Professional Documents
Culture Documents
Limfoma Non Hodgkin
Limfoma Non Hodgkin
Oleh:
Putu Dharma Putri Mahastuti 1702612108
Diviya Batumalay 1702612130
Pembimbing
dr. I Wayan Losen Adnyana, Sp.PD-KHOM
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Responsi yang berjudul “Lifoma Non-Hodgkin” ini tepat pada waktunya dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Penulis menyadari bahwa responsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga responsi ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan
dan kedokteran.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
jenis kelamin, genetik, paparan bahan kimia, penurunan fungsi imun, autoimun,
diet, infeksi virus maupun bakteri 1,3.
Diagnosis LNH ditegakkan dari hasil pemeriksaan histologi biopsi eksisi
kelenjar getah bening atau jaringan ekstranodal3. Stadium LNH didasarkan atas
kriteria Ann Arbor, yang dibagi menjadi 4 stadium berdasarkan luasnya
keterlibatan KGB yang terkena. Pengobatan dengan menggunakan kombinasi
kemoterapi (multiagent) dapat mempengaruhi prognosis dari penyakit. Prognosis
limfoma tergantung pada tipe histologi dan staging 4.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan kelompok keganasan primer
limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T, dan sel natural killer1.
Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau Non-Hodgkin Lymphomas merupakan
penyakit yang sangat heterogen dilihat dari segi patologi dan klinisnya.
Penyebarannya juga tidak seteratur penyakit Hodgkin serta bentuk ekstra nodal
jauh lebih sering dijumpai4.
2.2 Epidemiologi
Limfoma non Hodgkin menduduki peringkat ke 7 dari semua jenis kanker,
mewakili 4% dari semua diagnosis kanker. American Cancer Society
memperkirakan sebanyak 74.680 kasus limfoma non Hodgkin didiagnosis pada
tahun 2018. Secara keseluruhan LNH paling sering didiagnosis pada usia 65 – 74
tahun, usia rata-rata saat diagnosis adalah 67 tahun. Pengecualiannya pada
limfoma tingkat keganasan rendah dengan 37% kasus yang biasanya mengenai
pasien berusia 35-64 tahun tetapi hanya 16% kasus pada pasien berusia dibawah
35 tahun. Limfoma keganasan rendah jarang terjadi pada anak-anak. 1,2
Di Indonesia, LNH menduduki peringat ke-6 kanker terbanyak, bahkan
Badan Koordinasi Nasional Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam
Indonesia (BAKORNAS HOMPEDIN) menyatakan, insiden Limfoma lebih
tinggi dari leukemia dan menduduki peringkat ketiga kanker yang tumbuh paling
cepat setelah melanoma dan paru.
menyebabkan ukuran dari sel limfosit itu tidak lagi normal, ukurannya membesar,
kromatinnya menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat, dan protein permukaan
selnya mengalami perubahan4.
Terdapat bukti bahwa pada respons imun awal sebagian naiv B cell dapat
langsung mengalami transformasi menjadi immunoblast kemudian menjadi sel
plasma. Sebagian besar naiv B cell dapat langsung mengalami transformasi
menjadi immunoblast kemudian menjadi sel plasma. Sebagian besar naiv B cell
mengalami transformasi melalui mantle cell, follicular B-blast, centroblast,
centrocyte, monocyte B cell dan sel plasma4.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang
tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat
adanya rangsangan imunogen). Proses ini terjadi di dalam kelenjar getah bening,
dimana sel limfosit tua berada diluar "centrum germinativum" sedangkan
imunoblast berada di bagian paling sentral dari "centrum germinativum" Beberapa
perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1). Ukurannya makin besar;
2). Kromatin inti menjadi lebih halus; 3). Nukleolinya terlihat; 4). Protein
permukaan sel mengalami perubahan reseptor4.
Sel yang berubah menjadi sel kanker seringkali tetap nempertahankan sifat
dasarnya. Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah
masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel
kanker dari imunobias amat jarang masuk ke dalam aliran darah, namun dengan
tingkat mitosis yang tinggi3.
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis secara umum didapatkan:8,9,12
• Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri pada satu atau lebih
regio kelenjar getah bening perifer (Limfadenopati perifer).
• Gejala konstutisional, demam tanpa sebab >38°C, keringat pada malam
hari, dan penurunan berat badan 10% dalam waktu 6 bulan.
• Gangguan orofaring : timbulnya keluhan sakit tenggorok atau nafas
berbunyi atau tersumbat. Pada 5-10% pasein, terdapat penyakit di struktur
orofaringeal (cincin Waldeyer).
• Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopeni dengan purpura
merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus.
Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.
10
c. Aspirasi sumsum tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi
spina iliaca dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm. Biopsi trephin sumsum
tulang menunjukkan lesi fokal pada 20% kasus. Keterlibatan sumsum
tulang lebih sering ditemukan pada limfoma maligna derajat rendah.
d. Radiologi
• Untuk pemeriksaan rutin dapat dilakukan foto toraks dan CT scan
toraks/abdomen
• Untuk pemeriksaan khusus dilakukan USG Abdomen, limfografi, dan
limfosintigrafi
e. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal jika
dilakukan punksi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di
samping pemeriksaan rutin lainnya
2.8 Penatalaksanaan
Terapi untuk LNH terdiri atas terapi spesifik untuk membasmi sel limfoma
dan terapi suportif untuk meningkatkan keadaan umum penderita atau untuk
menanggulangi efek samping kemoterapi atau radioterapi. Terapi spesifik untuk
LNH dapat diberikan dalam bentuk berikut: 10
1. Radioterapi
a. Untuk penyakit yang terlokalisir (derajat I)
b. Untuk ajuvan pada bulky disease
c. Untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi tunggal (singel agent)
Chlorambucil atau siklofosfamid untuk LNH derajat keganasan rendah
b. Kemoterapi kombinasi dibagi menjadi 3, yaitu:
i. Kemoterapi kombinasi generasi I terdiri atas:
• CHOP (cyclophosphamide, doxorubicine, vincristine,
prednison)
• CHOP-Bleo/Bacop (CHOP + bleomycine)
• COMLA (cyclophosphamide, vincristine, methotrexate with
leucovorin rescue)
13
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat langsung penyakitnya:
• Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus, dan saraf
• Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Komplikasi akibat terapi:
• Radioterapi
Dapat menimbulkan nausea, disfagia, esofagitis, dan hipotiroid.
• Kemoterapi
Dapat menimbulkan mielosupresi, sterilitas dan timbulnya
keganasan hematologik sekunder.11,13
15
2.10 Prognosis
Prognosis LNH dapat beraneka ragam karena merupakan sekumpulan
kelainan yang beraneka ragam pula. Prognosis LNH dapat dibagi menjadi : 9,10
1. Indolent Lymphoma terjadi pada sekitar 30-40% Limfoma.
Indolent Lymphoma memiliki prognosis yang relatif baik, dengan
median survival 7-10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat
disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen
adalah follicular lymphoma, small lymphocytic leukemia, dan
chronic lymphocytic leukemia.
2. Moderately aggressive incurable non-Hodgkin Lymphomas
memiliki median survival 3-4 tahun, sering dijumpai pada derajat
lanjut. Contohnya mantle cell lymphoma.
3. Agresif Lymphoma memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek,
namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan
kemoterapi kombinasi intensif. Risiko kambuh lebih tinggi pada
pasien dengan gambaran histologis "divergen" baik pada kelompok
Indolen maupun Agresif.1
International Prognostik Index (IPI) digunakan untuk memprediksi
outcome pasien dengan LNH Agresif Difus yang mendapatkan kemoterapi
regimen kombinasi yang mengandung Antrasiklin, namun dapat pula digunakan
pada hampir semua subtipe LNH. Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi
prognosis, yaitu usia, serum LDH, status performans, stadium anatomis, dan
jumlah lokasi ekstra nodal.10
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : SH
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Puspalaya Pringgarata Lombok Tengah
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : 18-02-2019
Tanggal Pemeriksaan : 20-02-2019
No. RM : 19007513
II. Anamnesis
Keluhan utama : Benjolan Pada leher, ketiak dan lipatan paha
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Provinsi NTB datang ke RSUP
Sanglah pada tanggal 18 Februari 2019 dengan keluhan muncul benjolan
pada leher, ketiak dan lipat paha sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan
dirasakan semakin membesar dengan konsistensi keras, mobile dan tidak
nyeri. Awalnya benjolan pertama kali muncul 1 tahun yang lalu pada lipat
paha kiri berjumlah 1 buah, kemudian pasien ke dokter dan disarankan
operasi serta diberikan obat, setelah diberikan obat benjolan mulai
mengecil. Setelah 6 bulan kemudian mulai muncul benjolan baru yang
dirasakan pertama kali pada leher kiri sebanyak 2 buah, kemudian di
ketiak kanan 1 buah, dan di lipatan paha kanan. Tidak ada yang
memperberat dan memperingan keluhan pasien.
Pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh sejak ± 5 bulan yang lalu
saat pasien pergi ke Sumatera. Dahulu saat di Sumatera keluhan dirasakan
18
hilang timbul namun saat ini setelah di rawat di RSUP Sanglah keluhan
dirasakan terus menerus. Keluhan dirasakan seperti perut diremas-remas
dan bertambah berat saat pasien makan. Keluhan dirasakan sangat
mengganggu sehingga pasien tidak bisa tidur. Pasien sempat
mengkonsumsi obat maag untuk nyeri perutnya namun dirasakan tidak
membaik. Keluhan dirasakan membaik saat punggung diganjal dengan
bantal.
Pasien juga mengalami penurunan berat badan sejak 6 bulan yang lalu,
berat dikatakan turun sekitar ± 12 Kg. Dikatakan tidak ada perubahan pada
nafsu makan pasien, porsi makan pasien dikatakan seperti biasanya.
BAB dikatakan sulit sejak 6 bulan yang lalu, BAB dikatakan keluar
setiap 3-5 hari sekali. Saat diperiksa, pasien sudah BAB setelah diberikan
obat. Nyeri saat BAB dan BAB berdarah disangkal, konsistensi BAB
dikatakan normal. BAK dikatakan normal, tidak ada nyeri. Keluhan
demam, dan berkeringat di malam hari disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sempat dirawat di RSUD Provinsi NTB untuk dilakukan biopsy
pada bejolan di leher, sebelum dirujuk ke RSUP Sanglah. Riwayat infeksi
penyakit TB, gangguan ginjal, gangguan hati dan keganasan disangkal
oleh pasien.
Thoraks :
Cor : Inspesksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan jantung : PSL dekstra
Batas kiri jantung : MCL sinistra ICS
V
Batas atas jantung : setinggi ICS II
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, Murmur (-)
20
Lokasis : pada lipatan paha kanan teraba perbesaran kelenjar
getah bening (+) sewarna kulit, berjumlah satu ,
bentuk bulat, berbatas tegas, berukuran 3x4 cm,
permukaan rata dan licin, tidak teraba hangat dan
berbau, konsistensi kenyal.
pada lipatan paha kiri teraba perbesaran kelenjar
getah bening (+) sewarna kulit, berjumlah dua,
bentuk bulat, berbatas tegas, berukuran 2x2 cm,
21
6. Biopsi (19-01-2019)
Mikroskopik :Sediaan berupa potongan jaringan mengandung
struktur kelenjar getah bening. Tampak ploriferasi
sel-sel bulat yang membentuk struktur vaguely
nodular dan sinsisial, sebagian difus dengan batas
tidak tegas. Sel-sel tersebut berbentuk bulat,
berukuran besar, dengan N/C ratio meningkat,
membrane inti irreluger dan anak inti prominen,
sitoplasma sebagian eosinofilik. Disekitarnya
tampak sebaran padat sel-sel limfosit, dan sel
plasma. Mitosis >20/10HPF.
Kesimpulan : Colli, biopsi: Malignant round cell tumor dd/
V. Diagnosis Kerja
1. LNH stage IV
• Splenomegali
2. Konstipasi
Planing Monitoring
1. Keluhan
2. Vital Sign
26
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA