5 18 7,4 87 35,7 42 17,2 30 12,3


Anda merasa
terganggu oleh
orang-orang
yang
menyalahkan
Anda karena

Universitas Sriwijaya
74

status HIV
Anda?

Seberapa 65 26,6 28 11,5 51 20,9 56 23,0 44 18,0


khawatir Anda
terhadap
kematian?

Seberapa baik 0 0 20 8,2 134 54,9 68 27,9 22 9,0


Anda mampu
berkonsentrasi?

Seberapa 0 0 7 2,9 159 65,2 63 25,8 15 6,1


amankah
kehidupan
sehari-hari yang
Anda rasakan?

Seberapa sehat 0 0 6 2,5 168 68,9 55 22,5 15 6,1


lingkungan fisik
Anda?

Pertanyaan Tidak Sama Sedikit Cukup Sebagian Sangat


Sekali Besar

n % n % n % n % n %

Apakah Anda 2 0,8 10 4,1 114 46,7 80 32,8 38 15,6


memilki energi
yang cukup
untuk aktivitas
sehari-hari?

Apakah Anda 2 0,8 6 2,5 121 49,6 76 31,1 39 16,0


bisa menerima
penampilan fisik
Anda?

Apakah Anda 6 2,5 15 6,1 155 63,5 55 22,5 13 5,3


mempunyai
cukup uang
untuk
memenuhi

Universitas Sriwijaya
75

kebutuhan
Anda?

Sejauh mana 1 0,4 13 5,3 155 63,5 57 23,4 18 7,4


Anda merasa
diterima oleh
orang yang
Anda kenal?

Bagaimana 0 0 6 2,5 142 58,2 76 31,1 20 8,2


ketersediaan
informasi yang
Anda butuhkan
dalam
kehidupan
sehari-hari
Anda?

Seberapa besar 2 0,8 4 1,6 150 61,5 67 27,5 21 8,6


kesempatan
Anda untuk
melakukan
kegiatan-
kegiatan santai?

Pertanyaan Sangat Buruk Buruk Biasa Saja Baik Sangat Baik

n % n % n % n % n %

Seberapa jauh 5 2,0 16 6,6 65 26,6 122 50,0 36 14,8


Anda mampu
untuk jalan-
jalan?

Pertanyaan Sangat Tidak Puas Sangat Puas


Tidak Puas Biasa Saja
Puas

n % n % n % n % n %

Seberapa 1 0,4 25 10,2 95 38,9 94 38,5 29 11,9


puaskah Anda

Universitas Sriwijaya
76

dengan tidur
Anda?

Seberapa puas 2 0,8 8 3,3 90 36,9 110 45,1 34 13,9


Anda dengan
kemampuan
Anda untuk
melakukan
aktivitas sehari-
hari Anda?

Seberapa puas 2 0,8 13 5,3 93 38,1 103 42,2 33 13,5


Anda dengan
kemampuan
Anda untuk
bekerja?

Seberapa puas 1 0,4 13 5,3 92 37,7 103 42,2 35 14,3


Anda dengan
diri Anda
sendiri?

Pertanyaan Sangat Tidak Biasa Saja Puas Sangat Puas


Tidak Puas
Puas

n % n % n % n % n %

Seberapa puas 1 0,4 18 7,4 101 41,4 91 37,3 33 13,5


Anda dengn
hubungan
pribadi Anda?

Seberapa puas 4 1,6 25 10,2 124 50,8 71 29,1 20 8,2


Anda dengan
kehidupan seks
Anda?

Seberapa puas 12 4,9 12 4,9 126 51,6 69 28,3 25 10,2


Anda dengan
dukungan yang
Anda dapatkan

Universitas Sriwijaya
77

dari teman-
teman Anda?

Seberapa puas 0 0 7 2,9 199 48,8 98 40,2 20 8,2


Anda dengan
kondisi tempat
tinggal Anda?

Seberapa puas 2 0,8 7 2,9 98 40,2 110 45,1 27 11,1


Anda dengan
akses pelayanan
kesehatan
Anda?

Seberapa 2 0,8 11 4,5 104 42,6 108 44,3 19 7,8


puaskah Anda
dengan
transportasi
Anda?

Pertanyaan Kadang- Sering Selalu


Tidak Pernah Jarang
Kadang

n % n % n % n % n %
Seberapa sering 74 30,3 53 21,7 78 32,0 28 11,5 11 4,5
Anda
mengalami
perasaan negatif
seperti tidak
mood, putus
asa, cemas dan
depresi?

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, diketahui bahwa pada domain fisik sebanyak 34,4%
responden menjawab tidak sama sekali terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIV nya, 31,6% responden menjawab tidak sama sekali merasa sakit fisik
yang mereka alami menghalangi dalam melakukan suatu pekerjaan, 46,7% responden
menjawab memiliki cukup energi untuk aktivitas sehari-hari dan 38,9% responden merasa
biasa saja dengan tidurnya.

Universitas Sriwijaya
78

Pada domain psikologis sebanyak 54,1% responden merasa cukup nyaman dalam
menikmati hidupnya, 54,9% responden merasa cukup baik dalam berkonsentrasi, 49,6%
responden cukup bisa menerima penampilan fisiknya, 42,2% responden merasa puas
dengan dirinya sendiri dan 32,0% responden kadang-kadang merasakan sering mengalami
perasaan negatif seperti tidak mood, putus asa, cemas dan depresi.

Pada domain fungsional sebanyak 56,6% responden menjawab cukup untuk minum
obat agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari, 50,0% responden menjawab baik untuk
mobilitas atau jalan-jalan, 45,1% responden merasa puas dengan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dan 42,2% responden merasa puas dengan
kemampuannya untuk bekerja.

Pada domain sosial sebanyak 63,5% responden merasa cukup diterima oleh orang
yang mereka kenal, 41,4% responden merasa biasa saja dengan hubungan personalnya,
50,8% responden merasa biasa saja dengan aktivitas seksualnya dan 51,6% responden
merasa biasa saja dengan dukungan yang mereka dapat dari teman-temannya.

Pada domain lingkungan sebanyak 65,2% responden merasa cukup aman dengan
kehidupan sehari-hari yang mereka rasakan, 68,9% responden merasa cukup sehat dengan
lingkungan fisiknya, 63,5% responden menjawab cukup mempunyai uang untuk
memenuhi kebutuhannya, 58,2% responden menjawab cukup terhadap ketersediaan
informasi yang mereka butuhkan dala kehidupan sehari-hari, 61,5% responden menjawab
cukup terhadap kesempatan untuk melakukan kegiatan santai, 48,8% responden merasa
biasa saja dengan kondisi tempat tinggalnya, 45,1% responden merasa puas dengan akses
pelayanan kesehatannya dan 44,3% merasa puas dengan akses transportasinya.

Pada domain spiritual sebanyak 45,1% responden merasa bahwa hidup mereka
cukup berarti, 35,7% responden merasa cukup terganggu dengan orang-orang yang
menyalahkan mereka karena status HIV nya, 27,9% responden merasa tidak sama sekali
takut dalam menghadapi masa depan dan 26,6% responden tidak sama sekali merasa
khawatir terhadap kematian.

Tabel 4.6 Gambaran Kualitas Hidup, Persepsi Kualitas Hidup dan Persepsi
Kesehatan ODHA di Kota Palembang

Universitas Sriwijaya
79

Variabel n Mean ± SD Min - Max

Kualitas Hidup

Fisik 244 14,06 ± 2,96 5 – 20

Psikologi 244 14,21 ± 2,38 5,6 – 20

Tingkat Kemandirian 244 14,25 ± 2,26 7 – 19

Hubungan Sosial 244 13,54 ± 2,59 8 – 20

Lingkungan 244 13,73 ± 2,14 8,5 – 20

Spiritual 244 13,15 ± 3,83 4 – 20

Persepsi kualitas hidup 244 3,75 ± 0,86 1– 5

Persepsi kesehatan secara umum 244 3,68 ± 0,87 2–5

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, menurut persepsi ODHA dapat diketahui


bahwa kualitas hidup yang tertinggi adalah pada domain tingkat kemandirian
(14,25)
sedangkan kualitas hidup yang terendah adalah pada domain spiritual (13,15).

Kualitas Kurang Baik Kualitas Baik


57,80%

55,30%
54,50%

54,50%
51,20%
50,80%
49,20%

48,80%

45,50%

45,50%

44,70%
42,20%

FISIK PSIKOLOGIS TINGKAT HUBUNGA LINGKUNGAN SPIRITUAL


KEMANDIRIAN NSOSIAL

Gambar 4.3 Proporsi Kualitas Hidup ODHA Berdasarkan Domain

WHOQOL-HIV Bref

Rata-rata skor kualitas hidup dikategorikan menjadi kualitas kurang baik dan
kualitas baik untuk masing-masing domain. Diantara enam domain, proporsi
ODHA dengan kualitas tertinggi terletak pada domain psikologis sebanyak
49,20%
Universitas Sriwijaya
80

kemudian pada domain tingkat kemandirian sebanyak 48,80% sedangkan proporsi


ODHA dengan kualitas hidup terendah terletak pada domain fisik sebanyak
57,80% kemudian pada domain spiritual sebanyak 55,30%. Hampir setengah dari
responden memiliki skor kualitas hidup yang rendah.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup pada ODHA di Kota Palembang
Kualitas Hidup Frekuensi Persentase (%)

Kualitas Kurang Baik 123 50,4

Kualitas Baik 121 49,6

Total 244 100%

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.6, diketahui bahwa ODHA dengan kualitas hidup kurang
baik ialah sebesar 50,4%. Artinya ODHA dengan kualitas hidup kurang baik lebih
banyak daripada ODHA dengan kualitas hidup baik.

d. Gambaran Stigma

Tabel 4.8 Distribusi Stigma pada ODHA di Kota Palembang


Pernyataan Sangat Tidak Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju
Setuju

n % n % n % n % n %

Memberitahu 11 4,5 23 9,4 25 10,2 88 36,1 97 39,8


orang lain bahwa
saya mengidap
HIV adalah
sesuatu yang
berisiko

Saya berusaha 9 3,7 13 5,3 26 10,7 101 41,4 95 38,9


keras
merahasiakan
status HIV saya

Saya merasa saya 26 10,7 72 29,5 39 16,0 90 36,9 17 7,0


tidak sebaik orang

Universitas Sriwijaya
81

Pernyataan Sangat Tidak Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju


Setuju

n % n % n % n % n %

lain karena saya


mengidap HIV

Orang dengan HIV 32 13,1 86 35,2 28 11,5 83 34,0 15 6,1


diperlakukan
seperti orang
buangan

Sebagian besar 35 14,3 77 31,6 30 12,3 83 34,0 19 7,8


orang meyakini
bahwa orang
dengan HIV
adalah kotor

Mengidap HIV 40 16,4 101 41,4 27 11,1 62 25,4 14 5,7


membuat saya
merasa tidak
bersih

Sebagian besar 42 17,2 88 36,1 22 9,0 77 31,6 15 6,1


orang berpikir
bahwa orang
dengan HIV
menjijikkan

Mengidap HIV 45 18,4 98 40,2 33 13,5 57 23,4 11 4,5


membuat saya
merasa bahwa
saya adalah orang
yang buruk

Sebagian besar 19 7,8 52 21,3 44 18,0 99 40,6 30 12,3


orang dengan HIV
ditolak ketika
orang lain
mengetahui
statusnya

Universitas Sriwijaya
82

Pernyataan Sangat Tidak Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju


Setuju

n % n % n % n % n %

Saya sangat 8 3,3 13 5,3 23 9,4 128 52,5 72 29,5


berhati-hati kepada
siapa saya
memberitahu
bahwa saya
mengidap HIV

Beberapa orang 21 8,6 67 27,5 64 26,2 82 33,6 10 4,1


yang mengetahui
saya mengidap
HIV semakin
menjauhi saya

Sejak mengetahui 16 6,6 53 21,7 38 15,6 109 44,7 28 11,5


saya mengidap
HIV, saya
khawatir orang-
orang akan
mendiskriminasi
saya

Sebagian besar 23 9,4 54 22,1 58 23,8 93 38,1 16 6,6


orang tidak
nyaman berada di
sekitar orang
dengan HIV

Adanya HIV 49 20,1 103 42,2 23 9,4 53 21,7 16 6,6


dalam tubuh saya
merupakan sesuatu
yang menjijikkan

Saya khawatir 8 3,3 20 8,2 22 9,0 111 45,5 83 34,0


bahwa orang yang
mengetahui saya
mengidap HIV

Universitas Sriwijaya
83

Pernyataan Sangat Tidak Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju


Setuju

n % n % n % n % n %

akan memberitahu
orang lain

Beberapa orang 22 9,0 59 26,3 53 21,7 79 32,4 31 12,7


menghindari
menyentuh saya
setelah mereka
tahu bahwa saya
mengidap HIV

Orang-orang yang 32 13,1 95 38,9 45 18,4 61 25,0 11 4,5


saya sayangi
berhenti
menghubungi saya
setelah mereka
tahu saya
mengidap HIV

Beberapa orang 26 10,7 87 35,7 42 17,2 72 29,5 17 7,0


yang dekat dengan
saya takut orang
lain akan menolak
mereka jika
terungkap bahwa
saya mengidap
HIV

Orang-orang tidak 39 16,0 94 38,5 54 22,1 49 20,1 8 3,3


mau saya berada di
dekat anak-anak
mereka ketika
mereka tahu saya
mengidap HIV

Orang-orang 22 9,0 74 30,3 60 24,6 75 30,7 13 5,3


mundur menjauhi
saya saat mereka

Universitas Sriwijaya
84

Pernyataan Sangat Tidak Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju


Setuju

n % n % n % n % n %

tahu saya
mengidap HIV

Saya berhenti 39 16,0 95 38,9 45 18,4 54 22,1 11 4,5


bersosialisasi
dengan beberapa
orang karena
reaksi mereka
ketika mereka tahu
saya mengidap
HIV

Saya telah 15 6,1 95 38,9 62 25,4 60 24,6 12 4,9


kehilangan teman-
teman karena
memberitahu
mereka bahwa
saya mengidap
HIV

Orang-orang yang 26 10,7 73 29,9 48 19,7 79 32,4 18 7,4


mengetahui saya
mengidap HIV
cenderung
mengabaikan sisi
baik saya

Orang-orang 23 9,4 52 21,3 51 20,9 98 40,2 20 8,2


tampaknya takut
kepada saya ketika
mereka tahu saya
mengidap HIV

Ketika orang- 26 10,7 62 25,4 44 18,0 82 33,6 30 12,3


orang tahu saya
mengidap HIV,
mereka mencari

Universitas Sriwijaya
85

Pernyataan Sangat Tidak Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju


Setuju

n % n % n % n % n %

kelemahan pada
karakter saya

Sumber : Data Primer Penelitian


Berdasarkan tabel 4.8 diatas, diketahui bahwa pada domain disclosured concern
sebanyak 39,8% responden menjawab sangat setuju jika memberitahu orang lain tenntang
status HIVnya adalah sesuatu yang berisiko, 38,9% responden menjawab setuju bahwa
mereka berusaha keras merahasiakan status HIVnya, 52,5% responden menjawab setuju
bahwa mereka sangat berhati-hati kepada siapa mereka memberitahu status HIVnya dan
45,5% responden menjawab setuju bahwa mereka khawatir orang yang mengetahui status
HIVnya aka memberitahu orang lain.

Pada domain negative self-images sebanyak 36,9% responden menjawab setuju


bahwa mereka merasa tidak sebaik orang lain karena mengidap HIV, 41,4% responden
menjawab tidak setuju jika mengidap HIV membuat mereka merasa tidak bersih, 40,2%
responden menjawab tidak setuju jika mengidap HIV membuat mereka merasa bahwa
mereka adalah orang yang buruk dan 42,2% responden menjawab tidak setuju terhadap
pernyataan adanya HIV dalam tubuh saya merupakan sesuatu yang menjijikkan.

Pada domain public attitudes sebanyak 35,2% responden menjawab tidak setuju
jika orang dengan HIV (ODHIV) diperlakukan seperti orang buangan, 34,0% responden
menjawab setuju jika sebagian besar orang meyakini bahwa ODHIV adalah kotor, 36,1%
responden menjawab tidak setuju jika sebagian besar orang berpikir bahwa ODHIV
menjijikkan, 40,6% responden menjawab setuju jika sebagian besar ODHIV ditolak
ketika orang lain mengetahui statusnya, 44,7% responden menjawab setuju jika mereka
merasa khawatir orang-orang akan mendiskriminasinya karena status HIVnya dan 38,1%
responden menjawab setuju jika sebagian besar orang tidak nyaman berada di sekitar
ODHIV.

Pada domain personalized stigma sebanyak 33,6% menjawab setuju jika beberapa
orang yang mengetahui status HIV mereka semakin menjauhinya, 32,4% responden
menjawab setuju jika beberapa orang menghindari menyentuh mereka setelah tahu jika
mereka mengidap HIV, 38,9% responden menjawab tidak setuju jika orang-orang yang
mereka sayangi berhenti menghubungi mereka setelah tahu status HIVnya, 35,7%

Universitas Sriwijaya
86

responden menjawab tidak setuju jika beberapa orang yang dekat dengan mereka takut
orang lain akan menolak mereka jika terungkap status HIVnya, 38,5% responden
menjawab tidak setuju jika orang-orang tidak mau mereka berada di dekat anak-anaknya
saat tahu status HIV ODHA, 30,7% responden menjawab setuju jika orang-orang mundur
menjauhi mereka saat tahu status HIVnya, 38,9% responden menjawab tidak setuju jika
mereka berhenti bersosialisasi dengan beberapa orang karena reaksinya ketika tahu
mereka mengidap HIV, 38,9% responden menjawab tidak setuju jika mereka telah
kehilangan teman-teman karena memberitahu status HIVnya, 32,4% responden menjawab
setuju jika orang-orang yang mengetahui mereka mengidap HIV cenderung mengabaikan
sisi baik mereka, 40,2% responden menjawab setuju jika orang-orang tampaknya takut
kepada mereka ketika tahu status HIVnya dan 33,6% responden menjawab setuju pada
pernyataan ketika orang tahu saya mengidap HIV, mereka mencari kelemahan pada
karakter saya.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Stigma pada ODHA di Kota Palembang

Stigma Frekuensi Persentase (%)

Stigma Tinggi 52 21,3

Stigma Rendah 192 78,7

Total 244 100%

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.9, diketahui bahwa ODHA yang mengalami stigma


rendah ialah sebesar 78,7%. Artinya ODHA yang mengalami stigma rendah lebih
banyak dibandingkan dengan ODHA yang mengalami stigma tinggi.

e. Gambaran Depresi

Tabel 4.10 Distribusi Depresi pada ODHA di Kota Palembang


Pertanyaaan Tidak Pernah Beberapa Hari Lebih Dari Hampir Setiap
Seminggu Hari

n % n % n % n %
Kurang tertarik atau 189 77,5 41 16,8 8 3,3 6 2,5
kurang suka melakukan
hal apapun

Universitas Sriwijaya
87

Pertanyaaan Tidak Pernah Beberapa Hari Lebih Dari Hampir Setiap


Seminggu Hari

n % n % n % n %

Merasa murung, pilu, 182 74,6 42 17,2 8 3,3 12 4,9


putus asa

Sulit untuk tidur atau 167 68,4 52 21,3 9 3,7 16 6,6


bertahan tidur, atau
terlalu banyak tidur

Merasa lelah atau kurang 152 62,3 69 28,3 11 4,5 12 4,9


bertenaga

Kurang nafsu makan 150 61,5 65 26,6 10 4,1 19 7,8


atau makan terlalu
banyak

Merasa buruk akan diri 181 74,2 48 19,7 1 0,4 14 5,7


sendiri atau merasa
bahwa Anda adalah
orang yang gagal atau
mengecawakan diri
sendiri atau keluarga

Sulit berkonsentrasi 184 75,4 49 20,1 5 2,0 6 2,5


pada sesuatu, misalnya
membaca koran atau
menonton televisi

Bergerak atau berbicara 195 79,9 34 13,9 6 2,5 9 3,7


sangat lambat sehingga
orang lain
memperhatikannya atau
sebaliknya, sedemikian
resah dan gelisah hingga
anda bergerak jauh lebih
banyak dari biasanya

Pikiran bahwa anda 222 91,0 15 6,1 7 2,9 0 0


lebih baik mati atau
untuk melukai diri anda

Universitas Sriwijaya
88

Pertanyaaan Tidak Pernah Beberapa Hari Lebih Dari Hampir Setiap


Seminggu Hari

n % n % n % n %

sendiri dengan suatu


cara

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.10, diketahui bahwa rata-rata ODHA menjawab “tidak


pernah” pada semua pertanyaan kuesioner depresi. Adapun gejala yang dialami
ODHA hampir setiap hari diantaranya 7,8% kurang nafsu makan atau sebaliknya,
makan terlalu banyak yakni sebesar, 6,6% sulit untuk tidur atau terlalu banyak
tidur,
5,7% merasa buruk akan diri sendiri atau merasa bahwa anda adalah orang yang
gagal atau mengecewakan diri sendiri atau keluarga, 4,9% merasa murung, pilu,
putus asa, 4,9% merasa lelah atau kurang bertenaga, 3,7% bergerak atau berbicara
sangat lambat sehingga orang lain memperhatikannya atau sebaliknya, sedemikian
resah dan gelisah sehingga anda bergerak jauh lebih banyak dari biasanya, 2,5%
kurang tertarik atau kurang suka melakukan hal apapun dan 2,5% sulit
berkonsentrasi pada sesuatu, misalnya membaca koran atau menonton televisi.

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Depresi pada ODHA di Kota Palembang

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Status Depresi
Depresi 65 26,6
Tidak Depresi 179 73,4

Total 244 100%

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.7, diketahui bahwa ODHA yang tidak mengalami


depresi ialah sebesar 73,4%. Artinya ODHA yang tidak mengalami depresi lebih
banyak daripada ODHA yang mengalami depresi.

4.2.2 Analisis Bivariat

Universitas Sriwijaya
89

Analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan atau pengaruh antara


variabel independen dan dependen. Hasil analisis bivariat disajikan pada tabel
dengan menampilkan nilai p-value, prevalence ratio (PR), serta Confidence
Interval (CI) dari masing-masing variabel.

1. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.12 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup pada
ODHA di Kota Palembang
Kualitas Hidup
Dukungan PR (95% CI)
Kualitas Kualitas Total p-value
Keluarga
Kurang Baik Baik
n % n % n %

Dukungan Rendah 86 60,1 57 39,9 143 100 0,000 1,642


Dukungan Tinggi 37 36,6 64 63,4 101 100 (1,229 –2,192)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang mendapatkan dukungan rendah ada sebanyak 60,1% dan
proporsi responden dengan kualitas kurang baik yang mendapatkan dukungan
tinggi ada sebanyak 36,6%. Hasil analisis uji statistik chi-square menunjukkan
bahwa p-value = 0,000 (<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada
ODHA. Nilai PR menunjukkan bahwa ODHA dengan dukungan keluarga rendah
berisiko 1,642 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibandingkan
ODHA yang mendapat dukungan keluarga tinggi. Peneliti meyakini 95% bahwa
dukungan keluarga merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kualitas hidup
pada ODHA dengan rentang CI yaitu antara 1,229 –2,192.

2. Hubungan Usia dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.13 Hubungan Usia dengan Kualitas Hidup pada ODHA
di Kota Palembang

Universitas Sriwijaya
90

Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Usia
Kurang Baik Baik
n % n % n %

≥ 30 tahun 63 50,0 63 50,0 126 100 0,983


0,997
< 30 tahun 60 50,8 58 49,2 118 100 (0,767 - 1,261)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang berusia ≥ 30 tahun ada sebanyak 50,0% dan proporsi
responden dengan kualitas kurang baik yang berusia <30 tahun ada sebanyak
50,8%. Hasil analisis uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p-value = 0,997
(>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara usia dengan kualitas hidup pada ODHA.

3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup

Tabel 4.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup pada ODHA

di Kota Palembang

Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Jenis Kelamin
Kurang Baik Baik
n % n % n %

Perempuan 16 42,1 22 57,9 38 100 1,234


0,348
Laki-Laki 107 51,9 99 48,1 206 100 (0,831–1,832)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.14 dapat diketahui bahwa proporsi responden yang


memiliki kualitas kurang baik dan berjenis kelamin perempuan ada sebanyak
42,1% dan proporsi responden yang memiliki kualitas kurang baik dan berjenis
kelamin laki-laki ada sebanyak 51,9%. Hasil analisis uji statistik chi-square
menunjukkan bahwa p-value = 0,348 (>0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kualitas
hidup pada ODHA.

Universitas Sriwijaya
91

4. Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.15 Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Pendidikan
Kurang Baik Baik
n % n % n %

Rendah 14 48,3 15 51,7 29 100 0,952


0,962
Tinggi 109 50,7 106 49,3 215 100 (0,639–1,419)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang berpendidikan rendah ada sebanyak 48,3% dan proporsi
responden dengan kualitas kurang baik yang berpendidikan tinggi ada sebanyak
50,7%. Hasil analisis uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p-value = 0,962
(>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan kualitas hidup pada ODHA.

5. Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.16 Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di
Kota Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Pekerjaan
Kurang Baik Baik
n % n % n %

Tidak Bekerja 20 52,6 18 47,4 38 100 1,053


0,903
Bekerja 103 50,0 103 50,0 206 100 (0,756–1,466)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang tidak bekerja ada sebanyak 52,6% dan proporsi
responden dengan kualitas kurang baik yang bekerja ada sebanyak 50,0%. Hasil
analisis uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p-value = 0,903 (>0,05),

Universitas Sriwijaya
92

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pekerjaan dengan kualitas hidup pada ODHA.

6. Hubungan Penghasilan dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.17 Hubungan Penghasilan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Penghasilan
Kurang Baik Baik
n % n % n %

< UMR 84 51,9 78 48,1 162 100 1,090


0,619
≥ UMR 39 47,6 43 52,4 82 100 (0,831–1,430)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa proporsi responden yang


memiliki kualitas kurang baik dengan penghasilan < UMR ada sebanyak 51,9%
dan proporsi responden yang memiliki kualitas kurang baik dengan penghasilan ≥
UMR ada sebanyak 47,6%. Hasil analisis uji statistik chi-square menunjukkan
bahwa p- value = 0,619 (>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kualitas hidup pada ODHA.

7. Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.18 Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup pada ODHA di
Kota Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Status Marital
Kurang Baik Baik
n % n % n %
Belum Menikah 83 52,9 74 47,1 157 100 0,674
(0,384 –1,182)

Janda/Duda 9 60,0 6 40,0 15 100 0,288 0,504


(0,162–1,566)

Menikah 31 43,1 41 56,9 72 reff

Universitas Sriwijaya
93

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.18 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang belum menikah ada sebanyak 52,9%, proporsi
responden yang memiliki kualitas kurang baik dengan status janda/duda ada
sebanyak 60,0% dan proporsi responden dengan kualitas kurang baik yang
menikah ada sebanyak
43,1%. Hasil analisis uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p-value = 0,288
(>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara status marital dengan kualitas hidup pada ODHA.

8. Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.19 Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup pada ODHA

di Kota Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Stigma
Kurang Baik Baik
n % n % n %

Stigma Tinggi 36 69,2 16 30,8 52 100 0,004 1,528


Stigma Rendah 87 45,3 105 54,7 192 100 (1,203–1,940)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.19 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang mengalami stigma tinggi ada sebanyak 69,2%, dan
proporsi responden dengan kualitas kurang baik yang mengalami stigma rendah
ada sebanyak 45,3%. Hasil analisis uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p-
value
= 0,004 (<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara stigma dengan kualitas hidup pada ODHA. Nilai PR
menunjukkan bahwa ODHA dengan stigma berisiko 1,528 kali untuk memiliki
kualitas hidup kurang baik dibandingkan ODHA yang mendapat stigma rendah.
Peneliti meyakini
95% bahwa stigma merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kualitas hidup
pada ODHA dengan rentang CI yaitu antara 1,203–1,940.

9. Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup


Universitas Sriwijaya
94
Tabel 4.20 Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup pada
ODHA di Kota Palembang

Universitas Sriwijaya
95

Kualitas Hidup
Lama Menderita Total p-value PR (95% CI)
Kualitas Kualitas
HIV Kurang Baik Baik
n % n % n %

< 5 tahun 104 55,0 85 45,0 189 100 1,593


0,012
≥ 5 tahun 19 34,5 36 65,5 55 100 (1,083–2,343)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.20 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang menderita HIV < 5 tahun ada sebanyak 55,0% dan
proporsi responden dengan kualitas kurang baik yang menderita HIV ≥ 5 tahun
ada sebanyak 34,5%. Hasil analisis uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p-
value
= 0,012 (<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara lama menderita HIV dengan kualitas hidup pada ODHA. Nilai
PR menunjukkan bahwa ODHA yang menderita HIV < 5 tahun berisiko 1,593 kali
untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibandingkan ODHA yang menderita
HIV ≥ 5 tahun . Peneliti meyakini 95% bahwa lama menderita HIV merupakan
faktor risiko yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA dengan rentang CI
yaitu antara 1,083–2,343.

10. Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.21 Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup pada
ODHA di Kota Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Lama Terapi ARV
Kurang Baik Baik
n % n % n %

< 1 tahun 30 71,4 12 28,6 42 100 1,551


0,005
≥ 1 tahun 93 46,0 109 54,0 202 100 (1,217-1,978)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.21 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang baru menjalani terapi ARV < 1 tahun ada sebanyak

Universitas Sriwijaya
96
71,4% dan proporsi responden dengan kualitas kurang baik yang telah
menjalani terapi

Universitas Sriwijaya
97

ARV ≥ 1 tahun ada sebanyak 46,0%. Hasil analisis uji statistik chi-square
menunjukkan bahwa p-value = 0,005 (<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara lama terapi ARV dengan kualitas hidup
pada ODHA. Nilai PR menunjukkan bahwa ODHA dengan lama terapi ARV < 1
tahun berisiko 1,551 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibandingkan
ODHA yang mendapat terapi ARV ≥ 1 tahun. Peneliti meyakini 95% bahwa lama
terapi ARV merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kualitas hidup pada
ODHA dengan rentang CI yaitu antara 1,217-1,978.

11. Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup


Tabel 4.22 Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Depresi
Kurang Baik Baik
n % n % n %

Depresi 51 78,5 14 21,5 65 100 1,951


0,000
Tidak Depresi 72 40,2 107 59,8 179 100 (1,566-2,429)

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.22 dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan


kualitas kurang baik yang depresi ada sebanyak 78,5% dan proporsi responden
dengan kualitas kurang baik yang tidak depresi ada sebanyak 40,2%. Hasil analisis
uji statistik chi-square menunjukkan bahwa p-value = 0,000 (<0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara depresi
dengan kualitas hidup pada ODHA. Nilai PR menunjukkan bahwa ODHA dengan
depresi
1,951 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibandingkan ODHA yang
tidak depresi. Peneliti meyakini 95% bahwa depresi merupakan faktor risiko yang
mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA dengan rentang CI yaitu antara 1,566-
2,429.

4.2.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan dengan tujuan untuk mengestimasi secara


valid hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada ODHA
Universitas Sriwijaya
98

setelah dikontrol oleh variabel confounding yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, status marital, stigma, lama menderita HIV, lama terapi
ARV, dan depresi. Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan analisis
regresi logistik berganda dengan model faktor risiko.

Tahapan yang dilakukan pada analisis multivariat adalah sebagai berikut :

1. Pemodelan Awal (Full Model)

Tabel 4.23 Pemodelan Awal Analisis Multivariat

Variabel P-value PR Crude 95% CI


Dukungan Keluarga 0,002 2,934 1,495 – 5,757
Usia 0,082 1,793 0,928 – 3,463
Status Marital
Belum Menikah 0,904 1,053 0,456 – 2,434
Janda/Duda 0,341 0,533 0,146 – 1,945
Jenis Kelamin 0,766 1,162 0,431 – 3,132
Pekerjaan 0,547 1,313 0,541 – 3,190
Stigma 0,026 2,412 1,111 – 5,233
Pendidikan 0,309 1,639 0,633 – 4,240
Penghasilan 0,525 0,806 0,413 – 1,570
Lama Menderita HIV 0,114 1,840 0,864 – 3,915
Lama Terapi ARV 0,053 2,279 0,990 – 5,243
Depresi 0,000 4,894 2,367 – 10,116
Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.23 diatas, menunjukkan pemodelan awal analisis


multivariat untuk melihat hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup
pada ODHA di Kota Palembang setelah dikontrol oleh beberapa kandidat variabel
confounding. Hasil pemodelan awal multivariat didapatkan p-value 0,002 (p-value
<0,05) sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang setelah dikontrol oleh kandidat
variabel confounding.

b. Identifikasi Confounding

Universitas Sriwijaya
99

Identifikasi confounding dilakukan dengan menyeleksi variabel secara


bertahap dimulai dari variabel dengan p-value (>0,05), dan dimulai dari nilai yang
terbesar. Setelah salah satu variabel dikeluarkan, hitung perubahan nilai koefisien
antara sebelum dan setelah dikeluarkan. Jika perubahan nilai koefisien tersebut
>10% maka variabel yang dikeluarkan tersebut merupakan variabel confounding
sehingga harus dimasukkan kembali. Sebaliknya, jika perubahan koefisien <10%
maka variabel tersebut tetap dikeluarkan dan bukan merupakan variabel
confounding.

Tabel 4.24 Urutan Variabel dari P-value Terbesar

Variabel P-value

Jenis Kelamin 0,766

Status Marital 0,576

Pekerjaan 0,547

Penghasilan 0,525

Pendidikan 0,309

Lama Menderita HIV 0,114

Usia 0,082

Lama Terapi ARV 0,053

Stigma 0,026

Depresi 0,000

Sumber : Data Primer Penelitian

Tabel 4.24 menunjukkan bahwa urutan pengeluaran variabel dimulai dari


variabel jenis kelamin, status marital, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, lama
menderita HIV, usia, lama terapi ARV, stigma dan depresi. Berikut adalah
perubahan PR yang terjadi ketika dilakukan seleksi confounding.

Universitas Sriwijaya
10
0

Tabel 4.25 Perubahan PR pada Seleksi Confounding


Variabel Dukungan Keluarga Perubahan Keterangan
PR (%)
PR Crude PR Adjusted

Jenis Kelamin 2,934 2,958 -0,82% Out

Status Marital 2,934 2,852 2,79% Out

Pekerjaan 2,934 2,819 3,92% Out

Penghasilan 2,934 2,787 5,01% Out

Pendidikan 2,934 2,699 8,01% Out

Lama Menderita HIV 2,934 2,662 9,27% Out

Usia 2,934 2,523 14,01% Confounding

Lama Terapi ARV 2,934 2,634 10,22% Confounding

Stigma 2,934 2,885 1,67% Out

Depresi 2,934 2,787 5,01% Out

Sumber : Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.25 diatas, menunjukkan bahwa variabel yang


dikeluarkan secara bertahap berdasarkan p-value >0,05 yaitu jenis kelamin, status
marital, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, lama menderita HIV, usia, lama
terapi ARV, stigma dan depresi. Setelah variabel jenis kelamin, status marital,
pekerjaan, penghasilan, pendidikan, lama menderita HIV, stigma dan depresi
dikeluarkan didapatkan bahwa perubahan PR pada variabel independen utama
yaitu dukungan keluarga <10% sehingga harus dikeluarkan karena bukan
confounding. Sedangkan ketika variabel usia dan lama terapi ARV dikeluarkan
didapatkan bahwa perubahan PR pada variabel independen utama yaitu dukungan
keluarga >10% sehingga variabel usia dan lama terapi ARV dimasukkan kembali
dalam pemodelan karena merupakan variabel confounding.
c. Pemodelan Akhir (Final Model)
Tabel 4.26 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat

Universitas Sriwijaya
10
1

Variabel P-value PR Adjusted 95% CI


Dukungan Keluarga 0,000 2,787 1,615 – 4,809
Usia 0,411 1,254 0,731 – 2,150
Lama Terapi ARV 0,002 3,233 1,517 – 6,890
Sumber : Data Primer Penelitian
Berdasarkan tabel 4.26 diatas, setelah dilakukan analisis multivariat regresi
logistik berganda model faktor risiko didapatkan bahwa p-value dukungan
keluarga yaitu 0,000 (p-value <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA di Kota
Palembang setelah dikontrol oleh variabel usia dan lama terapi ARV.
Nilai PR menyatakan bahwa ODHA yang mendapat dukungan rendah
berisiko 2,787 kali mengalami kualitas hidup kurang baik dibandingkan ODHA
yang mendapatkan dukungan tinggi. Pada populasi umum, peneliti meyakini 95%
bahwa dukungan keluarga merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kualitas
hidup ODHA dengan rentang CI yaitu 1,615 – 4,809.

Universitas Sriwijaya
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersama yang beranggotakan 3 orang


mahasiswa. Sampel yang diambil yaitu sebanyak 235 sampel, dimana setiap orang
memiliki jumlah sampel yang berbeda. Untuk memenuhi sampel yang dibutuhkan
kami berbagi tugas yaitu 235 sampel dibagi dengan 3 orang, dimana satu orang
setidaknya mengumpulkan 79 sampel.
Adapun keterbatasan dari penelitian ini adalah, butuh waktu yang lama untuk
mengumpulkan responden. Karena jumlah responden yang berkunjung ke
fasyankes setiap hari jumlahnya tidak menentu. Kita juga tidak bisa
mewawancarai langsung ke rumah responden karena privacy karena ada
kemungkinan dari responden belum open status dengan keluarganya. Kemudian
untuk dokumentasi penelitian juga hanya bisa dapat beberapa foto, dikarenakan
responden menolak untuk difoto pada saat wawancara dan untuk yang boleh difoto
juga meminta untuk diblur wajahnya.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Gambaran Kualitas Hidup
Permasalahan yang timbul akibat HIV/AIDS sangat kompleks, diantaranya
masalah fisik, psikologis, lingkungan, fungsional, sosial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup ODHA. Menurut WHO (1996) kualitas hidup
dianggap sebagai persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam
konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan
tujuan, standar, harapan dan perhatian yang diterima. Kualitas hidup dalam hal ini
merupakan suatu konsep yang sangat luas dipengaruhi kondisi fisik individu,
psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan
(Novrianda et al., 2018).
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh dua kategori kualitas hidup yaitu,
kategori kualitas kurang baik (< mean 13,82) dan kualitas baik (≥ mean 13,82).
Hasil univariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa 50,4% responden memiliki
kualitas hidup kurang baik sedangkan 49,6% responden memiliki kualitas hidup

100
101

baik. Artinya ODHA yang mengalami kualitas hidup kurang baik lebih banyak
dibandingkan dengan ODHA yang mengalami kualitas hidup baik. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Jakarta oleh Kusuma (2011)
didapatkan hasil
63,0% pasien HIV/AIDS memiliki kualitas hidup kurang baik. Penelitian Betty,
Asfriyati and Sri (2019) didapatkan hasil 59,4% responden dalam penelitiannya
memiliki kualitas hidup kurang baik. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Novrianda et al. (2015) didapatkan hasil 57,5% ODHA memiliki
kualitas hidup baik. Rata-rata skor kualitas hidup dikategorikan menjadi kualitas
kurang baik dan kualitas baik untuk masing-masing domain. Diantara enam
domain, proporsi ODHA dengan kualitas tertinggi terletak pada domain psikologis
sebanyak
49,20% kemudian pada domain tingkat kemandirian sebanyak 48,80% sedangkan
proporsi ODHA dengan kualitas hidup terendah terletak pada domain fisik
sebanyak 57,80% kemudian pada domain spiritual sebanyak 55,30%. Hampir
setengah dari responden memiliki skor kualitas hidup yang rendah.

Karakteristik ODHA berdasarkan kualitas hidup di Kota Palembang jika


dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan di kota dan negara lain
didapatkan bahwa ODHA di Kota Palembang mayoritas memiliki rata-rata umur
lebih muda yakni 32,16 tahun dibandingkan dengan ODHA yang ada di Arba
Minch, Zaria, Iran, dan Zhejiang yang rata-rata berada diatas 35 tahun. ODHA di
Kota Palembang mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 84,4%
berbeda dengan ODHA yang terdapat di Arba Minch, Henan, Zaria, dan
Suphanburi yang mayoritas ODHAnya berjenis kelamin perempuan. ODHA di
Palembang mayoritas berstatus belum menikah, berbeda dengan ODHA di
Ethiopia dan Nigeria yang berstatus menikah.
Pada domain fisik sebanyak 34,4% responden menjawab tidak sama sekali
terganggu dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi HIV nya, 31,6%
responden menjawab tidak sama sekali merasa sakit fisik yang mereka alami
menghalangi dalam melakukan suatu pekerjaan, 46,7% responden menjawab
memiliki cukup energi untuk aktivitas sehari-hari dan 38,9% responden merasa
biasa saja dengan tidurnya.

Universitas Sriwijaya
102
Pada domain psikologis sebanyak 54,1% responden merasa cukup nyaman
dalam menikmati hidupnya, 54,9% responden merasa cukup baik dalam

Universitas Sriwijaya
103

berkonsentrasi, 49,6% responden cukup bisa menerima penampilan fisiknya,


42,2% responden merasa puas dengan dirinya sendiri dan 32,0% responden
kadang- kadang merasakan sering mengalami perasaan negatif seperti tidak mood,
putus asa, cemas dan depresi.

Pada domain fungsional sebanyak 56,6% responden menjawab cukup untuk


minum obat agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari, 50,0% responden
menjawab baik untuk mobilitas atau jalan-jalan, 45,1% responden merasa puas
dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan 42,2% responden
merasa puas dengan kemampuannya untuk bekerja.

Pada domain sosial sebanyak 63,5% responden merasa cukup diterima oleh
orang yang mereka kenal, 41,4% responden merasa biasa saja dengan hubungan
personalnya, 50,8% responden merasa biasa saja dengan aktivitas seksualnya dan
51,6% responden merasa biasa saja dengan dukungan yang mereka dapat dari
teman-temannya.

Pada domain lingkungan sebanyak 65,2% responden merasa cukup aman


dengan kehidupan sehari-hari yang mereka rasakan, 68,9% responden merasa
cukup sehat dengan lingkungan fisiknya, 63,5% responden menjawab cukup
mempunyai uang untuk memenuhi kebutuhannya, 58,2% responden menjawab
cukup terhadap ketersediaan informasi yang mereka butuhkan dala kehidupan
sehari-hari, 61,5% responden menjawab cukup terhadap kesempatan untuk
melakukan kegiatan santai, 48,8% responden merasa biasa saja dengan kondisi
tempat tinggalnya, 45,1% responden merasa puas dengan akses pelayanan
kesehatannya dan 44,3% merasa puas dengan akses transportasinya.

Pada domain spiritual sebanyak 45,1% responden merasa bahwa hidup


mereka cukup berarti, 35,7% responden merasa cukup terganggu dengan orang-
orang yang menyalahkan mereka karena status HIV nya, 27,9% responden merasa
tidak sama sekali takut dalam menghadapi masa depan dan 26,6% responden tidak
sama sekali merasa khawatir terhadap kematian.

Menurut Nazir (2006) dalam (Kusuma, 2011) Berdasarkan surveilans kualitas


hidup terkait kesehatan di Amerika Serikat dari tahun 1993-2002, didapatkan

Universitas Sriwijaya
104

beberapa faktor yang menentukan kualitas hidup adalah sebagai berikut : jenis
kelamin, umur, etnis/ras, status pernikahan, pendidikan, penghasilan, status
pekerjaan, asuransi kesehatan dan faktor kesehatan. Faktor tersebut dibagi menjadi
2 yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap
kualitas hidup diantaranya jenis kelamin, umur, etnis/ras, dan faktor kesehatan.
Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kualitas hidup diantaranya
status pernikahan, pendidikan, penghasilan, status pekerjaan, dan asuransi
kesehatan. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup sangat banyak
diantaranya, keuangan, kesehatan, keamanan, keadaan lingkungan, dukungan
keluarga, dukungan sosial dan lingkungan sekitarnya.
5.2.2 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
responden mendapat dukungan rendah yakni 58,6% sedangkan yang mendapat
dukungan tinggi sebesar 41,4%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Medan oleh (Mariany, 2018) yang mendapatkan
responden dalam penelitiannya paling banyak mendapat dukungan rendah yakni
62,5%. Selain itu, Kusuma (2011) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya mendapat dukungan non-suportif yakni 55,4%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dan mendapat dukungan rendah ada sebanyak 60,1% dan
responden yang memiliki kualitas kurang baik dan mendapat dukungan tinggi ada
sebanyak 36,3%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value =
0,000 (P-value <0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA di Kota
Palembang. Nilai Prevalence Ratio sebesar 1,642 dengan rentang nilai 95% CI
(1,229-2,192). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang mendapat dukungan
rendah berisiko 1,642 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
dibandingkan ODHA yang mendapat dukungan tinggi. Hasil analisis multivariat
menunjukan nilai PR 2,787 dengan rentang 95% CI (1,615 – 4,809). Hal ini
menunjukan bahwa ODHA yang mendapatkan dukungan keluarga rendah berisiko
2,787 kali untuk mengalami kualitas hidup kurang dibandingkan dengan ODHA
yang mendapat dukungan keluarga tinggi setelah dikontrol oleh variabel lama
terapi ARV dan usia.

Universitas Sriwijaya
105

Hasil analisis bivariat pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan di Jakarta oleh Kusuma (2011) yang menunjukkan hasil ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA diperoleh nilai
p-value (0,000) nilai OR 21,5 dengan rentang 95% CI (6,49-71,2) artinya ODHA
yang mendapat dukungan rendah berisiko 21,5 kali untuk mengalami kualitas
hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang mendapat dukungan tinggi.
Sama halnya dengan penelitian Mariany (2018) yang menunjukkan hasil terdapat
hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA diperoleh nilai
p-value (0,001) nilai PR 5,100 dengan rentang 95% CI (1,420-18,315) artinya
ODHA dengan dukungan keluarga non-suportif berisiko 5,1 kali untuk mengalami
kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA dengan dukungan
keluarga suportif.
Hasil analisis multivariat penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan di Jakarta oleh Kusuma (2011) yang menyatakan bahwa ada
hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada ODHA
(p-value 0,002) setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, status marital, dan
stadium klinis penyakit (OR 95% CI: 4,082-35,874). Penelitian di Ethiopia oleh
Negera dan Mega (2019) dalam analisis multivariatnya didapat hasil pekerjaan
(p=0,02), dukungan keluarga (p=0,04) dan infeksi oportunistik (p=0,039) sebagai
prediktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA. Penelitian di Nigeria
oleh Suleiman et al. (2015) dalam analisis multivariatnya juga didapat status HIV
pada pasangan (p=0,004;AOR=3,37) dan dukungan keluarga (p=<0,001;
AOR=2,57) sebagai prediktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berhubungan paling dekat
dengan pasien. Maka dari itu, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien
HIV/AIDS sebagai support system yang dapat mendukungnya dalam
mengembangkan respon atau koping yang efektif untuk beradaptasi dengan stresor
yang ia hadapi terkait penyakitnya baik fisik, psikologis dam sosial. Dengan
adanya dukungan keluarga yang adekuat, maka pasien HIV/AIDS juga dapat lebih
menjaga derajat kesehatannya (Kusuma, 2011).

Orang yang hidup dengan HIV/AIDS sangat membutuhkan bantuan dan


dukungan dari keluarga karena penyakit ini merupakan infeksi kronis dan bersifat

Universitas Sriwijaya
106

progresif yang bisa menyebabkan masalah baik dari psikis, fisik, maupun sosial.
Ketiga masalah ini sangat membutuhkan dukungan dari keluarga. Sehingga
keluarga dituntut untuk terlibat dalam proses pengobatan dan perawatan pasien
agar termotivasi untuk selalu berpikir positif dan dapat mengurangi stress akibat
masalah yang dihadapinya. Semakin baik dukungan keluarga maka kualitas hidup
seseorang khususnya orang dengan HIV/AIDS semakin meningkat. ODHA akan
semakin percaya diri dalam melakukan berbagai aktivitas yang bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain (Mentari, 2018).

Menurut Rahakbauw (2016) dukungan yang diberikan oleh keluarga


berpengaruh secara signifikan terhadap kelangsungan hidup ODHA. Dukungan-
dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan emosional, dukungan materi,
dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial. Salah
satu tempat terbaik dalam merawat pasien dengan HIV/ AIDS adalah rumah dan
dikelilingi orang orang tercinta. Dirawat orang terdekat lebih menyenangkan, lebih
akrab dan membuatnya bisa mengatur hidupnya sendiri. Penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan orang yang terinfeksi HIV akan cepat membaik dengan
kenyamanan keluarga, dukungan teman dan orang orang yang dicintainya. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat utama
ODHA maupun anggota keluarga yang lainnya dalam melewati masa-masa kritis,
dan keluarga juga memberikan dorongan bagi individu untuk dapat melihat hidup
lebih berarti dan berguna bagi dirinya maupun orang lain (Rahakbauw, 2016).

Pada penelitian ini, dukungan yang diterima oleh keluarga yang memiliki 1
ODHA, 2 ODHA dan 3 ODHA berbeda-beda. Dimana pada keluarga yang
memiliki 3 ODHA yakni ayah, ibu dan anak akan memiliki dukungan yang tinggi.
Karena mereka saling support baik antara suami kepada istri dan anaknya atau
sebaliknya dari istri kepada suami dan anaknya. Pada keluarga yang memiliki 2
ODHA juga memiliki dukungan tinggi biasanya pada pasangan suami istri.
Mereka juga saling support, saat minum obat akan saling mengingatkan, pada saat
berobat juga akan saling mendampingi, dan saling menguatkan satu sama lain
terkait dengan penyakit yang dialami. Sedangkan pada keluarga yang memiliki 1
ODHA dukungan yang diterima berbeda-beda. Pada ADHA mereka mendapatkan
dukungan tinggi dari keluarganya. Pada remaja akhir dan dewasa awal masih

Universitas Sriwijaya
107

banyak ODHA yang belum open status dengan keluarganya sehingga mereka
tidak mendapat dukungan dari keluarganya. Akan tetapi mereka biasanya berbagi
keluh kesah dengan sesama ODHA atau pendamping sebayanya sehingga
mendapat dukungan dari sesama ODHA dan PS. Namun ada juga ODHA yang
sudah open status dengan keluarganya, atau kepada pasangannya. Dimana
keluarga mereka juga sudah bisa menerima penyakit mereka, sehingga mereka
juga mendapat dukungan keluarga yang baik.

Pada saat observasi di lapangan, masih ada sebagian penderita yang merasa
takut untuk memberitahu status HIVnya kepada keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Mereka takut akan merepotkan keluarganya saat membutuhkan
bantuan, dan juga takut keluarganya belum bisa menerima status HIVnya karena
masih kurangnya pengetahuan terkait HIV/AIDS dan tingginya stigma yang
terkait dengan penyakit HIV/AIDS. Dukungan keluarga dapat berupa sikap,
tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sedang sakit. Pada
penelitian ini ODHA lebih banyak mendapat dukungan keluarga rendah.
Ketakutan akan diperlakukan secara berbeda menjadi salah satu alasan yang
membuat penderita HIV takut untuk berbagi pengalamannya dan mengungkapkan
status HIVnya baik kepada keluarga maupun lingkungan sekitar. Dengan adanya
dukungan keluarga membuat penderita HIV tidak merasa sendiri, merasa
disayangi dan lebih berpeluang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita HIV memungkinkan
peningkatan pengetahuan, saling berbagi informasi terkait HIV serta
meningkatkan kepatuhan terapi antiretroviral (ARV) yang nantinya akan
berdampak terhadap peningkatan kualitas hidupnya.
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia dan lama terapi ARV
merupakan confounding antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA.
Adapun proporsi dukungan keluarga ODHA menurut usia, ODHA yang berusia ≥
30 tahun dan mendapat dukungan rendah ada sebanyak 66 orang (52,4%) dan yang
mendapat dukungan dukungan tinggi ada sebanyak 60 orang (47,6%) sedangkan
proporsi ODHA yang berusia <30 tahun dan mendapat dukungan rendah ada
sebanyak 77 orang (65,3%) dan yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 41
orang (34,7%).

Universitas Sriwijaya
108

Pada ADHA (Anak dengan HIV/AIDS) yang berusia 5-11 tahun yakni anak-
anak memiliki dukungan keluarga tinggi baik dukungan emosional, instrumental,
informasi dan penghargaan serta memiliki kualitas hidup yang baik. Dimana pada
domain fisik dan sosial berstatus kurang baik. Adapun proporsi ADHA yang
mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 2 orang (100%). Pada domain fisik
ADHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya, selain itu hal lain yang berhubungan dengan fisik ADHA
yakni kemampuan dalam berkonsentrasi agak kurang. Pada salah satu ADHA
kemampuan mendengarnya agak kurang dan satunya lagi pengucapan kata-kata
dalam bicaranya agak kurang jelas. Pada domain sosial mereka merasa biasa saja
dengan dukungan dari teman-temannya. Keduanya agak kurang dalam bergaul
dengan teman-temannya maupun lingkungan sekitarnya dan termasuk anak yang
pendiam.
Adapun untuk ODHA yang berusia 17-25 tahun yakni remaja akhir
memiliki dukungan keluarga rendah pada semua domain baik dukungan
emosioanl, instrumental, informasi dan penghargaan, serta memiliki kualitas hidup
baik. Adapun proporsi ODHA yang mendapat dukungan rendah ada sebanyak 35
orang (72,9%) dan yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 13 orang
(27,1%). Pada domain fisik, psikologis dan spiritual berstatus kurang baik. Pada
domain fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik
yang terkait dengan infeksi HIVnya sedangkan pada domain spiritual ODHA
merasa takut dan khawatir untuk menghadapi masa depan dan kematian. Pada
domain psikologis kadang-kadang ODHA merasa mengalami perasaan negatif
seperti tidak mood, putus asa dan depresi.
Pada ODHA yang berusia 26-35 tahun yakni dewasa awal memiliki
dukungan keluarga rendah pada semua domain baik dukungan emosional,
instrumental, informasi dan penghargaan. Sedangkan untuk kualitas hidup
tergolong kurang baik pada domain fisik, psikologis, dan spiritual. Proporsi
ODHA yang mendapat dukungan rendah ada sebanyak 67 orang (59,3%) dan yang
mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 46 orang (40,7%). Pada domain
spiritual ODHA merasa terganggu dengan orang-orang yang menyalahkan status
HIV mereka, serta merasa takut dan khawatir dalam menghadapi masa depan dan
kematian. Pada domain fisik

Universitas Sriwijaya
109

ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya sedangkan pada domain psikologis kadang-kadang ODHA
merasa mengalami perasaan negatif seperti tidak mood, putus asa dan depresi.
Pada ODHA yang berusia 36-45 tahun yakni dewasa akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional dan penghargaan,
serta memiliki kualitas hidup yang baik. Pada domain fisik dan tingkat
kemandirian berstatus kurang baik. Adapun proporsi ODHA yang mendapat
dukungan rendah ada sebanyak 37 orang (53,6%) dan yang mendapat dukungan
tinggi ada sebanyak
32 orang (46,4%). Pada domain fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu
dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain
tingkat kemandirian ODHA merasa biasa saja dengan kemampuan untuk bekerja
dan melakukan aktivitas sehari-harinya.
Pada ODHA yang berusia 46-55 tahun yakni lansia awal memiliki dukungan
keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan penghargaan.
Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir semua domain
yakni domain fisik, tingkat kemandirian, sosial dan lingkungan. Adapun proporsi
ODHA yang mendapat dukungan rendah 4 orang (44,4%) dan yang mendapat
dukungan tinggi 5 orang (55,6%) Pada domain fisik ODHA merasa tidak nyaman
dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi HIVnya,
sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA merasa biasa saja dengan
kemampuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-harinya. Pada domain
sosial ODHA merasa biasa saja dengan hubungan pribadi, kehidupan seksual dan
dukungan dari teman-temannya, sedangkan pada domain lingkungan ODHA
merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan kehidupan sehari-harinya,
lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta kesempatan untuk melakukan
kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja dengan lingkungan tempat tinggal
dan akses pelayanan kesehatannya.
Pada ODHA yang berusia 56-65 tahun yakni lansia akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan
penghargaan. Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir
semua domain yakni domain fisik, kemandirian, sosial dan lingkungan. Adapun

Universitas Sriwijaya
110
proporsi ODHA yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 3 orang (100%).
Pada domain fisik

Universitas Sriwijaya
111

ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA
merasa biasa saja dengan kemampuan untuk bekerja, jalan-jalan dan melakukan
aktivitas sehari-harinya. Pada domain sosial ODHA merasa biasa saja dengan
hubungan pribadi, kehidupan seksual dan dukungan dari teman-temannya. Pada
domain lingkungan ODHA merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan
kehidupan sehari-harinya, lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta
kesempatan untuk melakukan kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja
dengan lingkungan tempat tinggal, transportasi dan akses pelayanan kesehatannya.
Semakin bertambahnya usia ODHA maka dapat meningkatkan peran
keluarga terhadap ODHA, sehingga dengan demikian dapat mengurangi resiko
terjadinya kualitas hidup yang kurang baik. Secara umum, dengan bertambahnya
usia maka akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan fisik, sosial, lingkungan dan psikologis. Pada usia dewasa
kondisi fisik masih prima berbeda dengan kondisi lansia yang sangat rentan
terhadap progresivitas penyakit. Organ-organ dalam tubuh yang sudah mengalami
disfungsi akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang terutama orang
dengan HIV/AIDS yang sangat rentan terhadap penuruan sistem imun dan menjadi
pintu masuknya infeksi oportunistik.
Usia berkaitan dengan pola pikir dan kematangan seseorang untuk menilai
jenis stressor yang datang, kemampuan beradaptasi dan mekanisme koping yang
adaptif yang digunakan mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil
keputusan. Secara umum umur mempengaruhi kematangan psikologis dari
seseorang. Hal ini dikarenakan semakin bertambah usia, seseorang lebih matang
terutama dari segi psikologis, termasuk kesiapan ketika menghadapi kondisi sakit.
Keluarga memiliki peran dalam menentukan psikologis yang baik bagi ODHA.
Psikologis yang baik akan mempengaruhi proses pengobatan maupun
penyembuhan pada ODHA karena dukungan keluarga dapat membantu
mengurangi rasa cemas, stres ataupun depresi saat menjalani pengobatan.
Dalam penelitian ini pada ODHA dewasa akhir hingga lansia akhir dapat
dilihat bahwa koping stresnya sudah baik dan sudah bisa menerima kondisi
HIVnya. Penerimaan diri terhadap penyakitnya seperti rasa ikhlas, tidak

Universitas Sriwijaya
112

menjadikan penyakit sebagai beban serta keadaan fisik yang cenderung banyak
mengalami perubahan membuat ODHA lebih fokus kepada pengobatan yang
dijalaninya. Disini juga dapat dilihat bahwa domain spiritual mereka juga sudah
baik dimana mereka sudah tidak merasa khawatir lagi dalam menghadapi masa
depan dan kematian dan lebih mendekatkan diri kepada tuhan, serta menjauhkan
diri dari perilaku-perilaku berisiko yang dapat memperburuk penyakitnya.
Adapun proporsi dukungan keluarga ODHA menurut lama terapi ARV,
ODHA yang menjalani terapi ARV < 1 tahun dan mendapat dukungan rendah ada
sebanyak 25 orang (59,5%) dan yang mendapat dukungan dukungan tinggi ada
sebanyak 17 orang (40,5%) sedangkan proporsi ODHA yang menjalani terapi
ARV
>1 tahun dan mendapat dukungan rendah ada sebanyak 118 orang (58,4%) dan
yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 84 orang (41,6%).
Semakin lama terapi ARV yang dijalani pasien maka akan semakin baik
kualitas hidupnya. Peran keluarga sangat dibutuhkan oleh ODHA pada saat awal
terapi ARV karena hal tersebut berhubungan dengan awal terdiagnosa HIV.
ODHA yang baru didiagnosa HIV biasanya akan merasa terkejut, sedih dan
depresi sehingga dukungan emosional keluarga sangat dibutuhkan ODHA agar
bisa menerima penyakitnya dan fokus menjalani pengobatan. ODHA yang
menjalani terapi ARV <1 tahun cenderung akan mencari berbagai informasi demi
mendapatkan proses penyembuhan yang maksimal baik dari internet, brosur
bahkan orang-orang terdekat.
Pada penelitian ini diketahui bahwa dukungan keluarga yang diterima
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun adalah dukungan rendah. 50%
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun mengalami depresi. Hal ini
dikarenakan ODHA belum open status dengan keluarganya sehingga tidak
mendapat dukungan yang maksimal. Selain itu, kualitas hidup pada ODHA yang
menjalani terapi ARV
<1 tahun juga kurang baik pada semua domain baik domain fisik, psikologis,
kemandirian, sosial, lingkungan dan spiritualnya. Hal ini berhubungan dengan
koping stres terhadap penyakit yang diderita ODHA, kebanyakan dari mereka
masih belum bisa menerima penyakit yang dideritanya dan mengalami depresi
sehingga memperburuk kualitas hidupnya.

Universitas Sriwijaya
113

ODHA sangat membutuhkan dukungan keluarga pada saat menjalani terapi


ARV, salah satunya terkait pendampingan, keluarga dapat mendampingi ODHA
selama menjalani terapi ARV baik pada saat mengambil obat ataupun konsultasi
dengan dokter sehingga ODHA mendapat dukungan emosional dari keluarga yang
akan mempengaruhi pembentukan koping yang adaptif untuk menghadapi stresor
yang mereka hadapi. Keluarga dapat memberikan semangat atau motivasi
sehingga dapat mengurangi stres yang dialami ODHA karena masalah fisik, psikis
maupun sosial yang dialami terkait infeksi HIVnya. Keluarga juga dapat
memberikan bantuan berupa dukungan informasi diantaranya menjelaskan kepada
ODHA saat ODHA bertanya hal yang tidak jelas tentang penyakitnya dan juga
seputar pengobatan ODHA. Dukungan yang baik dari keluarga akan
mempengaruhi ODHA dalam menjalani terapi ARV sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatannya dan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidupnya.
Sejalan dengan hasil penelitian ini, proporsi ODHA yang menjalani terapi ARV
<1 tahun dengan kualitas kurang kurang baik ada sebanyak 30 orang (71,4%)
sedangkan yang memiliki kualitas baik ada sebanyak 12 orang (28,6%). Proporsi
ODHA yang menjalani terapi ARV ≥1 tahun dengan kualitas kurang baik ada
sebanyak 93 orang (46,0%) sedangkan yang memiliki kualitas baik ada sebanyak
109 orang (54,0%). Hal ini membuktikan bahwa dukungan yang baik yang
diterima ODHA oleh keluarga akan mempengaruhi kepatuhan ODHA dalam
menjalani terapi ARV dan berdampak terhadap kualitas hidupnya.
Terapi ARV membuat infeksi HIV/AIDS dapat dikendalikan sehingga dapat
mencegah terjadinya infeksi oportunistik. Lama Penggunaan ARV pada pasien
HIV merupakan upaya untuk memperpanjang umur harapan hidup. ARV bekerja
melawan infeksi dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh.
Umumnya ARV efektif digunakan dalam bentuk kombinasi, bukan untuk
menyembuhkan, tetapi untuk memperpanjang hidup ODHA, membuat mereka
lebih sehat dan lebih produktif dengan mengurangi viremia dan meningkatkan
jumlah sel-sel CD4. ODHA yang telah lama mengkonsumsi ARV mengalami
peningkatan skor kualitas hidupnya. ARV terbukti memperpanjang umur harapan
hidup ODHA, menjaga kesehatan fisik, serta meningkatkan manajemen penyakit
(Fitri and Fatwa, 2017).

Universitas Sriwijaya
114

5.2.3 Hubungan Usia dengan Kualitas Hidup ODHA


Rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 32,16 tahun dengan
rentang usia 31,12-33,21 tahun. Usia rata-rata tersebut sesuai dengan hasil survei
yang dilakukan oleh UNAIDS (2019) pada penderita HIV/AIDS di dunia dimana
kelompok usia paling banyak terinfeksi HIV berada pada kelompok usia produktif
yakni 25-49 tahun. Hasil ini sejalan dengan survei yang dilakukan SIHA (2020)
dimana jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia paling banyak berada pada
kelompok umur 25-49 tahun.
Namun, apabila dilihat dari hasil penelitian sebelumnya, usia rata-rata
tersebut masih lebih muda dibandingkan dengan hasil penelitian Suleiman et al.
(2015) di Nigeria yang mendapatkan rata-rata 39,1 tahun, penelitian Razavi et al.
(2012) di Iran dengan hasil usia rata-rata 35,7 tahun, dan Desta et al. (2020) di
Ethiopia yang menemukan karakteristik usia rata-rata penderita HIV/AIDS dalam
penelitiannya 35,11 tahun.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dan berusia ≥ 30 tahun ada sebanyak 50,0% dan responden
dengan kualitas kurang baik yang berusia < 30 tahun ada sebanyak 50,0%. Hasil
analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,997 (P-value >0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia
dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang. Pada hasil analisis multivariat
didapatkan bahwa usia merupakan variabel confounding antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup pada ODHA di Kota Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Nigeria
oleh Suleiman et al. (2015) didapatkan hasil nilai p-value (0,475) menunjukkan
tidak ada hubungan antara usia dengan kualitas hidup ODHA. Pada penelitian
Kartika (2019) juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan
kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value (0,233). Namun berbeda halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Razavi et al. (2012) yang menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara usia dengan kualitas hidup ODHA pada domain
hubungan sosial (P=0,021) dan spiritual (P=0,024) dan menjelaskan bahwa pasien
HIV/AIDS yang berusia ≥ 35 tahun memiliki kualitas hidup yang rendah. Usia
yang

Universitas Sriwijaya
115

lebih tua terbukti berhubungan dengan ketidakpuasan dengan hubungan sosial


seseorang.
Secara umum, dengan bertambahnya usia maka akan mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. Hal ini dikarenakan adanya perubahan fisik, sosial, lingkungan
dan psikologis. Namun pada pasien HIV/AIDS, kualitas hidup tidak dipengaruhi
oleh usia karena diagnosa HIV sudah menjadi stressor yang mempengaruhi
seluruh aspek dalam kehidupan pasien. Sehingga kualitas hidup yang kurang baik
tidak terbatas pada usia yang lebih tua namun juga pada usia yang lebih muda.
Pada ADHA (Anak dengan HIV/AIDS) yang berusia 5-11 tahun yakni anak-
anak memiliki dukungan keluarga tinggi baik dukungan emosional, instrumental,
informasi dan penghargaan serta memiliki kualitas hidup yang baik. Dimana pada
domain fisik dan sosial berstatus kurang baik. Pada domain fisik ADHA merasa
tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi
HIVnya, selain itu hal lain yang berhubungan dengan fisik ADHA yakni
kemampuan dalam berkonsentrasi agak kurang. Pada salah satu ADHA
kemampuan mendengarnya agak kurang dan satunya lagi pengucapan kata-kata
dalam bicaranya agak kurang jelas. Pada domain sosial mereka merasa biasa saja
dengan dukungan dari teman-temannya. Keduanya agak kurang dalam bergaul
dengan teman-temannya maupun lingkungan sekitarnya dan termasuk anak yang
pendiam.
Adapun untuk ODHA yang berusia 17-25 tahun yakni remaja akhir
memiliki dukungan keluarga rendah pada semua domain baik dukungan
emosioanl, instrumental, informasi dan penghargaan, serta memiliki kualitas hidup
baik. Dimana pada domain fisik, psikologis dan spiritual berstatus kurang baik.
Pada domain fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah
fisik yang terkait dengan infeksi HIVnya sedangkan pada domain spiritual ODHA
merasa takut dan khawatir untuk menghadapi masa depan dan kematian. Pada
domain psikologis kadang-kadang ODHA merasa mengalami perasaan negatif
seperti tidak mood, putus asa dan depresi.
Pada ODHA yang berusia 26-35 tahun yakni dewasa awal memiliki
dukungan keluarga rendah pada semua domain baik dukungan emosional,
instrumental, informasi dan penghargaan. Sedangkan untuk kualitas hidup
tergolong kurang baik

Universitas Sriwijaya
116

pada domain fisik, psikologis, dan spiritual. Pada domain spiritual ODHA merasa
terganggu dengan orang-orang yang menyalahkan status HIV mereka, serta merasa
takut dan khawatir dalam menghadapi masa depan dan kematian. Pada domain
fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang
terkait dengan infeksi HIVnya sedangkan pada domain psikologis kadang-kadang
ODHA merasa mengalami perasaan negatif seperti tidak mood, putus asa dan
depresi.
Pada ODHA yang berusia 36-45 tahun yakni dewasa akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional dan penghargaan,
serta memiliki kualitas hidup yang baik. Dimana pada domain fisik dan tingkat
kemandirian berstatus kurang baik. Pada domain fisik ODHA merasa tidak
nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi HIVnya,
sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA merasa biasa saja dengan
kemampuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-harinya.
Pada ODHA yang berusia 46-55 tahun yakni lansia awal memiliki dukungan
keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan penghargaan.
Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir semua domain
yakni domain fisik, tingkat kemandirian, sosial dan lingkungan. Pada domain fisik
ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA
merasa biasa saja dengan kemampuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas
sehari-harinya. Pada domain sosial ODHA merasa biasa saja dengan hubungan
pribadi, kehidupan seksual dan dukungan dari teman-temannya, sedangkan pada
domain lingkungan ODHA merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan
kehidupan sehari-harinya, lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta
kesempatan untuk melakukan kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja dengan
lingkungan tempat tinggal dan akses pelayanan kesehatannya.
Pada ODHA yang berusia 56-65 tahun yakni lansia akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan
penghargaan. Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir
semua domain yakni domain fisik, kemandirian, sosial dan lingkungan. Pada
domain fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik
yang terkait dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain tingkat kemandirian
ODHA merasa biasa
Universitas Sriwijaya
117

saja dengan kemampuan untuk bekerja, jalan-jalan dan melakukan aktivitas sehari-
harinya. Pada domain sosial ODHA merasa biasa saja dengan hubungan pribadi,
kehidupan seksual dan dukungan dari teman-temannya. Pada domain lingkungan
ODHA merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan kehidupan sehari-
harinya, lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta kesempatan untuk
melakukan kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja dengan lingkungan
tempat tinggal, transportasi dan akses pelayanan kesehatannya.
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia merupakan confounding
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA. Semakin bertambahnya
usia ODHA maka dapat meningkatkan peran keluarga terhadap ODHA, sehingga
dengan demikian dapat mengurangi resiko terjadinya kualitas hidup yang kurang
baik. Secara umum, dengan bertambahnya usia maka akan mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. Hal ini dikarenakan adanya perubahan fisik, sosial, lingkungan
dan psikologis. Pada usia dewasa kondisi fisik masih prima berbeda dengan
kondisi lansia yang sangat rentan terhadap progresivitas penyakit. Organ-
organ dalam tubuh yang sudah mengalami disfungsi akan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan seseorang terutama orang dengan HIV/AIDS yang sangat
rentan terhadap penuruan sistem imun dan menjadi pintu masuknya infeksi
oportunistik.
Usia berkaitan dengan pola pikir dan kematangan seseorang untuk menilai
jenis stressor yang datang, kemampuan beradaptasi dan mekanisme koping yang
adaptif yang digunakan mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil
keputusan. Secara umum umur mempengaruhi kematangan psikologis dari
seseorang. Hal ini dikarenakan semakin bertambah usia, seseorang lebih matang
terutama dari segi psikologis, termasuk kesiapan ketika menghadapi kondisi sakit.
Keluarga memiliki peran dalam menentukan psikologis yang baik bagi ODHA.
Psikologis yang baik akan mempengaruhi proses pengobatan maupun
penyembuhan pada ODHA karena dukungan keluarga dapat membantu
mengurangi rasa cemas, stres ataupun depresi saat menjalani pengobatan.
Dalam penelitian ini pada ODHA dewasa akhir hingga lansia akhir dapat
dilihat bahwa koping stresnya sudah baik dan sudah bisa menerima kondisi
HIVnya. Penerimaan diri terhadap penyakitnya seperti rasa ikhlas, tidak
menjadikan penyakit sebagai beban serta keadaan fisik yang cenderung banyak

Universitas Sriwijaya
118

mengalami perubahan membuat ODHA lebih fokus kepada pengobatan yang


dijalaninya. Disini juga dapat dilihat bahwa domain spiritual mereka juga sudah
baik dimana mereka sudah tidak merasa khawatir lagi dalam menghadapi masa
depan dan kematian dan lebih mendekatkan diri kepada tuhan, serta menjauhkan
diri dari perilaku-perilaku berisiko yang dapat memperburuk penyakitnya.
5.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
responden memiliki tingkat pendidikan tinggi yakni 88,1% sedangkan yang
tingkat pendidikannya rendah hanya 11,9%. Sedangkan untuk 2 orang ADHA
yang berusia
10 tahun pendidikan terakhir mereka adalah tamat TK karena saat ini mereka
masih menempuh pendidikan SD. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Kupang oleh Fitri dan Fatwa (2017) yang
mendapatkan responden dalam penelitiannya paling banyak memiliki
pendidikan tinggi yakni
66%. Selain itu, Kusuma (2011) juga mendapatkan responden dalam penelitiannya
mayoritas lulus SMA dan perguruan tinggi yakni 93,5%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang berpendidikan rendah ada sebanyak 48,3% dan responden
dengan kualitas kurang baik yang berpendidikan tinggi ada sebanyak 50,7%. Hasil
analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,962 (P-value >0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Ghana oleh Osei-yeboah et al. (2017) didapatkan hasil nilai p-value (0,220)
menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup
ODHA. Pada penelitian Safitri (2018) juga menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value
(0,141). Namun berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma
(2011) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan kualitas hidup ODHA, diperoleh nilai p-value (0,048). Pada
penelitian ini juga menyatakan bahwa ODHA yang berpendidikan rendah berisiko
2,017 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik daripada ODHA yang

Universitas Sriwijaya
119
berpendidikan tinggi. Penelitian Suleiman et al. (2015) diperoleh nilai OR
sebesar 1,68 yang artinya

Universitas Sriwijaya
120

ODHA dengan tingkat pendidikan rendah berisiko 1,68 kali untuk mengalami
kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang mempunyai tingkat
pendidikan tinggi.
Pada penelitian ini proporsi responden yang memiliki pendidikan rendah
dengan kualitas hidup baik lebih besar yakni 51,7% dibandingkan responden
dengan pendidikan rendah dan kualitas hidup kurang baik. Zainudin (2016)
mengungkapkan walaupun responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah,
tetapi responden memiliki pengetahuan baik tentang penyakitnya, dikarenakan
setiap bulannya pihak LSM melakukan pertemuan secara rutin pada teman-teman
ODHA untuk memberikan informasi dan pengetahuan baru terkait HIV/AIDS.
Selain itu, ODHA juga bisa mendapat informasi baik dari Pendamping Sebaya
(PS), tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan atau juga melalu Seminar
yang diadakan oleh Pihak Rumah Sakit atau Komunitas baik tentang pengetahuan
dasar HIV/AIDS, pengobatan ARV, dan perkembangan pengetahuan lain yang
dapat menunjang peningkatan kualitas hidup ODHA.
5.2.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
responden bekerja yakni 84,4% sedangkan untuk yang tidak bekerja 15,6%.
Sedangkan untuk 2 orang ADHA yang berusia 10 tahun mereka masih belum
bekerja. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di
Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) dimana responden yang bekerja ada sebanyak
75,3%. Selain itu, Fitri dan Fatwa (2017) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya mayoritas bekerja yakni 66,0%. Namun hasil ini berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan di Iran oleh Charkhian et al. (2014) dimana 64,2%
respondennya berstatus tidak bekerja.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang tidak bekerja ada sebanyak 52,6% dan responden dengan
kualitas kurang baik yang bekerja ada sebanyak 50,0%. Hasil analisis statistik Uji
Chi Square menunjukkan P-value = 0,903 (P-value >0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
kualitas hidup ODHA di Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
121

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di


Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) didapatkan hasil nilai p-value (0,401)
menunjukkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kualitas hidup ODHA.
Pada penelitian Safitri (2018) juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value (1,000). Namun
berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh di Ghana oleh Osei-yeboah
et al. (2017) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan kualitas hidup ODHA, diperoleh nilai p-value (0,001).
Penelitian Kusuma (2011) juga menyatakan terdapat hubungan yang signifikan
antara pekerjaan dengan kualitas hidup ODHA nilai p-value (0,047). Pada
penelitian ini juga menyatakan bahwa ODHA yang tidak bekerja berisiko 2,023
kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik daripada ODHA yang bekerja.
Pada penelitian ini ODHA memiliki kesadaran untuk memperoleh kualitas
hidup yang lebih baik dengan menjaga kesehatannya. Salah satunya dengan
bekerja secara produktif, sehingga meskipun ODHA sibuk dengan pekerjaan,
mereka tetap teratur minum obat dan mendapat support dari keluarga dan teman-
teman sehingga mereka tidak lupa minum obat.
Secara umum, orang yang memiliki pekerjaan akan memperoleh
penghasilan yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kesehatan fisik dan mental dapat diperoleh dari aktivitas kerja yang dilakukan
secara interaktif dan saling mendukung. Pada pasien HIV, selain menambah
pendapatan, dengan bekerja memungkinkan pasien HIV untuk mengalihkan
perhatiannya dari memikirkan masalah-masalah negatif terkait penyakit serta
menciptakan perasaan bahwa dia berguna dan produktif. Selain itu, pasien HIV
yang bekerja akan lebih banyak berinteraksi atau berhubungan sosial dengan orang
lain selain yang ada di lingkungan rumahnya (Safitri, 2018).
5.2.6 Hubungan Penghasilan dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
responden memiliki penghasilan <UMR yakni 64,4% sedangkan untuk yang
≥UMR sebanyak 33,6%. Sedangkan untuk 2 orang ADHA yang berusia 10 tahun
mereka masih belum memiliki penghasilan atau pun bekerja yang artinya biaya
hidup mereka masih ditanggung oleh orang tuanya. Hasil ini sesuai dengan hasil

Universitas Sriwijaya
122

penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kupang oleh Fitri dan Fatwa (2017)
dimana responden yang memiliki penghasilan <UMR sebanyak 76%. Selain itu,
Safitri (2018) juga mendapatkan responden dalam penelitiannya mayoritas
memiliki penghasilan di bawah UMR yakni 64,5%. Namun hasil ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2011) dimana 79,3%
respondennya memiliki penghasilan di atas UMR.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dengan penghasilan < UMR ada sebanyak 51,9% dan
responden yang memiliki kualitas kurang baik dengan penghasilan ≥ UMR ada
sebanyak 47,6%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value =
0,619 (P-value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA di Kota
Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Surabaya oleh Safitri (2018) didapatkan hasil nilai p-value (0,678) menunjukkan
tidak ada hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA. Pada
penelitian Zainudin, Meo dan Tanaem (2016) juga menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value
(0,70). Namun berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh di Jakarta
oleh Kusuma (2011) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara
penghasilan dengan kualitas hidup ODHA, diperoleh nilai p-value (0,041). Pada
penelitian ini juga menyatakan bahwa ODHA dengan penghasilan rendah berisiko
2,021 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik daripada ODHA yang
berpenghasilan tinggi.
Secara umum pasien yang mempunyai pendapatan keluarga yang
mencukupi dapat menunjang untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sehingga
dalam hal ini bukan hanya dapat menunjang kebutuhan hidup sehari-hari namun
juga biaya pengobatan yang diperlukan terkait penyakit sehingga menjaga derajat
kesehatannya (Kusuma, 2011). Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA. Hal ini dikarenakan
obat ARV yang didapat responden gratis dan ketika responden kehabisan obat di
rumah dan tidak mempunyai biaya transportasi untuk mengambilnya, pihak LSM
atau tenaga kesehatan sendiri yang akan mengantar langsung ke rumah responden.

Universitas Sriwijaya
123

Selain itu mayoritas responden memiliki transportasi sendiri dan akses ke


pelayanan kesehatan juga tidak sulit, sehingga faktor penghasilan tidak
berpengaruh terhadap kualitas hidup.
5.2.7 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 84,4% sedangkan responden yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 15,6%. Sedangkan untuk 2 orang ADHA yang
berusia 10 tahun berjenis kelamin perempuan. Hasil ini sesuai dengan survei
(UNAIDS, 2020) dimana 50% dari keseluruhan jumlah penderita HIV/AIDS di
dunia adalah laki-laki. Dari data survei (SIHA, 2020b) didapatkan hasil 67% dari
keseluruhan jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia adalah laki-laki. Hasil ini
sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Iran oleh Charkhian
et al. (2014) dimana responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 66,6%.
Selain itu, Kusuma (2011) juga mendapatkan responden dalam penelitiannya
mayoritas berjenis kelamin laki-laki yakni 70,7%. Namun hasil ini berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan di Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) dimana
67,7% respondennya berjenis kelamin perempuan. Penelitian di Ghana oleh Osei-
yeboah et al. (2017) juga mendapatkan 73,42% responden dalam penelitiannya
berjenis kelamin perempuan. Dari hasil ini dapat dilihat laki-laki lebih rentan
terkena infeksi HIV. Berdasarkan cara penularan, laki-laki lebih banyak terpapar
dengan kejadian infeksi HIV yakni melalui dua cara utama meliputi: seks bebas
(baik homoseksual dan heteroseksual) serta penggunaan jarum suntik. Sedangkan,
wanita umumnya terpapar dari suami melalui hubungan seksual dan transfusi
darah.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dan berjenis kelamin laki-laki ada sebanyak 51,9% dan
responden yang memiliki kualitas kurang baik dengan jenis kelamin perempuan
ada sebanyak 42,1%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-
value =
0,348 (P-value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA di Kota
Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Ghana oleh Osei-yeboah et al. (2017) didapatkan hasil nilai p-value (0,53)
Universitas Sriwijaya
124
menunjukkan tidak ada hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup
ODHA. Pada

Universitas Sriwijaya
125

penelitian di Kupang oleh Zainudin, Meo dan Tanaem (2016) juga menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA
dengan nilai p-value (0,67). Namun berbeda halnya dengan penelitian yang
dilakukan di Iran oleh Nojomi, Anbary dan Ranjbar, (2008) yang menyatakan
terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup
ODHA, diperoleh nilai p-value (0,001). Penelitian Kusuma (2011) juga
menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
kualitas hidup ODHA nilai p-value (0,009). Pada penelitian ini juga menyatakan
bahwa perempuan berisiko 5 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
daripada laki-laki.
Menurut Magfirah (2014) tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dengan
kualitas hidup pada ODHA. Hal ini disebabkan karena adanya saling support
antara sesama ODHA laki-laki dan perempuan dalam kelompok dukungan sebaya
sehingga mengurangi tekanan psiklologis yang dialami ODHA karena dia tidak
merasa sendiri. Adanya pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap bulannya
membuat mereka saling menceritakan masalah yang dihadapi kepada teman-teman
lainnya sehingga mereka dapat memperoleh solusi dari masalah tersebut. ODHA
yang bergabung dalam kelompok dukungan sebaya merasa memiliki keluarga baru
yang bisa ditemani buat berbagi suka dan duka.
5.2.8 Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
berstatus belum menikah yakni 64,3% sedangkan untuk yang sudah menikah ada
29,5% dan yang berstatus janda/duda ada 6,1%. Sedangkan untuk 2 orang ADHA
yang berusia 10 tahun status mereka masih belum menikah. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Ghana oleh Osei-yeboah et
al. (2017) dimana responden yang belum menikah ada sebanyak 53,80%. Selain
itu, Kusuma (2011) juga mendapatkan responden dalam penelitiannya lebih
banyak yang belum menikah yakni 48,8%. Namun hasil ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan di Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) dimana 68,2%
respondennya berstatus sudah menikah.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang belum menikah ada sebanyak 52,9% dan responden dengan
kualitas kurang baik yang sudah menikah ada sebanyak 43,1% sedangkan

Universitas Sriwijaya
126

responden dengan kualitas kurang baik yang berstatus janda/duda ada sebanyak
60,0%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,288 (P-
value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara status marital dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Kupang oleh Zainudin, Meo dan Tanaem (2016) didapatkan hasil nilai p-value
(0,88) menunjukkan tidak ada hubungan antara status marital dengan kualitas
hidup ODHA. Pada penelitian di Ghana oleh Osei-yeboah et al. (2017) juga
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status marital dengan kualitas hidup
ODHA dengan nilai p-value (0,95). Namun berbeda halnya dengan penelitian
yang dilakukan di Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) yang menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara status marital dengan kualitas hidup ODHA,
diperoleh nilai p-value (0,015). Pada penelitian ini juga menyatakan bahwa ODHA
yang belum menikah berisiko 1,81 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
daripada ODHA yang sudah menikah. Penelitian Kusuma (2011) diperoleh nilai
OR sebesar 2,204 yang artinya ODHA yang belum menikah berisiko 2,204 kali
untuk mengalami kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang
sudah menikah.
Pada penelitian ini diketahui bahwa status marital tidak berhubngan secara
signifikan dengan kualitas hidup ODHA. Hal ini dikarenakan ODHA masih
mendapat dukungan dari keluarga, LSM dan teman-teman yang sama-sama
menderita HIV/AIDS untuk bisa tetap hidup lebih baik. Selain itu seseorang yang
sudah menikah, belum menikah dan berstatus duda/janda mempunyai sumber
koping yang adekuat, baik dari keluarga, pasangannya, dukungan sosial, dan
dukungan dari konselor rumah sakit yang memiliki peran dalam meningkatkan
kepercayaan diri seseorang sehingga dapat lebih mengembangkan koping yang
adaptif terhadap stressor. ODHA tidak hanya mendapat support dari pasangan
hidup mereka tetapi mereka juga mendapat dukungan dari keluarga, teman-teman
sebaya, tenaga kesehatan serta dukungan dari LSM (Novianti, Parjo and Ariyani,
2015).
5.2.9 Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup ODHA

Universitas Sriwijaya
127

Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas


memiliki lama menderita HIV <5 tahun sebesar 77,5% sedangkan responden
dengan lama menderita HIV ≥5 tahun sebesar 22,5%. Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan di Pontianak oleh (Novianti, Parjo and
Ariyani, 2015) dimana responden pada penelitiannya lebih banyak yang menderita
HIV <5 tahun sebanyak 57,1%. Selain itu, Kusuma (2011) juga mendapatkan rata-
rata lama menderita HIV pada responden penelitiannya adalah 3,08 tahun.
Penelitian Ethel dan Sofro (2016) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya rata-rata telah menderita HIV selama 3 tahun.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang menderita HIV ≥ 5 tahun ada sebanyak 34,5% dan responden
dengan kualitas kurang baik yang menderita HIV < 5 tahun ada sebanyak 55,0%.
Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,012 (P-value
<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
lama menderita HIV dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang. Nilai
Prevalence Ratio sebesar 1,593 dengan rentang nilai 95% CI (1,083 – 2,343). Hal
ini menunjukkan bahwa ODHA yang menderita HIV <5 tahun berisiko 1,593 kali
untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibandingkan ODHA yang menderita
HIV ≥5 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Pontianak oleh Novianti et.al., (2015) didapatkan hasil nilai p-value (0,00)
menunjukkan ada hubungan antara lama menderita HIV dengan kualitas hidup
ODHA. Pada penelitian di Jakarta oleh Kusuma (2011) juga menyatakan ada
hubungan antara lama menderita penyakit dengan kualitas hidup ODHA dengan
nilai p-value (0,049). Penelitian Kartika (2019) didapatkan hasil nilai p-value
(0,047) menunjukkan ada hubungan antara lama terdiagnosa dengan kualitas hidup
ODHA. Pada penelitian ini juga menyatakan bahwa ODHA yang menderita HIV
<5 tahun berisiko 7 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibandingkan
dengan ODHA yang menderita HIV ≥5 tahun. Terdapat penelitian lain oleh Ethel
dan Sofro (2016) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara lama menderita HIV dengan kualitas hidup pada domain psikologis pasien
HIV/AIDS RSUP Dr. Kariadi Semarang (P=0,004). Penelitian Mardia, Ahmad
and

Universitas Sriwijaya
128

Riyanto (2017) menyatakan bahwa pasien yang telah menderita HIV ≥32 bulan
memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar mempunyai kualitas hidup lebih baik.
Penelitian ini sekaligus menguatkan bahwa secara fisik, pasien yang telah
menjalani terapi ARV akan menjalani aktivitas seperti orang yang tidak menderita
HIV/AIDS. Menurut. Namun berbeda halnya dengan penelitian di Ethiopia oleh
Negera and Mega (2019) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara lama
terdiagnosa HIV dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value (0,36).
Menurut Bello (2013) pasien HIV pada stadium lanjut memiliki kualitas
hidup lebih tinggi. Pada tahap ini pasien pengguna ARV merasa obat-obatan telah
menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari. Hasil penelitian oleh Pitt et.al. (2009)
menunjukan bahwa penggunaan obat-obatan ARV menunjukan kualitas hidup
hidup lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak mengkonsumsi ARV.
Pasien HIV yang telah lama menderita penyakit telah memiliki koping yang
adaptif dengan cara mengkonsumsi ARV secara rutin guna mempertahankan
jumalh CD4 tetap berada dalam rentang normal. Jumlah CD4 yang normal
menunjukan pertahanan tubuh yang adekuat dan terhindar dari berbagi infeksi
penyakit sehingga mampu beraktivitas seperti biasanya.
5.2.10 Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
memiliki lama terapi ≥1 tahun sebesar 77,5% sedangkan responden dengan lama
menderita HIV <1 tahun sebesar 22,5%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Yogyakarta oleh (Kartika, 2019) dimana responden
pada penelitiannya lebih banyak yang telah menjalani terapi >2 tahun sebanyak
55,3%. Namun lain halnya dengan penelitian (Fitri and Fatwa, 2017) dimana
responden pada penelitiannya lebih banyak yang menjalani terapi <2 tahun
sebanyak 53,0%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dengan terapi ARV < 1 tahun ada sebanyak 71,4% dan
responden yang memiliki kualitas kurang baik dengan terapi ARV ≥ 1 tahun ada
sebanyak 46,0%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value =
0,005 (P-value <0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara lama terapi ARV dengan kualitas hidup ODHA di Kota

Universitas Sriwijaya
129

Palembang. Nilai Prevalence Ratio sebesar 1,551 dengan rentang nilai 95% CI
(1,217 – 1,978). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV
<1 tahun tahun berisiko 1,551 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
dibandingkan ODHA yang telah menjalani terapi ARV ≥1 tahun. Pada hasil
analisis multivariat didapatkan bahwa lama terapi ARV merupakan variabel
confounding antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada ODHA di Kota
Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mardia, Ahmad dan Riyanto (2017) menyatakan ada hubungan antara lama terapi
ARV dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value (0,013). Penelitian ini
juga menyebutkan bahwa ODHA yang terapi ARV ≥29 bulan memiliki kualitas
hidup
10,27 lebih baik dibandingkan dengan ODHA yang terapi ARV <29 bulan. Hasil
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kupang oleh Fitri dan Fatwa
(2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama
terapi dengan kualitas hidup ODHA (p=0,018) dengan nilai OR 2,91 (95% CI
1,19-7,13). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV ≥2
tahun memiliki peluang 2,91 kali lebih besar memiliki kualitas hidup lebih baik
dibandingkan dengan ODHA yang terapi ARV <2 tahun.
Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan bahwa lama terapi ARV
merupakan confounding antara dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pada
ODHA. Semakin lama terapi ARV yang dijalani pasien maka akan semakin baik
kualitas hidupnya. Peran keluarga sangat dibutuhkan oleh ODHA pada saat awal
terapi ARV karena hal tersebut berhubungan dengan awal terdiagnosa HIV.
ODHA yang baru didiagnosa HIV biasanya akan merasa terkejut, sedih dan
depresi sehingga dukungan emosional keluarga sangat dibutuhkan ODHA agar
bisa menerima penyakitnya dan fokus menjalani pengobatan. ODHA yang
menjalani terapi ARV <1 tahun cenderung akan mencari berbagai informasi demi
mendapatkan proses penyembuhan yang maksimal baik dari internet, brosur
bahkan orang-orang terdekat.
Pada penelitian ini diketahui bahwa dukungan keluarga yang diterima
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun adalah dukungan rendah. 50%
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun mengalami depresi. Hal ini

Universitas Sriwijaya
130
dikarenakan ODHA belum open status dengan keluarganya sehingga tidak
mendapat dukungan

Universitas Sriwijaya
131

yang maksimal. Selain itu, kualitas hidup pada ODHA yang menjalani terapi ARV
<1 tahun juga kurang baik pada semua domain baik domain fisik, psikologis,
kemandirian, sosial, lingkungan dan spiritualnya. Hal ini berhubungan dengan
koping stres terhadap penyakit yang diderita ODHA, kebanyakan dari mereka
masih belum bisa menerima penyakit yang dideritanya dan mengalami depresi
sehingga memperburuk kualitas hidupnya.
Terapi ARV membuat infeksi HIV/AIDS dapat dikendalikan sehingga dapat
mencegah terjadinya infeksi oportunistik. Lama Penggunaan ARV pada pasien
HIV merupakan upaya untuk memperpanjang umur harapan hidup. ARV bekerja
melawan infeksi dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh.
Umumnya ARV efektif digunakan dalam bentuk kombinasi, bukan untuk
menyembuhkan, tetapi untuk memperpanjang hidup ODHA, membuat mereka
lebih sehat dan lebih produktif dengan mengurangi viremia dan meningkatkan
jumlah sel-sel CD4. ODHA yang telah lama mengkonsumsi ARV mengalami
peningkatan skor kualitas hidupnya. ARV terbukti memperpanjang umur harapan
hidup ODHA, menjaga kesehatan fisik, serta meningkatkan manajemen penyakit
(Fitri and Fatwa, 2017).
5.2.11 Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
mengalami stigma rendah sebesar 78,7% sedangkan responden yang mengalami
stigma tinggi sebesar 21,3%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan di Maluku Utara oleh Acce (2018) dimana responden pada
penelitiannya lebih banyak yang mengalami stigma rendah sebanyak 74,3%.
Penelitian Betty, Asfriyati dan Sri (2019) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya mengalami stigma lemah yakni sebesar 59,4%. Namun lain halnya
dengan penelitian Tesemma et al. (2019) dimana responden pada penelitiannya
lebih banyak yang mengalami stigma tinggi yakni sebesar 54,2%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang mengalami stigma tinggi ada sebanyak 69,2% dan responden
dengan kualitas kurang baik yang mengalami stigma rendah ada sebanyak 45,3%.
Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,004 (P-value
<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

Universitas Sriwijaya
132

stigma dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang. Nilai Prevalence Ratio
sebesar 1,528 dengan rentang nilai 95% CI (1,203–1,940). Hal ini menunjukkan
bahwa ODHA yang mengalami stigma tinggi berisiko 1,528 kali untuk memiliki
kualitas hidup kurang baik dibandingkan ODHA yang mengalami stigma rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Maluku Utara oleh Acce (2018) didapatkan hasil nilai p-value (0,002)
menunjukkan ada hubungan antara stigma dengan kualitas hidup ODHA.
Penelitian Betty, Asfriyati dan Sri (2019) juga menyatakan adanya hubungan
antara stigma dengan kualitas hidup ODHA, diperoleh nilai p-value (0,002)
nilai PR 3,649 dengan rentang 95% CI (1,327-10,003) artinya ODHA yang
mengalami stigma negatif yang kuat berisiko 3,649 kali untuk mengalami kualitas
hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang mengalami stigma negatif
lemah. Penelitian Lisnawati, Sori dan Ismayadi (2016) juga menyatakan
terdapat hubungan yang signifikan antara stigma dengan kualitas hidup ODHA
dengan nilai p-value (0,00) dengan kekuatan sedang dan arah korelasi negatif
yang berarti semakin tinggi stigma maka semakin rendah kualitas hidup ODHA.
Pada penelitian ini ODHA yang mengalami stigma rendah sebesar 78,7%.
Melihat kontribusi stigma terhadap kualitas hidup memang masih sangat kecil
karena beberapa responden masih menutup diri (menyembunyikan statusnya) baik
terhadap keluarga pasangan maupun lingkungan sekitar. Hal ini akan berdampak
pada banyak hal terutama dalam hal pencegahan. Selain itu status yang ditutupi di
masyarakat akan menyebabkan ODHA akan kurang bersosialisasi dengan
lingkungannya. Kurangnya sosialisasi baik dalam keluarga maupun tetangga akan
menyebabkan ODHA tidak mengetahui kondisi jelas yang terjadi apakah ODHA
di stigma atau tidak.
Stigma dan diskriminasi yang berkembang di masyarakat, tenaga medis,
teman maupun keluarga akan memperburuk kondisi pasien. Penderita HIV/AIDS
sering mendapat perlakuan yang tidak baik setelah mereka dinyatakan positif
mengidap HIV/AIDS. Dalam hidup bermasyarakat, stigma juga menghalangi
penderita HIV untuk melakukan aktivitas sosial. Orang yang menderita HIV akan
menutup diri dan cenderung tidak bersedia melakukan interaksi dengan keluarga,
teman dan tetangga. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat beranggapan

Universitas Sriwijaya
133

bahwa orang dengan HIV positif adalah orang berperilaku tidak baik seperti
perempuan pekerja seksual, pengguna narkoba dan homoseksual. Kelompok ini
oleh sebagian masyarakat dianggap mempengaruhi epidemi HIV dan membuat
masyarakat menjadi menolak dan membenci kelompok tersebut. Stigma tersebut
menjadi penghalang ODHA untuk mengungkap statusnya (Betty, Asfriyati and
Sri,
2019).
Dengan adanya stigma yang dialami oleh ODHA maka mereka enggan
untuk mengakses ke pelayanan kesehatan, sehingga pencegahan infeksi pada
ODHA menjadi sangat rendah, yang akan menyebabkan kualitas hidup ODHA
juga akan rendah, baik secara fisik maupun psikologis, karna stigma diri yang
dialami ODHA yang akan membuat ODHA selalu merasa didiskriminasi oleh
orang lain, baik keluarga, masyarakat dan juga petugas kesehatan. Tingginya
stigma diri yang dirasakan ODHA membuat mereka enggan untuk
mengungkapkan status mereka kepada masyarakat, sehingga hubungan sosial
ODHA dengan lingkungan luar terbatas, dan kesempatan mendapat informasi
yang lebih banyak akan terhambat (Lisnawati, Sori and Ismayadi, 2016).
5.2.12 Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
tidak mengalami depresi sebesar 73,4% sedangkan responden yang mengalami
depresi sebesar 26,6%. Sedangkan untuk 2 orang ADHA yang berusia 10 tahun
mereka tidak mengalami depresi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Maluku Utara oleh Acce (2018) dimana responden
pada penelitiannya lebih banyak yang tidak mengalami depresi sebanyak 93,2%.
Namun lain halnya dengan penelitian Tesemma et al. (2019) dimana responden
pada penelitiannya lebih banyak yang mengalami depresi yakni sebesar 52,2%.
Penelitian Betty, Asfriyati and Sri (2019) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya lebih banyak yang mengalami depresi yakni sebanyak 59,4%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang mengalami depresi ada sebanyak 78,5% dan responden dengan
kualitas kurang baik yang tidak depresi ada sebanyak 40,2%. Hasil analisis
statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,000 (P-value <0,05), sehingga

Universitas Sriwijaya
134
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara depresi dengan
kualitas

Universitas Sriwijaya
135

hidup ODHA di Kota Palembang. Nilai Prevalence Ratio sebesar 1,951 dengan
rentang nilai 95% CI (1,566–2,429). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang
mengalami depresi berisiko 1,951 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
dibandingkan ODHA yang tidak mengalami depresi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Acce (2018) didapatkan hasil nilai p-value (0,001) menunjukkan ada hubungan
antara depresi dengan kualitas hidup ODHA. Penelitian Betty, Asfriyati dan Sri
(2019) juga menyatakan adanya hubungan antara depresi dengan kualitas hidup
ODHA, diperoleh nilai p-value (0,001) nilai PR 5,816 dengan rentang 95% CI
(1,610-21,004) artinya ODHA yang mengalami depresi berisiko 5,816 kali untuk
mengalami kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang tidak
mengalami depresi. Penelitian Lisnawati, Sori dan Ismayadi (2016) menyatakan
terdapat hubungan yang signifikan antara stigma dengan kualitas hidup ODHA
dengan nilai p-value (0,00) dengan kekuatan sedang dan arah korelasi negatif yang
berarti semakin tinggi depresi maka semakin rendah kualitas hidup ODHA. Pada
penelitian Kusuma (2011) menyatakan bahwa ODHA yang mengalami depresi
berisiko 12,1 kali untuk mengalami kualitas hidup kurang baik dibanding
responden yang tidak mengalami depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma
(2011) menunjukan adanya hubungan antara depresi dengan kualitas hidup
ODHA, diperoleh nilai p-value (0,000) nilai OR 12,122 dengan rentang 95% CI
(4,34-33,8) artinya ODHA yang mengalami depresi berisiko 12,122 kali untuk
mengalami kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang tidak
mengalami depresi.
Menurut hasil observasi, ODHA mengalami gangguan fisik dimana 38,5%
ODHA merasa kurang nafsu makan, 37,7% merasa lelah atau kurang bertenaga
dan
31,6% ODHA mengalami gangguan tidur. Rata-rata ODHA yang mengalami
depresi adalah ODHA yang baru mengetahui statusnya. Secara psikis seseorang
yang terinfeksi HIV dan AIDS akan merasa cemas, marah, takut dan perasaan
bersalah, dimana pada item kuesioner depresi didapat sebanyak 25,4% ODHA
merasa murung, pilu dan putus asa, dan 25,5% ODHA merasa buruk akan diri
sendiri dan telah mengecewakan diri sendiri atau keluarga dan 9% ODHA berpikir

Universitas Sriwijaya
136
lebih baik mati atau melukai diri sendiri dengan suatu cara. Apabila kondisi
tersebut

Universitas Sriwijaya
137

berlangsung dalam jangka waktu lama, maka dapat menimbulkan depresi yang
mengarah pada kehampaaan hidup serta mengembangkan hidup tidak bermakna.
Cichocki (2009) menyatakan bahwa keadaan depresi dapat membuat
pasien pesimis terhadap masa depan, memandang dirinya tidak berharga,
cenderung mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain, serta menganggap
dirinya sebagai orang yang dikutuk oleh tuhan. sehingga hal ini akan
mempengaruhi secara keseluruhan pada aspek-aspek kualitas hidup pasien. Selain
itu, depresi dapat berkontribusi pada penurunan kesehatan fisik dan mental yang
menyebabkan seseorang malas untuk melakukan self care harian secara rutin.
Pada ODHA, depresi berpengaruh terhadap ketidakpatuhan regimen terapi ARV.
Ditambah lagi dengan nafsu makan yang berkurang, keengganan untuk olahraga
dan kesulitan tidur. Hal ini dapat menyebabkan kondisi fisik yang semakin
menurun sehingga memperberat penyakitnya (Kusuma, 2011).
Depresi dapat menyebabkan kesehatan ODHA semakin menurun. Hal ini
disebabkan oleh adanya modulasi sistem imun dalam keadaan stres
berkepanjangan yang mengakibatkan CD4 semakin berkurang. Selain itu, pasien
yang mengalami depresi cenderung tidak aktif dalam mencari informasi ataupun
berpartisipasi dalam manajemen pengobatan dan perawatan yang dijalani untuk
menjaga derajat kesehatannya. Keadaan depresi sendiri akan membuat ODHA
pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak berharga, cenderung
mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan orang lain. Akibatnya depresi
akan berdampak pada keseluruhan aspek-aspek dalam kehidupan ODHA
sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya (Li et al., 2009).

Universitas Sriwijaya
BAB VI
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang telah dilakukan


mengenai Hubungan antara Dukungan Keluarga terhadap Kualitas Hidup pada
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis univariat dari 244 responden didapatkan bahwa 50.4% memiliki
kualitas hidup kurang baik, 58.6% mendapat dukungan rendah, 73.4% tidak
mengalami depresi, 78.7% mengalami stigma rendah, 84.4% berjenis kelamin
laki-laki, 52.0% pendidikan terakhir tamatan SMA/SMK, 32.4% bekerja
sebagai pegawai swasta, 64.3% belum menikah. Adapun rata-rata usia
responden adalah 32.16 tahun, rata-rata lama menderita HIV adalah 48.32
bulan, rata-rata lama terapi ARV 46.64 bulan dan rata-rata penghasilan per
bulan adalah Rp. 2.795.210,25.
2. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara dukungan keluarga
(p-value = 0,000), depresi (p-value = 0,000), lama terapi ARV (p-value =
0,005), stigma (p-value = 0,004), dan lama menderita HIV (p-value = 0,012)
dengan kualitas hidup pada ODHA di Kota Palembang. Sedangkan untuk
variabel pendidikan (p-value = 0,962), pekerjaan (p-value =0,903),
penghasilan (p-value = 0,619), jenis kelamin (p-value = 0,348), status
marital (p-value =
0,288) dan usia (p-value = 0,997) tidak mempunyai hubungan yang bermakna
dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang.
3. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada ODHA di
Kota Palembang 0,000 (p-value <0,05) setelah dikontrol oleh variabel usia
dan lama terapi ARV dan didapatkan bahwa dukungan keluarga merupakan
faktor risiko yang dapat mempengaruhi kualitas hidup ODHA.

7.2 Saran
a. Bagi Instansi Kesehatan
Adapun saran yang ditujukan untuk keluarga :

131
132

1. Petugas kesehatan hendaknya melibatkan keluarga dalam manajemen


pengobatan dan perawatan ODHA. Hal ini dilakukan agar keluarga
termotivasi untuk senantiasa memberikan dukungan pada ODHA
sehingga meningkatkan kualitas hidupnya. Adapun dukungan yang
diberikan bisa berupa dukungan emosional, informasi, dan fasilitas
berupa dana, tenaga maupun waktu. Keluarga juga dapat mengingatkan
pasien untuk menjaga kesehatannya seperti : minum obat teratur,
mendampingi pasien dalam melakukan terapi untuk pencegahan stres dan
sebagainya.
2. Penyuluhan dan konseling yang dilakukan tidak hanya berfokus kepada
ODHA saja tapi juga harus merangkul anggota keluarga agar dapat
menerima dan memperlakukan ODHA dengan positif sehingga dapat
menghilangkan pandangan buruk serta pengetahuan yang salah mengenai
HIV/AIDS.

Saran yang ditujukan untuk instansi kesehatan :


1. Perlu dilakukan screening untuk mendeteksi gangguan psikososial
depresi pada ODHA. Sebaiknya diadakan screening depresi secara teratur
sehingga dapat dievaluasi menyeluruh dan dapat diberikan perawatan
psikiatri yang membantu. Sebaiknya treatment depresi diadakan secara
terintegrasi pada Layanan CST.
2. Petugas kesehatan perlu meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat
tentang HIV/AIDS dan melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh adat
dan tokoh agama untuk memberikan penjelasan yang baik agar
masyarakat bisa menerima ODHA di masyarakat.
3. Diharapkan dapat meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian
peningkatan angka pasien positif HIV/AIDS pada masyarakat terutama
pada usia remaja akhir yang memasuki usia dewasa.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya


Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian terkait kualitas
hidup pada ODHA adalah sebagai berikut :

Universitas Sriwijaya
133

1. Faktor-faktor lain yang belum diteliti dalam penelitian ini yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup ODHA diantaranya faktor medis (jumlah
CD4, stadium klinis penyakit, status gizi, infeksi oportunistik, dan
kepatuhan berobat), serta faktor sosial (dukungan sosial).
2. Studi kualitatif tentang dukungan keluarga terhadap kualitas hidup ODHA

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Abboud, S. et al. (2010) ‘AIDS Care : Psychological and Socio-medical Aspects
of AIDS / HIV Quality of life in people living with HIV / AIDS in Lebanon’,
AIDS Care : Psychological and Socio-medical Aspects of AIDS/HIV, 22(6), pp.
687–696. doi: 10.1080/09540120903334658.
Acce, B. (2018) ‘Determinan Quality of Life Orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA)’, The Indonesian Journal of Health Promotion, 1(3), pp. 104–111.
Arikunto, S. (2002) Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arjun, B. Y. et al. (2017) ‘Factors Influencing Quality of Life among People
Living with HIV in Coastal South India’, 16(3), pp. 247–253. doi:
10.1177/2325957415599213.
Betty, S. M., Asfriyati and Sri, R. S. (2019) ‘Stigma , depresi , dan kualitas hidup
penderita HIV : studi pada komunitas “ lelaki seks dengan lelaki ” di
Pematangsiantar’, BKM Journal of Community Medicine and Public Health,
35(4), pp. 139–146.
Charkhian, A. et al. (2014) ‘Relationship between Health-Related Quality of Life
and Social Support in HIV-Infected People in Tehran , Iran’, 43(1), pp. 100–106.
Chung, M.C., Killingworth, A., and Nolan, P. (2013) ‘A critique of the concept of
quality of life’, International Journal of Health Care Quality Assurance, Vol. 10,
pp. 80–84. doi: 10.1108/09526869710166996.
Desta, A. et al. (2020) ‘Health related quality of life of people receiving highly
active antiretroviral therapy in Southwest Ethiopia’, PLoS ONE, 15(8), pp. 1–14.
doi: 10.1371/journal.pone.0237013.
Dewita, G. dkk. (2016) ‘Pendekatan Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada Pasien
HIV-AIDS Secara Umum’, Medula Unila, 6, pp. 56–61.
Diatmi, K. and Diah, I. G. A. (2014) ‘Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan
Kualitas Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS ( ODHA ) Di Yayasan Spirit
Paramacitta’, Jurnal Psikologi Udayana, 1(2), pp. 353-362. ISSN : 2354-5607.
Eshetu, D. A., Meseret, S. and Gizachew, K. D. (2015) ‘Prevalence of Depression
and Associated Factors among HIV / AIDS Patients Attending ART Clinic at
Debrebirhan Referral Hospital , North Showa , Amhara Region , Ethiopia’,
iMedPub Journals, 1(1), pp. 1–7.
Ethel, R. A., S, W. S. A. and Sofro, M. A. U. (2016) ‘Hubungan Tingkat
Kecemasan Dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Di RSUP Dr. Kariadi
Semarang’, Jurnal Kedokteran Diponegoro, 5(4), pp. 1623–1633.
Fitri, H. and Fatwa, S. T. D. (2017) ‘Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
orang dengan HIV / AIDS ( ODHA ) di Kota Kupang’, Journal of Community
Medicine and Public Health, 33(11), pp. 1049–1056.
Green, C. W. (2016) HIV dan TB. Yogyakarta: Yayasan Spiritia.

134
135

Hardiansyah, Ridwan, A. and Dian, S. A. (2014) ‘Kualitas Hidup Orang Dengan


HIV dan AIDS Di Kota Makassar’, pp. 1–11.
Harnilawati (2013) Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Edisi 1. Sulawesi
Selatan: Pustaka As Salam.
Hartati, P. (2014) ‘Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup
Pasien HIV / AIDS Perempuan Yang Menjalani Rawat Jalan Di Ruang Poli VCT
RSUD Tarakan Jakarta Tahun 2014’.
Hastono, S. P. (2006) Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Ika, N. P., Purwaningsih and Sevina, R. (2019) ‘The Correlation between Family
Support and Quality of Life in Mothers with Positive HIV in Surabaya’, Indian
Journal of Public Health Research & Development, 10(8), pp. 7–11. doi:
10.5958/0976-5506.2019.02278.2.
Irwan (2017) Epidemiologi Penyakit Menular. Edisi 1. Yogyakarta: Absolute
Media.
Kartika, T. G. (2019) Hubungan Antara Lama Terdiagnosa Dengan Kualitas
Hidup Orang Dengan HIV/AIDS Di Yayasan Victory Plus Tahun 2019, Skripsi.
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta.
Kemenkes RI (2014) ‘Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 87
Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral’, 39(1), pp. 11–13.
Kemenkes RI (2018) ‘Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV’, in Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI 2018, pp. 1–12.
Kemenkes RI (2020) ‘Situasi Penyakit HIV AIDS di Indonesia’, in Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI 2020, pp. 1–12.
Khairunniza and Saputra, N. (2020) ‘Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kualitas Hidup ODHA Di Yayasan Pelita Ilmu Tahun 2020’, Jurnal Kajian dan
Pengembangan Kesehatan Masyarakat, 01(01), pp. 15–18.
Kholifah, S.N. and Wahyu, W. (2016) ‘Keperawatan Keluarga dan Komunitas’,
in. Jakarta Selatan: Kemenkes RI Pusdik SDM Kesehatan, pp. 1–208.
Khumsaen, N. W. A. and P. T. (2012) ‘Factors Influencing Quality of Life Among
People Living With HIV ( PLWH ) in Suphanburi Province , Thailand’, Journal
of the Association of Nurses in AIDS Care. Elsevier Ltd, 23(1), pp. 63–72. doi:
10.1016/j.jana.2011.01.003.
Kroenke, K., Spitzer, R. L. and Williams, J. B. W. (2001) ‘The PHQ-9 Validity of
a Brief Depression Severity Measure’, 16, pp. 606–613.
Kusuma, H. (2011) Hubungan Antara Depresi dan Dukungan Keluarga Dengan
Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Yang Menjalani Perawatan Di RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, Thesis. Universitas Indonesia.
Kusuma, H. (2016) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien

Universitas Sriwijaya
136

HIV/AIDS Yang Menjalani Perawatan Di RSUPN Cipto Mangunkusumo


Jakarta’, 1, pp. 115–124.
Larasati, T. A. (2012) ‘Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 Di RS Abdoel Moeloek
Lampung’, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Universitas Lampung, 2(2), pp. 17–
20.
Lavdaniti, M. and Tsitsis, N. (2015) ‘Definitions and Conceptual Models of
Quality of Life in Cancer Patients Theoretical Models Used in Quality of Life
Research for Cancer Patients’, Health Science Journal, 9(26), pp. 1-5. ISSN 1791-
809X.
Lemeshow, S. et al. (1990) Adequacy of Sample Size in Health Studies. New
York: World Health Organization.
Lessa, T. et al. (2014) ‘Quality of life and people living with AIDS : relationship
with sociodemographic and health aspects 1’, 22(4), pp. 582–590. doi:
10.1590/0104-1169.3350.2455.
Li, L. et al. (2009) ‘AIDS Care : Psychological and Socio-medical Aspects of
AIDS / HIV Stigma , social support , and depression among people living with
HIV in Thailand’, AIDS Care, 21(8), pp. 1007–1013. doi:
10.1080/09540120802614358.
Liping, M. et al. (2015) ‘Quality of Life of People Living with HIV / AIDS : A
Cross-Sectional Study in Zhejiang’, (71373008), pp. 1–14. doi:
10.1371/journal.pone.0135705.
Lisnawati, L., Sori, M. S. and Ismayadi (2016) ‘Hubungan Stigma, Depresi dan
Kelelahan Dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Di Klinik Veteran Medan’,
Idea Nursing Journal, VII(1), pp. 1–12.
Mardia, Ahmad, R. A. and Riyanto, B. S. (2017) ‘Kualitas hidup orang
dengan HIV / AIDS berdasarkan kriteria diagnosis dan faktor lain di
Surakarta’, BKM Journal of Community Medicine and Public Health, 33(3),
pp. 147–152.
Mariany, B. S. (2018) Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Penderita HIV Pada Komunitas LSL (Lelaki Seks Dengan Lelaki) Di Kota
Pematang Siantar Tahun 2018, Thesis. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Marni et al. (2020) ‘Hubungan Dukungan Keluarga dan Depresi Dengan Kualitas
Hidup pada Pasien dengan HIV/AIDS di Wonogiri, Jawa Tengah’, Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 11(1), pp. 307–312. doi:
http://dx.doi.org/10.33846/sf11317.
Martiningsih, Abdul, H. and Ade, W. (2015) ‘STIGMA PETUGAS
KESEHATAN TERHADAP PASIEN HIV/AIDS DAN PROBLEM SOLVING
Martiningsih, Abdul Haris, Ade Wulandari’, Jurnal Kesehatan Prima, I(2), pp.
1471–1477.
Masturoh, I. and Nauri, A. T. (2018) Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 1.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Mentari, C. L. (2018) Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup

Universitas Sriwijaya
137

Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Binaan LSM Perjuangan Kupang, Laporan


Penelitian. STIKES Citra Husada Mandir,i Kupang.
Mutabazi-mwesigire, D. et al. (2014) ‘Perceptions of quality of life among
Ugandan patients living with HIV : A Qualitative Study’, BMC Public Health.
BMC Public Health, 14(1), pp. 1–10. doi: 10.1186/1471-2458-14-343.
Najmah (2011) Manajemen dan Analisa Data : Kombinasi Teori dan Aplikasi
SPSS Di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Najmah (2016) Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.
Nanda, N. M. et al. (2017) ‘Validity and Reability Test of Indonesian Version of
World Health The Quality of Life Patients with HIV / AIDS Uji Kesahihan dan
Keandalan Kuesioner World Health Organization Quality of Life-HIV Bref dalam
Bahasa Indonesia untuk Mengukur Kualitas Hidup Pa’, 4(3), pp. 112–118.
Negera, G. Z. and Mega, T. A. (2019) ‘Health-Related Quality of Life Among
Admitted HIV / AIDS Patients in Selected Ethiopian Tertiary Care Settings : A
Cross-Sectional Study’, pp. 532–540. doi: 10.2174/1874944501912010532.
Nojomi, M., Anbary, K. and Ranjbar, M. (2008) ‘Health-related quality of life in
patients with HIV/AIDS’, Archives of Iranian Medicine, 11(6), pp. 608–612.
Novianti, D., Parjo and Ariyani, P. D. (2015) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kualitas Hidup Penderita HIV Yang Menjalani Rawat Jalan Di CST Rumah Sakit
Jiwa Daerah Sungai Bangkong Kota Pontianak’, 48, pp. 1–14.
Novrianda, D. et al. (2015) ‘Family Support and Quality of Life for People with
HIV/AIDS in Lantera Minangkabau Support’, Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA),
VII(1), pp. 10–18.
Novrianda, D., Nurdin, Y. and Ananda, G. (2018) ‘DUKUNGAN KELUARGA
DAN KUALITAS HIDUP ORANG DENGAN HIV / AIDS DI LANTERA
MINANGKABAU SUPPORT’, Jurnal Ilmu Keperawatan Medial Bedah, 1(1),
pp. 26–37.
Osei-yeboah, J. et al. (2017) ‘Quality of Life of People Living with HIV / AIDS
in the Ho Municipality , Ghana : A Cross-Sectional Study’, 2017.
Pakpahan, R. (2014) Hubungan Dukungan Keluarga Dan Depresi Dengan
Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014,
Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Rahakbauw, N. (2016) ‘Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)’, 3(2), pp. 64–82.
Razavi, P. et al. (2012) ‘Quality of Life among Persons with HIV / AIDS in Iran :
Internal Reliability and Validity of an International Instrument and Associated
Factors’, AIDS Research and Treatment, pp. 1–6. doi: 10.1155/2012/849406.
Rokicka, E. (2014) ‘The Concept of “ Quality of Life ” in the Context of
Economic Performance and Social Progress’, Welfare State at Risk : Rising
Inequality in Europe, pp. 11–34. doi: 10.1007/978-3-319-01481-4.

Universitas Sriwijaya
138

Rueda, S. et al. (2011) ‘Employment status is associated with both physical and
mental health quality of life in people living with HIV’, (January 2015). doi:
10.1080/09540121.2010.507952.
Safitri, I. M. (2018) ‘Hubungan Status Sosioekonomi dan Dukungan Keluarga
dengan Kualitas Hidup ODHA Relationship between Socioeconomic Status and
Family Support with Quality of Life of People Living With HIV and AIDS Indah
Maya Safitri’, Jurnal Promkes : The Indonesian Journal of Health Promotion and
Health Education, 8(1), pp. 21–35. doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.21-35.
Sarafino, E. P. (1998) Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. 3rd ed.
United States of American: John Wiley & Sonc Inc.
Saragih, D. A. (2010) Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji
Adam Malik Medan, Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Sastroasmoro, S. and Ismael, S. (2011) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.
Setiati, S. dkk. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta Pusat:
InternaPublishing.
Shan, D. et al. (2011) ‘Quality of Life and Related Factors among HIV-Positive
Spouses from Serodiscordant Couples under Antiretroviral Therapy in Henan
Province , China’, 6(6). doi: 10.1371/journal.pone.0021839.
SIHA (2020a) Laporan Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) Triwulan II Tahun 2020.
SIHA (2020b) Laporan Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) Triwulan III Tahun 2020.
Suleiman, B. A. et al. (2015) ‘Determinants of health-related quality of life among
human immunodeficiency virus positive ( HIV-positive ) patients at Ahmadu
Bello University teaching hospital , Zaria , Nigeria- 2015’, BMC Public Health.
BMC Public Health, pp. 1–9. doi: https://doi.org/10.1186/s12889-020-08659-9.
Suniti, S. et al. (2012) ‘Measurement of self , experienced , and perceived HIV /
AIDS stigma using parallel scales in Chennai , India’, AIDS Care, 24(7), pp. 846–
855. doi: 10.1080/09540121.2011.647674.
Tesemma, A. L. et al. (2019) ‘Determinants of Poor Quality of Life Among
Adults Living with HIV and Enrolled in Highly Active Anti-Retroviral Therapy at
Public Health Facilities of Arba Minch Town Administration in Southern
Ethiopia’, HIV/AIDS - Research and Palliative Care, 11, pp. 387–394.
UNAIDS (2020) ‘Global Report : UNAIDS report on the global AIDS epidemic
2020’, in Geneva : Joint United Nation Programme on HIV/AIDS : 2020, pp. 1–
436.
University of North Carolina (2015) ‘Types of Family Support’, (March 2011).
WHOQOL Group (1996) ‘WHO Quality of Life Assesment Group’, World Health

Universitas Sriwijaya
139

Forum 1996, 17(4), pp. 354–356. Available at:


https://apps.who.int/iris/handle/10665/54358.
World Health Organization (2002) ‘Users manual for scoring and coding
WHOQOL-HIV instruments’. Geneva, Switzerland: Department of Mental Health
and Substance Dependence, pp. 1–13.
Xu, J. et al. (2017) ‘Family support , discrimination , and quality of life among
ART-treated HIV-infected patients : a two-year study in China’. Infectious
Diseases of Poverty, pp. 1–10. doi: 10.1186/s40249-017-0364-5.
Zainudin, H., Meo, M. L. N. and Tanaem, N. (2016) ‘Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup orang dengan hiv/aids (odha) di lsm perjuangan
kupang’, 03.
Zhongqiang, M. et al. (2014) ‘Two-year prospective cohort study on quality of
life outcomes among people living with HIV after initiation of antiretroviral
therapy in Guangxi, China’, Journal of the Association of Nurses in AIDS Care.
Elsevier Ltd, 25(6), pp. 1–20. doi: 10.1016/j.jana.2014.04.003.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
INFORMED CONSENT
Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh/selamat pagi/siang, Nama saya
Istiqomah Sita Dewi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian tentang “Hubungan
Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup ODHA di Kota Palembang” untuk
itu mohon ketersediaannya Bapak/Ibu untuk menjadi informan saya dan mengisi
angket yang saya berikan. Informasi yang Bapak/Ibu berikan bersifat RAHASIA
dan TIDAK UNTUK DISEBARLUASKAN.
Oleh karena itu, saya akan mengajukan pertanyaan terkait penelitian di atas, saya
mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu menjawab pertanyaan ini dengan sebenar-
benarnya. Informasi yang Bapak/Ibu sampaikan hanya untuk penelitian dan tidak
untuk disebarluaskan. Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk diwawancara?

Iya

Tidak

Demikian informasi yang kami jelaskan, saya ucapkan terima kasih

Palembang, 2021

Yang memberikan persetujuan

( )

Universitas Sriwijaya
KUESIONER PENELITIAN
“Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) Di Kota Palembang”

Karakteristik Responden

1 Nama/Inisial
2 Nomor urut wawancara
3 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
4 Usia …………………... Tahun

5 Pendidikan  Tidak Sekolah  TamatMS A


 Tamat SD  Tamat D3
 Tamat SMP  Tamat S1
  Tamat
6 Status Marital  Menikah S2
 Belum Menikah  Janda
 Duda
7 Pekerjaan  PNS  Pelajar/
 Pegawai Swasta mahasiswa
 Wiraswasta  Ibu Rumah Tangga
 Buruh  Tidak Bekerja
 Lainnya..........
8 Penghasilan Keluarga

Rp ...................

9 Lama Terapi ARV

..........................

hari/bulan/tahun

10 Lama Menderita HIV

..........................

hari/bulan/tahun

STIGMA ODHA

Universitas Sriwijaya
11 Apakah anda pernah Ya, Contohnya: Tidak
mengalami stigma negatif ……………………………………………
dari sekitar terkait HIV dan
AIDS ? …………………………

Kuesioner Dukungan Keluarga


Petunjuk pengisian
1. Perhatikan dan bacalah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan seksama dan cermat
2. Isilah pernyataan yang tersedia dengan memberikan tanda check list (√) pada kolom
selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah
Isilah pernyataan yang tersedia dengan teliti dan sesuai dengan kondisi atau keadaan yang
sebenarnya.
No. Pertanyaan Tidak Jarang Kadang- Sering Selalu
pernah kadang
Dukungan Emosional
1 Keluarga mendampingi anda dalam
menjalani perawatan
2 Keluarga mengajak anda
membicarakan masalah yang sedang
anda hadapi tanpa diminta
3 Keluarga tetap menyayangi anda
selama anda sakit
4 Keluarga memberikan perhatian yang
baik setiap anda membutuhkan
bantuan
5 Keluarga menghibur anda saat anda
sedang sedih dengan masalah yang
anda hadapi
Dukungan Instrumental
6 Keluarga menyediakan waktu dan
fasilitas jika anda memerlukan untuk
keperluan pengobatan
7 Keluarga sangat berperan aktif dalam
pengobatan dan perawatan sakit anda
8 Keluarga bersedia membiayai
perawatan dan pengobatan anda
9 Keluarga siap membantu dalam
melakukan aktivitas sehari-hari bila
anda tidak mampu melakukannya
sendiri saat sedang sakit
Dukungan Informasi
10 Keluarga memberitahu tentang hasil
pemeriksaan dan pengobatan dari
dokter/perawat yang merawat anda

11 Keluarga mengingatkan anda untuk


minum obat dan istirahat yang cukup

Universitas Sriwijaya
12 Keluarga menjelaskan kepada anda
setiap anda bertanya tentang hal-hal
yang tidak jelas tentang penyakit anda
13 Keluarga berusaha untuk mencari
informasi tentang pengobatan yang
anda terima.
Dukungan Penghargaan
14 Keluarga memberi pujian kepada
anda bila anda melakukan anjuran
yang diberikan oleh tenaga kesehatan
15 Keluarga melibatkan anda dalam
pengambilan keputusan mengenai
pengobatan yang akan anda jalani.
16 Keluarga melibatkan anda dalam
pengambilan keputusan tentang hal-
hal yang menyangkut masalah
keluarga

17 Keluarga melibatkan anda dalam


aktivitas sosial
18 Keluarga tidak melarang anda untuk
berhubungan dengan teman

Kuesioner Depresi (PHQ-9)


Selama 2 minggu terakhir, seberapa sering Anda terganggu oleh masalah-masalah
berikut ? (Gunakan “√” untuk menandai jawaban Anda )
No. Pertanyaan Tidak Beberapa Lebih dari Hampir
pernah hari seminggu setiap
hari
1 Kurang tertarik atau kurang suka
melakukan hal apapun
2 Merasa murung, pilu, atau putus asa
3 Sulit untuk tidur atau bertahan tidur, atau
terlalu banyak tidur
4 Merasa lelah atau kurang bertenaga
5 Kurang nafsu makan atau makan terlalu
banyak
6 Merasa buruk akan diri sendiri atau
merasa bahwa anda adalah orang yang
gagal atau telah mengecewakan diri
sendiri atau keluarga
7 Sulit berkonsentrasi pada sesuatu,
misalnya membaca koran atau menonton
televisi
8 Bergerak atau berbicara sangat lambat
sehingga orang lain memperhatikannya
atau sebaliknya, sedemikian resah dan
gelisah hingga anda bergerak jauh lebih
banyak dari biasanya

Universitas Sriwijaya
9 Pikiran bahwa anda lebih baik mati atau
untuk melukai diri anda sendiri dengan
suatu cara

Kuesioner Berger HIV Stigma Scale


Kuesioner ini menanyakan mengenai beberapa aspek sosial dan emosional dari mengidap
HIV.
Untuk setiap pertanyaan, mohon lingkari huruf atau angka yang sesuai dengan jawaban Anda.
Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah. Anda bebas untuk menuliskan komentar selagi
menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.

Bagian pertama dari kuesioner ini menanyakan mengenai pengalaman, perasaan, dan
pendapat Anda tentang apa yang dirasakan oleh orang dengan HIV dan bagaimana mereka
diperlakukan. Lakukanlah yang terbaik untuk menjawab setiap pertanyaan.

Untuk setiap butir pertanyaan, lingkari jawaban Anda: sangat tidak setuju (STS), tidak setuju
(TS), setuju (S), atau Pertanyaan
No. sangat setuju (SS). STS TS N S SS
1. Memberitahu orang lain bahwa saya
mengidap HIV adalah sesuatu yang
berisiko
2. Saya berusaha keras merahasiakan status
HIV saya
3. Saya merasa saya tidak sebaik orang lain
karena saya mengidap HIV
4. Orang dengan HIV diperlakukan seperti
orang buangan
5. Sebagian besar orang meyakini bahwa
orang dengan HIV adalah kotor
6. Mengidap HIV membuat saya merasa
tidak bersih
7. Sebagian besar orang berpikir bahwa
orang dengan HIV menjijikkan
8. Mengidap HIV membuat saya merasa
bahwa saya adalah orang yang buruk
9. Sebagian besar orang dengan HIV
ditolak ketika orang lain mengetahui
statusnya
10. Saya sangat berhati-hati kepada siapa
saya memberitahu bahwa saya mengidap
HIV
11. Beberapa orang yang mengetahui saya
mengidap HIV semakin menjauhi saya
12. Sejak mengetahui saya mengidap HIV,
saya khawatir orang-orang akan
mendiskriminasi saya
13. Sebagian besar orang tidak nyaman
berada di sekitar orang dengan HIV
14. Adanya HIV dalam tubuh saya
merupakan sesuatu yang menjijikkan
bagi saya
15. Saya khawatir bahwa orang yang
mengetahui saya mengidap HIV akan

Universitas Sriwijaya
memberitahu orang lain
16. Beberapa orang menghindari menyentuh
saya setelah mereka tahu bahwa saya
mengidap HIV
17. Orang-orang yang saya sayangi berhenti
menghubungi saya setelah
mereka tahu saya mengidap HIV
18. Beberapa orang yang dekat dengan saya
takut orang lain akan menolak
mereka jika terungkap bahwa saya
mengidap HIV
19. Orang-orang tidak mau saya berada di
dekat anak-anak mereka ketika
mereka tahu saya mengidap HIV
20. Orang-orang mundur menjauhi saya saat
mereka tahu saya mengidap HIV
21. Saya berhenti bersosialisasi dengan
beberapa orang karena reaksi mereka
ketika mereka tahu saya mengidap HIV
22. Saya telah kehilangan teman-teman
karena memberitahu mereka bahwa
saya mengidap HIV
23. Orang-orang yang mengetahui saya
mengidap HIV cenderung mengabaikan
sisi baik saya
24. Orang-orang tampaknya takut kepada
saya ketika mereka tahu saya
mengidap HIV
25. Ketika orang-orang tahu Anda mengidap
HIV, mereka mencari
kelemahan pada karakter Anda

Kuesioner Kualitas Hidup WHOQOL-HIV BREF

Instruksi

Pengkajian ini menanyakan mengenai apa yang anda rasakan tentang kualitas hidup,
kesehatan, atau hal lain dari hidup anda. Harap menjawab semua pertanyaan. Jika anda
tidak yakin tentang tanggapan apa yang diberikan pada suatu pertanyaan, harap pilih satu
yang paling sesuai. Seringkali ini merupakan tanggapan pertama Anda. Harap
mempertimbangkan standar, harapan, kesenangan dan kekhawatiran anda. Kami meminta
anda untuk memikirkan tentang kehidupan anda dalam dua minggu terakhir. Sebagai
contoh, memikirkan tentang dua minggu terakhir, sebuah pertanyaan mungkin
menanyakan:
Sebaik apa anda dala berkonsentrasi :
1. Tidak bisa sama sekali
2. Sedikit
3. Cukup mampu
4. Baik sekali

Universitas Sriwijaya
5. Sangat baik

Tidak bisa Sedikit Cukup Baik Sangat


sama sekali mampu sekali baik

11. Sebaik apa anda dalam


berkonsentrasi?
Anda harus melingkari angka yang paling sesuai dengan kemampuan anda berkonsentrasi
selama dua minggu terakhir. Sehingga anda akan melingkari nomor 4 apabila anda sangat
mampu berkonsentrasi. Anda akan melingkari nomor 1 apabila anda tidak dapat
berkonsentrasi sama sekali dalam dua minggu terakhir.
Mohon baca setiap pertanyaan, pertimbangkan perasaan Anda, dan lingkari angka
dalam skala yang paling mendekati jawaban Anda.

Sangat Buruk Biasa Baik Sangat


buruk saja baik

1. Bagaimana Anda menilai kualitas


hidup anda?

Sangat Tidak Biasa Puas Sangat


tidak puas puas saja puas

2. Seberapa puas Anda dengan


kondisi kesehatan Anda?
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini menanyakan seberapa jauh Anda mengalami hal-hal
tertentu dalam dua minggu terakhir.
Sangat Tidak Biasa Puas Sangat
tidak puas puas saja puas

3. Sejauh mana Anda merasa


bahwa sakit fisik menghalangi
Anda melakukan suatu
pekerjaan?

4. Seberapa banyak Anda merasa


terganggu dengan masalah fisik
yang terkait dengan infeksi HIV
Anda?

5. Seberapa banyak Anda minum


obat agar dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari?

6. Seberapa jauh Anda menikmati


hidup?

7. Apakah Anda merasa hidup anda


berarti?

Universitas Sriwijaya
8. Sejauh mana Anda merasa
terganggu oleh orang-orang yang
menyalahkan Anda karena status
HIV Anda?

9. Seberapa takut Anda


menghadapi masa depan?

10. Seberapa khawatir Anda


terhadap kematian?

Sangat Tidak Biasa Puas Sangat


tidak puas puas saja puas

11. Seberapa baik Anda mampu


berkonsentrasi?

12. Seberapa amankah kehidupan


sehari-hari yang anda rasakan?

13. Seberapa sehat lingkungan fisik


Anda?
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini menanyakan mengenai seberapa lengkap yang anda
alami atau hal-hal tertentu yang dapat anda lakukan dalam dua minggu terakhir
Tidak Sedikit Sedang Banyak Sangat
sama banyak
sekali sekali

14. Apakah Anda mempunyai cukup


kekuatan untuk aktivitas sehari-
hari?

15. Apakah anda merasa nyaman


dengan penampilan fisik Anda?

16. Seberapa sehat lingkungan fisik


Anda?

17. Apakah Anda mempunyai uang


yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan Anda?

18. Bagaimana ketersediaan Anda


mengenai informasi yang Anda
butuhkan dalam kehidupan sehari-
hari Anda?

19. Seberapa besar kesempatan Anda


untuk melakukan kegiatan-
kegiatan santai?

Universitas Sriwijaya
Sangat Buruk Biasa Baik Sangat
buruk saja baik

20. Seberapa jauh Anda mampu untuk


jalan-jalan?
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini menanyakan anda seberapa baik atau puas anda
merasakan tentang berbagai aspek dalam hidup anda selama dua minggu terakhir.
Sangat Kecewa Biasa Puas Sangat
kecewa saja puas

21. Seberapa puaskah Anda dengan


tidur Anda?

22. Seberapa puas Anda dengan


kemampuan Anda untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
Anda?

23. Seberapa puas Anda dengan


kemampuan Anda untuk
bekerja?

24. Seberapa puas Anda dengan


diri Anda sendiri?

25. Seberapa puas Anda dengan


hubungan pribadi Anda?

26. Seberapa puas Anda dengan


kehidupan seks Anda?

27. Seberapa puas Anda dengan


dukungan yang Anda dapatkan
dari teman-teman Anda?

28. Seberapa puas Anda dengan


kondisi tempat tinggal Anda?

29. Seberapa puas Anda dengan


akses pelayanan kesehatan
Anda?

30. Seberapa puaskah Anda dengan


transportasi Anda?
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini mengacu pada seberapa sering anda merasakan atau
mengalami hal-hal tertentu dalam dua minggu terakhir.

Tidak Jarang Kadang- Sering Selalu


pernah kadang

31. Seberapa sering anda


mengalami perasaan negatif

Universitas Sriwijaya
seperti tidak mood, putus asa,
cemas dan depresi?

Tidak Pernah (TP) : Bila tidak merasakan dalam 2 mingggu terakhir


Jarang (JR) : Bila merasakan 1-2x dalam 2 minggu terakhir
Kadang-kadang (KK) : Bila merasakan 3-4x dalam 2 minggu terakhir
Sering (SR) : Bila merasakan 5-6x dalam 2 minggu terakhir
Selalu (SL) : Bila merasakan >6x dalam 2 minggu terakhir

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA


“Wawancara telah selesai sampai disini”
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas partisipasi anda dalam penelitian ini

Universitas Sriwijaya
Lampiran 2 Hasil Output
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Keluarga

Case Processing Summary


N %
Valid 30 100,0
a
Cases Excluded 0 ,0
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items

,981 18

Item Statistics

Mean Std. Deviation N


Dk1 2,77 1,851 30
Dk2 2,80 1,769 30
Dk3 3,57 1,736 30
Dk4. 3,73 1,617 30

Dk5 3,50 1,592 30

Dk6 3,17 1,913 30

Dk7 2,97 1,790 30

Dk8 3,20 1,937 30

Dk9 3,33 1,768 30

Dk10 2,53 1,613 30

Dk11 3,20 1,864 30

Dk12 2,57 1,547 30

Dk13 2,67 1,583 30

Dk14 2,63 1,542 30

Dk15 2,77 1,736 30

Dk16 3,63 1,497 30

Dk17 3,57 1,675 30

Dk18 4,27 1,388 30

Item-Total Statistics

Universitas Sriwijaya
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted

Dk1 54,10 617,541 ,923 ,979


Dk2 54,07 623,995 ,890 ,980
Dk3 53,30 627,183 ,870 ,980
Dk4 53,13 640,947 ,760 ,981
Dk5 53,37 642,516 ,753 ,981
Dk6 53,70 612,838 ,943 ,979
Dk7 53,90 618,921 ,940 ,979
Dk8 53,67 618,230 ,871 ,980
Dk9 53,53 620,878 ,929 ,979
Dk10 54,33 629,747 ,908 ,979
Dk11 53,67 619,471 ,893 ,980
Dk12 54,30 629,252 ,956 ,979
Dk13 54,20 628,924 ,937 ,979
Dk14 54,23 630,323 ,945 ,979
Dk15 54,10 620,369 ,954 ,979
Dk16 53,23 638,392 ,862 ,980
Dk17 53,30 661,872 ,478 ,984
Dk18 52,60 663,903 ,559 ,983

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items

56,87 705,844 26,568 18

Uji Normalitas Data Kualitas Hidup

Descriptives

Statistic Std. Error


Mean 13,8230 ,12586

95% Confidence Interval for Lower Bound 13,5751


Mean Upper Bound 14,0709
5% Trimmed Mean 13,8628
Median 13,8000
Rata_Domain
Variance 3,865
Std. Deviation 1,96593
Minimum 7,17
Maximum 18,67
Range 11,50

Universitas Sriwijaya
Interquartile Range 2,68
Skewness -,328 ,156
Kurtosis ,539 ,310
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rata_Domain ,036 244 ,200* ,988 244 ,044

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Analisis Univariat
Descriptives

Statistic Std. Error


Mean 32,16 ,530

95% Confidence Interval for Lower Bound 31,12


Mean Upper Bound 33,21
5% Trimmed Mean 31,87
Median 31,00
Usia
Variance 68,483
Std. Deviation 8,275
Minimum 10
Maximum 63
Range 53

Universitas Sriwijaya
Interquartile Range 12

Skewness ,555 ,156

Kurtosis ,848 ,310


Mean 48,3217 2,87992
95% Confidence Interval for Lower Bound 42,6489
Mean Upper Bound 53,9945

5% Trimmed Mean 42,9645

Median 38,0000

Variance 2023,716

Sakit_Total Std. Deviation 44,98573


,50
Minimum
288,00
Maximum
287,50
Range
41,75
Interquartile Range
2,158
Skewness ,156
5,828
Kurtosis ,310
46,6373
Mean 2,80525
41,1116
95% Confidence Interval for Lower Bound
52,1630
Mean Upper Bound
41,1475
5% Trimmed Mean
36,0000
Median
1920,141
Variance
43,81941
Terapi_Total Std. Deviation
,50
Minimum 288,00
Maximum 287,50
Range 35,75
Interquartile Range 2,311
Skewness ,156
6,825
Kurtosis ,310
2795210,25
Mean 136612,229

95% Confidence Interval for Lower Bound 2526114,98


Mean Upper Bound 3064305,52

5% Trimmed Mean 2604878,42

Median 3000000,00
Penghasilan 4553747844586
Variance
,957

Std. Deviation 2133951,228

Minimum 0

Maximum 15000000

Range 15000000

Universitas Sriwijaya
Interquartile Range 2300000
Skewness 1,742 ,156
Kurtosis 6,757 ,310
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruh/Pembantu Ruta 18 7,4 7,4 7,4

Ibu Rumah Tangga 16 6,6 6,6 13,9


Lainnya 15 6,1 6,1 20,1
Pegawai Swasta 79 32,4 32,4 52,5
Valid Pelajar/Mahasiswa 9 3,7 3,7 56,1
PNS/BUMN 15 6,1 6,1 62,3
Tidak Bekerja 18 7,4 7,4 69,7
Wiraswasta 74 30,3 30,3 100,0
Total 244 100,0 100,0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

Tidak Sekolah 1 ,4 ,4 ,4
Tamat SD 15 6,1 6,1 6,6

Tamat SMP 13 5,3 5,3 11,9

Tamat SMA 127 52,0 52,0 63,9


Valid
Tamat D3 23 9,4 9,4 73,4
Tamat S1 62 25,4 25,4 98,8
Tamat S2 3 1,2 1,2 100,0
Total 244 100,0 100,0
Status Pernikahan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Menikah 72 29,5 29,5 29,5

Belum Menikah 157 64,3 64,3 93,9


Valid Janda 5 2,0 2,0 95,9
Duda 10 4,1 4,1 100,0
Total 244 100,0 100,0
Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Universitas Sriwijaya
Laki-Laki 206 84,4 84,4 84,4
Valid Perempuan 38 15,6 15,6 100,0
Total 244 100,0 100,0
Dukungan_Keluarga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Dukungan Rendah 143 58,6 58,6 58,6

Valid Dukungan Tinggi 101 41,4 41,4 100,0


Total 244 100,0 100,0
Stigma
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Stigma Tinggi 52 21,3 21,3 21,3

Valid Stigma Rendah 192 78,7 78,7 100,0


Total 244 100,0 100,0
Depresi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

Depresi 65 26,6 26,6 26,6


Valid Tidak Depresi 179 73,4 73,4 100,0
Total 244 100,0 100,0
Kualitas_Hidup
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Kualitas Kurang Baik 123 50,4 50,4 50,4
Valid Kualitas Baik 121 49,6 49,6 100,0
Total 244 100,0 100,0
Lama_TerapiARV
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
< 1 tahun 42 17,2 17,2 17,2

Valid > 1 tahun 202 82,8 82,8 100,0


Total 244 100,0 100,0
Lama_MenderitaHIV

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Valid < 5 tahun 189 77,5 77,5 77,5

Universitas Sriwijaya
> 5 tahun 55 22,5 22,5 100,0
Total 244 100,0 100,0
Penghasilan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

< UMR 162 66,4 66,4 66,4

Valid > UMR 82 33,6 33,6 100,0

Total 244 100,0 100,0


Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
> 30 tahun 126 51,6 51,6 51,6
Valid < 30 tahun 118 48,4 48,4 100,0
Total 244 100,0 100,0

Analisis Bivariat
1. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Crosstab
Kualitas_Hidup Total
Kualitas Kualitas Baik
Kurang Baik

Count 86 57 143

Expected Count 72,1 70,9 143,0


Dukungan Rendah
% within
60,1% 39,9% 100,0%
Dukungan_Keluarga
Dukungan_Keluarga
Count 37 64 101
Expected Count 50,9 50,1 101,0
Dukungan Tinggi
% within
Dukungan_Keluarga 36,6% 63,4% 100,0%

Count 123 121 244


Expected Count
Total 123,0 121,0 244,0
% within
Dukungan_Keluarga 50,4% 49,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 13,083a 1 ,000

Universitas Sriwijaya
Continuity Correctionb 12,160 1 ,000
Likelihood Ratio 13,212 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
13,030 1 ,000
Association
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
50,09. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Dukungan_Keluarga
2,610 1,543 4,413
(Dukungan Rendah /
Dukungan Tinggi)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,642 1,229 2,192
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,629 ,490 ,808
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

2. Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total

Kualitas Kurang Kualitas Baik


Baik
Count 36 16 52

Stigma Tinggi Expected Count 26,2 25,8 52,0


% within Stigma 69,2% 30,8% 100,0%
Stigma
Count 87 105 192
Stigma Rendah Expected Count 96,8 95,2 192,0
% within Stigma 45,3% 54,7% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count 123,0 121,0 244,0
% within Stigma
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,364 a 1 ,002
b
Continuity Correction 8,432 1 ,004

Universitas Sriwijaya
Likelihood Ratio 9,568 1 ,002
Fisher's Exact Test ,003 ,002
Linear-by-Linear
9,326 1 ,002
Association
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
25,79. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Stigma
(Stigma Tinggi / Stigma 2,716 1,412 5,222
Rendah)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,528 1,203 1,940
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,563 ,367 ,863
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

3. Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total

Kualitas Kurang Kualitas Baik


Baik
Count 51 14 65

Depresi Expected Count 32,8 32,2 65,0


% within Depresi 78,5% 21,5% 100,0%
Depresi
Count 72 107 179
Tidak Depresi Expected Count 90,2 88,8 179,0
% within Depresi 40,2% 59,8% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count
123,0 121,0 244,0
% within Depresi
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 27,891 a 1 ,000
Continuity Correction b
26,382 1 ,000
Likelihood Ratio 29,250 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000

Universitas Sriwijaya
Linear-by-Linear
27,776 1 ,000
Association
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32,23.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Depresi
5,414 2,791 10,501
(Depresi / Tidak Depresi)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,951 1,566 2,429
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,360 ,223 ,582
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

4. Hubungan Usia dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total

Kualitas Kurang Kualitas Baik


Baik
Count 63 63 126
> 30 tahun Expected Count 63,5 62,5 126,0
% within Usia 50,0% 50,0% 100,0%
Usia
Count 60 58 118
< 30 tahun Expected Count 59,5 58,5 118,0
% within Usia 50,8% 49,2% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count
123,0 121,0 244,0
% within Usia
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,018 a 1 ,895
Continuity Correction b
,000 1 ,997
Likelihood Ratio ,018 1 ,895
Fisher's Exact Test ,899 ,498
Linear-by-Linear
,017 1 ,895
Association
N of Valid Cases 244

Universitas Sriwijaya
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
58,52. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Usia (> 30
,967 ,585 1,597
tahun / < 30 tahun)
For cohort Kualitas_Hidup =
,983 ,767 1,261
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
1,017 ,790 1,310
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

5. Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total
Kualitas Kurang Kualitas Baik
Baik
Count 14 15 29
Pendidikan Rendah Expected Count 14,6 14,4 29,0
% within Pendidikan 48,3% 51,7% 100,0%
Pendidikan
Count 109 106 215
Pendidikan Tinggi Expected Count 108,4 106,6 215,0
% within Pendidikan 50,7% 49,3% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count 123,0 121,0 244,0
% within Pendidikan
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,060 1 ,807
Continuity Correction b ,002 1 ,962
Likelihood Ratio ,060 1 ,807
Fisher's Exact Test ,845 ,481
Linear-by-Linear
,060 1 ,807
Association
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
14,38. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

Universitas Sriwijaya
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan
(Pendidikan Rendah / ,908 ,418 1,972
Pendidikan Tinggi)
For cohort Kualitas_Hidup =
,952 ,639 1,419
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
1,049 ,720 1,529
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

6. Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total
Kualitas Kurang Kualitas Baik
Baik

Count 20 18 38

Tidak Bekerja Expected Count 19,2 18,8 38,0


% within Status_Pekerjaan 52,6% 47,4% 100,0%
Status_Pekerjaan
Count 103 103 206
Bekerja Expected Count 103,8 102,2 206,0
% within Status_Pekerjaan 50,0% 50,0% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count 123,0 121,0 244,0
% within Status_Pekerjaan
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,089 1 ,766
Continuity Correction b ,015 1 ,903
Likelihood Ratio ,089 1 ,766
Fisher's Exact Test ,860 ,452
Linear-by-Linear Association ,089 1 ,766
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
18,84. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval


Lower Upper

Universitas Sriwijaya
Odds Ratio for
Status_Pekerjaan (Tidak 1,111 ,556 2,222
Bekerja / Bekerja)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,053 ,756 1,466
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,947 ,660 1,360
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total
Kualitas Kurang Kualitas Baik
Baik
Count 107 99 206
Laki-Laki Expected Count 103,8 102,2 206,0
% within Jenis_Kelamin 51,9% 48,1% 100,0%
Jenis_Kelamin
Count 16 22 38
Perempuan Expected Count 19,2 18,8 38,0
% within Jenis_Kelamin 42,1% 57,9% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count 123,0 121,0 244,0
% within Jenis_Kelamin
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1,242 1 ,265
Continuity Correction b ,879 1 ,348
Likelihood Ratio 1,246 1 ,264
Fisher's Exact Test ,293 ,174
Linear-by-Linear
1,237 1 ,266
Association
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,84.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper

Universitas Sriwijaya
Odds Ratio for
Jenis_Kelamin (Laki-Laki / 1,486 ,738 2,991
Perempuan)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,234 ,831 1,832
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,830 ,611 1,127
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

8. Hubungan Penghasilan dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total

Kualitas Kurang Kualitas Baik


Baik
Count 84 78 162
< UMR Expected Count 81,7 80,3 162,0
% within Penghasilan 51,9% 48,1% 100,0%
Penghasilan
Count 39 43 82
> UMR Expected Count 41,3 40,7 82,0
% within Penghasilan 47,6% 52,4% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count 123,0 121,0 244,0
% within Penghasilan
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,401 1 ,527
Continuity Correction b ,248 1 ,619
Likelihood Ratio ,401 1 ,527
Fisher's Exact Test ,588 ,309
Linear-by-Linear
,399 1 ,527
Association
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
40,66. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval


Lower Upper
Odds Ratio for Penghasilan
1,187 ,698 2,021
(< UMR / > UMR)

Universitas Sriwijaya
For cohort Kualitas_Hidup =
1,090 ,831 1,430
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,918 ,707 1,192
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

9. Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total

Kualitas Kurang Kualitas Baik


Baik
Count 104 85 189
< 5 tahun Expected Count 95,3 93,7 189,0
Lama_Mende % within Lama_Sakit 55,0% 45,0% 100,0%
ritaHIV Count 19 36 55
> 5 tahun Expected Count 27,7 27,3 55,0
% within Lama_Sakit 34,5% 65,5% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count 123,0 121,0 244,0
% within Lama_Sakit 50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7,149 1 ,008
Continuity Correction b 6,353 1 ,012
Likelihood Ratio 7,238 1 ,007
Fisher's Exact Test ,009 ,006
Linear-by-Linear
7,119 1 ,008
Association
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27,27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval


Lower Upper
Odds Ratio for
Lama_MenderitaHIV (< 5 2,318 1,240 4,332
tahun / > 5 tahun)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,593 1,083 2,343
Kualitas Kurang Baik

Universitas Sriwijaya
For cohort Kualitas_Hidup =
,687 ,536 ,881
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244

10. Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total
Kualitas Kurang Kualitas Baik
Baik
Count 30 12 42
< 1 tahun Expected Count 21,2 20,8 42,0
% within Lama_TerapiARV 71,4% 28,6% 100,0%
Lama_TerapiARV
Count 93 109 202
> 1 tahun Expected Count 101,8 100,2 202,0
% within Lama_TerapiARV 46,0% 54,0% 100,0%
Count 123 121 244
Total Expected Count 123,0 121,0 244,0
% within Lama_TerapiARV 50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8,966 1 ,003
Continuity Correction b 7,979 1 ,005
Likelihood Ratio 9,222 1 ,002
Fisher's Exact Test ,004 ,002
Linear-by-Linear
8,929 1 ,003
Association
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
20,83. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval


Lower Upper
Odds Ratio for
Lama_TerapiARV (< 1 2,930 1,420 6,046
tahun / > 1 tahun)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,551 1,217 1,978
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,529 ,323 ,869
Kualitas Baik

Universitas Sriwijaya
N of Valid Cases 244

11. Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup


Crosstab
Kualitas_Hidup Total
Kualitas Kualitas
Kurang Baik Baik
Count 83 74 157

Belum Expected Count 79,1 77,9 157,0


Menikah % within
52,9% 47,1% 100,0%
Status_Marital
Count 9 6 15
Status_Marit Expected Count 7,6 7,4 15,0
Janda/Duda
al % within
Status_Marital 60,0% 40,0% 100,0%

Count
31 41 72
Expected Count
Menikah 36,3 35,7 72,0
% within
Status_Marital 43,1% 56,9% 100,0%
Count
123 121 244
Expected Count
Total 123,0 121,0 244,0
% within
Status_Marital
50,4% 49,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 2,489 2 ,288
Likelihood Ratio 2,497 2 ,287
Linear-by-Linear
1,673 1 ,196
Association
N of Valid Cases 244

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 7,44.
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)


Lower Upper

Status_Marital 2,470 2 ,291

Step 1a Status_Marital(1
-,394 ,287 1,892 1 ,169 ,674 ,384 1,182
)

Universitas Sriwijaya
Status_Marital(2
-,685 ,578 1,403 1 ,236 ,504 ,162 1,566
)

Constant ,280 ,238 1,380 1 ,240 1,323


a. Variable(s) entered on step 1: Status_Marital.

Analisis Multivariat
1. Full Model
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper

Status_Marital 1,104 2 ,576

Status_Marital(1) ,052 ,427 ,015 1 ,904 1,053 ,456 2,434

Status_Marital(2) -,630 ,661 ,909 1 ,341 ,533 ,146 1,945

Usia ,584 ,336 3,020 1 ,082 1,793 ,928 3,463

Pendidikan ,494 ,485 1,037 1 ,309 1,639 ,633 4,240

Status_Pekerjaan ,273 ,453 ,363 1 ,547 1,313 ,541 3,190

Jenis_Kelamin ,150 ,506 ,088 1 ,766 1,162 ,431 3,132

Step 1a Penghasilan -,216 ,340 ,403 1 ,525 ,806 ,413 1,570

Lama_TerapiARV ,824 ,425 3,752 1 ,053 2,279 ,990 5,243

Lama_MenderitaHI
,610 ,385 2,502 1 ,114 1,840 ,864 3,915
V

Depresi Stigma 1,588 ,370 18,370 1 ,000 4,894 2,367 10,116


Dukungan_Keluarg ,880 ,395 4,961 1 ,026 2,412 1,111 5,233
a
1,076 ,344 9,787 1 ,002 2,934 1,495 5,757
Constant

-10,340 2,376 18,938 1 ,000 ,000


a. Variable(s) entered on step 1: Status_Marital, Usia, Pendidikan, Status_Pekerjaan,
Jenis_Kelamin, Penghasilan, Lama_TerapiARV, Lama_MenderitaHIV, Depresi, Stigma,
Dukungan_Keluarga.

c. Tanpa Jenis Kelamin


Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper

Status_Marital 1,024 2 ,599

Step 1a Status_Marital(1) ,004 ,397 ,000 1 ,991 1,004 ,461 2,187


Status_Marital(2) -,623 ,661 ,889 1 ,346 ,536 ,147 1,959

Universitas Sriwijaya
Usia Pendidikan ,582 ,336 3,013 1 ,083 1,790 ,928 3,456

Status_Pekerjaan ,478 ,482 ,981 1 ,322 1,612 ,627 4,148

Penghasilan ,236 ,434 ,295 1 ,587 1,266 ,541 2,966

Lama_TerapiARV -,225 ,339 ,443 1 ,506 ,798 ,411 1,550


Lama_MenderitaHI ,814 ,423 3,696 1 ,055 2,257 ,984 5,175
V
,611 ,385 2,519 1 ,113 1,843 ,866 3,921
Depresi

Stigma 1,589 ,370 18,409 1 ,000 4,898 2,370 10,122


Dukungan_Keluarg ,884 ,395 5,023 1 ,025 2,421 1,117 5,246
a

Constant 1,085 ,343 9,999 1 ,002 2,958 1,510 5,795

-10,028 2,121 22,362 1 ,000 ,000


a. Variable(s) entered on step 1: Status_Marital, Usia, Pendidikan, Status_Pekerjaan,
Penghasilan, Lama_TerapiARV, Lama_MenderitaHIV, Depresi, Stigma, Dukungan_Keluarga.

d. Tanpa Status Marital


Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper

Usia Pendidikan ,614 ,326 3,541 1 ,060 1,848 ,975 3,504

Status_Pekerjaan ,477 ,482 ,977 1 ,323 1,611 ,626 4,145

Penghasilan ,186 ,429 ,188 1 ,664 1,205 ,519 2,795

Lama_TerapiARV -,194 ,334 ,338 1 ,561 ,823 ,428 1,585

Step 1a Lama_MenderitaHI ,828 ,422 3,852 1 ,050 2,288 1,001 5,229


V
,604 ,382 2,508 1 ,113 1,830 ,866 3,865
Depresi
Stigma 1,573 ,366 18,438 1 ,000 4,823 2,352 9,892
Dukungan_Keluarg ,893 ,391 5,213 1 ,022 2,443 1,135 5,261
a
1,048 ,307 11,650 1 ,001 2,852 1,562 5,205
Constant

-10,013 2,084 23,089 1 ,000 ,000


a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Pendidikan, Status_Pekerjaan, Penghasilan,
Lama_TerapiARV, Lama_MenderitaHIV, Depresi, Stigma, Dukungan_Keluarga.

e. Tanpa Pekerjaan
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)


Lower Upper

Universitas Sriwijaya
Usia Pendidikan ,609 ,327 3,476 1 ,062 1,839 ,969 3,489

Penghasilan ,467 ,483 ,933 1 ,334 1,595 ,618 4,112

Lama_TerapiARV -,160 ,324 ,243 1 ,622 ,852 ,451 1,610

Lama_MenderitaHI ,833 ,421 3,909 1 ,048 2,299 1,007 5,248


a
Step 1 V
,602 ,382 2,488 1 ,115 1,827 ,864 3,862
Depresi

Stigma 1,576 ,367 18,483 1 ,000 4,838 2,358 9,925

Dukungan_Keluarg ,878 ,388 5,108 1 ,024 2,406 1,124 5,150


a

Constant 1,036 ,305 11,508 1 ,001 2,819 1,549 5,129

-9,655 1,901 25,806 1 ,000 ,000


a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Pendidikan, Penghasilan, Lama_TerapiARV, Lama_MenderitaHIV,
Depresi, Stigma, Dukungan_Keluarga.

f. Tanpa Penghasilan
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper

Usia Pendidikan ,639 ,321 3,954 1 ,047 1,894 1,009 3,555

Lama_TerapiARV ,402 ,465 ,748 1 ,387 1,495 ,601 3,715

Lama_MenderitaHI ,828 ,421 3,867 1 ,049 2,289 1,003 5,226


V
Step 1a ,616 ,381 2,613 1 ,106 1,852 ,877 3,912
Depresi

Stigma 1,557 ,364 18,305 1 ,000 4,744 2,325 9,679


Dukungan_Keluarg ,859 ,386 4,955 1 ,026 2,360 1,108 5,025
a
1,025 ,304 11,349 1 ,001 2,787 1,535 5,059
Constant

-9,715 1,898 26,189 1 ,000 ,000


a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Pendidikan, Lama_TerapiARV, Lama_MenderitaHIV, Depresi,
Stigma, Dukungan_Keluarga.

g. Tanpa Pendidikan
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)


Lower Upper

Usia ,648 ,322 4,041 1 ,044 1,911 1,016 3,595


Step 1a
Lama_TerapiARV ,822 ,420 3,828 1 ,050 2,275 ,999 5,183

Universitas Sriwijaya
Lama_MenderitaHI
,609 ,382 2,551 1 ,110 1,839 ,871 3,885
V

Depresi 1,562 ,363 18,509 1 ,000 4,767 2,340 9,709

Stigma ,809 ,381 4,507 1 ,034 2,245 1,064 4,737


Dukungan_Keluarg
,993 ,301 10,879 1 ,001 2,699 1,496 4,869
a

Constant -8,824 1,577 31,310 1 ,000 ,000


a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Lama_TerapiARV, Lama_MenderitaHIV, Depresi,
Stigma, Dukungan_Keluarga.

h. Tanpa Lama Menderita HIV


Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper

Usia ,485 ,301 2,588 1 ,108 1,624 ,900 2,932

Lama_TerapiARV ,932 ,414 5,057 1 ,025 2,539 1,127 5,721

Depresi 1,566 ,360 18,862 1 ,000 4,785 2,361 9,699


a
Step 1 Stigma ,899 ,376 5,708 1 ,017 2,458 1,175 5,141
Dukungan_Keluarg
,979 ,298 10,792 1 ,001 2,662 1,484 4,775
a

Constant -8,191 1,495 30,033 1 ,000 ,000


a. Variable(s) entered on step 1: Usia, Lama_TerapiARV, Depresi, Stigma, Dukungan_Keluarga.

i. Tanpa Usia
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for


EXP(B)
Lower Upper

Lama_TerapiARV ,820 ,404 4,109 1 ,043 2,270 1,027 5,015

Depresi 1,518 ,357 18,085 1 ,000 4,564 2,267 9,189

Stigma ,799 ,365 4,797 1 ,029 2,223 1,088 4,544


Step 1a
Dukungan_Keluar
,926 ,294 9,940 1 ,002 2,523 1,419 4,486
ga

Constant -6,927 1,226 31,908 1 ,000 ,001

Universitas Sriwijaya
a. Variable(s) entered on step 1: Lama_TerapiARV, Depresi, Stigma, Dukungan_Keluarga.

j. Tanpa Lama Terapi ARV


Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper

Depresi 1,719 ,355 23,401 1 ,000 5,580 2,780 11,197

Stigma ,804 ,368 4,784 1 ,029 2,234 1,087 4,592


Dukungan_Keluar
Step 1a ,969 ,294 10,878 1 ,001 2,634 1,481 4,684
ga

Usia ,369 ,292 1,602 1 ,206 1,446 ,817 2,562


Constant -6,394 1,201 28,354 1 ,000 ,002
a. Variable(s) entered on step 1: Depresi, Stigma, Dukungan_Keluarga, Usia.

k. Tanpa Stigma
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper

Depresi 1,625 ,356 20,834 1 ,000 5,076 2,527 10,197

Dukungan_Keluar
1,060 ,295 12,918 1 ,000 2,885 1,619 5,142
ga
Step 1a
Usia ,372 ,293 1,618 1 ,203 1,451 ,818 2,574
Lama_TerapiARV ,822 ,405 4,123 1 ,042 2,276 1,029 5,034
Constant -6,420 1,229 27,272 1 ,000 ,002
a. Variable(s) entered on step 1: Depresi, Dukungan_Keluarga, Usia, Lama_TerapiARV.

l. Tanpa Depresi
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper

Dukungan_Keluar
1,025 ,278 13,567 1 ,000 2,787 1,615 4,809
ga

Step 1a Usia ,226 ,275 ,675 1 ,411 1,254 ,731 2,150

Lama_TerapiARV 1,173 ,386 9,239 1 ,002 3,233 1,517 6,890

Constant -3,954 1,025 14,892 1 ,000 ,019


a. Variable(s) entered on step 1: Dukungan_Keluarga, Usia, Lama_TerapiARV.

Universitas Sriwijaya
2. Final Model
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper

Dukungan_Keluar
1,025 ,278 13,567 1 ,000 2,787 1,615 4,809
ga

Step 1a Usia ,226 ,275 ,675 1 ,411 1,254 ,731 2,150

Lama_TerapiARV 1,173 ,386 9,239 1 ,002 3,233 1,517 6,890

Constant -3,954 1,025 14,892 1 ,000 ,019


a. Variable(s) entered on step 1: Dukungan_Keluarga, Usia, Lama_TerapiARV.

Universitas Sriwijaya
Lampiran 3 Kaji Etik Penelitian

Universitas Sriwijaya
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
DINAS KESEHAT
AN
JL. Mc:rdcko No.72 Palembnng' 30151 Sumatera Sclotan
Tclrll'Fnx.(0711) 35065 I, 350523
ll-mnil: din~c~ oo(c111lmng@'.y11hooen.id, \Vcb~itc: www.Jinkcs.f)41cmbong.go.id

Palembang, 6ij l\pril 2021


Nomor : 440/?P'°tSDMK/ IV/2021
Pcrihal : ljin Pcncliiian dan Pcngambilan Data Kcpada Yth,
I. Pimpinon Puskesmas Ocmpo
2. Pimpinnn Puskesmas 4 Ulu
3. Pimpinan Puskesmas Mcrdcka
·I. Pimpinon Puskesmas Pembina
5. Kepala Bidnng P2J>
Di
Palembang

Menindoklanjuti Surat dnri Kcpaln n:iJnn Kesaunn Bangsa dan 1•oli1ik Koto Palembang tonggol 08 l\pril 2021
Nomor: 070/ 0810 /OAN.KDJ>/2021 perihal Pcrmohonan l1in Penelitian don Pengambilen Onto, maka dcngan ini kaml
mcnyctujui dan memberikan izin untuk Pcnclitan dan Pcngumbilan Data di Didang/Puskcsmas atas narna :

No Noma NIP Stigma Judul


Sosiol don
Pcnclilion Efel..
Kepatuhan llcrob:ll pada Orang
I. Dr. Rico Januar 198101212003121002
dengan I IIV/ AIDS ( 001 IA )
Sitorus, SKM.~I.Kcs (
di Korn Palembang
f-pid)
( Kctua Pcncliti )
2.
Elisna Wulondnri
( An~oto Penctirian )
3.
lstiqomoh Sito Dcwi
( /\ngl,lotn Penelitian )
4.
1innqulin Ero Khaira
Dengan( l\nggot:i
KetentunnPcnelitian
: )
I. Penelirian tic.Ink diizinkan menanyakan seal politik. dan mclakukan
pcnclition/sur\'Cy/risct y:ing . ifatnya tidak ada hubungan dengan judul yang
tcloh diprogromknn.
2. Dalam melnkukan pcnclition/survcy/risct agar dapat mentnati peraturan pcrundang-
undangen dan adat istiadat )nng berlaku didaerah setempat.

Dcmikon untuk dimol..lumi don dibanru, aras kerjasamanya diucapkan tcrimo kasih.

I
I
I

il
L . ··-----------------••,I
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Lampiran 5 Dokumentasi

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya

You might also like