Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Lengkap Palembang
Skripsi Lengkap Palembang
OLEH
OLEH
ABSTRAK
HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan tercatat sebagai penyebab
kematian 32 juta orang di dunia. Akibat terjadinya penurunan daya tahan tubuh pada
orang dengan HIV/AIDS (ODHA), maka akan berpengaruh pada segala aspek kehidupan
baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual sehingga akan berdampak terhadap kualitas
hidup ODHA. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah dukungan
keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross
sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah Orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) yang mendapatkan terapi antiretroviral dan menjalani pengobatan di RSMH,
Puskesmas Dempo dan Puskesmas Sukarami serta tergabung dalam Komunitas Sriwijaya
Plus sebanyak 244 sampel. Analisa data dilakukan secara univariat, bivariat dengan
melakukan uji chi square dan multivariat dengan regresi logistik ganda model faktor
resiko. Hasil analisis univariat menunjukkan ada sebanyak 50,4% ODHA yang memiliki
kualitas hidup kurang baik, hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA (p-value =0,000) dan
hasil analisis multivariat menunjukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan kualitas hidup ODHA setelah dikontrol oleh variabel usia dan lama
terapi ARV (95%CI = 2,787 (1,615-4,809). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA. Dukungan keluarga yang positif
kepada ODHA akan membantu ODHA dalam menghadapi masalah kesehatan dan
psikologis yang mereka alami. Diharapkan keluarga responden tetap memberikan
dukungan terhadap ODHA karena penerimaan dan perlakuan yang positif dari keluarga
akan sangat membantu mengatasi tekanan eksternal
i
Universitas Sriwijaya
maupun internal yang dialami ODHA. Adapun dukungan yang diberikan bisa berupa
dukungan emosional, informasi dan fasilitas berupa tenaga, dana maupun waktu.
ii
Universitas Sriwijaya
EPIDEMIOLOGY
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
SRIWIJAYA UNIVERSITY
THESIS, July 21, 2021
Istiqomah Sita Dewi
ABSTRACT
HIV/AIDS remains a global health problem and is a listed cause of death for 32
million people in the world. As a result of reducing the immune system in people
living with HIV/AIDS (PLWHA), it affects all aspects of life both physical,
psychological, social and spiritual and thus affects on the quality of life people
living with HIV/AIDS. One factor that affects the quality of life is family support.
This study aims to analyze the correlation between family support and the quality
of life of people living with HIV/AIDS in Palembang City. This research is
quantitative study using a cross sectional study design. The sampling technique
used in this study was purposive sampling. The sample in this study is people
living with HIV/AIDS who are receiving antiretroviral therapy and taking
treatments in RSMH, Dempo Medical Center, Sukarami Medical Center and join
the Sriwijaya Plus Community as many as 244 samples. The technique of
analyzing data was univariate, bivariate using the chi square test and multivariate
analysis using multiple logistic regression tests of risk factor models. The
results revealed that
50,4% people living with HIV/AIDS had poor quality of life. The bivariate test was
found the significant relationship between family support and quality of life of
people living with HIV/AIDS (p-value = 0,000). The multivariate test was revealed
that family support was significantly associated with quality of life (p-value
=0,000) after controlled by age and duration of antiretroviral therapy (PR
95% CI
2,787(1,615–4,809). It may be concluded that there is a link between family
support and quality of life of people living with HIV/AIDS. Positive family support
will help people living with HIV/AIDS to cope with their health and psychological
problems. It is hoped that the repondents family continue to support people living
with HIV/AIDS because their acceptance and positive treatment of the family will
do much to cope with both the external and internal pressure experienced people
living with HIV/AIDS. As for the support given may be emotional support,
information and facilities of energy, funds and time.
3
33 Universitas Sriwijaya
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini dibuat dengan sejujurnya
mengikuti Kaidah Etika Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya serta menjamin bebas plagiarisme. Bila kemudian diketahui saya
melanggar Etika Akademik maka saya akan bersedia dinyatakan tidak lulus/gagal.
4
Universitas Sriwijaya
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
5
Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang” telah dipertahankan di
hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya pada tanggal 21 Juli 2021.
Ketua :
1. Feranita Utama, S.KM., M.Kes ( )
NIP. 198808092018032002
Anggota :
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Koordinasi Program Studi
Kesehatan Masyarakat
6
Universitas Sriwijaya
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Istiqomah Sita Dewi
NIM : 10011181722096
Angkatan : 2017
Peminatan : Epidemiologi
TTL : Rambang Lubai, 28 Mei 1999
Alamat : Blok 6-9-9, Bumi Dipasena Jaya, Kec. Rawajitu Timur, Kab.
Tulang Bawang, Lampung, 34595
Riwayat Pendidikan
2005 – 2011 : SD Negeri 01 Bumi Dipasena Jaya
2011 – 2014 : SMP Negeri 2 Tanjung Agung
2014 – 2017 : SMA Negeri 2 OKU
2017 – sekarang : S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM Universitas
Sriwijaya
Riwayat Organisasi
2017 – 2018 : Anggota Departemen IMC LDF BKM ADZ-DZIKRA
2017 – 2018 : Anggota BO Pers Publishia
2017 – 2018 : Staff Muda Dinas Medinfo BEM KM FKM Unsri
2017 – 2018 : Staff Muda Biro Kesekretariatan BEM KM Unsri Kabinet
Bangga Sriwijaya
2018 – 2019 : Kepala Divisi Desain BO Pers Publishia
2018 – 2019 : Staff Ahli Dinas Medinfo BEM KM FKM Unsri
2018 – 2019 : Staff Ahli Biro Kesekretariatan BEM KM Unsri Kabinet
Bingkai Cita
2019 -2020 : Sekretaris Dinas Kominfo Ikamarta Unsri
2019 – 2020 : Staff Ahli Kementerian Kominfo BEM KM Unsri Kabinet
Gema Kolaborasi
vii
Universitas Sriwijaya
2020 – 2021 : Kepala Divisi Media & Komunikasi Komunitas Berbagi
1000
Riwayat Prestasi
2019 : Juara 3 Lomba Poster Multimedia Festival
2020 : Juara 1 Lomba Infografis National Public Health
Jurnalistic Competition 2020
888
Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan nikmat-Nya sehingga
saya bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga
Terhadap Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang”.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
9
Universitas Sriwijaya
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademika Universitas Sriwijaya, saya yang bertandatangan
di bawah ini:
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty
Noneksklusif ini Universitas Sriwijaya berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemiliki hak cipta. Demikian pernyataan ini saya
buat dengan sebenarnya.
Dibuat : di Indralaya
Pada Tanggal : 27 Juli 2021
Yang Menyatakan,
10
Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI
ABSTRAK. ...............................................................................................................i
ABSTRACT ...........................................................................................................
iii LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
..........................................iv HALAMAN
PENGESAHAN..................................................................................v HALAMAN
PERSETUJUAN................................................................................vi DAFTAR
RIWAYAT HIDUP.............................................................................. vii KATA
PENGANTAR ............................................................................................ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ...................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR. ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang. ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................6
11
Universitas Sriwijaya
2.1 HIV/AIDS. ...................................................................................................9
12
Universitas Sriwijaya
2.1.1 Pengertian HIV/AIDS.........................................................................9
xii
Universitas Sriwijaya
3.2.1 Populasi ............................................................................................39
131
313 Universitas Sriwijaya
5.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup ODHA ...................116
5.2.9 Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup ODHA ..122
5.2.10 Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup ODHA .....124
6.1 Kesimpulan...............................................................................................131
6.2 Saran .........................................................................................................131
LAMPIRAN .........................................................................................................140
141
4 Universitas Sriwijaya
DAFTAR TABEL
15
Universitas Sriwijaya
Tabel 4.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................82
Tabel 4.15 Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................83
Tabel 4.16 Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................83
Tabel 4.17 Hubungan Penghasilan dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................84
Tabel 4.18 Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................84
Tabel 4.19 Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................85
Tabel 4.20 Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup pada ODHA
di Kota Palembang ................................................................................86
Tabel 4.21 Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup pada ODHA di
Kota Palembang.....................................................................................87
Tabel 4.22 Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup pada ODHA di Kota
Palembang .............................................................................................87
Tabel 4.23 Pemodelan Awal Analisis Multivariat .................................................88
Tabel 4.24 Urutan Variabel dari p-value Terbesar.................................................89
Tabel 4.25 Perubahan PR pada Seleksi Confounding............................................90
Tabel 4.26 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat ................................................91
16
Universitas Sriwijaya
DAFTAR GAMBAR
xvii
Universitas Sriwijaya
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
berada di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara sebanyak 240.000 kasus. Untuk
wilayah Asia dan Pasifik ada sekitar 5,7 juta kasus positif HIV (UNAIDS, 2020).
Menurut (Kemenkes RI, 2018) HIV/AIDS masih menjadi masalah serius di
Indonesia yang merupakan negara urutan ke-5 paling berisiko HIV/AIDS di Asia.
Terjadi peningkatan kasus HIV setiap tahunnya sejak tahun 1987 dimana kasus
pertama HIV dilaporkan. Jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2020 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif
kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2020 sebanyak 409.857
(75% dari target 90% estimasi ODHA tahun 2020 sebesar 543.100).
Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia menurut laporan SIHA (2020)
Triwulan III dari Januari-September 2020 ada 32.293 kasus HIV dilaporkan
dengan penyumbang kasus HIV tertinggi pada kelompok usia produktif (25-49
tahun) sebesar 69%. Sedangkan untuk jumlah AIDS yang dilaporkan per Juli-
September 2020 ada 2.286 kasus dengan penyumbang kasus AIDS tertinggi pada
kelompok usia 30-39 tahun sebesar 33,2%. Lima provinsi dengan jumlah kasus
AIDS dilaporkan terbesar berturut-turut adalah Papua Barat (477 kasus), Bali (433
kasus), Jawa Tengah (423 kasus), Jawa Barat (115 kasus) dan Sumatera Selatan
(112 kasus). Jumlah kumulatif penemuan kasus HIV yang dilaporkan sampai
dengan September 2020 sebanyak
409.857 orang, sedangkan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan
September 2020 sebanyak 127.873 orang dimana jumlah kasusnya relatif stabil
setiap tahun (SIHA, 2020b).
Menurut data (SIHA, 2020a) triwulan III per Januari-September 2020 ada 434
kasus HIV dan 200 kasus AIDS dilaporkan di Sumatera Selatan. Jumlah kumulatif
yang dilaporkan dari tahun 1995 sampai dengan September 2020 sebanyak 4.353
kasus HIV dan 1.522 kasus AIDS. Sedangkan untuk kasus meninggal karena
AIDS ada 125 orang. Kota Palembang menjadi penyumbang tertinggi kasus HIV
dan AIDS di Sumatera Selatan yakni kumulatif kasus HIV 3.379 dan kasus AIDS
1.190. Menurut laporan kaskade HIV dan pengobatan ARV per Provinsi sampai
Juni 2020, Jumlah ODHA yang ditemukan di Provinsi Sumsel ada 4.233 orang
dimana 3.697 diantaranya ODHA ditemukan dan masih hidup dan 1.499 ODHA
on ART (SIHA,
2020a).
Universitas Sriwijaya
3
Saat pertama kali didiagnosa menderita HIV/AIDS, banyak reaksi yang akan
timbul seperti perasaan takut, menyesal, depresi, takut serta tidak tahu apa yang
harus dilakukan. Bagi sebagian besar orang menderita HIV/AIDS masih dianggap
sebagai hal yang tabu karena telah melanggar norma yang berlaku di masyarakat
sehingga memberi dampak psikologis bagi penderita, keluarga serta lingkungan
sekitarnya (Ika, Purwaningsih and Sevina, 2019).
HIV/AIDS berdampak besar dalam kehidupan ODHA. Dampak tersebut bisa
dirasakan dari segi biologis, sosial, ekonomi serta psikologis. HIV/AIDS tidak
hanya menurunkan kualitas fisik, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental para
penderitanya. Pemahaman yang berkembang di masyarakat terhadap ODHA
membuat masyarakat cenderung bersikap mengucilkan ODHA. Kondisi ini
membuat ODHA semakin menutup dirinya dari kehidupan sosialnya sehingga
semakin memperburuk kondisi ODHA. Akibat dari stigma tersebut penderita
ODHA sering merasakan feeling blue (kesepian, putus asa, cemas dan depresi)
sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas hidup ODHA dari segi psikologis kurang
baik. Berbagai masalah psikologis ini dapat mempengaruhi kemampuan ODHA
untuk berpartisipasi secara penuh dalam pengobatan dan perawatan dirinya,
sehingga berdampak terhadap kualitas hidup ODHA (Safitri, 2018).
WHO mendefinisikan kualitas hidup atau Quality of Life (QOL) sebagai
persepsi individu terhadap posisi mereka di masyarakat dalam konteks budaya dan
norma yang ada dan berkaitan dengan tujuan, harapan, standar, dan kekhawatiran
selama hidupnya. Kualitas hidup sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang cukup
kompleks seperti kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat kemandirian,
hubungan sosial, dukungan sosial baik dari keluarga maupun masyarakat dan
hubungan individu tersebut dengan lingkungannya (Diatmi and Diah, 2014).
Keluarga sangat berperan penting dalam memberikan rasa aman pada ODHA
yang berada di tempat tinggalnya agar dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA
dengan cara tidak menghindari, mengasingkan serta tidak menolak keberadaanya
dan juga sebagai pemberi informasi, materi dan bantuan tingkah laku sehingga
ODHA merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Namun, fakta yang didapat
keluarga pasien HIV/AIDS di Indonesia masih kurang dalam memberikan
dukungan sosial, dibuktikan dengan hanya 43,5% bersikap bersedia merawat
Universitas Sriwijaya
4
anggota keluarga yang terinfeksi virus HIV dirumah dan sikap diskriminatif
terhadap anggota keluarga yang terinfeksi HIV sebesar 28,8% (Martiningsih,
Abdul and Ade, 2015). Dari segi dukungan keluarga penelitian Marni et al (2020)
menunjukkan proporsi ODHA dengan dukungan keluarga kurang sebesar 53,4%.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Kusuma (2016) dimana ODHA yang
mempersepsikan dukungan keluarganya non-supportif sebesar 55,4%. Penelitian
Tesemma et al (2019) di Ethiopia menunjukkan proporsi ODHA yang mengalami
stigma cukup tinggi yaitu sebesar 54,2% dan nilai OR 2,34 yang berarti ODHA
yang mengalami stigma berisiko 2,34 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang
baik dibandingkan dengan ODHA yang tidak mengalami stigma. Sedangkan dari
segi kualitas hidup, penelitian Hardiansyah et al (2014) diketahui gambaran
kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS adalah buruk 52,4%. Hal ini sejalan
dengan penelitian Kusuma (2016) dimana proporsi ODHA yang memiliki kualias
hidup kurang baik adalah sebesar 63%.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA antara
lain: persepsi kesehatan, emosi, energi/kelelahan, tidur, fungsi kognitif, kegiatan
fisik dan kegiatan harian, teknik mengatasi masalah, masa depan, gejala,
pengobatan dan dukungan sosial. Dukungan sosial diperoleh dari dukungan
keluarga, dukungan teman sebaya, dan dukungan masyarakat. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA telah dijelaskan diatas. Maka, hal yang
perlu diperhatikan pada ODHA adalah dukungan keluarganya, karena ODHA
masih banyak yang kurang mendapatkan dukungan dari keluarga. Hal ini
disebabkan oleh karena tingginya stigma yang terkait dengan penyakit HIV/ AIDS
sehingga anggota keluarga yang menderita penyakit ini sering kali dianggap telah
melanggar norma- norma dalam keluarga dan memalukan keluarga sehingga
sering kali dikucilkan atau di telantarkan bahkan di isolasi dari lingkungan
(Hartati, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016) berjudul “Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Yang Menjalani
Perawatan Di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta” didapatkan hasil bahwa
dukungan keluarga merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan
kualitas hidup dengan nilai OR = 12,06 artinya kelompok responden dengan
dukungan keluarga non-suportif berisiko 12,06 kali untuk memiliki kualitas hidup
Universitas Sriwijaya
5
Universitas Sriwijaya
6
Universitas Sriwijaya
7
Universitas Sriwijaya
8
Materi penelitian ini adalah dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Palembang.
Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
10
Republik Kongo, di Kinhasa pertama kali ditemukan virus HIV pada tahun
1920-an. Kasus AIDS pertama kali dilaporkan oleh Centers For Disease Control
(CDC) di Los Angeles, New York dan California pada sekolompok pria
homoseksual ditemukan Pnuemocystis Carinii Pneumonia (PCP) dan kanker
ganas yang disebut Sarcoma Kaposi pada tahun 1981. Sebagai akibat dari
gagalnya sistem imun maka gejala penyakit yang timbul semakin jelas oleh
karenanya disebut dengan AIDS. Epidemi ini merambat dengan cepat dan kasus
serupa dilaporkan di Eropa Barat, Australia, Amerika Latin, Afrika dan Asia.
Adapun teori yang menyebutkan adanya faktor infeksi sebagai penyebab
dikonfirmasi pada tahun 1983 dengan diisolasinya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) sebagai penyebab AIDS dan pada tahun 1984 tes
serologi pertama kali dapat dilakukan (Setiati, 2014).
Virus HIV dapat ditransmisikan jika terjadi kontak langsung dengan darah
atau cairan tubuh. Jumlah virus yang banyak terdapat pada darah, semen, cairan
vagina dan serviks serta cairan otak. Sedangkan di dalam saliva, air mata, urin,
keringat dan air susu virus HIV hanya ditemukan dalam jumlah sedikit. Menurut
Irwan (2017) transmisi HIV dan AIDS dibagi menjadi sebagai berikut :
Universitas Sriwijaya
11
Menurut Najmah (2016) ada beberapa tahap dalam perjalanan infeksi HIV
diantaranya sebagai berikut:
Universitas Sriwijaya
12
Universitas Sriwijaya
13
Universitas Sriwijaya
14
pada orang dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA
tidak tersedia (Kemenkes RI, 2014).
1. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang HIV/AIDS. Salah satunya dengan melakukan penyuluhan
kesehatan di sekolah dan masyarakat tentang perilaku risiko tinggi yang
dapat menularkan HIV.
2. Tidak berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seks, atau
melakukan seks dengan satu orang saja yang diketahui statusnya negatif
HIV.
3. Saat berhubungan seksual gunakan kondom
Penggunaan kondom yang benar saat melakukan hubungan seks baik
secara vaginal, anal, dan oral dapat melindungi terhadap penyebaran
infeksi menular seksual (IMS). Fakta membuktikan penggunaan kondom
lateks saat berhubungan seksual pada laki-laki dapat mencegah penularan
HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya sebesar 5%.
4. Menyediakan fasilitas Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary
Counselling and Testing/VCT).
Melakukan konseling dan tes HIV secara sukarela ini penting untuk
dilakukan oleh semua orang yang terkena salah satu faktor risiko sehingga
dapat diketahui status infeksinya dan dapat melakukan pencegahan dan
pengobatan sedini mungkin.
5. Melakukan sunat bagi laki-laki
Sunat bagi laki-laki dapat mengurangi risiko infeksi HIV melalui
hubungan heteroseksual sebesar 60%. Sunat pada laki-laki dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan terlatih sesuai dengan aturan medis.
Universitas Sriwijaya
15
Universitas Sriwijaya
16
2.2 Keluarga
2.2.1 Definisi Keluarga
Pada pasien penyakit kronis, keluarga berperan sebagai care giver, yang
harus tahu dan paham kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual pasien sebelum
memberikan bantuan, karena keluarga juga bertanggung jawab terhadap kesehatan
anggota keluarganya (Kusuma, 2016).
Universitas Sriwijaya
17
a. Keluarga inti (nuclear family), terdiri atas ayah, ibu dan anak yang diperoleh
dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family), terdiri atas keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah seperti kakek, nenek,
paman dan bibi.
a. Keluarga inti (nuclear family) terdiri atas suami, istri dan anak (anak kandung
atau anak angkat).
b. Keluarga besar (extended family) terdiri atas keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah misalnya kakek, nenek,
paman dan bibi.
c. Keluarga dyad terdiri dari suami istri tanpa anak.
d. Single parent terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung atau anak
angkat. e. Keluarga usia lanjut terdiri atas suami istri yang lansia.
2.2.3 Fungsi Keluarga
Universitas Sriwijaya
18
Menurut Sarafino dan Smith (2011) dalam Amelia (2019) ada beberapa
aspek dukungan dalam keluarga diantaranya yaitu :
Universitas Sriwijaya
19
rasa nyaman, merasa dicintai, membangkitkan semangat dan mengurangi
putus asa.
Universitas Sriwijaya
20
Universitas Sriwijaya
21
a. Domain 1 Fisik terdiri dari 4 item yaitu nyeri dan tidak nyaman, energi dan
kelelahan, tidur dan istirahat serta simptom penyakit.
b. Domain 2 Psikologis terdiri dari 5 item yaitu perasaan positif, perasaan
negatif, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi, citra tubuh dan
penampilan.
c. Domain 3 Tingkat Kemandirian/Fungsional terdiri dari 4 item yaitu
mobilitas, aktivitas sehari-hari, ketergantungan terhadap obat-obatan dan
kapasitas kerja.
d. Domain Sosial terdiri dari 4 item yaitu hubungan personal, dukungan
sosial, aktivitas seksual dan penerimaan sosial
e. Domain 5 Lingkungan terdiri dari 8 item yaitu keselamatan dan keamanan
fisik, keterjangkauan dan kualitas layanan kesehatan, akses informasi,
Universitas Sriwijaya
22
Pada semua item pertanyaan ada 5 pilihan jawaban. Pada pertanyaan yang
bersifat favorable jawaban akan diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 dan sedangkan pada
pertanyaan yang bersifat unfavorable akan diberi skor 5, 4, 3, 2, 1. Uji reliabilitas
kuesioner didapat hasil nilai Cronbach Alpha 0,86 (World Health Organization,
2002).
a. Faktor sosio demografi yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, ras,
dan status perkawinan.
b. Faktor medis yaitu lama menjalani pengobatan, stadium penyakit dan
penatalaksaan medis yang dijalani.
a. Usia
Universitas Sriwijaya
23
b. Pendidikan
c. Pekerjaan
tidak bekerja 2,023 kali berisiko mengalami kualitas hidup buruk dibandingkan
dengan responden yang bekerja.
Pekerjaan bisa menjadi sumber penderitaan dan stres namun dapat pula
menjadi sumber kesenangan, realisasi diri & pembentukan identitas. Pada pasien
HIV, selain menambah pendapatan, dengan bekerja memungkinkan pasien HIV
untuk mengalihkan perhatiannya dari memikirkan masalah-masalah negatif terkait
penyakit serta menciptakan perasaan bahwa dia berguna dan produktif. Selain itu,
pasien HIV yang bekerja akan lebih banyak berinteraksi atau berhubungan sosial
dengan orang lain selain yang ada di lingkungan rumahnya. Dengan demikian
kualitas hidup orang yang bekerja lebih baik dibandingkan orang yang tidak
bekerja (Lessa et al., 2014).
d. Penghasilan
e. Status Marital
signifikan antara status marital dan kualitas hidup responden, dimana responden
yang tidak kawin berisiko 2,204 kali untuk memiliki kualitas hidup yang kurang
baik dibandingkan dengan responden yang kawin (p=0,021).
Pasien HIV/AIDS dengan status menikah akan mempunyai harga diri yang
lebih tinggi dan memiliki sumber koping yang adekuat dari pasangannya sehingaa
dapat lebih mengembangkan koping yang adaptif terhadap stressor. Dengan
keberadaan pasangan yang selalu mendampingi dan memberikan dukungan
ataupun bantuan saat pasien mengalami masalah-masalah terkait kondisi
kesehatannya, maka pasien akan merasa lebih optimis dalam menjalani
kehidupannya. Hal ini akan mempengaruhi aspek pada kualitas hidupnya. Maka
dari itu, kualitas hidup pasien dengan status marital lebih baik (Kusuma, 2016).
f. Jenis Kelamin
g. Stigma ODHA
Universitas Sriwijaya
26
HIV, serta kualitas untuk perawatan dan pengobatan terhadap ODHA. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutabazi-mwesigire et al (2014)
yang menyatakan bahwa masih banyak responden menderita stigma, ketakutan,
pengungkapan dan kemiskinan yang mana akan berdampak negatif terhadap
kualitas hidup mereka (Mutabazi-mwesigire et al., 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ethel and Sofro (2016) di Semarang
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lama menderita
dengan kualitas hidup pada domain psikologis pasien HIV/AIDS RSUP Dr.
Kariadi. Kemudian riset oleh Novianti, Parjo and Ariyani, (2015) menyatakan
terdapat hubungan antara lama menderita dengan kualitas hidup pasien
HIV/AIDS. Pasien dengan infeksi HIV lebih lama memiliki kualitas hidup yang
rendah. Semakin lama individu menderita HIV maka tubuh mengalami
imunodefisiensi menghasilkan peningkatan kerentanan terhadap berbagai macam
infeksi, kanker dan penyakit lain. Sehingga semakin lama menderita HIV, kualitas
hidup akan semakin kurang baik. Sebaliknya semakin dini menderita HIV,
kualitas hidupnya akan semakin baik (Novianti, Parjo and Ariyani, 2015).
j. Depresi
Penelitian Betty, Asfriyati and Sri (2019) menunjukkan variabel yang paling
dominan mempengaruhi kualitas hidup penderita HIV di Kota Pematang Siantar
adalah variabel depresi dengan nilai koefisien regresi RP = 37, 653 yang berarti
ODHA yang depresi memiliki kemungkinan 37,6 kali lebih besar menurunkan
kualitas hidupnya dibandingkan dengan ODHA yang tidak depresi. Hal ini
sejalan dengan penelitian Kusuma (2016) didapat hasil nilai OR = 10,35 yang
berarti ODHA yang depresi berisiko 10,35 kali untuk memiliki kualitas hidup
buruk dibandingkan dengan ODHA yang tidak depresi. Hasil uji regresi logistik
menunjukkan responden yang mengalami depresi dan mempersepsikan dukungan
keluarganya non-suportif berisiko untuk memiliki kualitas hidup kurang. Depresi
dapat menyebabkan kesehatan ODHA semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh
adanya modulasi sistem imun dalam keadaan stres berkepanjangan yang
mengakibatkan CD4 semakin berkurang.
Selain itu, pasien yang mengalami depresi cenderung tidak aktif dalam
mencari informasi ataupun berpartisipasi dalam manajemen pengobatan dan
perawatan
Universitas Sriwijaya
28
yang dijalani untuk menjaga derajat kesehatannya. Keadaan depresi sendiri akan
membuat ODHA pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak berharga,
cenderung mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan orang lain. Akibatnya
depresi akan berdampak pada keseluruhan aspek-aspek dalam kehidupan ODHA
sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya (Li et al., 2009).
Universitas Sriwijaya
30
Universitas Sriwijaya
31
Universitas Sriwijaya
32
Universitas Sriwijaya
32
Variabel Confounding
1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Jenis kelamin
5. Penghasilan
6. Status marital
7. Lama menderita
HIV
8. Lama terapi ARV
9. Stigma ODHA
10. Depresi
Universitas Sriwijaya
34
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti secara operasional di lapangan. Definisi operasional dibuat
untuk memudahkan pada pelaksanaan pengumpulan data dan pengolahan serta analisis data (Masturoh and Nauri, 2018). Adapun
penjelasan operasional dari variabel yang diteliti dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
Variabel Dependen
1. Kualitas Hidup Penilaian responden terhadap Wawancara Kuesioner Ordinal Skor berentang 4-20. Pengkategorian
kondisi kehidupannya saat ini WHOQOL-HIV berdasarkan rata-rata jumlah total skor
pada berbagai aspek kehidupan BREF dari 6 domain.
diantaranya kesejahteraan fisik,
kesejahteraan psikologis, 1. Kualitas hidup kurang baik (skor <
hubungan sosial, lingkungan, mean 13,82)
tingkat kemandirian, dan 2. Kualitas hidup baik (skor ≥ mean
kesejahteraan spiritual. 13,82)
Variabel Independen
2. Dukungan Keluarga Dukungan yang diterima oleh Wawancara Kuesioner Ordinal Skor total berentang 18-90.
ODHA dari anggota keluarga Pengkategorian menggunakan rumus
(keluarga inti: suami, istri dan cut off point 75% dari total skor (90):
anak serta keluarga kandung baik
ayah, ibu, adik dan kakak yang 1. < 67,5 dukungan rendah
35
4. Jenis kelamin Gender responden yang dibawa Wawancara Kuesioner Nominal 1. Perempuan
sejak lahir
2. Laki-laki
5. Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Pendidikan rendah (Tidak sekolah –
responden yang ditempuh hingga SMP)
tamat
2. Pendidikan tinggi (SMA– perguruan
tinggi)
6. Status marital Kondisi ikatan pernikahan ketika Wawancara Kuesioner Nominal 1. Belum Menikah
wawancara berlangsung
2. Janda/Duda
3. Menikah
7. Pekerjaan Ada atau tidaknya pekerjaan yang Wawancara Kuesioner Nominal 1. Tidak Bekerja
dilakukan responden untuk
2. Bekerja
mendapatkan penghasilan
(Fitri and Fatwa, 2017)
8. Penghasilan Tingkat penghasilan per bulan Wawancara Kuesioner Ordinal 1. < UMR (Rp. 3.270.093)
berdasarkan garis kemiskinan
2. ≥ UMR (Rp. 3.270.093)
dengan pendekatan standar
minimal pendapatan keluarga (Fitri and Fatwa, 2017)
(senilai dengan UMR Kota
Palembang)
9. Stigma ODHA Cap atau pandangan buruk yang Wawancara Kuesioner Berger Ordinal Skor total berentang 25-125.
diterima ODHA selama menjadi HIV Stigma Scale Pengkategorian menggunakan rumus
penderita HIV/AIDS cut off point 75% dari total skor (125):
(Arikunto, 2002)
10. Lama menderita HIV Rentang waktu sejak didiagnosa Wawancara Kuesioner Ordinal 1. < 5 tahun
terinfeksi HIV hingga penelitian
2. ≥ 5 tahun
ini berlangsung
(Novianti et al., 2014)
11. Lama terapi ARV Satuan waktu yang mengukur Wawancara Kuesioner Ordinal 1. < 1 tahun
waktu keberadaan seseorang yang
2. ≥ 1 tahun
dihitung dari waktu awal
(Arjun et al., 2017)
37
12. Depresi Keadaan psikologis yang Wawancara Kuesioner PHQ-9 Ordinal 1. Depresi (Skor 5-27)
responden rasakan dalam dua 2. Tidak Depresi (Skor 0-4)
minggu terakhir
(Eshetu, Meseret and Gizachew, 2015)
38
2.8 Hipotesis
f. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA).
g. Ada hubungan antara status marital dengan kualitas hidup Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA).
h. Ada hubungan antara stigma ODHA dengan kualitas hidup Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA).
i. Ada hubungan antara lama menderita HIV dengan kualitas hidup Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA).
j. Ada hubungan antara lama terapi ARV dengan kualitas hidup Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA)
Universitas Sriwijaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.2.1 Populasi
Populasi Target
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di
Provinsi Sumatera Selatan
Populasi Sumber
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di
Kota Palembang
39
40
Populasi Studi
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di
Komunitas Sriwijaya Plus, RSMH, Puskesmas
Dempo & Sukarami
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Pengambilan sampel dapat dilakukan secara random dan non
random. Sampel yang dikehendaki merupakan bagian dari populasi target yang
akan diteliti secara langsung. Kelompok ini memiliki kriteria inklusi dan kriteria
ekslusi. Sedangkan sampel yang diteliti adalah subyek yang pasti ikut serta dan
diteliti, kelompok ini merupakan bagian dari sampel yang dikehendaki dikurangi
dengan dropout (Sastroasmoro and Ismael, 2011). Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh ODHA yang tergabung di dalam Komunitas Sriwijaya Plus
sebanyak 110 sampel, Puskesmas Dempo sebanyak 17 sampel, Puskesmas
Sukarami sebanyak 13 sampel dan RSMH sebanyak 104 sampel yang masuk ke
dalam kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
Universitas Sriwijaya
41
Keterangan:
P1 = Proporsi dukungan keluarga rendah pada kualitas hidup kurang baik (Suleiman et
al.,
2015) = 0,77
P2 = Proporsi dukungan keluarga tinggi pada kualitas hidup kurang baik (Suleiman et al.,
2015) = 0,55
Universitas Sriwijaya
42
Variabel P1 P2 N 2n Referensi
Keterangan :
n1 = jumlah subjek yang dihitung
n = jumlah sampel minimal
f = perkiraan proporsi drop out 10%
Dengan demikian, total sampel seluruhnya pada penelitian ini ialah 160
sampel. Namun, dalam penelitian ini menggunakan seluruh sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yakni sebanyak 244 sampel.
Universitas Sriwijaya
43
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data
dikumpulkan melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Variabel dependen yang hendak diteliti adalah kualitas hidup
pada ODHA. Sedangkan variabel independen yang hendak diteliti adalah
dukungan keluarga.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuesioner
yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai variabel-variabel yang akan diteliti.
Kuesioner terdiri atas beberapa bagian.
1. Kuesioner Demografi
Universitas Sriwijaya
44
3. Kuesioner Depresi
tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Skor total berentang antara 25-125
yang dikategorikan berdasarkan rumus dari Arikunto (2002) yakni cut of point
75% dari total skor (125), dengan hasil: ≥ 93,75 stigma tinggi, dan <93,75 stigma
rendah.
Universitas Sriwijaya
46
Favourable Unfavourable
Universitas Sriwijaya
47
Transformed
Persamaan untuk menghitung skor Raw scores
domain score
☐+☐+☐+☐+☐+☐+☐+☐
Tabel di atas merupakan tabel perhitungan untuk variabel kualitas hidup yang
diadaptasi dari WHO. Skor tiap domain berentang antara 4-20. Pengkategorian
berdasarkan total skor 6 domain. Kualitas hidup dikelompokkan menjadi dua
yakni kualitas hidup kurang baik (skor < mean 13,82) dan kualitas hidup baik
(skor ≥ mean 13,82).
Pengolahan data adalah kegiatan lanjutan dari pengumpulan data yang telah
dilakukan oleh peneliti. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software
Universitas Sriwijaya
48
1. Editing
Tindakan atau upaya untuk pengecekan dan pemeriksaan instan hasil dari data
yang diperoleh atau dikumpulkan dari lapangan sehingga tidak terdapat
kesalahan.
2. Coding
Menggolongkan data menurut macamnya. Hasil jawaban kuesioner dari para
responden diubah atau dikelompokkan dalam kategori-kategori menjadi angka
atau bilangan yang sesuai dengan cara ukur.
3. Entry
Data yang telah dilakukan editing dan coding selanjutnya akan dimasukkan
atau
entry ke dalam program pengolahan data yaitu SPSS for window.
4. Cleaning
Pengecekan kembali data dari setiap sumber data atau responden yang telah
selesai dimasukkan guna memperhatikan apakah ada data yang missing atau
terjadi kekeliruan pada saat pengkodean, ketidaklengkapan dan sebagainya lalu
dilakukan perbaikan.
3.5 Validitas dan Reliabilitas Data
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur skala stigma pada ODHA adalah
kuesioner modifikasi versi singkat Berger HIV Stigma Scale yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang terdiri dari 25 item. Uji validitas
dan reliabilitas telah dilakukan oleh Berger et al (2001) dan didapat nilai
Cronbach Alpha sebesar 0,96. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner Berger HIV
Universitas Sriwijaya
50
Stigma Scale versi Bahasa Indonesia (40 item) yang dilakukan oleh Nurdin
(2013) didapat
Universitas Sriwijaya
51
nilai Cronbach Alpha 0,94. Sedangkan uji validitas dan reliabilitas versi singkat
kuesioner Berger HIV Stigma Scale versi Bahasa Indonesia yang terdiri dari 25
item didapat nilai Cronbach Alpha 0,93.
Dukungan Emosional
Universitas Sriwijaya
51
Universitas Sriwijaya
52
dokter/perawat yang
merawat Anda
11. Keluarga mengingatkan 0,893 0,361 Valid
Anda untuk minum obat
dan istirahat yang cukup
12. Keluarga menjelaskan 0,956 0,361 Valid
kepada anda setiap Anda
bertanya tentang hal-hal
yang tidak jelas tentang
penyakit Anda
13. Keluarga berusaha untuk 0,937 0,361 Valid
mencari informasi
tentang pengobatan yang
Anda terima
Dukungan Penghargaan
14. Keluarga memberi 0,945 0,361 Valid
pujian kepada Anda bila
Anda melakukan anjuran
yang diberikan oleh
tenaga kesehatan
15. Keluarga melibatkan 0,954 0,361 Valid
Anda dalam
pengambilan keputusan
mengenai pengobatan
yang akan Anda jalani
16. Keluarga melibatkan 0,862 0,361 Valid
Anda dalam
pengambilan keputusan
tentang hal-hal yang
menyangkut masalah
keluarga
Universitas Sriwijaya
53
a. Analisis Univariat
Universitas Sriwijaya
54
Semua data dianalisis dengan confidence interval sebesar 95% dan alpha 5%
(0,05).
b. Analisis Bivariat
Uji statistik yang digunakan adalah dengan ketentuan sebagai berikut (Najmah,
2011) :
1. Bila tabel 2x2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah “Fisher’s Exact Test”
2. Bila tabel 2x2 tidak dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka
yang digunakan adalah “Continuity Correction”
3. Bila tabel lebih dari 2x2 maka digunakan uji “Person Chi Square”
Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional, maka
analisis risiko yang ditampilkan yaitu Prevalence Ratio (PR). Nilai PR yang
dihasilkan menunjukkan seberapa besar faktor risiko mempengaruhi kualitas
hidup ODHA.
+ -
Terpajan a b a+b
Universitas Sriwijaya
55
Bila nilai PR > 1, maka variabel independen yang diteliti merupakan faktor
risiko dari variabel dependen yaitu kualitas hidup.
Bila nilai PR = 1, maka variabel independen yang diteliti tidak memiliki
hubungan dengan variabel dependen yaitu kualitas hidup.
Bila nilai PR < 1, maka variabel independen yang diteliti merupakan faktor
protektif dari variabel dependen yaitu kualitas hidup.
c. Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan analisis yang digunakan untuk
menghubungkan beberapa variabel bebas dengan variabel terikat secara
komprehensif (Hastono,
2006). Apabila variabel dependen adalah data kategorik, maka uji statistik yang
dipilih adalah uji regresi logistik ganda dengan menggunakan model faktor risiko
yang bertujuan untuk mengestimasi secara valid hubungan antara variabel
independen (dukungan keluarga) dengan variabel dependen (kualitas hidup pada
ODHA) setelah dikontrol dengan variabel confounding (umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status marital, depresi, lama sakit, stigma
ODHA dan lama terapi ARV). Adapun langkah-langkah regresi logistik model
faktor risiko menurut (Hastono, 2006) adalah sebagai berikut:
Universitas Sriwijaya
56
bila setelah dikeluarkan diperoleh selisih OR faktor/variabel utama antara
sebelum dan sesudah variabel kovariat (X1) dikeluarkan lebih besar dari 10%,
Universitas Sriwijaya
57
maka variabel tersebut dinyatakan sebagai konfonding dan harus tetap berada
dalam model.
4. Model final akhir yang memuat variabel-variabel penting signifikan,
confounding, atau interaksi.
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang didirikan pada tahun 1953 atas
prakarsa Menteri Kesehatan RI Dr. Mohammad Ali dan pada tahun 1957 rumah
sakit ini mulai beroperasional dan melayani masyarakat Sumatera bagian Selatan,
meliputi Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Bangka
Belitung. Setelah beroperasi beberapa tahun Rumah Sakit Mohammad Hoesin ini
mulai memberikan pelayanan penunjang seperti Laboratorium, Apotik, Radiologi,
Emergency dan peralatan penunjang Medik lainnya. Rumah Sakit Umum
Mohammad Hoesin ini mulai berkembang dengan adanya fasilitas, sarana dan
prasarana, dokter spesialis dan sub spesialis yang memadai. Rumah Sakit
Mohammad Hoesin dikategorikan sebagai rumah sakit kelas B Pendidikan dan
menjadi Rumah Sakit Tipe A pada tahun 2012.
57
58
pada tahun 2016 Rumah Sakit Mohammad Hoesin meraih akreditasi Internasional
JCI.
Layanan CST (Care, Support and Treatment) merupakan layanan lanjutan
yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien yang berstatus HIV atau
ODHA. Layanan CST terdiri dari layanan medis, sosial serta psikologis yang
berhubungan satu sama lain dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
ODHA selama perawatan dan pengobatan. Dalam menjalankan fungsinya, layanan
CST bekerjasama dengan pemerintah, praktisi kesehatan, LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) serta lembaga lain dalam penataan manajemen program
agar meringankan penanggulangan HIV/AIDS. Di Kota Palembang, Layanan CST
tersebar di 8 Layanan Kesehatan berupa Rumah Sakit dan Puskesmas diantaranya
RSMH, RS Charitas, RS Siloam, RS Myria, RS Siti Khadjah, RS Ernaldi Bahar,
Puskesmas Dempo dan Puskesmas Sukarami. Adapun produk pelayanan yang
diberikan layanan CST diantaranya :
a. Memberikan pelayanan konseling tentang HIV/AIDS;
b. Memberikan pelayanan pemeriksaan HIV;
c. Memberikan dukungan ODHA untuk meningkatkan kualitas hidup.
Adapun jumlah ODHA on ART di RSMH pada tahun 2020 ada sebanyak 687
orang dan jumlah ODHA on ART yang terdata dari Desember 2020 hingga Juni
2021 di ada sebnyak 762 orang.
Tujuan :
3. Puskesmas Sukarami
Puskesmas Sukarami berdiri pada tahun 1990 dan hingga saat ini masih
beroperasional memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan
fungsinya sebagaimana yang tercantum dalam Buku Pedoman Kerja Puskesmas.
Luas Gedung Puskesmas kira-kira 400 m2 memiliki 16 ruangan yang memadai
untuk memberikan pelayanan kesehatan. Luas areal keseluruhan kira-kira 800 m2
Universitas Sriwijaya
60
b. Program Pengembangan
Klinik VCT dan IMS merupakan salah satu program GF. Puskesmas
Sukarami merupakan penjaringan dalam menanggulangi Virus HIV/AIDS dan
Penyakit Kelamin. Adapun program yang dilakukan dari VCT Sukarami
diantaranya melakukan Mobile VCT dan IMS ke tempat beresiko tiap bulannya.
Bagi pasien yang sudah positif HIV tersedia layanan konseling untuk ODHA yang
ingin bertanya seputar HIV/AIDS atau mungkin ada mengalami efek samping dari
obat yang mereka konsumsi. Dari tenaga kesehatan sendiri juga membantu ODHA
untuk membuka status dengan keluarganya jika ODHA belum berani untuk open
status sendiri dengan keluarganya.
Universitas Sriwijaya
61
8
7
7
6
6
5
5
4 4 4
4 4
3 4 3 3 3
3 3 3
2 2 2 2
2 2 2 2
1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1
0 0 0 0 0 0
4. Puskesmas Dempo
Universitas Sriwijaya
62
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak : Ibu Hamil, nifas dan menyusui; KB; dan
Bayi dan balita sakit (MTBS)
b. Pelayanan Pengobatan : Emergensi, Pengobatan Umum, Pengobatan Gigi,
Konsultasi dokter spesialis dan Rujukan.
c. Penyuluhan Kesehatan : Penyuluhan di Puskesmas, Posyandu, SD/SMP/SMA,
dan di Kelurahan.
d. Pelayanan Laboratorium : Pemeriksaan urine rutin, darah rutin, tes kehamilan,
pemeriksaan DDR, pemeriksaan kimia darah, dan pemeriksaan dahak.
e. Klinik Sehat Gilingan Mas terdiri dari
1. Pelayanan Gizi : pemberian Vit. A dan garam beryodium; Uji klinik
garam beryodium; konsultasi balita BGM dan Obesitas.
2. Pelayanan Imunisasi : BCG, polio, DPT, hepatitis, campak, TT calon
pengantin, dan Anti tetanus serum.
3. Pelayanan Sanitasi : memberikan konsultasi/penyuluhan penyakit akibat
faktor lingkungan; memberikan konsultasi tentang rumah sehat, jamban
dan lain-lain.
f. Lain-lain : pelayanan pengobatan TBC dengan paket DOTS (FDC); pelayanan
kesehatan lansia 1 bulan sekali; usaha kesehatan sekolah skrining murid kelas
1 SD, SMP dan SMA; pelayanan EKG (Elektro Kardiografi); pelayanan USG
(Ultra Sonografi); pelayanan laser gigi; dan klinik VCT.
18
16
16
14
12 11
10 10
10
8 8 8
8
6 6 6
6 5 6 5
6 4 4 4
4
4 3 4 4 3 4 3 4 3
3 3 3
2 2 2 2 2 3
1 1 1
0 0
Universitas Sriwijaya
63
Universitas Sriwijaya
64
Pada tabel 4.1 menggambarkan hasil analisis rata-rata usia responden dalam
penelitian ini adalah 32,16 tahun (95% CI: 31,12 – 33,21), dengan usia paling
muda
10 tahun dan usia paling tua 63 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia responden adalah diantara 31,12 – 33,21
tahun.
Universitas Sriwijaya
65
Variabel Total
n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 206 84,4
Perempuan 38 15,6
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 1 0,4
Tamat SD 15 6,1
Tamat SMP 13 5,3
Tamat SMA/SMK 127 52,0
Tamat D3 23 9,4
Tamat S1 62 25,4
Tamat S2 3 1,2
Pekerjaan
Buruh/Pembantu Ruta 18 7,4
Pegawai Swasta 79 32,4
PNS/BUMN 15 6,1
Wiraswasta 74 30,3
Ibu Rumah Tangga 16 6,6
Pelajar/Mahasiswa 9 3,7
Penjaga Toko/Kasir/LSM/Guru 15 6,1
Honorer/Pegawai
Universitas Sriwijaya
66
Variabel Total
n %
Hotel/Petani/Freelance/Make Up
Artist/Pegawai Rumah Makan
Tidak Bekerja 18 7,4
Status Marital
Belum Menikah 157 64,3
Menikah 72 29,5
Janda 5 2,0
Duda 10 4,1
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa dari 244 responden
mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 206 orang (84,4%). Pada tingkat
pendidikan, mayoritas responden berada pada kategori tamatan SMA/SMK
sebanyak 127 orang (52,0%). Pada jenis pekerjaan, proporsi terbanyak pada
kelompok pegawai swasta sebanyak 79 orang (32,4%). Pada variabel status
marital, proporsi responden terbanyak pada kelompok belum menikah sebanyak
157 orang (64,3%).
n % n % n % n % n %
Dukungan Emosional
Keluarga 98 40,2 28 11,5 32 13,1 32 13,1 54 22,1
mendampingi
Anda dalam
menjalani
perawatan
Universitas Sriwijaya
67
Dukungan Instrumental
Universitas Sriwijaya
68
Dukungan Informasi
Universitas Sriwijaya
69
n % n % n % n % n %
istirahat yang
cukup
Keluarga 107 43,9 32 13,1 37 15,2 37 15,2 31 12,7
menjelaskan
kepada Anda
setiap Anda
bertanya tentang
hal-hal yang tidak
jelas tentang
penyakit Anda
Dukungan Penghargaan
Universitas Sriwijaya
70
n % n % n % n % n %
Keluarga 39 16,0 22 9,0 45 18,4 68 27,9 70 28,7
melibatkan Anda
dalam
pengambilan
keputusan tentang
hal-hal yang
menyangkut
masalah keluarga
Universitas Sriwijaya
71
menjawab keluarga tidak pernah membiayai perawatan dan pengobatan mereka dan
32,4% responden menjawab selalu jika keluarga siap membantu melakukan
aktivitas sehari-hari jika mereka tidak mampu melakukannya saat sedang sakit.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga pada ODHA di Kota Palembang
Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)
n % n % n % n % n %
Bagaimana 2 0,8 10 4,1 85 34,8 96 39,3 51 20,9
Anda menilai
kualitas hidup
Anda?
n % n % n % n % n %
Seberapa puas 0 0 17 7,0 92 37,7 87 35,7 48 19,7
Anda dengan
kondisi
kesehatan
Anda?
n % n % n % n % n %
Tidak Sama Sedikit Cukup Sangat
Pertanyaan Luar Biasa
Sekali
n % n % n % n % n %
Sejauh mana 77 31,6 35 14,3 73 29,9 42 17,2 17 7,0
Anda merasa
bahwa sakit
fisik yang Anda
alami
mengahalangi
Anda
melakukan
suatu pekerjaan?
Universitas Sriwijaya
73
Tidak Sama
Pertanyaan Sedikit Cukup Sangat Luar Biasa
Sekali
n % n % n % n % n %
Sejauh mana 2 0,8 5 2,0 110 45,1 88 36,1 39 16,0
Anda merasa
bahwa hidup
Anda berarti?
Universitas Sriwijaya
74
status HIV
Anda?
n % n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
75
kebutuhan
Anda?
n % n % n % n % n %
n % n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
76
dengan tidur
Anda?
n % n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
77
dari teman-
teman Anda?
n % n % n % n % n %
Seberapa sering 74 30,3 53 21,7 78 32,0 28 11,5 11 4,5
Anda
mengalami
perasaan negatif
seperti tidak
mood, putus
asa, cemas dan
depresi?
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, diketahui bahwa pada domain fisik sebanyak 34,4%
responden menjawab tidak sama sekali terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIV nya, 31,6% responden menjawab tidak sama sekali merasa sakit fisik
yang mereka alami menghalangi dalam melakukan suatu pekerjaan, 46,7% responden
menjawab memiliki cukup energi untuk aktivitas sehari-hari dan 38,9% responden merasa
biasa saja dengan tidurnya.
Universitas Sriwijaya
78
Pada domain psikologis sebanyak 54,1% responden merasa cukup nyaman dalam
menikmati hidupnya, 54,9% responden merasa cukup baik dalam berkonsentrasi, 49,6%
responden cukup bisa menerima penampilan fisiknya, 42,2% responden merasa puas
dengan dirinya sendiri dan 32,0% responden kadang-kadang merasakan sering mengalami
perasaan negatif seperti tidak mood, putus asa, cemas dan depresi.
Pada domain fungsional sebanyak 56,6% responden menjawab cukup untuk minum
obat agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari, 50,0% responden menjawab baik untuk
mobilitas atau jalan-jalan, 45,1% responden merasa puas dengan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dan 42,2% responden merasa puas dengan
kemampuannya untuk bekerja.
Pada domain sosial sebanyak 63,5% responden merasa cukup diterima oleh orang
yang mereka kenal, 41,4% responden merasa biasa saja dengan hubungan personalnya,
50,8% responden merasa biasa saja dengan aktivitas seksualnya dan 51,6% responden
merasa biasa saja dengan dukungan yang mereka dapat dari teman-temannya.
Pada domain lingkungan sebanyak 65,2% responden merasa cukup aman dengan
kehidupan sehari-hari yang mereka rasakan, 68,9% responden merasa cukup sehat dengan
lingkungan fisiknya, 63,5% responden menjawab cukup mempunyai uang untuk
memenuhi kebutuhannya, 58,2% responden menjawab cukup terhadap ketersediaan
informasi yang mereka butuhkan dala kehidupan sehari-hari, 61,5% responden menjawab
cukup terhadap kesempatan untuk melakukan kegiatan santai, 48,8% responden merasa
biasa saja dengan kondisi tempat tinggalnya, 45,1% responden merasa puas dengan akses
pelayanan kesehatannya dan 44,3% merasa puas dengan akses transportasinya.
Pada domain spiritual sebanyak 45,1% responden merasa bahwa hidup mereka
cukup berarti, 35,7% responden merasa cukup terganggu dengan orang-orang yang
menyalahkan mereka karena status HIV nya, 27,9% responden merasa tidak sama sekali
takut dalam menghadapi masa depan dan 26,6% responden tidak sama sekali merasa
khawatir terhadap kematian.
Tabel 4.6 Gambaran Kualitas Hidup, Persepsi Kualitas Hidup dan Persepsi
Kesehatan ODHA di Kota Palembang
Universitas Sriwijaya
79
Kualitas Hidup
55,30%
54,50%
54,50%
51,20%
50,80%
49,20%
48,80%
45,50%
45,50%
44,70%
42,20%
WHOQOL-HIV Bref
Rata-rata skor kualitas hidup dikategorikan menjadi kualitas kurang baik dan
kualitas baik untuk masing-masing domain. Diantara enam domain, proporsi
ODHA dengan kualitas tertinggi terletak pada domain psikologis sebanyak
49,20%
Universitas Sriwijaya
80
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup pada ODHA di Kota Palembang
Kualitas Hidup Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan tabel 4.6, diketahui bahwa ODHA dengan kualitas hidup kurang
baik ialah sebesar 50,4%. Artinya ODHA dengan kualitas hidup kurang baik lebih
banyak daripada ODHA dengan kualitas hidup baik.
d. Gambaran Stigma
n % n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
81
n % n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
82
n % n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
83
n % n % n % n % n %
akan memberitahu
orang lain
Universitas Sriwijaya
84
n % n % n % n % n %
tahu saya
mengidap HIV
Universitas Sriwijaya
85
n % n % n % n % n %
kelemahan pada
karakter saya
Pada domain public attitudes sebanyak 35,2% responden menjawab tidak setuju
jika orang dengan HIV (ODHIV) diperlakukan seperti orang buangan, 34,0% responden
menjawab setuju jika sebagian besar orang meyakini bahwa ODHIV adalah kotor, 36,1%
responden menjawab tidak setuju jika sebagian besar orang berpikir bahwa ODHIV
menjijikkan, 40,6% responden menjawab setuju jika sebagian besar ODHIV ditolak
ketika orang lain mengetahui statusnya, 44,7% responden menjawab setuju jika mereka
merasa khawatir orang-orang akan mendiskriminasinya karena status HIVnya dan 38,1%
responden menjawab setuju jika sebagian besar orang tidak nyaman berada di sekitar
ODHIV.
Pada domain personalized stigma sebanyak 33,6% menjawab setuju jika beberapa
orang yang mengetahui status HIV mereka semakin menjauhinya, 32,4% responden
menjawab setuju jika beberapa orang menghindari menyentuh mereka setelah tahu jika
mereka mengidap HIV, 38,9% responden menjawab tidak setuju jika orang-orang yang
mereka sayangi berhenti menghubungi mereka setelah tahu status HIVnya, 35,7%
Universitas Sriwijaya
86
responden menjawab tidak setuju jika beberapa orang yang dekat dengan mereka takut
orang lain akan menolak mereka jika terungkap status HIVnya, 38,5% responden
menjawab tidak setuju jika orang-orang tidak mau mereka berada di dekat anak-anaknya
saat tahu status HIV ODHA, 30,7% responden menjawab setuju jika orang-orang mundur
menjauhi mereka saat tahu status HIVnya, 38,9% responden menjawab tidak setuju jika
mereka berhenti bersosialisasi dengan beberapa orang karena reaksinya ketika tahu
mereka mengidap HIV, 38,9% responden menjawab tidak setuju jika mereka telah
kehilangan teman-teman karena memberitahu status HIVnya, 32,4% responden menjawab
setuju jika orang-orang yang mengetahui mereka mengidap HIV cenderung mengabaikan
sisi baik mereka, 40,2% responden menjawab setuju jika orang-orang tampaknya takut
kepada mereka ketika tahu status HIVnya dan 33,6% responden menjawab setuju pada
pernyataan ketika orang tahu saya mengidap HIV, mereka mencari kelemahan pada
karakter saya.
e. Gambaran Depresi
n % n % n % n %
Kurang tertarik atau 189 77,5 41 16,8 8 3,3 6 2,5
kurang suka melakukan
hal apapun
Universitas Sriwijaya
87
n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
88
n % n % n % n %
Universitas Sriwijaya
89
Universitas Sriwijaya
90
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Usia
Kurang Baik Baik
n % n % n %
Tabel 4.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup pada ODHA
di Kota Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Jenis Kelamin
Kurang Baik Baik
n % n % n %
Universitas Sriwijaya
91
Universitas Sriwijaya
92
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pekerjaan dengan kualitas hidup pada ODHA.
Universitas Sriwijaya
93
di Kota Palembang
Kualitas Hidup
Kualitas Kualitas Total p-value PR (95% CI)
Stigma
Kurang Baik Baik
n % n % n %
Universitas Sriwijaya
95
Kualitas Hidup
Lama Menderita Total p-value PR (95% CI)
Kualitas Kualitas
HIV Kurang Baik Baik
n % n % n %
Universitas Sriwijaya
96
71,4% dan proporsi responden dengan kualitas kurang baik yang telah
menjalani terapi
Universitas Sriwijaya
97
ARV ≥ 1 tahun ada sebanyak 46,0%. Hasil analisis uji statistik chi-square
menunjukkan bahwa p-value = 0,005 (<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara lama terapi ARV dengan kualitas hidup
pada ODHA. Nilai PR menunjukkan bahwa ODHA dengan lama terapi ARV < 1
tahun berisiko 1,551 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik dibandingkan
ODHA yang mendapat terapi ARV ≥ 1 tahun. Peneliti meyakini 95% bahwa lama
terapi ARV merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kualitas hidup pada
ODHA dengan rentang CI yaitu antara 1,217-1,978.
setelah dikontrol oleh variabel confounding yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, status marital, stigma, lama menderita HIV, lama terapi
ARV, dan depresi. Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan analisis
regresi logistik berganda dengan model faktor risiko.
b. Identifikasi Confounding
Universitas Sriwijaya
99
Variabel P-value
Pekerjaan 0,547
Penghasilan 0,525
Pendidikan 0,309
Usia 0,082
Stigma 0,026
Depresi 0,000
Universitas Sriwijaya
10
0
Universitas Sriwijaya
10
1
Universitas Sriwijaya
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian
5.2 Pembahasan
5.2.1 Gambaran Kualitas Hidup
Permasalahan yang timbul akibat HIV/AIDS sangat kompleks, diantaranya
masalah fisik, psikologis, lingkungan, fungsional, sosial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup ODHA. Menurut WHO (1996) kualitas hidup
dianggap sebagai persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam
konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan
tujuan, standar, harapan dan perhatian yang diterima. Kualitas hidup dalam hal ini
merupakan suatu konsep yang sangat luas dipengaruhi kondisi fisik individu,
psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan
(Novrianda et al., 2018).
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh dua kategori kualitas hidup yaitu,
kategori kualitas kurang baik (< mean 13,82) dan kualitas baik (≥ mean 13,82).
Hasil univariat pada penelitian ini menunjukkan bahwa 50,4% responden memiliki
kualitas hidup kurang baik sedangkan 49,6% responden memiliki kualitas hidup
100
101
baik. Artinya ODHA yang mengalami kualitas hidup kurang baik lebih banyak
dibandingkan dengan ODHA yang mengalami kualitas hidup baik. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Jakarta oleh Kusuma (2011)
didapatkan hasil
63,0% pasien HIV/AIDS memiliki kualitas hidup kurang baik. Penelitian Betty,
Asfriyati and Sri (2019) didapatkan hasil 59,4% responden dalam penelitiannya
memiliki kualitas hidup kurang baik. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Novrianda et al. (2015) didapatkan hasil 57,5% ODHA memiliki
kualitas hidup baik. Rata-rata skor kualitas hidup dikategorikan menjadi kualitas
kurang baik dan kualitas baik untuk masing-masing domain. Diantara enam
domain, proporsi ODHA dengan kualitas tertinggi terletak pada domain psikologis
sebanyak
49,20% kemudian pada domain tingkat kemandirian sebanyak 48,80% sedangkan
proporsi ODHA dengan kualitas hidup terendah terletak pada domain fisik
sebanyak 57,80% kemudian pada domain spiritual sebanyak 55,30%. Hampir
setengah dari responden memiliki skor kualitas hidup yang rendah.
Universitas Sriwijaya
102
Pada domain psikologis sebanyak 54,1% responden merasa cukup nyaman
dalam menikmati hidupnya, 54,9% responden merasa cukup baik dalam
Universitas Sriwijaya
103
Pada domain sosial sebanyak 63,5% responden merasa cukup diterima oleh
orang yang mereka kenal, 41,4% responden merasa biasa saja dengan hubungan
personalnya, 50,8% responden merasa biasa saja dengan aktivitas seksualnya dan
51,6% responden merasa biasa saja dengan dukungan yang mereka dapat dari
teman-temannya.
Universitas Sriwijaya
104
beberapa faktor yang menentukan kualitas hidup adalah sebagai berikut : jenis
kelamin, umur, etnis/ras, status pernikahan, pendidikan, penghasilan, status
pekerjaan, asuransi kesehatan dan faktor kesehatan. Faktor tersebut dibagi menjadi
2 yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap
kualitas hidup diantaranya jenis kelamin, umur, etnis/ras, dan faktor kesehatan.
Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kualitas hidup diantaranya
status pernikahan, pendidikan, penghasilan, status pekerjaan, dan asuransi
kesehatan. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup sangat banyak
diantaranya, keuangan, kesehatan, keamanan, keadaan lingkungan, dukungan
keluarga, dukungan sosial dan lingkungan sekitarnya.
5.2.2 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
responden mendapat dukungan rendah yakni 58,6% sedangkan yang mendapat
dukungan tinggi sebesar 41,4%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Medan oleh (Mariany, 2018) yang mendapatkan
responden dalam penelitiannya paling banyak mendapat dukungan rendah yakni
62,5%. Selain itu, Kusuma (2011) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya mendapat dukungan non-suportif yakni 55,4%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dan mendapat dukungan rendah ada sebanyak 60,1% dan
responden yang memiliki kualitas kurang baik dan mendapat dukungan tinggi ada
sebanyak 36,3%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value =
0,000 (P-value <0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA di Kota
Palembang. Nilai Prevalence Ratio sebesar 1,642 dengan rentang nilai 95% CI
(1,229-2,192). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang mendapat dukungan
rendah berisiko 1,642 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
dibandingkan ODHA yang mendapat dukungan tinggi. Hasil analisis multivariat
menunjukan nilai PR 2,787 dengan rentang 95% CI (1,615 – 4,809). Hal ini
menunjukan bahwa ODHA yang mendapatkan dukungan keluarga rendah berisiko
2,787 kali untuk mengalami kualitas hidup kurang dibandingkan dengan ODHA
yang mendapat dukungan keluarga tinggi setelah dikontrol oleh variabel lama
terapi ARV dan usia.
Universitas Sriwijaya
105
Hasil analisis bivariat pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan di Jakarta oleh Kusuma (2011) yang menunjukkan hasil ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA diperoleh nilai
p-value (0,000) nilai OR 21,5 dengan rentang 95% CI (6,49-71,2) artinya ODHA
yang mendapat dukungan rendah berisiko 21,5 kali untuk mengalami kualitas
hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang mendapat dukungan tinggi.
Sama halnya dengan penelitian Mariany (2018) yang menunjukkan hasil terdapat
hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA diperoleh nilai
p-value (0,001) nilai PR 5,100 dengan rentang 95% CI (1,420-18,315) artinya
ODHA dengan dukungan keluarga non-suportif berisiko 5,1 kali untuk mengalami
kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA dengan dukungan
keluarga suportif.
Hasil analisis multivariat penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan di Jakarta oleh Kusuma (2011) yang menyatakan bahwa ada
hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada ODHA
(p-value 0,002) setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, status marital, dan
stadium klinis penyakit (OR 95% CI: 4,082-35,874). Penelitian di Ethiopia oleh
Negera dan Mega (2019) dalam analisis multivariatnya didapat hasil pekerjaan
(p=0,02), dukungan keluarga (p=0,04) dan infeksi oportunistik (p=0,039) sebagai
prediktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA. Penelitian di Nigeria
oleh Suleiman et al. (2015) dalam analisis multivariatnya juga didapat status HIV
pada pasangan (p=0,004;AOR=3,37) dan dukungan keluarga (p=<0,001;
AOR=2,57) sebagai prediktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada ODHA.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berhubungan paling dekat
dengan pasien. Maka dari itu, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien
HIV/AIDS sebagai support system yang dapat mendukungnya dalam
mengembangkan respon atau koping yang efektif untuk beradaptasi dengan stresor
yang ia hadapi terkait penyakitnya baik fisik, psikologis dam sosial. Dengan
adanya dukungan keluarga yang adekuat, maka pasien HIV/AIDS juga dapat lebih
menjaga derajat kesehatannya (Kusuma, 2011).
Universitas Sriwijaya
106
progresif yang bisa menyebabkan masalah baik dari psikis, fisik, maupun sosial.
Ketiga masalah ini sangat membutuhkan dukungan dari keluarga. Sehingga
keluarga dituntut untuk terlibat dalam proses pengobatan dan perawatan pasien
agar termotivasi untuk selalu berpikir positif dan dapat mengurangi stress akibat
masalah yang dihadapinya. Semakin baik dukungan keluarga maka kualitas hidup
seseorang khususnya orang dengan HIV/AIDS semakin meningkat. ODHA akan
semakin percaya diri dalam melakukan berbagai aktivitas yang bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain (Mentari, 2018).
Pada penelitian ini, dukungan yang diterima oleh keluarga yang memiliki 1
ODHA, 2 ODHA dan 3 ODHA berbeda-beda. Dimana pada keluarga yang
memiliki 3 ODHA yakni ayah, ibu dan anak akan memiliki dukungan yang tinggi.
Karena mereka saling support baik antara suami kepada istri dan anaknya atau
sebaliknya dari istri kepada suami dan anaknya. Pada keluarga yang memiliki 2
ODHA juga memiliki dukungan tinggi biasanya pada pasangan suami istri.
Mereka juga saling support, saat minum obat akan saling mengingatkan, pada saat
berobat juga akan saling mendampingi, dan saling menguatkan satu sama lain
terkait dengan penyakit yang dialami. Sedangkan pada keluarga yang memiliki 1
ODHA dukungan yang diterima berbeda-beda. Pada ADHA mereka mendapatkan
dukungan tinggi dari keluarganya. Pada remaja akhir dan dewasa awal masih
Universitas Sriwijaya
107
banyak ODHA yang belum open status dengan keluarganya sehingga mereka
tidak mendapat dukungan dari keluarganya. Akan tetapi mereka biasanya berbagi
keluh kesah dengan sesama ODHA atau pendamping sebayanya sehingga
mendapat dukungan dari sesama ODHA dan PS. Namun ada juga ODHA yang
sudah open status dengan keluarganya, atau kepada pasangannya. Dimana
keluarga mereka juga sudah bisa menerima penyakit mereka, sehingga mereka
juga mendapat dukungan keluarga yang baik.
Pada saat observasi di lapangan, masih ada sebagian penderita yang merasa
takut untuk memberitahu status HIVnya kepada keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Mereka takut akan merepotkan keluarganya saat membutuhkan
bantuan, dan juga takut keluarganya belum bisa menerima status HIVnya karena
masih kurangnya pengetahuan terkait HIV/AIDS dan tingginya stigma yang
terkait dengan penyakit HIV/AIDS. Dukungan keluarga dapat berupa sikap,
tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sedang sakit. Pada
penelitian ini ODHA lebih banyak mendapat dukungan keluarga rendah.
Ketakutan akan diperlakukan secara berbeda menjadi salah satu alasan yang
membuat penderita HIV takut untuk berbagi pengalamannya dan mengungkapkan
status HIVnya baik kepada keluarga maupun lingkungan sekitar. Dengan adanya
dukungan keluarga membuat penderita HIV tidak merasa sendiri, merasa
disayangi dan lebih berpeluang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita HIV memungkinkan
peningkatan pengetahuan, saling berbagi informasi terkait HIV serta
meningkatkan kepatuhan terapi antiretroviral (ARV) yang nantinya akan
berdampak terhadap peningkatan kualitas hidupnya.
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia dan lama terapi ARV
merupakan confounding antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA.
Adapun proporsi dukungan keluarga ODHA menurut usia, ODHA yang berusia ≥
30 tahun dan mendapat dukungan rendah ada sebanyak 66 orang (52,4%) dan yang
mendapat dukungan dukungan tinggi ada sebanyak 60 orang (47,6%) sedangkan
proporsi ODHA yang berusia <30 tahun dan mendapat dukungan rendah ada
sebanyak 77 orang (65,3%) dan yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 41
orang (34,7%).
Universitas Sriwijaya
108
Pada ADHA (Anak dengan HIV/AIDS) yang berusia 5-11 tahun yakni anak-
anak memiliki dukungan keluarga tinggi baik dukungan emosional, instrumental,
informasi dan penghargaan serta memiliki kualitas hidup yang baik. Dimana pada
domain fisik dan sosial berstatus kurang baik. Adapun proporsi ADHA yang
mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 2 orang (100%). Pada domain fisik
ADHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya, selain itu hal lain yang berhubungan dengan fisik ADHA
yakni kemampuan dalam berkonsentrasi agak kurang. Pada salah satu ADHA
kemampuan mendengarnya agak kurang dan satunya lagi pengucapan kata-kata
dalam bicaranya agak kurang jelas. Pada domain sosial mereka merasa biasa saja
dengan dukungan dari teman-temannya. Keduanya agak kurang dalam bergaul
dengan teman-temannya maupun lingkungan sekitarnya dan termasuk anak yang
pendiam.
Adapun untuk ODHA yang berusia 17-25 tahun yakni remaja akhir
memiliki dukungan keluarga rendah pada semua domain baik dukungan
emosioanl, instrumental, informasi dan penghargaan, serta memiliki kualitas hidup
baik. Adapun proporsi ODHA yang mendapat dukungan rendah ada sebanyak 35
orang (72,9%) dan yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 13 orang
(27,1%). Pada domain fisik, psikologis dan spiritual berstatus kurang baik. Pada
domain fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik
yang terkait dengan infeksi HIVnya sedangkan pada domain spiritual ODHA
merasa takut dan khawatir untuk menghadapi masa depan dan kematian. Pada
domain psikologis kadang-kadang ODHA merasa mengalami perasaan negatif
seperti tidak mood, putus asa dan depresi.
Pada ODHA yang berusia 26-35 tahun yakni dewasa awal memiliki
dukungan keluarga rendah pada semua domain baik dukungan emosional,
instrumental, informasi dan penghargaan. Sedangkan untuk kualitas hidup
tergolong kurang baik pada domain fisik, psikologis, dan spiritual. Proporsi
ODHA yang mendapat dukungan rendah ada sebanyak 67 orang (59,3%) dan yang
mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 46 orang (40,7%). Pada domain
spiritual ODHA merasa terganggu dengan orang-orang yang menyalahkan status
HIV mereka, serta merasa takut dan khawatir dalam menghadapi masa depan dan
kematian. Pada domain fisik
Universitas Sriwijaya
109
ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya sedangkan pada domain psikologis kadang-kadang ODHA
merasa mengalami perasaan negatif seperti tidak mood, putus asa dan depresi.
Pada ODHA yang berusia 36-45 tahun yakni dewasa akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional dan penghargaan,
serta memiliki kualitas hidup yang baik. Pada domain fisik dan tingkat
kemandirian berstatus kurang baik. Adapun proporsi ODHA yang mendapat
dukungan rendah ada sebanyak 37 orang (53,6%) dan yang mendapat dukungan
tinggi ada sebanyak
32 orang (46,4%). Pada domain fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu
dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain
tingkat kemandirian ODHA merasa biasa saja dengan kemampuan untuk bekerja
dan melakukan aktivitas sehari-harinya.
Pada ODHA yang berusia 46-55 tahun yakni lansia awal memiliki dukungan
keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan penghargaan.
Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir semua domain
yakni domain fisik, tingkat kemandirian, sosial dan lingkungan. Adapun proporsi
ODHA yang mendapat dukungan rendah 4 orang (44,4%) dan yang mendapat
dukungan tinggi 5 orang (55,6%) Pada domain fisik ODHA merasa tidak nyaman
dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi HIVnya,
sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA merasa biasa saja dengan
kemampuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-harinya. Pada domain
sosial ODHA merasa biasa saja dengan hubungan pribadi, kehidupan seksual dan
dukungan dari teman-temannya, sedangkan pada domain lingkungan ODHA
merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan kehidupan sehari-harinya,
lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta kesempatan untuk melakukan
kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja dengan lingkungan tempat tinggal
dan akses pelayanan kesehatannya.
Pada ODHA yang berusia 56-65 tahun yakni lansia akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan
penghargaan. Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir
semua domain yakni domain fisik, kemandirian, sosial dan lingkungan. Adapun
Universitas Sriwijaya
110
proporsi ODHA yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 3 orang (100%).
Pada domain fisik
Universitas Sriwijaya
111
ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA
merasa biasa saja dengan kemampuan untuk bekerja, jalan-jalan dan melakukan
aktivitas sehari-harinya. Pada domain sosial ODHA merasa biasa saja dengan
hubungan pribadi, kehidupan seksual dan dukungan dari teman-temannya. Pada
domain lingkungan ODHA merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan
kehidupan sehari-harinya, lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta
kesempatan untuk melakukan kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja
dengan lingkungan tempat tinggal, transportasi dan akses pelayanan kesehatannya.
Semakin bertambahnya usia ODHA maka dapat meningkatkan peran
keluarga terhadap ODHA, sehingga dengan demikian dapat mengurangi resiko
terjadinya kualitas hidup yang kurang baik. Secara umum, dengan bertambahnya
usia maka akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan fisik, sosial, lingkungan dan psikologis. Pada usia dewasa
kondisi fisik masih prima berbeda dengan kondisi lansia yang sangat rentan
terhadap progresivitas penyakit. Organ-organ dalam tubuh yang sudah mengalami
disfungsi akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang terutama orang
dengan HIV/AIDS yang sangat rentan terhadap penuruan sistem imun dan menjadi
pintu masuknya infeksi oportunistik.
Usia berkaitan dengan pola pikir dan kematangan seseorang untuk menilai
jenis stressor yang datang, kemampuan beradaptasi dan mekanisme koping yang
adaptif yang digunakan mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil
keputusan. Secara umum umur mempengaruhi kematangan psikologis dari
seseorang. Hal ini dikarenakan semakin bertambah usia, seseorang lebih matang
terutama dari segi psikologis, termasuk kesiapan ketika menghadapi kondisi sakit.
Keluarga memiliki peran dalam menentukan psikologis yang baik bagi ODHA.
Psikologis yang baik akan mempengaruhi proses pengobatan maupun
penyembuhan pada ODHA karena dukungan keluarga dapat membantu
mengurangi rasa cemas, stres ataupun depresi saat menjalani pengobatan.
Dalam penelitian ini pada ODHA dewasa akhir hingga lansia akhir dapat
dilihat bahwa koping stresnya sudah baik dan sudah bisa menerima kondisi
HIVnya. Penerimaan diri terhadap penyakitnya seperti rasa ikhlas, tidak
Universitas Sriwijaya
112
menjadikan penyakit sebagai beban serta keadaan fisik yang cenderung banyak
mengalami perubahan membuat ODHA lebih fokus kepada pengobatan yang
dijalaninya. Disini juga dapat dilihat bahwa domain spiritual mereka juga sudah
baik dimana mereka sudah tidak merasa khawatir lagi dalam menghadapi masa
depan dan kematian dan lebih mendekatkan diri kepada tuhan, serta menjauhkan
diri dari perilaku-perilaku berisiko yang dapat memperburuk penyakitnya.
Adapun proporsi dukungan keluarga ODHA menurut lama terapi ARV,
ODHA yang menjalani terapi ARV < 1 tahun dan mendapat dukungan rendah ada
sebanyak 25 orang (59,5%) dan yang mendapat dukungan dukungan tinggi ada
sebanyak 17 orang (40,5%) sedangkan proporsi ODHA yang menjalani terapi
ARV
>1 tahun dan mendapat dukungan rendah ada sebanyak 118 orang (58,4%) dan
yang mendapat dukungan tinggi ada sebanyak 84 orang (41,6%).
Semakin lama terapi ARV yang dijalani pasien maka akan semakin baik
kualitas hidupnya. Peran keluarga sangat dibutuhkan oleh ODHA pada saat awal
terapi ARV karena hal tersebut berhubungan dengan awal terdiagnosa HIV.
ODHA yang baru didiagnosa HIV biasanya akan merasa terkejut, sedih dan
depresi sehingga dukungan emosional keluarga sangat dibutuhkan ODHA agar
bisa menerima penyakitnya dan fokus menjalani pengobatan. ODHA yang
menjalani terapi ARV <1 tahun cenderung akan mencari berbagai informasi demi
mendapatkan proses penyembuhan yang maksimal baik dari internet, brosur
bahkan orang-orang terdekat.
Pada penelitian ini diketahui bahwa dukungan keluarga yang diterima
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun adalah dukungan rendah. 50%
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun mengalami depresi. Hal ini
dikarenakan ODHA belum open status dengan keluarganya sehingga tidak
mendapat dukungan yang maksimal. Selain itu, kualitas hidup pada ODHA yang
menjalani terapi ARV
<1 tahun juga kurang baik pada semua domain baik domain fisik, psikologis,
kemandirian, sosial, lingkungan dan spiritualnya. Hal ini berhubungan dengan
koping stres terhadap penyakit yang diderita ODHA, kebanyakan dari mereka
masih belum bisa menerima penyakit yang dideritanya dan mengalami depresi
sehingga memperburuk kualitas hidupnya.
Universitas Sriwijaya
113
Universitas Sriwijaya
114
Universitas Sriwijaya
115
Universitas Sriwijaya
116
pada domain fisik, psikologis, dan spiritual. Pada domain spiritual ODHA merasa
terganggu dengan orang-orang yang menyalahkan status HIV mereka, serta merasa
takut dan khawatir dalam menghadapi masa depan dan kematian. Pada domain
fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang
terkait dengan infeksi HIVnya sedangkan pada domain psikologis kadang-kadang
ODHA merasa mengalami perasaan negatif seperti tidak mood, putus asa dan
depresi.
Pada ODHA yang berusia 36-45 tahun yakni dewasa akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional dan penghargaan,
serta memiliki kualitas hidup yang baik. Dimana pada domain fisik dan tingkat
kemandirian berstatus kurang baik. Pada domain fisik ODHA merasa tidak
nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait dengan infeksi HIVnya,
sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA merasa biasa saja dengan
kemampuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-harinya.
Pada ODHA yang berusia 46-55 tahun yakni lansia awal memiliki dukungan
keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan penghargaan.
Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir semua domain
yakni domain fisik, tingkat kemandirian, sosial dan lingkungan. Pada domain fisik
ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik yang terkait
dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain tingkat kemandirian ODHA
merasa biasa saja dengan kemampuan untuk bekerja dan melakukan aktivitas
sehari-harinya. Pada domain sosial ODHA merasa biasa saja dengan hubungan
pribadi, kehidupan seksual dan dukungan dari teman-temannya, sedangkan pada
domain lingkungan ODHA merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan
kehidupan sehari-harinya, lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta
kesempatan untuk melakukan kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja dengan
lingkungan tempat tinggal dan akses pelayanan kesehatannya.
Pada ODHA yang berusia 56-65 tahun yakni lansia akhir memiliki
dukungan keluarga tinggi pada domain dukungan emosional, instrumental, dan
penghargaan. Sedangkan untuk kualitas hidup tergolong kurang baik pada hampir
semua domain yakni domain fisik, kemandirian, sosial dan lingkungan. Pada
domain fisik ODHA merasa tidak nyaman dan terganggu dengan masalah fisik
yang terkait dengan infeksi HIVnya, sedangkan pada domain tingkat kemandirian
ODHA merasa biasa
Universitas Sriwijaya
117
saja dengan kemampuan untuk bekerja, jalan-jalan dan melakukan aktivitas sehari-
harinya. Pada domain sosial ODHA merasa biasa saja dengan hubungan pribadi,
kehidupan seksual dan dukungan dari teman-temannya. Pada domain lingkungan
ODHA merasa cukup dengan finansialnya, aman dengan kehidupan sehari-
harinya, lingkungan fisik, ketersediaan informasi serta kesempatan untuk
melakukan kegiatan santai dan ODHA merasa biasa saja dengan lingkungan
tempat tinggal, transportasi dan akses pelayanan kesehatannya.
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa usia merupakan confounding
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup ODHA. Semakin bertambahnya
usia ODHA maka dapat meningkatkan peran keluarga terhadap ODHA, sehingga
dengan demikian dapat mengurangi resiko terjadinya kualitas hidup yang kurang
baik. Secara umum, dengan bertambahnya usia maka akan mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. Hal ini dikarenakan adanya perubahan fisik, sosial, lingkungan
dan psikologis. Pada usia dewasa kondisi fisik masih prima berbeda dengan
kondisi lansia yang sangat rentan terhadap progresivitas penyakit. Organ-
organ dalam tubuh yang sudah mengalami disfungsi akan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan seseorang terutama orang dengan HIV/AIDS yang sangat
rentan terhadap penuruan sistem imun dan menjadi pintu masuknya infeksi
oportunistik.
Usia berkaitan dengan pola pikir dan kematangan seseorang untuk menilai
jenis stressor yang datang, kemampuan beradaptasi dan mekanisme koping yang
adaptif yang digunakan mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil
keputusan. Secara umum umur mempengaruhi kematangan psikologis dari
seseorang. Hal ini dikarenakan semakin bertambah usia, seseorang lebih matang
terutama dari segi psikologis, termasuk kesiapan ketika menghadapi kondisi sakit.
Keluarga memiliki peran dalam menentukan psikologis yang baik bagi ODHA.
Psikologis yang baik akan mempengaruhi proses pengobatan maupun
penyembuhan pada ODHA karena dukungan keluarga dapat membantu
mengurangi rasa cemas, stres ataupun depresi saat menjalani pengobatan.
Dalam penelitian ini pada ODHA dewasa akhir hingga lansia akhir dapat
dilihat bahwa koping stresnya sudah baik dan sudah bisa menerima kondisi
HIVnya. Penerimaan diri terhadap penyakitnya seperti rasa ikhlas, tidak
menjadikan penyakit sebagai beban serta keadaan fisik yang cenderung banyak
Universitas Sriwijaya
118
Universitas Sriwijaya
119
berpendidikan tinggi. Penelitian Suleiman et al. (2015) diperoleh nilai OR
sebesar 1,68 yang artinya
Universitas Sriwijaya
120
ODHA dengan tingkat pendidikan rendah berisiko 1,68 kali untuk mengalami
kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang mempunyai tingkat
pendidikan tinggi.
Pada penelitian ini proporsi responden yang memiliki pendidikan rendah
dengan kualitas hidup baik lebih besar yakni 51,7% dibandingkan responden
dengan pendidikan rendah dan kualitas hidup kurang baik. Zainudin (2016)
mengungkapkan walaupun responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah,
tetapi responden memiliki pengetahuan baik tentang penyakitnya, dikarenakan
setiap bulannya pihak LSM melakukan pertemuan secara rutin pada teman-teman
ODHA untuk memberikan informasi dan pengetahuan baru terkait HIV/AIDS.
Selain itu, ODHA juga bisa mendapat informasi baik dari Pendamping Sebaya
(PS), tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan atau juga melalu Seminar
yang diadakan oleh Pihak Rumah Sakit atau Komunitas baik tentang pengetahuan
dasar HIV/AIDS, pengobatan ARV, dan perkembangan pengetahuan lain yang
dapat menunjang peningkatan kualitas hidup ODHA.
5.2.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
responden bekerja yakni 84,4% sedangkan untuk yang tidak bekerja 15,6%.
Sedangkan untuk 2 orang ADHA yang berusia 10 tahun mereka masih belum
bekerja. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di
Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) dimana responden yang bekerja ada sebanyak
75,3%. Selain itu, Fitri dan Fatwa (2017) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya mayoritas bekerja yakni 66,0%. Namun hasil ini berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan di Iran oleh Charkhian et al. (2014) dimana 64,2%
respondennya berstatus tidak bekerja.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang tidak bekerja ada sebanyak 52,6% dan responden dengan
kualitas kurang baik yang bekerja ada sebanyak 50,0%. Hasil analisis statistik Uji
Chi Square menunjukkan P-value = 0,903 (P-value >0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
kualitas hidup ODHA di Kota Palembang.
Universitas Sriwijaya
121
Universitas Sriwijaya
122
penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kupang oleh Fitri dan Fatwa (2017)
dimana responden yang memiliki penghasilan <UMR sebanyak 76%. Selain itu,
Safitri (2018) juga mendapatkan responden dalam penelitiannya mayoritas
memiliki penghasilan di bawah UMR yakni 64,5%. Namun hasil ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2011) dimana 79,3%
respondennya memiliki penghasilan di atas UMR.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dengan penghasilan < UMR ada sebanyak 51,9% dan
responden yang memiliki kualitas kurang baik dengan penghasilan ≥ UMR ada
sebanyak 47,6%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value =
0,619 (P-value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA di Kota
Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Surabaya oleh Safitri (2018) didapatkan hasil nilai p-value (0,678) menunjukkan
tidak ada hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA. Pada
penelitian Zainudin, Meo dan Tanaem (2016) juga menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value
(0,70). Namun berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh di Jakarta
oleh Kusuma (2011) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara
penghasilan dengan kualitas hidup ODHA, diperoleh nilai p-value (0,041). Pada
penelitian ini juga menyatakan bahwa ODHA dengan penghasilan rendah berisiko
2,021 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik daripada ODHA yang
berpenghasilan tinggi.
Secara umum pasien yang mempunyai pendapatan keluarga yang
mencukupi dapat menunjang untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sehingga
dalam hal ini bukan hanya dapat menunjang kebutuhan hidup sehari-hari namun
juga biaya pengobatan yang diperlukan terkait penyakit sehingga menjaga derajat
kesehatannya (Kusuma, 2011). Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA. Hal ini dikarenakan
obat ARV yang didapat responden gratis dan ketika responden kehabisan obat di
rumah dan tidak mempunyai biaya transportasi untuk mengambilnya, pihak LSM
atau tenaga kesehatan sendiri yang akan mengantar langsung ke rumah responden.
Universitas Sriwijaya
123
Universitas Sriwijaya
125
penelitian di Kupang oleh Zainudin, Meo dan Tanaem (2016) juga menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup ODHA
dengan nilai p-value (0,67). Namun berbeda halnya dengan penelitian yang
dilakukan di Iran oleh Nojomi, Anbary dan Ranjbar, (2008) yang menyatakan
terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup
ODHA, diperoleh nilai p-value (0,001). Penelitian Kusuma (2011) juga
menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
kualitas hidup ODHA nilai p-value (0,009). Pada penelitian ini juga menyatakan
bahwa perempuan berisiko 5 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
daripada laki-laki.
Menurut Magfirah (2014) tidak ada pengaruh antara jenis kelamin dengan
kualitas hidup pada ODHA. Hal ini disebabkan karena adanya saling support
antara sesama ODHA laki-laki dan perempuan dalam kelompok dukungan sebaya
sehingga mengurangi tekanan psiklologis yang dialami ODHA karena dia tidak
merasa sendiri. Adanya pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap bulannya
membuat mereka saling menceritakan masalah yang dihadapi kepada teman-teman
lainnya sehingga mereka dapat memperoleh solusi dari masalah tersebut. ODHA
yang bergabung dalam kelompok dukungan sebaya merasa memiliki keluarga baru
yang bisa ditemani buat berbagi suka dan duka.
5.2.8 Hubungan Status Marital dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
berstatus belum menikah yakni 64,3% sedangkan untuk yang sudah menikah ada
29,5% dan yang berstatus janda/duda ada 6,1%. Sedangkan untuk 2 orang ADHA
yang berusia 10 tahun status mereka masih belum menikah. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Ghana oleh Osei-yeboah et
al. (2017) dimana responden yang belum menikah ada sebanyak 53,80%. Selain
itu, Kusuma (2011) juga mendapatkan responden dalam penelitiannya lebih
banyak yang belum menikah yakni 48,8%. Namun hasil ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan di Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) dimana 68,2%
respondennya berstatus sudah menikah.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang belum menikah ada sebanyak 52,9% dan responden dengan
kualitas kurang baik yang sudah menikah ada sebanyak 43,1% sedangkan
Universitas Sriwijaya
126
responden dengan kualitas kurang baik yang berstatus janda/duda ada sebanyak
60,0%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,288 (P-
value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara status marital dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Kupang oleh Zainudin, Meo dan Tanaem (2016) didapatkan hasil nilai p-value
(0,88) menunjukkan tidak ada hubungan antara status marital dengan kualitas
hidup ODHA. Pada penelitian di Ghana oleh Osei-yeboah et al. (2017) juga
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status marital dengan kualitas hidup
ODHA dengan nilai p-value (0,95). Namun berbeda halnya dengan penelitian
yang dilakukan di Nigeria oleh Suleiman et al. (2015) yang menyatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara status marital dengan kualitas hidup ODHA,
diperoleh nilai p-value (0,015). Pada penelitian ini juga menyatakan bahwa ODHA
yang belum menikah berisiko 1,81 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
daripada ODHA yang sudah menikah. Penelitian Kusuma (2011) diperoleh nilai
OR sebesar 2,204 yang artinya ODHA yang belum menikah berisiko 2,204 kali
untuk mengalami kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang
sudah menikah.
Pada penelitian ini diketahui bahwa status marital tidak berhubngan secara
signifikan dengan kualitas hidup ODHA. Hal ini dikarenakan ODHA masih
mendapat dukungan dari keluarga, LSM dan teman-teman yang sama-sama
menderita HIV/AIDS untuk bisa tetap hidup lebih baik. Selain itu seseorang yang
sudah menikah, belum menikah dan berstatus duda/janda mempunyai sumber
koping yang adekuat, baik dari keluarga, pasangannya, dukungan sosial, dan
dukungan dari konselor rumah sakit yang memiliki peran dalam meningkatkan
kepercayaan diri seseorang sehingga dapat lebih mengembangkan koping yang
adaptif terhadap stressor. ODHA tidak hanya mendapat support dari pasangan
hidup mereka tetapi mereka juga mendapat dukungan dari keluarga, teman-teman
sebaya, tenaga kesehatan serta dukungan dari LSM (Novianti, Parjo and Ariyani,
2015).
5.2.9 Hubungan Lama Menderita HIV dengan Kualitas Hidup ODHA
Universitas Sriwijaya
127
Universitas Sriwijaya
128
Riyanto (2017) menyatakan bahwa pasien yang telah menderita HIV ≥32 bulan
memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar mempunyai kualitas hidup lebih baik.
Penelitian ini sekaligus menguatkan bahwa secara fisik, pasien yang telah
menjalani terapi ARV akan menjalani aktivitas seperti orang yang tidak menderita
HIV/AIDS. Menurut. Namun berbeda halnya dengan penelitian di Ethiopia oleh
Negera and Mega (2019) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara lama
terdiagnosa HIV dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value (0,36).
Menurut Bello (2013) pasien HIV pada stadium lanjut memiliki kualitas
hidup lebih tinggi. Pada tahap ini pasien pengguna ARV merasa obat-obatan telah
menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari. Hasil penelitian oleh Pitt et.al. (2009)
menunjukan bahwa penggunaan obat-obatan ARV menunjukan kualitas hidup
hidup lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak mengkonsumsi ARV.
Pasien HIV yang telah lama menderita penyakit telah memiliki koping yang
adaptif dengan cara mengkonsumsi ARV secara rutin guna mempertahankan
jumalh CD4 tetap berada dalam rentang normal. Jumlah CD4 yang normal
menunjukan pertahanan tubuh yang adekuat dan terhindar dari berbagi infeksi
penyakit sehingga mampu beraktivitas seperti biasanya.
5.2.10 Hubungan Lama Terapi ARV dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
memiliki lama terapi ≥1 tahun sebesar 77,5% sedangkan responden dengan lama
menderita HIV <1 tahun sebesar 22,5%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Yogyakarta oleh (Kartika, 2019) dimana responden
pada penelitiannya lebih banyak yang telah menjalani terapi >2 tahun sebanyak
55,3%. Namun lain halnya dengan penelitian (Fitri and Fatwa, 2017) dimana
responden pada penelitiannya lebih banyak yang menjalani terapi <2 tahun
sebanyak 53,0%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden yang memiliki
kualitas kurang baik dengan terapi ARV < 1 tahun ada sebanyak 71,4% dan
responden yang memiliki kualitas kurang baik dengan terapi ARV ≥ 1 tahun ada
sebanyak 46,0%. Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value =
0,005 (P-value <0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara lama terapi ARV dengan kualitas hidup ODHA di Kota
Universitas Sriwijaya
129
Palembang. Nilai Prevalence Ratio sebesar 1,551 dengan rentang nilai 95% CI
(1,217 – 1,978). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV
<1 tahun tahun berisiko 1,551 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
dibandingkan ODHA yang telah menjalani terapi ARV ≥1 tahun. Pada hasil
analisis multivariat didapatkan bahwa lama terapi ARV merupakan variabel
confounding antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada ODHA di Kota
Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mardia, Ahmad dan Riyanto (2017) menyatakan ada hubungan antara lama terapi
ARV dengan kualitas hidup ODHA dengan nilai p-value (0,013). Penelitian ini
juga menyebutkan bahwa ODHA yang terapi ARV ≥29 bulan memiliki kualitas
hidup
10,27 lebih baik dibandingkan dengan ODHA yang terapi ARV <29 bulan. Hasil
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kupang oleh Fitri dan Fatwa
(2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama
terapi dengan kualitas hidup ODHA (p=0,018) dengan nilai OR 2,91 (95% CI
1,19-7,13). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang menjalani terapi ARV ≥2
tahun memiliki peluang 2,91 kali lebih besar memiliki kualitas hidup lebih baik
dibandingkan dengan ODHA yang terapi ARV <2 tahun.
Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan bahwa lama terapi ARV
merupakan confounding antara dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pada
ODHA. Semakin lama terapi ARV yang dijalani pasien maka akan semakin baik
kualitas hidupnya. Peran keluarga sangat dibutuhkan oleh ODHA pada saat awal
terapi ARV karena hal tersebut berhubungan dengan awal terdiagnosa HIV.
ODHA yang baru didiagnosa HIV biasanya akan merasa terkejut, sedih dan
depresi sehingga dukungan emosional keluarga sangat dibutuhkan ODHA agar
bisa menerima penyakitnya dan fokus menjalani pengobatan. ODHA yang
menjalani terapi ARV <1 tahun cenderung akan mencari berbagai informasi demi
mendapatkan proses penyembuhan yang maksimal baik dari internet, brosur
bahkan orang-orang terdekat.
Pada penelitian ini diketahui bahwa dukungan keluarga yang diterima
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun adalah dukungan rendah. 50%
ODHA yang menjalani terapi ARV <1 tahun mengalami depresi. Hal ini
Universitas Sriwijaya
130
dikarenakan ODHA belum open status dengan keluarganya sehingga tidak
mendapat dukungan
Universitas Sriwijaya
131
yang maksimal. Selain itu, kualitas hidup pada ODHA yang menjalani terapi ARV
<1 tahun juga kurang baik pada semua domain baik domain fisik, psikologis,
kemandirian, sosial, lingkungan dan spiritualnya. Hal ini berhubungan dengan
koping stres terhadap penyakit yang diderita ODHA, kebanyakan dari mereka
masih belum bisa menerima penyakit yang dideritanya dan mengalami depresi
sehingga memperburuk kualitas hidupnya.
Terapi ARV membuat infeksi HIV/AIDS dapat dikendalikan sehingga dapat
mencegah terjadinya infeksi oportunistik. Lama Penggunaan ARV pada pasien
HIV merupakan upaya untuk memperpanjang umur harapan hidup. ARV bekerja
melawan infeksi dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh.
Umumnya ARV efektif digunakan dalam bentuk kombinasi, bukan untuk
menyembuhkan, tetapi untuk memperpanjang hidup ODHA, membuat mereka
lebih sehat dan lebih produktif dengan mengurangi viremia dan meningkatkan
jumlah sel-sel CD4. ODHA yang telah lama mengkonsumsi ARV mengalami
peningkatan skor kualitas hidupnya. ARV terbukti memperpanjang umur harapan
hidup ODHA, menjaga kesehatan fisik, serta meningkatkan manajemen penyakit
(Fitri and Fatwa, 2017).
5.2.11 Hubungan Stigma dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
mengalami stigma rendah sebesar 78,7% sedangkan responden yang mengalami
stigma tinggi sebesar 21,3%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan di Maluku Utara oleh Acce (2018) dimana responden pada
penelitiannya lebih banyak yang mengalami stigma rendah sebanyak 74,3%.
Penelitian Betty, Asfriyati dan Sri (2019) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya mengalami stigma lemah yakni sebesar 59,4%. Namun lain halnya
dengan penelitian Tesemma et al. (2019) dimana responden pada penelitiannya
lebih banyak yang mengalami stigma tinggi yakni sebesar 54,2%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang mengalami stigma tinggi ada sebanyak 69,2% dan responden
dengan kualitas kurang baik yang mengalami stigma rendah ada sebanyak 45,3%.
Hasil analisis statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,004 (P-value
<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
Universitas Sriwijaya
132
stigma dengan kualitas hidup ODHA di Kota Palembang. Nilai Prevalence Ratio
sebesar 1,528 dengan rentang nilai 95% CI (1,203–1,940). Hal ini menunjukkan
bahwa ODHA yang mengalami stigma tinggi berisiko 1,528 kali untuk memiliki
kualitas hidup kurang baik dibandingkan ODHA yang mengalami stigma rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Maluku Utara oleh Acce (2018) didapatkan hasil nilai p-value (0,002)
menunjukkan ada hubungan antara stigma dengan kualitas hidup ODHA.
Penelitian Betty, Asfriyati dan Sri (2019) juga menyatakan adanya hubungan
antara stigma dengan kualitas hidup ODHA, diperoleh nilai p-value (0,002)
nilai PR 3,649 dengan rentang 95% CI (1,327-10,003) artinya ODHA yang
mengalami stigma negatif yang kuat berisiko 3,649 kali untuk mengalami kualitas
hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang mengalami stigma negatif
lemah. Penelitian Lisnawati, Sori dan Ismayadi (2016) juga menyatakan
terdapat hubungan yang signifikan antara stigma dengan kualitas hidup ODHA
dengan nilai p-value (0,00) dengan kekuatan sedang dan arah korelasi negatif
yang berarti semakin tinggi stigma maka semakin rendah kualitas hidup ODHA.
Pada penelitian ini ODHA yang mengalami stigma rendah sebesar 78,7%.
Melihat kontribusi stigma terhadap kualitas hidup memang masih sangat kecil
karena beberapa responden masih menutup diri (menyembunyikan statusnya) baik
terhadap keluarga pasangan maupun lingkungan sekitar. Hal ini akan berdampak
pada banyak hal terutama dalam hal pencegahan. Selain itu status yang ditutupi di
masyarakat akan menyebabkan ODHA akan kurang bersosialisasi dengan
lingkungannya. Kurangnya sosialisasi baik dalam keluarga maupun tetangga akan
menyebabkan ODHA tidak mengetahui kondisi jelas yang terjadi apakah ODHA
di stigma atau tidak.
Stigma dan diskriminasi yang berkembang di masyarakat, tenaga medis,
teman maupun keluarga akan memperburuk kondisi pasien. Penderita HIV/AIDS
sering mendapat perlakuan yang tidak baik setelah mereka dinyatakan positif
mengidap HIV/AIDS. Dalam hidup bermasyarakat, stigma juga menghalangi
penderita HIV untuk melakukan aktivitas sosial. Orang yang menderita HIV akan
menutup diri dan cenderung tidak bersedia melakukan interaksi dengan keluarga,
teman dan tetangga. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat beranggapan
Universitas Sriwijaya
133
bahwa orang dengan HIV positif adalah orang berperilaku tidak baik seperti
perempuan pekerja seksual, pengguna narkoba dan homoseksual. Kelompok ini
oleh sebagian masyarakat dianggap mempengaruhi epidemi HIV dan membuat
masyarakat menjadi menolak dan membenci kelompok tersebut. Stigma tersebut
menjadi penghalang ODHA untuk mengungkap statusnya (Betty, Asfriyati and
Sri,
2019).
Dengan adanya stigma yang dialami oleh ODHA maka mereka enggan
untuk mengakses ke pelayanan kesehatan, sehingga pencegahan infeksi pada
ODHA menjadi sangat rendah, yang akan menyebabkan kualitas hidup ODHA
juga akan rendah, baik secara fisik maupun psikologis, karna stigma diri yang
dialami ODHA yang akan membuat ODHA selalu merasa didiskriminasi oleh
orang lain, baik keluarga, masyarakat dan juga petugas kesehatan. Tingginya
stigma diri yang dirasakan ODHA membuat mereka enggan untuk
mengungkapkan status mereka kepada masyarakat, sehingga hubungan sosial
ODHA dengan lingkungan luar terbatas, dan kesempatan mendapat informasi
yang lebih banyak akan terhambat (Lisnawati, Sori and Ismayadi, 2016).
5.2.12 Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup ODHA
Hasil analisis univariat menyatakan bahwa dari 244 responden, mayoritas
tidak mengalami depresi sebesar 73,4% sedangkan responden yang mengalami
depresi sebesar 26,6%. Sedangkan untuk 2 orang ADHA yang berusia 10 tahun
mereka tidak mengalami depresi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Maluku Utara oleh Acce (2018) dimana responden
pada penelitiannya lebih banyak yang tidak mengalami depresi sebanyak 93,2%.
Namun lain halnya dengan penelitian Tesemma et al. (2019) dimana responden
pada penelitiannya lebih banyak yang mengalami depresi yakni sebesar 52,2%.
Penelitian Betty, Asfriyati and Sri (2019) juga mendapatkan responden dalam
penelitiannya lebih banyak yang mengalami depresi yakni sebanyak 59,4%.
Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa responden dengan kualitas
kurang baik yang mengalami depresi ada sebanyak 78,5% dan responden dengan
kualitas kurang baik yang tidak depresi ada sebanyak 40,2%. Hasil analisis
statistik Uji Chi Square menunjukkan P-value = 0,000 (P-value <0,05), sehingga
Universitas Sriwijaya
134
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara depresi dengan
kualitas
Universitas Sriwijaya
135
hidup ODHA di Kota Palembang. Nilai Prevalence Ratio sebesar 1,951 dengan
rentang nilai 95% CI (1,566–2,429). Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang
mengalami depresi berisiko 1,951 kali untuk memiliki kualitas hidup kurang baik
dibandingkan ODHA yang tidak mengalami depresi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Acce (2018) didapatkan hasil nilai p-value (0,001) menunjukkan ada hubungan
antara depresi dengan kualitas hidup ODHA. Penelitian Betty, Asfriyati dan Sri
(2019) juga menyatakan adanya hubungan antara depresi dengan kualitas hidup
ODHA, diperoleh nilai p-value (0,001) nilai PR 5,816 dengan rentang 95% CI
(1,610-21,004) artinya ODHA yang mengalami depresi berisiko 5,816 kali untuk
mengalami kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang tidak
mengalami depresi. Penelitian Lisnawati, Sori dan Ismayadi (2016) menyatakan
terdapat hubungan yang signifikan antara stigma dengan kualitas hidup ODHA
dengan nilai p-value (0,00) dengan kekuatan sedang dan arah korelasi negatif yang
berarti semakin tinggi depresi maka semakin rendah kualitas hidup ODHA. Pada
penelitian Kusuma (2011) menyatakan bahwa ODHA yang mengalami depresi
berisiko 12,1 kali untuk mengalami kualitas hidup kurang baik dibanding
responden yang tidak mengalami depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma
(2011) menunjukan adanya hubungan antara depresi dengan kualitas hidup
ODHA, diperoleh nilai p-value (0,000) nilai OR 12,122 dengan rentang 95% CI
(4,34-33,8) artinya ODHA yang mengalami depresi berisiko 12,122 kali untuk
mengalami kualitas hidup kurang baik dibandingkan dengan ODHA yang tidak
mengalami depresi.
Menurut hasil observasi, ODHA mengalami gangguan fisik dimana 38,5%
ODHA merasa kurang nafsu makan, 37,7% merasa lelah atau kurang bertenaga
dan
31,6% ODHA mengalami gangguan tidur. Rata-rata ODHA yang mengalami
depresi adalah ODHA yang baru mengetahui statusnya. Secara psikis seseorang
yang terinfeksi HIV dan AIDS akan merasa cemas, marah, takut dan perasaan
bersalah, dimana pada item kuesioner depresi didapat sebanyak 25,4% ODHA
merasa murung, pilu dan putus asa, dan 25,5% ODHA merasa buruk akan diri
sendiri dan telah mengecewakan diri sendiri atau keluarga dan 9% ODHA berpikir
Universitas Sriwijaya
136
lebih baik mati atau melukai diri sendiri dengan suatu cara. Apabila kondisi
tersebut
Universitas Sriwijaya
137
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka dapat menimbulkan depresi yang
mengarah pada kehampaaan hidup serta mengembangkan hidup tidak bermakna.
Cichocki (2009) menyatakan bahwa keadaan depresi dapat membuat
pasien pesimis terhadap masa depan, memandang dirinya tidak berharga,
cenderung mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain, serta menganggap
dirinya sebagai orang yang dikutuk oleh tuhan. sehingga hal ini akan
mempengaruhi secara keseluruhan pada aspek-aspek kualitas hidup pasien. Selain
itu, depresi dapat berkontribusi pada penurunan kesehatan fisik dan mental yang
menyebabkan seseorang malas untuk melakukan self care harian secara rutin.
Pada ODHA, depresi berpengaruh terhadap ketidakpatuhan regimen terapi ARV.
Ditambah lagi dengan nafsu makan yang berkurang, keengganan untuk olahraga
dan kesulitan tidur. Hal ini dapat menyebabkan kondisi fisik yang semakin
menurun sehingga memperberat penyakitnya (Kusuma, 2011).
Depresi dapat menyebabkan kesehatan ODHA semakin menurun. Hal ini
disebabkan oleh adanya modulasi sistem imun dalam keadaan stres
berkepanjangan yang mengakibatkan CD4 semakin berkurang. Selain itu, pasien
yang mengalami depresi cenderung tidak aktif dalam mencari informasi ataupun
berpartisipasi dalam manajemen pengobatan dan perawatan yang dijalani untuk
menjaga derajat kesehatannya. Keadaan depresi sendiri akan membuat ODHA
pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak berharga, cenderung
mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan orang lain. Akibatnya depresi
akan berdampak pada keseluruhan aspek-aspek dalam kehidupan ODHA
sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya (Li et al., 2009).
Universitas Sriwijaya
BAB VI
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
a. Bagi Instansi Kesehatan
Adapun saran yang ditujukan untuk keluarga :
131
132
Universitas Sriwijaya
133
1. Faktor-faktor lain yang belum diteliti dalam penelitian ini yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup ODHA diantaranya faktor medis (jumlah
CD4, stadium klinis penyakit, status gizi, infeksi oportunistik, dan
kepatuhan berobat), serta faktor sosial (dukungan sosial).
2. Studi kualitatif tentang dukungan keluarga terhadap kualitas hidup ODHA
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Abboud, S. et al. (2010) ‘AIDS Care : Psychological and Socio-medical Aspects
of AIDS / HIV Quality of life in people living with HIV / AIDS in Lebanon’,
AIDS Care : Psychological and Socio-medical Aspects of AIDS/HIV, 22(6), pp.
687–696. doi: 10.1080/09540120903334658.
Acce, B. (2018) ‘Determinan Quality of Life Orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA)’, The Indonesian Journal of Health Promotion, 1(3), pp. 104–111.
Arikunto, S. (2002) Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arjun, B. Y. et al. (2017) ‘Factors Influencing Quality of Life among People
Living with HIV in Coastal South India’, 16(3), pp. 247–253. doi:
10.1177/2325957415599213.
Betty, S. M., Asfriyati and Sri, R. S. (2019) ‘Stigma , depresi , dan kualitas hidup
penderita HIV : studi pada komunitas “ lelaki seks dengan lelaki ” di
Pematangsiantar’, BKM Journal of Community Medicine and Public Health,
35(4), pp. 139–146.
Charkhian, A. et al. (2014) ‘Relationship between Health-Related Quality of Life
and Social Support in HIV-Infected People in Tehran , Iran’, 43(1), pp. 100–106.
Chung, M.C., Killingworth, A., and Nolan, P. (2013) ‘A critique of the concept of
quality of life’, International Journal of Health Care Quality Assurance, Vol. 10,
pp. 80–84. doi: 10.1108/09526869710166996.
Desta, A. et al. (2020) ‘Health related quality of life of people receiving highly
active antiretroviral therapy in Southwest Ethiopia’, PLoS ONE, 15(8), pp. 1–14.
doi: 10.1371/journal.pone.0237013.
Dewita, G. dkk. (2016) ‘Pendekatan Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada Pasien
HIV-AIDS Secara Umum’, Medula Unila, 6, pp. 56–61.
Diatmi, K. and Diah, I. G. A. (2014) ‘Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan
Kualitas Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS ( ODHA ) Di Yayasan Spirit
Paramacitta’, Jurnal Psikologi Udayana, 1(2), pp. 353-362. ISSN : 2354-5607.
Eshetu, D. A., Meseret, S. and Gizachew, K. D. (2015) ‘Prevalence of Depression
and Associated Factors among HIV / AIDS Patients Attending ART Clinic at
Debrebirhan Referral Hospital , North Showa , Amhara Region , Ethiopia’,
iMedPub Journals, 1(1), pp. 1–7.
Ethel, R. A., S, W. S. A. and Sofro, M. A. U. (2016) ‘Hubungan Tingkat
Kecemasan Dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Di RSUP Dr. Kariadi
Semarang’, Jurnal Kedokteran Diponegoro, 5(4), pp. 1623–1633.
Fitri, H. and Fatwa, S. T. D. (2017) ‘Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
orang dengan HIV / AIDS ( ODHA ) di Kota Kupang’, Journal of Community
Medicine and Public Health, 33(11), pp. 1049–1056.
Green, C. W. (2016) HIV dan TB. Yogyakarta: Yayasan Spiritia.
134
135
Universitas Sriwijaya
136
Universitas Sriwijaya
137
Universitas Sriwijaya
138
Rueda, S. et al. (2011) ‘Employment status is associated with both physical and
mental health quality of life in people living with HIV’, (January 2015). doi:
10.1080/09540121.2010.507952.
Safitri, I. M. (2018) ‘Hubungan Status Sosioekonomi dan Dukungan Keluarga
dengan Kualitas Hidup ODHA Relationship between Socioeconomic Status and
Family Support with Quality of Life of People Living With HIV and AIDS Indah
Maya Safitri’, Jurnal Promkes : The Indonesian Journal of Health Promotion and
Health Education, 8(1), pp. 21–35. doi: 10.20473/jpk.V8.I1.2020.21-35.
Sarafino, E. P. (1998) Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. 3rd ed.
United States of American: John Wiley & Sonc Inc.
Saragih, D. A. (2010) Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji
Adam Malik Medan, Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Sastroasmoro, S. and Ismael, S. (2011) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.
Setiati, S. dkk. (2014) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta Pusat:
InternaPublishing.
Shan, D. et al. (2011) ‘Quality of Life and Related Factors among HIV-Positive
Spouses from Serodiscordant Couples under Antiretroviral Therapy in Henan
Province , China’, 6(6). doi: 10.1371/journal.pone.0021839.
SIHA (2020a) Laporan Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) Triwulan II Tahun 2020.
SIHA (2020b) Laporan Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) Triwulan III Tahun 2020.
Suleiman, B. A. et al. (2015) ‘Determinants of health-related quality of life among
human immunodeficiency virus positive ( HIV-positive ) patients at Ahmadu
Bello University teaching hospital , Zaria , Nigeria- 2015’, BMC Public Health.
BMC Public Health, pp. 1–9. doi: https://doi.org/10.1186/s12889-020-08659-9.
Suniti, S. et al. (2012) ‘Measurement of self , experienced , and perceived HIV /
AIDS stigma using parallel scales in Chennai , India’, AIDS Care, 24(7), pp. 846–
855. doi: 10.1080/09540121.2011.647674.
Tesemma, A. L. et al. (2019) ‘Determinants of Poor Quality of Life Among
Adults Living with HIV and Enrolled in Highly Active Anti-Retroviral Therapy at
Public Health Facilities of Arba Minch Town Administration in Southern
Ethiopia’, HIV/AIDS - Research and Palliative Care, 11, pp. 387–394.
UNAIDS (2020) ‘Global Report : UNAIDS report on the global AIDS epidemic
2020’, in Geneva : Joint United Nation Programme on HIV/AIDS : 2020, pp. 1–
436.
University of North Carolina (2015) ‘Types of Family Support’, (March 2011).
WHOQOL Group (1996) ‘WHO Quality of Life Assesment Group’, World Health
Universitas Sriwijaya
139
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
INFORMED CONSENT
Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh/selamat pagi/siang, Nama saya
Istiqomah Sita Dewi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian tentang “Hubungan
Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup ODHA di Kota Palembang” untuk
itu mohon ketersediaannya Bapak/Ibu untuk menjadi informan saya dan mengisi
angket yang saya berikan. Informasi yang Bapak/Ibu berikan bersifat RAHASIA
dan TIDAK UNTUK DISEBARLUASKAN.
Oleh karena itu, saya akan mengajukan pertanyaan terkait penelitian di atas, saya
mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu menjawab pertanyaan ini dengan sebenar-
benarnya. Informasi yang Bapak/Ibu sampaikan hanya untuk penelitian dan tidak
untuk disebarluaskan. Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk diwawancara?
Iya
Tidak
Palembang, 2021
( )
Universitas Sriwijaya
KUESIONER PENELITIAN
“Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) Di Kota Palembang”
Karakteristik Responden
1 Nama/Inisial
2 Nomor urut wawancara
3 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
4 Usia …………………... Tahun
Rp ...................
..........................
hari/bulan/tahun
..........................
hari/bulan/tahun
STIGMA ODHA
Universitas Sriwijaya
11 Apakah anda pernah Ya, Contohnya: Tidak
mengalami stigma negatif ……………………………………………
dari sekitar terkait HIV dan
AIDS ? …………………………
Universitas Sriwijaya
12 Keluarga menjelaskan kepada anda
setiap anda bertanya tentang hal-hal
yang tidak jelas tentang penyakit anda
13 Keluarga berusaha untuk mencari
informasi tentang pengobatan yang
anda terima.
Dukungan Penghargaan
14 Keluarga memberi pujian kepada
anda bila anda melakukan anjuran
yang diberikan oleh tenaga kesehatan
15 Keluarga melibatkan anda dalam
pengambilan keputusan mengenai
pengobatan yang akan anda jalani.
16 Keluarga melibatkan anda dalam
pengambilan keputusan tentang hal-
hal yang menyangkut masalah
keluarga
Universitas Sriwijaya
9 Pikiran bahwa anda lebih baik mati atau
untuk melukai diri anda sendiri dengan
suatu cara
Bagian pertama dari kuesioner ini menanyakan mengenai pengalaman, perasaan, dan
pendapat Anda tentang apa yang dirasakan oleh orang dengan HIV dan bagaimana mereka
diperlakukan. Lakukanlah yang terbaik untuk menjawab setiap pertanyaan.
Untuk setiap butir pertanyaan, lingkari jawaban Anda: sangat tidak setuju (STS), tidak setuju
(TS), setuju (S), atau Pertanyaan
No. sangat setuju (SS). STS TS N S SS
1. Memberitahu orang lain bahwa saya
mengidap HIV adalah sesuatu yang
berisiko
2. Saya berusaha keras merahasiakan status
HIV saya
3. Saya merasa saya tidak sebaik orang lain
karena saya mengidap HIV
4. Orang dengan HIV diperlakukan seperti
orang buangan
5. Sebagian besar orang meyakini bahwa
orang dengan HIV adalah kotor
6. Mengidap HIV membuat saya merasa
tidak bersih
7. Sebagian besar orang berpikir bahwa
orang dengan HIV menjijikkan
8. Mengidap HIV membuat saya merasa
bahwa saya adalah orang yang buruk
9. Sebagian besar orang dengan HIV
ditolak ketika orang lain mengetahui
statusnya
10. Saya sangat berhati-hati kepada siapa
saya memberitahu bahwa saya mengidap
HIV
11. Beberapa orang yang mengetahui saya
mengidap HIV semakin menjauhi saya
12. Sejak mengetahui saya mengidap HIV,
saya khawatir orang-orang akan
mendiskriminasi saya
13. Sebagian besar orang tidak nyaman
berada di sekitar orang dengan HIV
14. Adanya HIV dalam tubuh saya
merupakan sesuatu yang menjijikkan
bagi saya
15. Saya khawatir bahwa orang yang
mengetahui saya mengidap HIV akan
Universitas Sriwijaya
memberitahu orang lain
16. Beberapa orang menghindari menyentuh
saya setelah mereka tahu bahwa saya
mengidap HIV
17. Orang-orang yang saya sayangi berhenti
menghubungi saya setelah
mereka tahu saya mengidap HIV
18. Beberapa orang yang dekat dengan saya
takut orang lain akan menolak
mereka jika terungkap bahwa saya
mengidap HIV
19. Orang-orang tidak mau saya berada di
dekat anak-anak mereka ketika
mereka tahu saya mengidap HIV
20. Orang-orang mundur menjauhi saya saat
mereka tahu saya mengidap HIV
21. Saya berhenti bersosialisasi dengan
beberapa orang karena reaksi mereka
ketika mereka tahu saya mengidap HIV
22. Saya telah kehilangan teman-teman
karena memberitahu mereka bahwa
saya mengidap HIV
23. Orang-orang yang mengetahui saya
mengidap HIV cenderung mengabaikan
sisi baik saya
24. Orang-orang tampaknya takut kepada
saya ketika mereka tahu saya
mengidap HIV
25. Ketika orang-orang tahu Anda mengidap
HIV, mereka mencari
kelemahan pada karakter Anda
Instruksi
Pengkajian ini menanyakan mengenai apa yang anda rasakan tentang kualitas hidup,
kesehatan, atau hal lain dari hidup anda. Harap menjawab semua pertanyaan. Jika anda
tidak yakin tentang tanggapan apa yang diberikan pada suatu pertanyaan, harap pilih satu
yang paling sesuai. Seringkali ini merupakan tanggapan pertama Anda. Harap
mempertimbangkan standar, harapan, kesenangan dan kekhawatiran anda. Kami meminta
anda untuk memikirkan tentang kehidupan anda dalam dua minggu terakhir. Sebagai
contoh, memikirkan tentang dua minggu terakhir, sebuah pertanyaan mungkin
menanyakan:
Sebaik apa anda dala berkonsentrasi :
1. Tidak bisa sama sekali
2. Sedikit
3. Cukup mampu
4. Baik sekali
Universitas Sriwijaya
5. Sangat baik
Universitas Sriwijaya
8. Sejauh mana Anda merasa
terganggu oleh orang-orang yang
menyalahkan Anda karena status
HIV Anda?
Universitas Sriwijaya
Sangat Buruk Biasa Baik Sangat
buruk saja baik
Universitas Sriwijaya
seperti tidak mood, putus asa,
cemas dan depresi?
Universitas Sriwijaya
Lampiran 2 Hasil Output
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Keluarga
,981 18
Item Statistics
Item-Total Statistics
Universitas Sriwijaya
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
Descriptives
Universitas Sriwijaya
Interquartile Range 2,68
Skewness -,328 ,156
Kurtosis ,539 ,310
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rata_Domain ,036 244 ,200* ,988 244 ,044
Analisis Univariat
Descriptives
Universitas Sriwijaya
Interquartile Range 12
Median 38,0000
Variance 2023,716
Median 3000000,00
Penghasilan 4553747844586
Variance
,957
Minimum 0
Maximum 15000000
Range 15000000
Universitas Sriwijaya
Interquartile Range 2300000
Skewness 1,742 ,156
Kurtosis 6,757 ,310
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruh/Pembantu Ruta 18 7,4 7,4 7,4
Tidak Sekolah 1 ,4 ,4 ,4
Tamat SD 15 6,1 6,1 6,6
Universitas Sriwijaya
Laki-Laki 206 84,4 84,4 84,4
Valid Perempuan 38 15,6 15,6 100,0
Total 244 100,0 100,0
Dukungan_Keluarga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Dukungan Rendah 143 58,6 58,6 58,6
Universitas Sriwijaya
> 5 tahun 55 22,5 22,5 100,0
Total 244 100,0 100,0
Penghasilan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Analisis Bivariat
1. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Crosstab
Kualitas_Hidup Total
Kualitas Kualitas Baik
Kurang Baik
Count 86 57 143
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 13,083a 1 ,000
Universitas Sriwijaya
Continuity Correctionb 12,160 1 ,000
Likelihood Ratio 13,212 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
13,030 1 ,000
Association
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
50,09. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Dukungan_Keluarga
2,610 1,543 4,413
(Dukungan Rendah /
Dukungan Tinggi)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,642 1,229 2,192
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,629 ,490 ,808
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,364 a 1 ,002
b
Continuity Correction 8,432 1 ,004
Universitas Sriwijaya
Likelihood Ratio 9,568 1 ,002
Fisher's Exact Test ,003 ,002
Linear-by-Linear
9,326 1 ,002
Association
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
25,79. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Stigma
(Stigma Tinggi / Stigma 2,716 1,412 5,222
Rendah)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,528 1,203 1,940
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,563 ,367 ,863
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 27,891 a 1 ,000
Continuity Correction b
26,382 1 ,000
Likelihood Ratio 29,250 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Universitas Sriwijaya
Linear-by-Linear
27,776 1 ,000
Association
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32,23.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Depresi
5,414 2,791 10,501
(Depresi / Tidak Depresi)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,951 1,566 2,429
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,360 ,223 ,582
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,018 a 1 ,895
Continuity Correction b
,000 1 ,997
Likelihood Ratio ,018 1 ,895
Fisher's Exact Test ,899 ,498
Linear-by-Linear
,017 1 ,895
Association
N of Valid Cases 244
Universitas Sriwijaya
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
58,52. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Usia (> 30
,967 ,585 1,597
tahun / < 30 tahun)
For cohort Kualitas_Hidup =
,983 ,767 1,261
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
1,017 ,790 1,310
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
14,38. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Universitas Sriwijaya
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan
(Pendidikan Rendah / ,908 ,418 1,972
Pendidikan Tinggi)
For cohort Kualitas_Hidup =
,952 ,639 1,419
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
1,049 ,720 1,529
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
Count 20 18 38
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
18,84. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Universitas Sriwijaya
Odds Ratio for
Status_Pekerjaan (Tidak 1,111 ,556 2,222
Bekerja / Bekerja)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,053 ,756 1,466
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,947 ,660 1,360
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,84.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Universitas Sriwijaya
Odds Ratio for
Jenis_Kelamin (Laki-Laki / 1,486 ,738 2,991
Perempuan)
For cohort Kualitas_Hidup =
1,234 ,831 1,832
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,830 ,611 1,127
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
40,66. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Universitas Sriwijaya
For cohort Kualitas_Hidup =
1,090 ,831 1,430
Kualitas Kurang Baik
For cohort Kualitas_Hidup =
,918 ,707 1,192
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27,27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Universitas Sriwijaya
For cohort Kualitas_Hidup =
,687 ,536 ,881
Kualitas Baik
N of Valid Cases 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
20,83. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Universitas Sriwijaya
N of Valid Cases 244
Count
31 41 72
Expected Count
Menikah 36,3 35,7 72,0
% within
Status_Marital 43,1% 56,9% 100,0%
Count
123 121 244
Expected Count
Total 123,0 121,0 244,0
% within
Status_Marital
50,4% 49,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 2,489 2 ,288
Likelihood Ratio 2,497 2 ,287
Linear-by-Linear
1,673 1 ,196
Association
N of Valid Cases 244
Step 1a Status_Marital(1
-,394 ,287 1,892 1 ,169 ,674 ,384 1,182
)
Universitas Sriwijaya
Status_Marital(2
-,685 ,578 1,403 1 ,236 ,504 ,162 1,566
)
Analisis Multivariat
1. Full Model
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Lama_MenderitaHI
,610 ,385 2,502 1 ,114 1,840 ,864 3,915
V
Universitas Sriwijaya
Usia Pendidikan ,582 ,336 3,013 1 ,083 1,790 ,928 3,456
e. Tanpa Pekerjaan
Variables in the Equation
Universitas Sriwijaya
Usia Pendidikan ,609 ,327 3,476 1 ,062 1,839 ,969 3,489
f. Tanpa Penghasilan
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
g. Tanpa Pendidikan
Variables in the Equation
Universitas Sriwijaya
Lama_MenderitaHI
,609 ,382 2,551 1 ,110 1,839 ,871 3,885
V
i. Tanpa Usia
Variables in the Equation
Universitas Sriwijaya
a. Variable(s) entered on step 1: Lama_TerapiARV, Depresi, Stigma, Dukungan_Keluarga.
k. Tanpa Stigma
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Dukungan_Keluar
1,060 ,295 12,918 1 ,000 2,885 1,619 5,142
ga
Step 1a
Usia ,372 ,293 1,618 1 ,203 1,451 ,818 2,574
Lama_TerapiARV ,822 ,405 4,123 1 ,042 2,276 1,029 5,034
Constant -6,420 1,229 27,272 1 ,000 ,002
a. Variable(s) entered on step 1: Depresi, Dukungan_Keluarga, Usia, Lama_TerapiARV.
l. Tanpa Depresi
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Dukungan_Keluar
1,025 ,278 13,567 1 ,000 2,787 1,615 4,809
ga
Universitas Sriwijaya
2. Final Model
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Dukungan_Keluar
1,025 ,278 13,567 1 ,000 2,787 1,615 4,809
ga
Universitas Sriwijaya
Lampiran 3 Kaji Etik Penelitian
Universitas Sriwijaya
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
DINAS KESEHAT
AN
JL. Mc:rdcko No.72 Palembnng' 30151 Sumatera Sclotan
Tclrll'Fnx.(0711) 35065 I, 350523
ll-mnil: din~c~ oo(c111lmng@'.y11hooen.id, \Vcb~itc: www.Jinkcs.f)41cmbong.go.id
Menindoklanjuti Surat dnri Kcpaln n:iJnn Kesaunn Bangsa dan 1•oli1ik Koto Palembang tonggol 08 l\pril 2021
Nomor: 070/ 0810 /OAN.KDJ>/2021 perihal Pcrmohonan l1in Penelitian don Pengambilen Onto, maka dcngan ini kaml
mcnyctujui dan memberikan izin untuk Pcnclitan dan Pcngumbilan Data di Didang/Puskcsmas atas narna :
Dcmikon untuk dimol..lumi don dibanru, aras kerjasamanya diucapkan tcrimo kasih.
I
I
I
il
L . ··-----------------••,I
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Lampiran 5 Dokumentasi
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya