You are on page 1of 69

ABSTRAK

Marice Lasantu. 2018. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan


Menggunakan Model Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Kelas XI
IPA-5 di SMA Negeri 1 Gorontalo”. Program Studi Pendidikan Biologi. Jurusan
Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Gorontalo. Dibimbing oleh Dr. Lilan Dama, M.Pd sebagai pembimbing I dan Drs.
Mustamin Ibrahim, M.Si sebagai pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dan
proses pembelajaran (kegiatan guru dan kegiatan siswa) melalui penerapan model
pembelajaran Number Head Together (NHT) pada materi sistem reproduksi di SMA
Negeri 1 Gorontalo. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
terdiri dari 2 siklus, siklus I menjelaskan tentang struktur dan fungsi organ reproduksi
manusia, gametogenesis, dan fertilisasi sedangkan siklus II menjelaskan tentang
teknologi dalam reproduksi manusia dan kelaianan pada reproduksi manusia. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-5 SMA Negeri 1 Gorontalo. Objek
penelitian ini adalah hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Number Head Together (NHT). Hasil penelitian
menunjukan hasil belajar siswa untuk siklus I dari 30 orang siswa terdapat 63% atau
19 orang siswa yang tuntas dan 37% atau 11 orang siswa yang tidak tuntas, pada
siklus II memperoleh nilai sebesar 80% atau 24 orang siswa yang tuntas dan 20%
atau 6 orang siswa yang tidak tuntas. Dengan demikian disimpulkan bahwa model
pembelajaran Number Head Together (NHT)dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada materi sistem reproduksi.

Kata kunci : Model pembelajaran Number Head Together (NHT), Hasil Belajar
Siswa, Materi sistem reproduksi.
ABSTRAK
Marice Lasantu. 2018. “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Kelas XI
IPA-5 di SMA Negeri 1 Gorontalo”. Program Studi Pendidikan Biologi. Jurusan
Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Gorontalo. Dibimbing oleh Dr. Lilan Dama, M.Pd sebagai pembimbing I dan Drs.
Mustamin Ibrahim, M.Si sebagai pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dan
proses pembelajaran (kegiatan guru dan kegiatan siswa) melalui penerapan model
pembelajaran Number Head Together (NHT) pada materi sistem reproduksi di SMA
Negeri 1 Gorontalo. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
terdiri dari 2 siklus, siklus I menjelaskan tentang struktur dan fungsi organ reproduksi
manusia, gametogenesis, dan fertilisasi sedangkan siklus II menjelaskan tentang
teknologi dalam reproduksi manusia dan kelaianan pada reproduksi manusia. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-5 SMA Negeri 1 Gorontalo. Objek
penelitian ini adalah hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Number Head Together (NHT). Hasil penelitian
menunjukan hasil belajar siswa untuk siklus I dari 30 orang siswa terdapat 63% atau
19 orang siswa yang tuntas dan 37% atau 11 orang siswa yang tidak tuntas, pada
siklus II memperoleh nilai sebesar 80% atau 24 orang siswa yang tuntas dan 20%
atau 6 orang siswa yang tidak tuntas. Dengan demikian disimpulkan bahwa model
pembelajaran Number Head Together (NHT)dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada materi sistem reproduksi.

Kata kunci : Model pembelajaran Number Head Together (NHT), Hasil Belajar
Siswa, Materi sistem reproduksi.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini ditandai

dengan adanya penyempurnaan yang dilaksanakan oleh pemerintah disetiap aspek

pendidikan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan juga sangat ditentukan oleh

kinerja guru saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru sebagai pelaksana

pendidikan dituntut harus mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar

dalam pembelajaran sangatlah penting karena merupakan salah satu indikator

keberhasilan pembelajaran di dalam kelas.

Permasalahan yang banyak ditemui di sekolah memperlihatkan peran guru

yang paling banyak mendominasi kegiatan di kelas. Siswa hanya mengamati apa

yang dilakukan oleh guru sehingga siswa hanya mengandalkan pengetahuan yang

ditransfer oleh guru di dalam kelas. Sikap pasif ini menjadi salah satu penyebab

pola pembelajaran yang membiasakan siswa untuk menerima bukan mencari.

Kondisi tersebut tentu membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus agar dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi.

Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan di SMA Negeri 1

Gorontalo, pada guru mata pelajaran Biologi kelas XI IPA ternyata materi Sistem

Reproduksi merupakan salah satu materi yang susah untuk dipahami oleh siswa

dan kemampuan penguasaan konsep siswa masih relatif rendah. Hal ini dibuktikan

dengan rendahnya hasil belajar kognitif siswa pada materi Sistem Reproduksi.

1
2

Tabel 1.1. Data Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA

TAHUN KETUNTASAN
2014/2015 46%
2015/2016 53%
2016/2017 56%
Sumber: SMA Negeri 1 Gorontalo, (2018)

Berdasarkan Tabel 1.1, rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan dalam

proses pembelajaran siswa hanya bersikap pasif. Pada proses pembelajaran siswa

kurang memperhatikan penjelasan guru tentang materi pelajaran dan siswa kurang

aktif bertanya serta menjawab pertanyaan. Hal ini dapat dilihat saat proses

pembelajaran, siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru didepan kelas.

Selain itu guru lebih banyak mendominasi dalam kegiatan pembelajaran serta

kurangnya penggunaan model pembelajaran dan lebih banyak terfokus pada

penggunaan buku paket. Oleh karena itu, perlu adanya upaya perbaikan pada

proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat

membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran sehingga pada saat pembelajaran

guru hanya bersifat sebagai fasilitator maupun mediator.

Isjoni, (2008) mengatakan keberhasilan pembelajaran ditentukan banyak

faktor, diantaranya guru. Guru memilki kemampuan dalam proses pembelajaran

yang berkaitan erat dengan kemampuannya dalam memilih model pembelajaran

yang dapat memberikan motivasi kepada siswa. Adapun siswa merupakan

sasaran dari proses pembelajaran sehingga memiliki motivasi dalam belajar, sikap

yang baik terhadap pembelajaran, dapat menimbulkan kemampuan berfikir kristis,

memiliki keterampilan sosial, serta hasil pencapaian lebih baik. Model

pembelajaran merupakan salah saru cara yang digunakan untuk meningkatkan


3

motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berfikir kritis, memiliki

keterampilan sosial, dan capaian hasil pembelajaran yang lebih optimal.

Penggunaan model yang kurang sesuai akan menjadi kendala dan dapat

mengurangi pencapaian hasil belajar.

Solusi yang tepat untuk mengatasi masalah rendahnya hasil belajar

kognitif siswa yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat

meningkatakan kemampuan siswa dalam menguasai konsep – konsep biologi.

Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat berpusat pada siswa (student

centred) sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator adalah model

pembelajaran Number Head Together (NHT).

Model Pembelajaran Number Head Together (NHT) adalah salah satu

model pembelajaran yang menekan pada struktur – struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan

untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Model Number Head Together

(NHT) ini melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam

suatu pelajaran dan dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran

tersebut (Mahmud, 2005).

Penggunaan model pembelajaran Number Head Together (NHT) ini

diharapkan siswa dapat berfikir aktif, mampu bekerja sama dengan kelompok,

siswa dapat mengemukakan pendapat dan berani mempresentasikan hasil diskusi

kelompok. Dengan banyaknya aktivitas yang dilakukan, dapat menimbulkan

antusias siswa dalam belajar sehingga hasil belajarnya akan meningkat. Penerapan

model pembelajaran Number Head Together (NHT) ini akan mempengaruhi cara
4

belajar siswa yang semula cenderung untuk pasif, kearah yang lebih aktif

(Hastari, 2012).

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian

tentang “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Number Head Together (NHT) Di SMA Negeri 1 Gorontalo”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa

masalah sebagai berikut:

1.2.1 Pada proses pembelajaran cenderung berpusat pada guru dan komunikasi

satu arah.

1.2.2 Pada proses pembelajaran siswa cenderung bersikap pasif

1.2.3 Proses pembelajaran belum menggunakan model pembelajaran yang

bervariasi.

1.2.4 Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa.

1.3 Batasan Masalah

Berangkat dari permasalahan di atas, serta pertimbangan waktu dan biaya,

maka penulis membatasi permasalahan ini sebagai berikut:

1.3.1 Model pembelajaran Biologi dibatasi pada model Number Head Together

(NHT).

1.3.2 Materi pokok pada penelitian ini adalah materi sistem reproduksi Kelas XI

Semester Genap Tahun Ajaran 2017/2018

1.3.3 Hasil belajar Biologi pada ranah kognitif C2, C3, C4, C5 berdasarkan

klasifikasi Bloom melalui hasil evaluasi setiap siklus.


5

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahannya

yaitu:

Apakah penerapan model pembelajaran Number Head Together (NHT)

dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka penelitian ini

bertujuan untuk :

Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan

menerapkan model pembelajaran Number Head Together (NHT).

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1) Bagi Calon Guru Biologi

a. Untuk melatih diri mencari solusi dalam mengelola pembelajaran di kelas.

b. Memberikan gambaran dalam menggunakan model pembelajaran yang

bervariasi apabila nanti mengajar Biologi di sekolah.

2) Bagi Peserta Didik

a. Memberikan suasana belajar lebih kondusif dan menyenangkan sehingga

peserta didik tidak jenuh belajar.

b. Melatih kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis terhadap suatu

permasalahan.
6

3) Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan solusi terhadap permasalahan

pembelajaran yang berkaian dengan hasil belajar siswa serta dapat

menumbuhkan kreatifitas guru dalam pembelajaran biologi khususnya materi

sistem reproduksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses aktif , yang dimaksud dengan proses aktif

disini ialah, bukan hanya aktivitas yang tampak seperti gerakan – gerakan badan,

akan tetapi juga aktifitas – aktivitas mental, seperti proses berfikir, mengingat,

dan sebagainya (Dalyono, 2009).

Belajar adalah suatu proses perubahn tingkah laku individu melalui

interaksi dengan lingkungan yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan

interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kogitif ( Syah, 2008).

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap

orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja

dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah

adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh

terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya”

(Arsyad, 2006).

Menurut Sadirman (2004), prinsip – prinsip belajar yang harus diketahui

adalah:

a. Belajar hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya

b. Belajar merupakan proses dan penahapan serta kematangan pada diri para

siswa

7
8

c. Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi

d. Belajar merupakan proses percobaan dan conditioning atau pembiasaan

e. Kemampuan belajar seseorang harus diperhitungkan dalam rangka

menentukan isi pembelajaran

f. Belajar dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: (1) diajar secara langsung, (2)

control, kontak, penghayatan, dan pengalaman langsung, (3) pengenalan atau

peniruan.

g. Belajar melalu praktik atau mengalami secara langsung agar kebih efektif

mampu membina sikap, keterampilan, cara berfikir kritis, dan lain – lain, bila

dibandingkan dengan hafalan saja.

h. Perkembangan pengalamn anak didik akan banyak mempegaruhi kemampuan

belajar yang bersangkutan.

i. Bahan pelajaran yang bermakna, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari

dari pada yang kurang bermakna.

j. Informasi tentang kelakukan baik, pengetahuan, kesalahan, serta keberhasilan

siswa, banyak membantu kelancaran dan gaurah belajar.

k. Belajar sedapat mungki diubah ke dalam bentuk aneka ragam

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan oleh individu dengan sengaja untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang berbeda dengan sebelum

melakukan belajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dengan belajar

seorang akan mengalami perubahan tingkah laku dan semakin sering belajar

dilaksanakan maka perubahan tingkah laku akan semakin besar.


9

2.1.2 Definisi Hasil Belajar

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui

seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Hasil belajar

merupakan perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan itu

diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan

(Purwanto, 2010).

Hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri

seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan

dan pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya dan yang tidak tahu menjadi

tahu (Hamalik, 2013).

Berdasarkan uraian pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses

pembelajaran yang telah dilakukan berulang – ulang, serta akan tersimpan dalam

jangka waktu lama karena hasil belajar turut serta dalam bentuk pribadi individu

yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara

berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang baik.

2.1.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor

internal yang berasal dari siswa tersebut, dan faktor eksternal yang berasal dari

luar diri siswa tersebut. Faktor dari diri siswa terutama adalah kemampuan yang

dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil

belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2000).


10

Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu

kemampuan siswa sekitar 70% dan faktor eksternal yaitu dipengaruhi oleh

lingkungan yaitu sekitar 30%. Selain faktor kemampuan siswa, juga ada faktor

lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,

serta masih banyak faktor lainnya.

Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk

membuat siswa belajar dengan cara mengaktifkan faktor internal dan faktor

eksternal yang turut mempengaruhi ketercapaian hasil belajar. Faktor internal

berasal dari dalam diri siswa meliputi hal-hal seperti: 1) sikap terhadap belajar, 2)

motivasi belajar, 3) konsentrasi belajar, 4) kemampuan mengolah bahan ajar, 5)

kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, 6) kemampuan menggali hasil

belajar yang tersimpan, 7) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, 8) rasa

percaya diri siswa, 9) intelegensi dan keberhasilan belajar, 10) kebiasaan belajar,

11) cita-cita siswa (Dimyati, 2006).

Faktor eksternal berasal dari lingkungan belajar meliputi: a) guru sebagai

pembina belajar, b) prasarana dan sarana pembelajaran, c) kebijakan penilaian, d)

lingkungan sosial siswa di sekolah, dan e) kurikulum sekolah. Dari sisi guru

sebagai pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi masalah-masalah

eksternal belajar merupakan prasyarat terlaksananya siswa dapat belajar. Guru

sebagai pembelajar memiliki kewajiban mencari, menemukan, dan diharapkan

memecahkan masalah-masalah belajar siswa (Dimyati, 2006).

Berdasarkan uraian pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat

disimpulkan bahwa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa
11

ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal

dari dalam diri siswa itu sendiri yaitu total capaiannya sekitar 70% sedangkan

untuk faktor eksternal berasal dari lingkungan tempat dia belajar, sarana dan

prasara, serta kurikulum sekolah yaitu total capaiannya sekitar 30%.

2.2 Model Number Head Together (NHT)

2.2.1 Definisi Number Head Together (NHT)

Number Head Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran

dengan cara setiap peserta didik diberi nomor, kemudian diberi suatu kelompok.

Selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari peserta didik sebagai ganti

pertanyaan langsung kepada seluruh kelas. Model pembelajaran ini

mengedepankan kepada aktifitas peserta didik dalam mencari, mengelolah, dan

melaporkan informasi dari berapa sumber belajar yang akhirnya untuk

dipresentasikan di depan kelas (Chotimah dan yuyun, 2009).

Model kooperatif tipe NHT imi tepat diterapkan untuk mengatasi

permasalahan pembelajaran yang sebagaimana telah diuraikan, karena dengan

pembelajaran kooperatif tipe NHT ini akan membuat peserta didik tidak jenuh

dalam kegiatan pembelajaran dan peseta didik dapat sharing dengan teman –

temanya untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru, karena guru

hanya sebagai fasilitator untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik, serta

mampu membuat peserta didik bertanggung jawab lebih baik lagi yang pada

akhirnya akan meningkatkan hasil belajar peserta didik menjadi lebih baik (Mutia

dkk, 2016).
12

Berdasarkan uraian pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran Number Head Together (NHT) adalah

model pembelajaran yang memiliki 4 tahapan yaitu pemberian nomor, pengajuan

pertanyaan, berfikir bersama, dan penyatuan pendapat. Model pembelajaran ini

mengedepankan kepada aktifitas peserta didik karena guru hanya bersifat sebagai

fasilitator dan mediator,

2.2.2 Langkah – Langkah Model Number Head Together (NHT)

Menurut (Chotimah dan yuyun, 2009), langkah-langkah penerapan NHT

dalam pembelajaran ada 7 (tujuh) langkah, yaitu:

1) Peserta didik dibagi dalam kelompok. Setiap peseta didik dalam setiap

kelompok mendapat nomor

2) Guru memberikan tugas dan masing – masing kelompok mengerjakannya

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota

kelompok dapat mengerjakan / mengetahui jawabannya.

4) Guru memanggil salah satu nomor peseta didik dan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerja sama mereka.

5) Peserta didik yang lain memberikan tanggapan, kemudian guru menunjuk

nomor yang lain.

6) Guru dan peserta didik menyimpulkan

7) Guru memberikan evaluasi

2.2.3 Keunggulan Model Number Head Together (NHT)

Model pembelajaran Number Head Together (NHT) memiliki beberapa

keunggulan, diantaranya:
13

1) Terjadinya interaksi antar peserta didik melalui diskusi/peserta didik secara

bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2) Peserta didik pandai maupun peserta didik lemah sama-sama memperoleh

manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif.

3) Konstruksi pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk peserta

didik dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan.

4) Memberikan kesempatan kepada pesertra didik untuk menggunakan

keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan

2.2.4 Kekurangan Model Number Head Together (NHT)

Model pembelajaran Number Head Together (NHT) memilki beberapa

kekurangan, antara lain:

1) Kemungkinan nomor yang dipangggil, akan dipanggil lagi oleh guru

2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru (Hamdani, 2011).

2.3 Materi Sistem Reproduksi

2.4.1 Pengertian Sistem Reproduksi

Sistem reproduksi adalah salah satu komponen tubuh yang penting

meskipun tidak berperan dalam homeostatis dan esensial bagi kehidupan makhluk

hidup. Pada manusia reproduksi berlangsung secara seksual. Organ reproduksi

yang dimiliki manusia berbeda antara pria dan wanita (Campbell, 2000).

2.4.2. Organ Reproduksi Pria

Sebagian besar spesies mamalia termasuk manusia, organ reproduksi

eksternal adalah skrotum dan penis. Organ reproduksi internal terdiri atas gonad

yang menghasilkan gamet (sel –sel sperma) dan hormon, kelenjar aksesoris yang
14

mensekresikan produk yang esensial bagi pergerakan sperma, dan sekumpulan

duktus yang membawa sperma dan sekresi glandular (Campbell, 2000).

Gonad pria atau testis terdiri atas banyak saluran yang melilit – lilit yang

dikelilingi oleh beberapa lapis jaringan ikat. Saluran tersebut adalah tubulus

seminiferus tempat sperma terbentuk. Sel – sel leydig yang tersebar diantara

tubulus seminiferus menghasilkan testosteron dan androgen lain, yang merupakan

hormon seks jantan (Campbell, 2000).

2.4.2.1 Testis

Testis adalah organ lunak berbentuk oval dengan panjang 4-5 cm dan

diameter 2,5 cm. Testis berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa dan juga

sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen yang berguna

untuk mempertahankan tanda – tanda kelamin sekunder. Testis dibungkus atau

terletak di dalam skrotum. Skrotum adalah kantong kulit yang melindungi testis

dan berfungsi sebagai tempat bergantungnya testis. Skrotum berwarna gelap dan

berlipat – lipat. Skrotum disusun oleh otot dartos dan otot kremaster,. Otot dartos

merupakan otot yang membatasi antara skrotum kanan dan skrotum kiri. Otot

dartos berfungsi untuk menggerakana skrotum untuk mengerut dan mengendur.

Jika suhu udara dingin, maka skrotum akan mengerut dan menyebabkan testis

lebih dekat dengan tubuh dan demikian lebih hangat. Sebaliknya jika pada cuaca

panas, maka skrotum akan membesar dan kendur. Otot kremaster merupakan

penerusan otot lurik dinding perut. Otot ini berfungsi untuk mengatur suhu

lingkungan testis agar tetap stabil (Campbell, 2008).


15

Gambar 2.1. Sktruktur penis (wibowo, 2005)

2.4.2.2 Epididimis

Epididimis adalah saluran – saluran yang lebih kecil dari vas deferens.

Epididimis mempunyai bentuk berkelok – kelok, membentuk bangunan seperti

topi. Epididimis berfungsi sebagai tempat pematangan sperma (Tate, 2009).

2.4.2.3 Vas deferens

Vas deferens berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma sebelum di

keluarkan dari penis. Saluran ini bermuara dari epididimis. Saluran vas deferens

menghubungkan testis dengan kantong sperma. Kantong sperma berfungsi untuk

menampung sperma yang dihasilkan oleh testis (Campbell, 2008).

2.4.2.4 Vesikula seminalis

Vesikula seminalis berfungsi sebagai tempat penampungan spermatozoa

dari testis. Sepasang vesikula seminalis menyumbang sekitar 60 % total volume

semen. Cairan dari vesikula seminalis itu kental, kekuning – kuningan, dan alkalis

(bersifat basa). Cairan tersebut mengandung mukus, gula fruktosa (yang

menyediakan sebagian besar energi yang digunakan oleh sperma), enzim

pengkoagulasi, asam askorbat, dan prostaglandin (Tate, 2009).


16

2.4.2.5 Kelenjar prostat

Kelenjar prostat adalah kelenjar pensekresi semen terbesar. Kelenjar ini

mensekresikan produknya secara langsung ke dalam uretra melalui beberapa

saluran kecil. Cairan prostat bersifat ener dan seperti susu, mengandung enzim

antikoagulan, sitrat (nutrient bagi sperma), dan sedikit asam. Kelenjar prostat

merupakan sumber beberapa permasalahan medis yang umum bagi laki – laki di

atas usia 40 tahun (Tate, 2009).

2.4.2.6 Kelenjar Bulbouretralis

Kelenjar bulbouretralis adalah sepasang kelenjar kecil yang terletak

disepanjang uretra di bawah prostat. Sebelum ejakulasi, kelenjar tersebut

mensekresikan mucus bening yang menetralkan setiap urin asam yang masih

tersisa dalam uretra. Cairan bulbouretralis juga membawa sebagian sperma yang

dibebaskan sebelum ejakulasi, yang merupakan salah satu alasan tinggginya laju

kegagalan metode keluarga berencana atau kontrol kelahiran dengan cara menarik

penis sebelum ejakulasi (Tate, 2009).

2.4.2.7 Uretra

Uretra merupakan saluran sperma dan urin. Uretra berfungsi sebagai

membawa sperma dan urin ke luar tubuh. Uretra memiliki panjang sekitar 20 cm

dan memanjang dari kantung kemih ke distal penis. Uretra dapat dibagi menjadi

3 bagian yaitu uretra prostat yang melewati kelenjar prostat, uretra membran

yang melewati lantai panggul dan dikelilingi oleh sfingter eksternal, dan uretra

spons atau penis uretra yang memperpanjang penis dan terbuka ujungnya (Tate,

2009).
17

2.4.2.8 Penis

Penis adalah organ yang berfungsi untuk tempat keluar urin, semen, serta

sebagai organ kopulasi. Penis terbagi atas 3 bagian yaitu, akar, badan, dan glans

penis yang banyak mengandung ujung – ujung saraf sensorik. Badan penis

terbentuk dari 3 masa jaringan erektil silindris, yang terdiri dari 2 korpus

kavernosum dan 1 korpus spongiosum disekitar uretra (Campbell, 2008).

Gambar 2.2. Struktur dan organ reproduksi pria (Wibowo, 2005).

2.4.3 Organ Reprduksi Wanita

2.4.3.1 Ovarium (Indung Telur)

Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi wanita yang berfungsi

untuk memproduksi ovum dan mensekresi hormon estrogen dan progesteron.

Ovarium memiliki panjang 3-5 cm dan lebar 2-3 cm dan tebal 1 cm dengan

bentuk seperti kacang kenari. Ovarium memiliki 3 lapisan utama: bagian

permukaan merupakan bagian terluar dari ovarium yang disusun oleh epitel

kuboid selapis atau yang biasa disebut dengan epitel germinal. Korteks

merupakan bagian yang terletak setelah bagian permukaan. Sebagian besar


18

disusun oleh jaringan ikat. Medulla merupakan bagian terdalam dari ovarium

yang disusun oleh jaringan neurovaskular (Irianto, 2004).

2.4.3.2 Tuba Fallopi

Tuba fallopi merupakan saluran panjang setelah infundibulum yang

bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan

bantuan silia pada dindingnya (Irianto, 2004).

2.4.3.3 Uterus

Uterus merupakan organ tunggal muscular dan berongga berbetuk seperti

buah pir terbalik dengan ukuran saat tidak hamil 7 cm, lebar 5 cm, dan diameter

2,3 cm. organ ini terletak dalam rongga pelvis diantara rectum dan kandung

kemih. Bagian – bagian uterus:

1. Perimetrium yaitu lapisan terluar yang berfungsi sebagi pelindung uterus

2. Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk

kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali kebentuk semula

setiap bulannya

3. Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah.

Bila tidak terjadi pembuahan, maka dinding endometrium inilah yang akan

meluruh bersama dengan sel ovum matang (Irianto, 2004).

2.4.3.4 Serviks

Serviks merupakan bagian dari uterus yang bentuknya menyempit

sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran

vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju vagina (Irianto,

2004).
19

2.4.3.5 Vagina

Vagina merupakan organ berdinding tebal yang berbentuk saluran

kelahiran jalan dan aliran menstruasi yang fungsinya juga sebagai tempat singgah

bagi sperma selama kopulasi. (Irianto, 2004).

Gambar 2.3. Struktur dan organ reproduksi Wanita (Wibowo, 2005)

2.4.4 Spermarogenesis, Oogenesis, dan Fertilisasi

a. Spermatogenesis

Spermatogenesis atau produksi sel – sel sperma dewasa adalah proses

yang terus menerus dan prolifik. Setiap ejakulasi laki – laki mengandung 100 –

650 juta sel sperma, dan seorang laki – laki dapat mengalami ejakulasi setiap hari

dengan kemampuan untuk membuahi yang hanya berkurang sedikit (Setiadi,

2007).

Sebagian besar spesies mamalia, kepala sperma mengandung nucleus

haploid ditudungi oleh badan khusus, yaitu akrosom yang mengandung enzim

yang membantu sperma menembus sel telur. Di belakang kepala sperma

mengandung sejumlah mitokondria yang menyediakan ATP untuk pergerakan


20

ekor yang berupa sebuah flagella. Spermatogenesis terjadi di dalam tubula

seminiferus testes (Campbell, 2008).

b. Oogenesis

Oogenesis adalah perkembangan telur (sel telur dewasa yang belum

dibuahi). Diantara kelahiran dan pubertas, sel – sel telur (oosit primer)

membesar, dan folikel di dalamnya tumbuh. Oosit primer mereplikasi DNA dan

memasuki profase 1 meiosis, tetapi tidak berubah lebih lanjut kecuali diaktifkan

kembali oleh hormon. Mulai saat pubertas FSH atau hormon perangsang folikel

untuk memulai pertumbuhan sekali lagi dengan menginduksi oosit primernya

untuk menyelesaikan pembelahan meiosis pertama (Tate, 2009).

Meiosis kemudian berhenti sekali lagi, oosit sekunder yang dibebaskan

selama ovulasi, tidak mengalami pembelahan meiosis kedua dengan seketika.

Pada manusia penetrasi sel telur oleh sperma memicu pembembelahan meiosis

kedua, dan setelah itulah oogenesis menjadi sempurna (Tate, 2009).

a. Fertilisasi

Fertilisasi merupakan proses pertemuan antara sel telur dan sel sperma

pada saat melakukan senggama, pria dapat mengeluarkan ratusan juta sel sperma.

Sperma dapat bertahan dalam saluran reproduksi wanita selama kurang lebih 24 -

48 jam sambil menunggu sel telur diovulasikan (Tate, 2009).

Pada saat fertilisasi terjadi, sperma akan mengalami proses kapasitasi

ketika bertemu dengan ovum. Kemudian sperma menembus zona pellucida sel

telur. Saat sperma dapat menembus sel telur, hanya kepala sperma yang bisa

masuk. Dari ratusan juta sperma, hanya akan ada satu sperma yang berhasil
21

menembus. Selanjutnya, inti sel sperma memasuki sitoplasma sel telur dan

terjadilah peleburan antara inti sperma dengan ovum sehingga terbentuklah zigot.

Proses pembuahan ini terjadi di ampula tuba falllopi pada wanita (Tate, 2009).

2.4.5 Siklus Menstruasi

Istilah siklus menstruasi secara spesisfik mengacu pada perubahan yang

terjadi di dalam uterus. Menstruasi ialah pendarahan fisiologis sebanyak 30-60 cc

dari rahim yang di keluarkan melalui vagina pada seorang wanita dewasa, sehat,

tidak hamil, dalam masa reproduksi dengan siklus tertentu (rata-rata siklus 28

hari). Siklus menstruasi sangat erat hubungannya dengan perubahan-perubahan

endometrium yang dipengaruhi oleh hormon secara berkala (Tate, 2009).

1. Fase menstruasi

Fase ini terjadi pada hari pertama dan berlangsung selama 3 – 7 hari

sebagai akibat penurunan kadar hormon progesteron. Darah yang keluar, berasal

dari lapisan endometrium rahim. Rahim akan berkontraksi untuk membantu

mengeluarkan darah. Tidak jarang apabila kontraksinya terlalu kuat akan

menyebabkan kram haid (dismenorea) pada perempuan.

2. Fase proliferasi

Fase ini berlangsung sejak berhentinya pendarahan hingga hari ke-14.

Pada fase ini, endometrium akan tumbuh kembali dan dipersiapkan untuk

perlekatan janin apabila terjadi pembuahan. Selanjutnya pada rentang hari ke-12

sampai 14 akan terjadi pelepasan sel telur (oosit) dari ovarium yang disebut

ovulasi. Proses ovulasi ini dipengaruhi oleh meningkatnya kadar hormon LH

yang tajam.
22

3. Fase sekresi

Fase ini terjadi pelepasan hormon progesteron sehingga endometrium

menjadi tebal dan akan aktif mrngeluarkan glikogen (nutrisi) yang bertujuan

untuk menopang kehidupan janin. Fase ini berlangsung selama 11 hari.

4. Fase premenstruasi

Fase ini berlangsung selama 3 hari sebelum kembali pada fase menstruasi.

Pada umumnya, siklus menstruasi berlangsung normal dan teratur tiap 28 hari

(Tate, 2009).

2.4.6 Kehamilan (gestasi), Persalinan, dan Laktasi

2.4.6.1. Kehamilan

Setelah terjadi pembuahan, kehamilan dapat terjadi dengan baik apabila

terjadi proses perlekatan zigot ke dinding rahim secara sempurna. Kehamilan pada

manusia terjadi sekitar 38 minggu sejak pembuahan. Embrio yang tumbuh akan

didukung oleh adanya membran seperti kantong kuning telur, amnion, korion, dan

alantois. Kantong kuning telur menyediakan nutrisi utama bagi embrio yang akan

mengandung spermatogonium atau oogonium setelah bayi dewasa. Lapisan

korion akan menjadi bagian utama plasenta yang melingkupi amnion dan kantong

kunig telur. Sedangkan alantois merupakan membran vaskular kecil yang mula –

mula sebagai tempat pembentukan darah dan untuk pernapasan, saluran makanan,

serta ekskresi (Rabe, 2003).

Pada peristiwa kehamilan, plasenta akan terbentuk pada bulan ketiga.

Fungsinya adalah untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida, suplai makanan

dari ibu ke janin, mencegah mikroorganisme masuk ke dalam janin, serta


23

menghasilkan hormon yang dibutuhkan untuk memelihara kehamilam (Rabe,

2003).

2.4.6.2. Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang

telah cukup bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina secara spontan.

Pada akhir kehamilan uterus secara progresif lebih peka sampai akhirnya timbul

kontraksi kuat secra ritmis sehingga bayi dilahirkan (Rabe, 2003).

2.4.6.3. Laktasi

Laktasi adalah suatu aspek perawatan dan pemeliharaan pasca lahir bagi

mamalia. Setelah kelahiran, penurunan kadar progesteron akan membebaskan

pituitari anterior dari umpan balik negatif sehingga terjadi sekresi prolaktin.

Prolaktin merangsang produksi susu setelah ada penundaan selama 2 atau 3 hari.

Pengeluaran susu dari kelenjar susu dikontrol oleh oksitosin (Campbell, 2008).

2.4.7 Metode Kontrasepsi dan Kelainan atau Penyakit

2.4.7.1. Metode Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah mencegah atau menghindari terjadinya kehamilan

akibat pertemuan antara sel telur dan sel sperma. Beberapa metode kontrasepsi

mencegah pelepasan telur dan sperma dewasa keluar dari gonad. Metode lain

mencegah pembuahan dengan cara menjaga sperma dan sel telur tetap terpisah

dan tidak pernah bertemu (Rabe, 2003). Berikut ini merupakan beberapa metode

kontrasepsi:
24

1). Kondom

Komdom adalah suatu membran alami tipis atau lapisan karet lateks yang

pas menutupi penis untuk mengumpulkan semen. Bagi perempuan, digunakan

diafragma yang merupakan tudung karet yang berbentuk kubah yang dipasang

dibagian atas vagina sebelum hubungan kelamin (Rabe, 2003).

2). IUD (Intrauterine Device)

IUD (Intrauterine Device) atau perkakas intrauterus yang berupa plastic

kecil atau perkakas logam yang dimasukan ke dalam rongga uterus, mencegah

implantasi blastosista dalam uterus. IUD menyebabkan angka kehamilan rendah,

tapi menyebabkan pengaruh yang membahayakan pada sebagian perempuan

(Rabe, 2003).

3). Pil KB

Pil pengontrol kehamilan yang paling banyak digunakan adalah kombinasi

estrogen dan progestin (hormon yang mirip dengan progesteron) sintetik. Kedua

hormon ini bekerja dengan umpan balik negatif untuk menghentikan pelepasan

GnRH oleh hipotalamus, serta pelepasan FSH (Rabe, 2003)

4). Suntik KB

Suntik KB ini mencegah lepasnya sel telur dari indung telur wanita, dan

mengentalkan lendir mulut rahim, sehingga spermatozoa tidak dapat masuk ke

dalam rahim (Rabe, 2003)

2.4.8 Kelainan / penyakit pada sistem reproduksi

Sistem reproduksi dapat mengalami gangguan akibat infeksi, penyakit atau

kelainan bawaan. Sebagian besar kelainan pada sistem reproduksi disebabkan oleh
25

penyakit dan infeksi. Penyakit yang tergolong PMS (penyakit menular seksual)

adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dengan penderita.

Berikut ini adalah beberapa penyakit menular seksual yang terjadi di masyarakat

(Wibowo, 2005).

2.4.8.1 Klamidia

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Kadang

timbul tanpa gejala, bila dengan gejala pada laki-laki biasanya terjadi rasa sakit

ketika buang air kecil, sakit dan pembengkakan pada testis. Pada perempuan

kadang terdapat bercak darah di luar masa menstruasi. Klamidia yang parah dapat

menyebabkan infertilitas (Wibowo, 2005).

2.4.8.2 Gonorea

Gonorea diakibatkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Pada laki-laki

kadang keluar cairan kekuningan dari alat kelamin. Pada perempuan keluar cairan

berwarna hijau kekuningan. Bakteri Neisseria dikenal mudah bermutasi menjadi

resisten terhadap antibiotik. Oleh karena itu penanganan Gonorea harus secara

intensif (Wibowo, 2005).

2.4.8.3 Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Treponema

palladium. Infeksi terjadi pada organ kelamin bagian luar. Sifilis dapat

berkembang ke tahap sekunder dan tersier yang amat sulit diamati. Sifilis

sekunder menular sedangkan tersier tidak menular. Meskipun demikian

menimbulkan berbagai kerusakan pada tubuh selain pada organ kelamin, otak,

jantung, pembuluh darah, hati, dan lain - lain. Sifilis yang ditularkan pada ibu
26

pada anaknya saat kelahiran, dapat menyebabkan kebutaan dan kematian. Sifilis

dapat diobati dengan penisilin dosis tinggi,, namun kerusakan jaringan yang

terjadi selama infeksi tidak dapat disembuhkan kembali (Wibowo, 2005).

2.4.8.4 Herpes Simpleks Genitalis

Herpes simpleks genital adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

herpes simpleks tipe 2 yang menyerang kulit di daerah genital luar, anus, dan

vagina. Gejalanya adalah rasa gatal, pedih, dan kemerahan pada kulit di daerah

kelamin disertai gejala flu seperti sakit kepala dan demam. Kemudian pada daerah

tersebut timbul lepuh kecil-kecil, selanjutnya lepuh menjadi keruh dan pecah,

timbul luka yang sering disertai dengan pembesaran limfa (Wibowo, 2005).

2.4.8.5 Aids (Aquired Immuno Deficiency Syndrome)

Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV)

yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga penderita AIDS

menjadi rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Gejala AIDS sulit diamati

karena mirip gejala penyakit lain. Untuk memastikan seseorang benar terkena

AIDS atau terinfeksi virus HIV diperlukan tes khusus. AIDS menular melalui

hubungan seksual, transfusi darah yang tercemar virus HIV, Penggunaan jarum

suntik yang tidak steril, dan dari ibu kepada bayinya (Wibowo, 2005).

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan pada penelitian ini yaitu

jika model pembelajaran Number Head Together (NHT) diterapkan pada mata

pelajaran biologi pokok bahasan sistem reproduksi, maka hasil belajar siswa akan

meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gorontalo, Kota Gorontalo

dengan menerapkan model pembelajaran Number Head Togerther (NHT) untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2017/2018

yaitu bulan Maret sampai dengan Juni 2018 mulai dari persiapan sampai

pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan hasil penelitian.

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-5 dengan jumlah 30

orang. Alasan pengambilan kelas XI IPA-5 karena berdasarkan hasil wawancara

dengan guru mata pelajaran, kelas XI IPA-5 masih sulit untuk memahami materi

ajar dan kurang komunikatif dibandingkan dengan kelas XI IPA lainnya.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan

secara bersiklus yang bertujuan untuk mencari solusi yang tepat pada

permasalahan yang ada di dalam kelas. Penelitian ini menggunakan model

Kemmis dan Mc. Taggart (dalam Arikunto, 2012) yang terdiri atas empat tahapan

yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/pemantauan, dan

refleksi. Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus yang

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

27
28

PELAKSANAAN

SIKLUS I PENGAMATAN
PERENCANAAN

REFLEKSI

PELAKSANAAN

SIKLUS II PENGAMATAN
PERENCANAAN

REFLEKSI

??

Gambar 3.1. Desain PTK model Kemmis dan Mc. Taggart (Arikunto,
2012).

3.3.1 Tahap Perencanaan / Persiapan

Tahap perencanaan yaitu menyiapkan perangkat pembelajaran yang

meliputi RPP yang mengacu pada sintaks model Number Head Together (NHT),

LKPD, dan buku – buku yang dapat menunjang pada saat pembelajaran.

Menyusun alat evaluasi untuk mengukur penguasaan materi pelajaran dalam

bentuk pengetahuan dan membuat lembar observasi untuk mengamati kegiatan


29

guru dan kegiatan siswa. Rencana pelaksanaan Pembelajaran dalam penelitian ini

disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Menggunakan Sintaks


Model Pembelajaran Number Head Together (NHT)

Kegiatan Langkah- Deskripsi Alokasi


langkah Waktu
Model NHT
Kegiatan 1. Guru memberikan salam 20 menit
Awal dan menyapa siswa
2. Berdoa dan dilanjutkan
dengan yanya jawab
tentang perasaan bersyukur
atas nikmat Allah berikan
hari ini.
3. Guru mengecek kehadiran
4. Guru menanyakan kabar
siswa dan kesiapan siswa
dalam menerima pelajaran
5. Melakukan apersepsi:
Adik – adik ada yang tahu
dengan cara apa manusia
menghasilkan keturunan
dan mampu
mempertahankan jenisnya?
6. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran

Kegiatan Fase 1 7. Membagi siswa ke dalam 60 menit


Inti Membagikan beberapa kelompok yang
siswa ke dalam beranggotakan 4- 5 orang
beberapa siswa dan memberikan
kelompok nomor yang berbeda –
beda.
Fase 2 8. Guru memberikan tugas
Membagikan dan masing – masing
LKPD yang kelompok mengerjakannya
berisi bahan
diskusi
Fase 3 9. Kelompok mendiskusikan
Melakukan pertanyaan – pertanyaan
diskusi yang ada di dalam LKPD,
bersama teman siswa berfikir bersama
kelompok untuk menemukan jawaban
30

dan menjelaskan jawaban


tersebut kepada anggota
timnya sehingga semua
anggota mengetahui
jawaban dari masing –
masing pertanyaan.
Fase 4 10. Guru memanggil salah satu
Melakukan nomor peseta didik dan
pemanggilan nomor yang dipanggil
nomor yang melaporkan hasil kerja
akan sama mereka.
mempresentasi 11. Peserta didik yang lain
kan hasil memberikan tanggapan,
diskusi kemudian guru menunjuk
nomor yang lain.
Kegiatan 12. Siswa diminta untuk 10 menit
Penutup menyimpulkan materi yang
telah didiskusikan dengan
bimbingan guru.
13. Guru menyimpulkan secara
keseluruh mengenai materi
yang telah dipelajari serta
meluruskan konsep dan
pemahaman siswa
mengenai sistem
reproduksi.
14. Guru mengingatkan materi
pelajaran untuk pertemuan
selanjutnya.
15. Menutup pelajaran dengan
mengucapkan salam.

3.3.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini

disesuaikan dengan RPP yang telah dibuat yaitu dengan mengggunakan sintaks

model pembelajaran Number Head Together (NHT) siswa dibagi ke dalam

beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa dan memberikan nomor

yang berbeda – beda kepada siswa serta membagikan LKPD yang berisi bahan

diskusi untuk didiskusikan bersama teman kelompok dan memastikan bahwa


31

setiap anggota kelompok mengetahui jawaban dari setiap bahan diskusi yang ada

di LKPD dengan waktu pengerjaan selama ± 20 menit. Selanjutnya guru akan

memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka

sedangkan untuk siswa yang lain memberikan tanggapan atau sanggahan. Setelah

siklus I selesai dilaksanakan, maka siswa diberikan evaluasi. Tujuan dari evaluasi

ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah

dipelajari.

3.3.3 Tahap Pengamatan

Tahap pengamatan meliputi hal-hal yang akan diamati pada tahap

pelaksanaan tindakan yaitu kegiatan guru dan kegiatan siswa. Kegiatan guru

diamati oleh 2 observer yakni guru mata pelajaran biologi dan kegiatan siswa

diamati oleh 2 observer yakni teman sejawat mahasiswa.

3.3.4 Tahap Refleksi

Tahap refleksi ini sangat penting dalam proses penelitian tindakan kelas.

Refleksi dilaksanakan dengan memperhatikan data yang diperoleh di lapangan,

yaitu dengan menganalisis proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan

kegiatan siswa di dalam kelas saat diterapkan model pembelajaran Number Head

Together (NHT) . Refleksi ini dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan yang

dilaksanakan sudah mencapai indikator yang ditetapkan. Kegiatan refleksi sebagai

tolak ukur untuk merencanakan siklus berikutnya.

3.3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

menggunakan tes dan lembar observasi untuk memperoleh data kuantitatif


32

mengenai ketuntasan belajar siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes

digunakan untuk mengukur ketuntasan belajar siswa pada ranah pengetahuan.

3.3.6 Instrumen Pengumpulan Data

3.3.6.1 Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk objektif

untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif tingkat C2 (memahami),

C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), dan C5 (mengevaluasi) saat proses

belajar terjadi dengan penerapan model Number Head Together (NHT) pada

materi sistem reproduksi.

3.3.5. 2 Observasi

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini terkait dengan pengamatan

terhadap aktivitas guru (berupa aktivitas mengajar dan langkah pembelajaran yang

dilakukan) dan siswa (berupa aktivitas belajar) selama pembelajaran Biologi

dengan menggunakan model pembelajaran Number Head Together (NHT) di

kelas XI IPA-5. Cara yang ditempuh observer dalam melakukan penilaian yaitu

dengan membubuhkan tanda ceklis () pada setiap kolom indikator sesuai dengan

pengamatan atau penilaian observer dengan kriteria: 1, 2, 3, dan 4 dapat dilihat

pada (Lampiran 3) untuk aktivitas guru dan (Lampiran 5) untuk kegiatan siswa.

Observasi untuk mengamati kegiatan guru dilakukan oleh guru mata

pelajaran selaku observer dan untuk kegiatan siswa dilakukan oleh teman sejawat

mahasiswa yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Adapun

instrumen untuk kegiatan guru dapat dilihat pada (Lampiran 3) dan untuk kegiatan

siswa dapat dilihat pada (Lampiran 5).


33

3.4 Teknik Analisis Data

3.4.1 Analisis Kegiatan Guru dan Kegiatan Siswa

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik

analisis deskriptif kualitatif. Untuk kegiatan guru dan kegiatan siswa dianalisis

dengan menggunakan rumus:

% capaian = /
100%

Hasil capaian tersebut dimasukan ke dalam 5 kategori predikat. Hal ini

titunjukan pada Tabel 3.4 di bawah ini:

Tabel 3.4. Kategori Predikat Untuk Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Dan
Kegiatan Siswa

No Interval Kategori
1 90-100% Sangat baik
2 70-89% Baik
3 50-69% Cukup
4 30-49% Kurang
5 19-29% Sangat kurang
Keterangan: Patokan keberhasilan minimal 75% dan apabila kurang dari 75%
diperlukan perbaikan.
(Arikunto, 2012)

3.4.2 Teknik Analisis Hasil Belajar

Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis

dalam bentuk objektif yang terdiri dari 15 butir. Data hasil belajar diperoleh dari

nilai ujian siklus yang diberikan pada akhir pembelajaran.

Dalam menganalisis ketercapaian hasil belajar siswa secara umum dapat

digambarkan dengan deskripsi terhadap nilai rata-rata hasil belajar siswa di


34

dalam kelas. Rumus yang akan digunakan untuk melihat ketuntasan hasil belajar

yaitu:

a. Ketuntasan individu

Untuk menganalisis data ketuntasan individu dalam tes hasil belajar,

digunakan rumus persentase sebagai berikut:

Ketuntasan individual = x 100

(Purwanto, 2012)

b. Ketuntasan Klasikal

Untuk menganalisis data ketuntasan klasikal penugasan kelas atas bahan

yang telah disajikan dapat digunakan rumus persentase sebagai berikut:

Ketuntasan Klasikal = x 100%

(Purwanto, 2012).

c. Nilai Rata-rata

Nilai Rata-rata = x 100%

(Purwanto, 2012).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang

dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gorontalo pada semester genap tahun ajaran

2017/2018 pada materi Sistem Reproduksi. Kelas yang diberikan tindakan dalam

penelitian ini yaitu kelas XI IPA-5 dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang yang

terdiri dari 9 siswa laki – laki dan 21 siswa perempuan. Peneliti menggunakan

model pembelajaran Number Head Together (NHT) yang bertujuan untuk

meningkatkan aktivitas guru, meningkatkan aktivitas siswa selama mengikuti

pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA-5 di SMA

Negeri 1 Gorontalo.

Penelitian ini dilaksanakan bersiklus. Siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan

dan siklus II hanya terdiri dari 1 kali pertemuan. Setiap pertemuan yaitu 2 x 45

menit. Setiap akhir pembelajaran diadakan evaluasi untuk mengukur pemahaman

siswa tentang materi yang telah dipelajari. Pada siklus I masih terdapat banyak

kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki yang menyebabkan kegiatan

pembelajaran harus dilanjutkan ke siklus II.

4.1.1 Siklus I

4.1.1.1. Data Hasil Pengamatan Aktivitas Guru

Pengamatan aktivitas guru dalam proses belajar mengajar dilakukan oleh

observer selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guna untuk mengamati

seluruh kegiatan guru dalam mengajar dan melihat kekurangan-kekurangan atau

35
36

permasalahan dalam proses pembelajaran sehingga kekurangan-kekurangan atau

permasalahan tersebut akan diperbaiki pada siklus/pembelajaran selanjutnya.

Berikut ini disajikan data hasil capaian kegiatan guru siklus I pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Hasil Capaian Kegiatan Guru Siklus I


Siklus I
No Aspek Penilaian Aktivitas Guru Pertemuan Pertemuan Rata- %
ke-1 ke-2 rata Capaian
1 Memberikan salam dan berdoa 3 3.5 3.3 81.3
bersama
2 Mengabsen, menanyakan kabar 3 3.5 3.3 81.3
siswa dan kesiapan siswa dalam
menerima pelajaran.
3 Melakukan kegiatan apersepsi dan 2.5 3 2.8 68.8
motivasi
4 Menyampaikan indikator 3 3.5 3.3 81.3
pembelajaran
5 Membagi siswa ke dalam beberapa 2 3 2.5 62.5
kelompok
6 Membagi nomor kepala 3.5 3.5 3.3 87.5

7 Menyampaikan aturan main diskusi 2 3 2.5 62.5


model NHT
8 Membagikan LKPD kepada setiap 3 3.5 3.3 81.3
kelompok
9 Membimbing siswa dalam diskusi 2.5 3 2.8 68.8
kelompok
10 Mengamati dan membimbing siswa 2 3 2.5 62.5
yang sedang melakukan presentasi
dan diskusi
11 Mengoreksi konsep yang belum 2.5 3.5 3.0 75.0
jelas
12 Menyimpulkan materi 2.5 3 2.8 68.8
13 Memberikan evaluasi 3 3.5 3.3 81.3
14 Memberikan tugas rumah 3 3,0 3.0 75.0
15 Menutup pembelajaran dengan doa 4 3.5 3.8 93.8
serta salam

Jumlah 45.3
Kategori 75.4%
Cukup
Keterangan : Data setiap aspek aktivitas guru pada pertemuan 1 dan 2 merupakan
rata-rata dari nilai yang diberikan oleh 2 orang observer. Rincian
data yang diberikan oleh observer 1 dan 2 (yang belum di rata-
ratakan) dapat dilihat pada lampiran 4.
37

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan aktivitas guru

pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 dengan menggunakan model pembelajaran

Number Head Together (NHT), dari 15 aspek kegiatan guru terdapat 6 aspek yang

terendah yaitu: 1) Melakukan kegiatan apersepsi dan motivasi, 2) Membagi siswa

ke dalam beberapa kelompok, 3) Menyampaikan aturan main diskusi model NHT,

4) Membimbing siswa dalam diskusi kelompok, 5) Mengamati dan membimbing

siswa yang sedang melakukan presentasi dan diskusi, 6) Menyimpulkan materi.

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I diperoleh kegiatan guru sebesar

75.4% atau termasuk dalam kategori cukup (Lampiran 4). Aspek – aspek inilah

yang akan diperbaiki pada siklus II.

4.1.1.2 Data Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Pengamatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di kelas XI IPA-5

SMA Negeri 1 Gorontalo dilakukan oleh observer (rekan peneliti). Data hasil

pengamatan aktivitas siswa saat pelaksanaan pembelajaran terdiri dari 8 indikator

yaitu: 1) Memberi tanggapan atas apersepsi yang diberikan oleh guru, 2)

Memperhatikan penjelasan guru, 3) Siswa antusias mengerjakan LKPD, 4)

Melakukan diskusi dengan teman yang 1 kelompok, 5) Siswa mempresentasikan

hasil diskusi, 6) Respon positif terhadap teman yang bertanya atau menyangga, 7)

Mampu mengemukakan pendapat, 8) Siswa dapat menyimpulkan materi.

Pengamatan dan penilaian dilakukan saat kegiatan pembelajaran berlangsung dan

penilaiannya secara individu


38

Berikut ini disajikan data hasil capaian aktivitas siswa siklus I pada Tabel

4.2.

Tabel 4.2. Data Hasil Capaian Aktivitas Siswa Siklus I


Siklus I
No Aspek yang Diamati Pertemuan Pertemuan
% Capaian
1 2
1 Memberikan tanggapan atas apersepsi 60.0 73.1 67.6
yang disampaikan oleh guru
2 Memperhatikan penjelasan guru 60.2 70.4 65.3
3 Siswa antusias mengerjakan LKPD 77.8 87.0 82.4
4 Melakukan diskusi dengan teman 1 76.9 83.3 80.1
kelompok
5 Siswa mempresentasikan hasil diskusi 75.9 80.6 78.2
6 Respon positif terhadap teman yang 60.2 71.3 65.7
bertanya atau menyangga
7 Mampu mengemukakan pendapat 60.2 73.1 66.7
8 Siswa dapat menyimpulkan materi 77.8 84.3 81.0

Rata-rata 70.5%
Kategori CUKUP

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan aktivitas

siswa pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 dengan menggunakan model

pembelajaran Number Head Together (NHT), dilihat bahwa presentase capaian

aktivitas siswa yang terendah yaitu: 1) Memberikan tanggapan atas apersepsi yang

disampaikan oleh guru, 2) Memperhatikan penjelasan guru, 3) Respon positif

terhadap teman yang bertanya atau menyangga, 4) Mampu mengemukakan

pendapat (Lampiran 6). Aspek – aspek inilah yang akan diperbaiki pada siklus II.

4.1.1.3 Data Hasil Belajar Siswa Siklus I

Hasil belajar yang dimaksud pada penelitian ini berfokus pada hasil belajar

ranah kognitif (pengetahuan). Hasil belajar siswa pada siklus I diukur dengan tes
39

objektif sebanyak 15 butir. Berikut data hasil belajar siswa dapat dilihat pada

Tabel 4.3

Tabel 4.3. Data Hasil Belajar Siswa Siklus I


Ketuntasan
Jumlah
Siklus Individual Persen Kategori
Siswa
Tuntas Tidak Tuntas Klasikal
Belum
I 30 19 (63,3%) 11 (36,7%) 63,3%
Tuntas

Berdasarkan Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa hasil belajar kognitif siswa

dengan menggunakan model pembelajaran Number Head Together (NHT) yang

dilakukan oleh guru belum berhasil meningkatkan hasil belajar kognitif siswa

karena belum mencapai kriteria ketuntasan yang ditentukan yaitu 75%. Dari hasil

tes terdapat 63,3% yaitu 19 orang siswa yang tuntas dan 11 orang siswa yang

tidak tuntas (Lampiran 9).

4.1.1.4 Refleksi Tindakan Siklus I

Refleksi ini dimaksudkan untuk menilai apakah tindakan yang

dilaksanakan sudah sesuai dengan yang direncanakan serta mampu meningkatkan

hasil belajar kognitif siswa. Hasil data yang diperoleh dari proses tindakan pada

siklus I diolah dan dilakukan refleksi bersama observer. Hasilnya menunjukan

bahwa proses tindakan pada siklus I belum terlaksana sesuai dengan yang

diharapkan, karena masih banyak aspek yang menyangkut aktivitas guru, aktivitas

siswa belum memenuhi kriteria keberhasilan pencapaian tindakan yang telah

ditetapkan, sehingga berdampak pada hasil belajar kognitif siswa. Untuk

mencapai kriteria keberhasilan aspek aktivitas guru dan aktivitas siswa, maka

perlu tindak lanjut untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut pada

siklus II.
40

Refleksi ini dilakukan setiap kali pertemuan pada saat akhir pembelajaran.

Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan pada setiap kali pertemuan yakni:

a. Aktivitas Guru

Berdasarkan hasil pengamatan dari 15 aspek aktivitas guru yang diamati

oleh observer, terdapat 6 aspek yang memperoleh nilai kriteria kurang, antara lain

dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Refleksi Aktivitas Guru Siklus I


No Aspek Masalah Solusi
1. Melakukan kegiatan Penyampaian Apersepsi yang disampaikan
apersepsi dan motivasi apersepsi tidak kepada siswa sebaiknya
mengaitkan berkaitan dengan materi
dengan materi yang sebelumya dan dalam
yang pemberian motivasi lebih
sebelumnya. ditingkatkan lagi, cara
kurangnya menyampaikannya jangan
pemberian terburu – buru serta
motivasi menggunakan bahasa yang
baku.
2. Membagi siswa ke Pembagian Kelompok harus dibagi
dalam beberapa kelompok tidak secara heterogen, dilihat
kelompok dibagi secara berdasarkan tingkat
heterogen pengetahuan sehingga
pembagian kelompok lebih
maksimal
3. Menyampaikan aturan Penyampaian Penyampaian cara
main diskusi model aturan main membentuk kelompok
NHT diskusi model disampaikan dengan singkat
NHT terlalu dan jelas. Penyampaian yang
panjang dan terlalu panjang membuat
terbelit- belit. siswa bingung dengan cara
pengelompokan.
4. Membimbing siswa Hanya terfokus Semua kelompok seharusnya
dalam diskusi kelompok kebeberapa dibimbing. Tidak hanya
kelompok saja terfokus pada beberapa
yang dibimbing kelompok saja.
saat diskusi
5. Mengamati dan Hanya beberapa Membimbing setiap siswa
membimbing siswa siswa saja yang yang sedang melakukan
yang sedang melakukan dibimbing saat presentasi dan diskusi dan
41

presentasi dan diskusi diskusi tidak hanya terfokus pada


beberapa orang siswa saja.
6. Menyimpulkan materi Menyimpulkan Menyimpulkan materi harus
materi tidak berdasarkan indikator yang
berdasarkan telah diajarkan .
indikator

Berdasarkan Tabel 4.4, dari hasil refleksi yang dilakukan pada siklus I

bersama observer, masih terdapat aspek dalam belajar mengajar yang belum

optimal. Aspek tersebut mempengaruhi aktivitas siswa dan hasil belajar siswa

yang belum meningkat sesuai dengan standar ketuntasan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil refleksi tersebut, peneliti merasa perlu menyempurnakan

rencana tindakan pada siklus II. Rencana tindakan yang tidak terlaksana pada

siklus I, dilaksanakan pada siklus II.

b. Aktivitas Siswa

Berdasarkan hasil pengamatan dari 8 aspek aktivitas siswa yang diamati

oleh observer, terdapat 4 aspek yang memperoleh nilai kriteria kurang, antara lain

dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5. Refleksi Aktivitas Siswa Siklus I


No Aspek Masalah Solusi
1. Memberikan tanggapan Penyampaian Apersepsi yang disampaikan
atas apersepsi yang apersepsi tidak oleh guru harus berkaitan
disampaikan oleh guru mengaitkan dengan materi yang
dengan materi sebelumya dan cara
yang menyampaikannya jangan
sebelumnya. terburu – buru serta
menggunakan bahasa yang
baku..
2. Memperhatikan Sebagian siswa Memberikan motivasi
penjelasan guru tidak kepada siswa untuk lebih
memperhatikan serius dalam mengikuti
saat guru pembelajaran sehingga siswa
menjelaskan mampu menyimpulkan
materi dan dapat
mengerjakan soal evaluasi
42

dengan baik pada akhir


pembelajaran nanti.
3. Respon positif terhadap Kurang Memotivasi siswa agar lebih
teman yang bertanya memberikan merespon terhadap teman
atau menyangga respon terhadap yang bertanya atau
temannya yang menyangga dan akan
bertanya memberikan poin tambahan
ataupun untuk siswa yang aktif
menyangga bertanya maupun
menyanggga.
4. Mampu mengemukakan siswa merasa Menanamkan rasa percaya
pendapat tidak berani dan diri kepada siswa untuk
kurang percaya dapat mengemukakan
diri dalam pendapat meskipun pendapat
mengemukakan yang disampaikan kurang
pendapat tepat dan memberikan
pemahaman bahwa mereka
memilki kemampuan masing
– masing yang dapat
dikembangkan.

Berdasarkan Tabel 4.5, hasil refleksi bersama observer masih ada beberapa

aspek dalam aktivitas siswa yang tidak terlaksana dengan baik atau sesuai dengan

yang telah direncanakan sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa, maka

peneliti merasa perlu menyempurnakan pada pada siklus II.

4.1.2 Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka diambil tindakan

penyempurnaan pada siklus II. Aspek dalam belajar mengajar yang menyangkut

aktivitas guru dan aktivitas siswa yang masih berkategori cukup. Pada siklus II

ini peneliti melakukan pembelajaran dengan tindakan yang sama dan

tambahan/perbaikan berdasarkan hasil refleksi. Hasil kegiatan pelaksanaan pada

siklus II ini diuraikan sebagai berikut:


43

4.1.2.1. Hasil Pengamatan Aktivitas Guru

Pengataman aktivitas guru pada siklus II lebih diarahkan pada 15

aspek yakni sesuai dengan rancangan yang terdapat dalam RPP. Hasil pengamatan

aktivitas guru siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut ini:

Tabel 4.6. Data Hasil Capaian Aktivitas Guru Siklus II


Siklus II
No Aspek Penilaian Aktivitas Guru Pertemuan Pertemuan Rata- %
ke-1 ke-2 rata Capaian
1 Memberikan salam dan berdoa 4 4 4 100
bersama
2 Mengabsen, menanyakan kabar 4 4 4 100
siswa dan kesiapan siswa dalam
menerima pelajaran.
3 Melakukan kegiatan apersepsi dan 4 3 3.5 87.5
motivasi
4 Menyampaikan indikator 4 4 4 100
pembelajaran
5 Membagi siswa ke dalam beberapa 3 4 3.5 87.5
kelompok
6 Membagi nomor kepala 4 4 4 100

7 Menyampaikan aturan main diskusi 3 4 3.5 87.5


model NHT
8 Membagikan LKPD kepada setiap 3 4 3.5 87.5
kelompok
9 Membimbing siswa dalam diskusi 3 4 3.5 87.5
kelompok

10 Mengamati dan membimbing siswa 2 4 3 75


yang sedang melakukan presentasi
dan diskusi
11 Mengoreksi konsep yang belum 3 4 3.5 87.5
jelas
12 Menyimpulkan materi 4 3 3.5 87.5
13 Memberikan evaluasi 3 4 3.5 87.5
14 Memberikan tugas rumah 4 3 3.5 87.5
15 Menutup pembelajaran dengan doa 4 4 4 100
serta salam

Jumlah 54.5
Kategori 90.8%
SANGAT
BAIK
Keterangan : Data setiap aspek aktivitas guru pada pertemuan 1 merupakan rata-
rata dari nilai yang diberikan oleh 2 orang observer.
44

Berdasarkan data aktivitas guru pada Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa rata-

rata persentase capaian aktivitas guru meningkat dari 75.4% pada siklus I menjadi

90.8% pada siklus II dan termasuk dalam kategori sangat baik. Beberapa aspek

yang memperoleh nilai terendah pada siklus I antara lain: 1) Melakukan kegiatan

apersepsi dan motivasi, 2) Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, 3) Siswa

Menyampaikan aturan main diskusi model NHT, 4) Membimbing siswa siswa ke

dalam beberapa kelompok, 5) Mengamati dan membimbing siswa yang sedang

melakukan presentasi dan diskusi, dan 6) Menyimpulkan materi, sudah meningkat

dari kategori cukup menjadi kategori baik dan sangat baik pada siklus II.

4.1.2.2. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Pengamatan aktivitas siswa pada siklus II dalam proses belajar mengajar

dilakukan oleh observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Tabel 4.7. Data Hasil Capaian Aktivitas Siswa Siklus II


Siklus II
No Aspek yang Diamati Pertemuan
% Capaian
1
1 Memberikan tanggapan atas apersepsi 85.2 85.2
yang disampaikan oleh guru

2 Memperhatikan penjelasan guru 83.3 83.3

3 Siswa antusias mengerjakan LKPD 91.7 91.7


4 Melakukan diskusi dengan teman 1 93.5 93.5
kelompok
5 Siswa mempresentasikan hasil diskusi 90.7 90.7
6 Respon positif terhadap teman yang 86.1 86.1
bertanya atau menyangga
7 Mampu mengemukakan pendapat 82.4 82.4
8 Siswa dapat menyimpulkan materi 88.8 88.8

Rata-rata 87.7%
Kategori BAIK
45

Berdasarkan data aktivitas siswa pada Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa rata-

rata persentase capaian aktivitas siswa meningkat dari 70.5% pada siklus I

menjadi 87.7% pada siklus II dan termasuk dalam kategori baik. Persentase setiap

aspek aktivitas siswa juga sudah mencapai indikator yang ditetapkan sebelumnya

yaitu minimal 75%. Beberapa aspek yang memperoleh nilai terendah pada siklus I

antara lain: 1) Memberi tanggapan atas apersepsi yang disampaikan oleh guru, 2)

Memperhatikan penjelasan guru, 3) Respon positif terhadap teman yang bertanya

atau menyangga, 4) Mampu mengemukakan pendapat, sudah meningkat dari

kategori cukup menjadi kategori baik dan sangat baik pada siklus II (Lampiran

11).

4.1.2.2.Hasil Belajar Siswa Siklus II

Hasil belajar siklus II seperti halnya pada siklus I juga diukur dengan tes

sebanyak 15 butir soal objektif yang telah divalidasi. Hasil analisis ketuntasan

belajar siswa secara individu dan klasikal pada materi sistem reproduksi siklus II

dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Data Hasil Belajar Siswa Siklus II


Ketuntasan
Jumlah
Siklus Individual Persen Kategori
Siswa
Tuntas Tidak Tuntas Klasikal
Tuntas
I 30 24 (80%) 6 (20%) 80%

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa setelah

dilakukan tes pada siklus II sudah dapat dikatakan tuntas. Terjadi peningkatan

jumlah siswa yang tuntas pada siklus II yaitu mencapai 24 orang dan siswa yang

tidak tuntas sebanyak 6 orang. Ketuntasan klasikal kelas XI IPA-5 pada siklus II
46

sudah mencapai 80% dan sudah memenuhi standar ketuntasan yang ditetapkan

(Lampiran 14).

4.1.2.4. Peningkatan Aktivitas Guru menggunakan Model Number Head


Together (NHT) Siklus I Dan Siklus II

Aktivitas guru pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan setelah

diterapkan model pembelajaran Number Haed Together (NHT). Hal ini dapat

dapat dilihat dari grafik peningkatan aktivitas guru pada Gambar 4.1 berikut ini:

120.0
Aktivitas Guru
100.0

80.0

60.0
SIKLUS I
SIKLUS II
40.0

20.0

0.0
AG AG AG AG AG AG AG AG AG AG AG AG AG AG AG
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar 4.1. Grafik Peningkatan 15 Aspek Aktivitas Guru Siklus I dan II


Keterangan:
AG 1 : Memberikan salam dan berdoa bersama
AG 2 : Mengabsen, menanyakan kabar siswa dan kesiapan siswa dalam
menerima pelajaran
AG 3 : Melakukan kegiatan apersepsi dan motivasi
AG 4 : Menyampaikan indikator pembelajaran
AG 5 : Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok
AG 6 : Membagi nomor kepala
AG 7 : Menyampaikan aturan main diskusi model NHT
AG 8 : Membagikan LKPD kepada setiap kelompok
AG 9 : Mengamati dan membimbing siswa yang sedang melakukan presentasi
dan diskusi
47

AG 10 : Membimbing siswa untuk saling bertukar pikiran dalam kelompok


diskusi
AG 11 : Memgoreksi konsep yang belum jelas
AG 12 : menyimpulkan materi
AG 13 : Memberikan evaluasi
AG 14 : Memberikan tugas rumah
AG 15 : Menutup pelajaran dan berdoa serta salam

Berdasarkan grafik nilai aktivitas guru siklus I dan II yang ditunjukkan

pada Gambar 4.1 dapat dilihat kemajuan aktivitas guru sangatlah baik. Kemajuan

aktivitas guru dapat dipresentasikan melalui grafik nilai rata-rata aktivitas guru

pada Gambar 4.2 berikut ini:

Rata-rata Aktivitas Guru


90.8
100.0 75.4
80.0

60.0 Siklus I
Siklus II
40.0

20.0

0.0
Siklus I Siklus II

Gambar 4.2. Grafik nilai rata - rata aktivitas guru siklus I dan II

Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat persentase nilai rata-rata untuk

aktivitas guru pada siklus I adalah 75.4 sedangkan untuk siklus II 90.8. Dengan

demikian terjadi peningkatan aktivitas guru setelah dilaksanakan pembelajaran

dengan menggunakan model Number Head Together (NHT).


48

4.1.2.5.Peningkatan Aktivitas Siswa menggunakan Model Number Head


Together (NHT) Sikli I Dan Siklus II

Aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan setelah

diterapkan model pembelajaran Number Haed Together (NHT). Hal ini dapat

dapat dilihat dari grafik peningkatan aktivitas guru pada Gambar 4.3 berikut ini:

Aktivitas siswa
100.0

80.0

60.0
Siklus I
40.0 Siklus II

20.0

0.0
AS 1 AS 2 AS 3 AS 4 AS 5 AS 6 AS 7 AS 8

Gambar 4.3. Grafik Peningkatan 8 Aspek Aktivitas Siswa Siklus I dan II


Keterangan:
AS 1 : Memberikan tanggapan atas apersepsi yang disampaikan oleh guru
AS 2 : Memperhatikan penjelasan guru
AS 3 : Siswa antusias mengejakan LKPD
AS 4 : Melakukan diskusi dengan teman 1 kelompok
AS 5 : Siswa mempresentasikan hasil diskusi
AS 6 : respon positif terhadap teman yang bertanya dan menyangga
AS 7 : mampu mengemukakan pendapat
AS 8 : Siswa dapat menyimpulkan materi

Berdasarkan grafik nilai aktivitas siswa siklus I dan II yang ditunjukkan

pada Gambar 4.3 dapat dilihat kemajuan aktivitas siswa sangatlah baik. Kemajuan

aktivitas siswa dapat dipresentasikan melalui Grafik nilai rata-rata aktivitas siswa

dapat dilihat pada Gambar 4.4.


49

Rata-rata Aktivitas Siswa


100.0
87.7
90.0
80.0 70.5
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
Siklus I Siklus II

Gambar 4.4. Grafik nilai rata – rata aktivitas siswa siklus I dan II

Berdasarkan Gambar 4.2, dapat dilihat persentase nilai rata-rata untuk

aktivitas siswa pada siklus I adalah 70.5 sedangkan untuk siklus II 87.7 Dengan

demikian terjadi peningkatan aktivitas siswa setelah dilaksanakan pembelajaran

dengan menggunakan model Number Head Together (NHT).

4.1.2.6.Peningkatan Hasil Belajar Siswa menggunakan Model Number Head


Together (NHT)

Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan

setelah dilakukann perbaikan proses pembelajaran pada aktivitas guru dan

aktivitas siswa yaitu dengan menerapkan model pembelajaran Number Haed

Together (NHT). Hal ini dapat dapat dilihat dari grafik peningkatan aktivitas guru

pada Gambar 4.5 berikut ini:


50

Persen Ketuntasan Klasikal


80%
80% 63%

60%
Siklus I
40% Siklus II

20%

0%
Siklus I Siklus II

Gambar 4.5. Grafik peningkatan hasil belajar dilihat dari ketuntasan klasikal
siklus I dan II

Berdasarkan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pada siklus I ketuntasan

individu hanya 19 siswa yang tuntas atau secara klasikal hanya 63% dari 30 siswa

yang mencapai nilai KKM (≥75), namun pada siklus II terjadi peningkatan

ketuntasan individu yaitu sebanyak 24 siswa tuntas atau 80% dari 30 siswa sudah

mencapai standar ketuntasan yang telah ditetapkan. Peningkatan hasil belajar

siswa ini disebabkan karena adanya perbaikan proses pembelajaran dengan

menggunakan model NHT pada siklus II.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan

oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti dengan cara merancang, melaksanakan

dan merefleksi tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan

kualitas proses pembelajaran di kelas melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu

siklus. Hal ini sesuai dengan yang di jelaskan oleh Mulyasa (2009) bahwa:

penelitian tindakan kelas dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas


51

proses dan hasil belajar sekelompok peserta didik melalui proses pembelajaran di

dalam kelas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran

Number Head Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran biologi dengan materi ajar sistem reproduksi. Model pembelajaran ini

dipilih peneliti untuk memotivasi siswa agar terlihat aktif dalam pembelajaran.

Pengambilan data diperoleh dari hasil pengamatan seluruh kegiatan guru dan

kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat dilihat dari

beberapa hasil penilaian terhadap pelaksanaan tindakan sebagai berikut:

4.2.1 Peningkatan Aktivitas Guru menggunakan Model Pembelajaran


Number Head Together (NHT)

Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I, terdapat 15 aspek penilaian

pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru pada saat melaksanakan

pembelajaran. Dari ke 15 aspek tersebut ada beberapa aspek kegiatan guru yang

belum mencapai indikator yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena

kesiapan guru yang masih kurang dan sulitnya guru membangun komunikasi

dengan siswa. Beberapa aspek yang masih kurang di siklus 1 antara lain: 1)

Melakukan kegiatan apersepsi dan motivasi, 2) Membagi siswa ke dalam

beberapa kelompok, 3) Menyampaikan aturan main diskusi model NHT, 4)

Membimbing siswa dalam diskusi kelompok, 5) Mengamati dan membimbing

siswa yang sedang melakukan presentasi dan diskusi, 6) Menyimpulkan materi.

Aspek-aspek inilah yang menjadi fokus perbaikan oleh peneliti di siklus II.

Setelah dilakukan perbaikan pada siklus II, terjadi peningkatan aspek aktivitas

guru yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.


52

Peningkatan aktivitas guru pada Gambar 4.2, yaitu pada siklus I 75.4%

meningkat menjadi 90.8% pada siklus II, hal terjadi karena adanya usaha guru

untuk memperbaiki proses pembelajaran pada siklus II melalui refleksi yang

dilakukan pada siklus I yaitu lebih meningkatkan lagi kesiapan guru dan

membangun komunikasi lebih baik dengan siswa. Hasil perbaikan dibuktikan

dengan meningkatnya semua aspek aktivitas guru pada siklus II yang dapat dilihat

pada Gambar 4.1.

Aspek melakukan kegiatan apersepsi pada siklus I dari 68.8% meningkat

menjadi 87.5%. Pada siklus I kegiatan apersepsi dan motivasi yang dilakukan oleh

guru memperoleh kategori cukup. Hal ini disebabkan karena apersepsi dan

motivasi yang disampaikan guru kurang menarik minat dan perhatian siswa

karena apersepsi yang diberikan tidak mengaitkan dengan pembelajaran yang

sebelumnya serta penyampaian terburu – buru . Berdasarkan hasil refleksi

bersama guru Biologi maka diperoleh perbaikan bahwa penyampaian apersepsi

dan motivasi seharusnya bisa merangsang siswa untuk dapat berpikir dan

menjawab dengan mengaitkan pembelajaran sebelumnya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Hudojo dalam Paembonan dkk (2014) bahwa sebelum mempelajari

konsep B seseorang perlu memahami lebih dulu konsep A dan pentingnya

menimbulkan motivasi belajar siswa, sebab siswa yang diberi motivasi belajar

akan lebih siap belajar dari pada siswa yang tidak diberi motivasi belajar.

Berdasarkan teori tersebut dalam proses pembelajaran penyampaian apersepsi

guru harus mengaitkan dengan materi sebelumnya dan guru harus lebih
53

memotivasi siswa dalam belajar sehingga siswa lebih memiliki daya tarik dalam

belajar.

Pada siklus I pembagian kelompok langsung dibagi oleh peneliti namun

tidak heterogen sehingga hasil yang didapatkan tidak sesuai kriteria yang telah

ditentukan. Namun pada siklus II, pembagian kelompok terlebih dibentuk secara

heterogen berdasarkan tingkat pengetahuan, siswa yang memiliki kemampuan

yang tinggi diberikan nomor urutan pertama kemudian urutan yang selanjutnya

siswa yang memiliki kemampuan yang sedang. Hal ini sejalan dengan pendapat

Pradana (2010) sistem kelompok yang heterogen melatih siswa untuk berinteraksi

sosial dengan sesama teman sehingga dapat menimbulkan percaya diri. Hal inilah

yang menyebabkan peningkatan aspek pembagian kelompok dari 62.5% menjadi

87.5%.

Pada siklus I penyampaian aturan main diskusi model NHT terlalu panjang

dan terbelit – belit sehingga masih banyak siswa yang belum paham sehingga

berdampak pada hasil yang belum mencapai kriteria yang telah ditentukan. Hal ini

sejalan dengan penelitian Fatah (2017) cara menyampaikan sintaks model

pembelajaran yang panjang dan monoton dapat membuat siswa merasa jenuh

sehingga siswa belum dapat beradaptasi dengan model pembelajaran yang

diterapkan. Sehingga pada siklus II, peneliti dan guru Biologi selaku observer

telah berdiskusi dan memperoleh solusinya bahwa penyampaian aturan main

diskusi model NHT langsung pada poin – poin pentingnya saja agar siswa tidak

merasa bingung dengan penjelasan yang terbelit – belit, sehingga siswa tahu

bahwa model pembelajaran Number Head Together (NHT) mereka dituntut untuk
54

bekerja kelompok, dan keberhasilan kelompok tersebut tergantung pada

bagaimana kinerja anggota dalam kelompok tersebut. Hal inilah yang

menyebabkan peningkatan penyampaian aturan main diskusi model NHT dari

62.5% menjadi 87.5%.

Pada siklus I membimbing siswa dalam diskusi kelompok masih bersifat

monoton yaitu hanya terfokus pada beberapa kelompok saja sehingga berdapak

pada hasil yang tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Namun pada

siklus II, peneliti dibantu oleh guru Biologi selaku observer telah beriskusi dan

mendapat solusinya yaitu dengan tidak hanya terfokus pada beberapa kelompok

saja akan tetapi semua kelompok harus mendapat bimbingan dan arahan dalam

berdiskusi kelompok. Guru juga harus menjalin interksi dengan siswa sesering

mungkin pada saat diskusi kelompok berlangsung. Hal inilah yang menyebabkan

peningkatan pada aspek membibing siswa dalam diskusi kelompok dari 68.8%

menjadi 87.5%.

Pada siklus I mengamati dan membimbing siswa yang sedang melakukan

presentasi dan diskusi sama seperti membimbing siswa dalam diskusi kelompok

masih bersifat monoton yaitu hanya terfokus pada beberapa siswa saja sehingga

berdampak pada hasil yang tidak sesuai dengan indikator yang telah ditentukan.

Namun pada siklus II, peneliti dibantu oleh guru Biologi selaku observer telah

beriskusi dan mendapat solusinya yaitu dengan tidak hanya terfokus pada

beberapa siswa saja akan tetapi semua siswa harus mendapat bimbingan dan

arahan dalam berdiskusi kelompok serta dapat membimbing semua siswa yang
55

sedang melakukan diskusi. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan dari 62.5%

menjadi 75%.

Aspek mengoreksi konsep yang belum jelas juga mengalami peningkatan.

Pada siklus I guru hanya mengoreksi konsep yang didiskusikan oleh siswa saja.

Namun pada siklus II guru mengoreksi konsep dengan cara menampilkan materi

yang pada pada power point dan menjelaskan berdasarkan hasil diskusi siswa

yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga siswa lebih paham.

Aspek menyimpulkan meteri juga mengalami peningkatan. Pada siklus I

guru tidak menyimpulkan materi secara keseluruhan . Namun pada siklus II guru

menyimpulkan secara keseluruhan berdasarkan indikator – indikator yang akan

dicapai pada saat pembelajaran.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan

model pembelajaran Number Head Togerher (NHT) dapat membantu

meningkatkan aktivitas guru selama proses pembelajaran.

4.2.2 Peningkatan Aktivitas Siswa menggunakan Model NHT

Aktivitas siswa sangatlah penting agar hasil belajar yang diperoleh siswa

lebih optimal, karena akivitas siswa sangat menentukan hasil belajar. Aktivitas

siswa ditunjukan dengan berbagai tindakan atau kegiatan yang mendukung proses

pembelajaran, seperti memperhatikan penjelasan materi pembelajaran dan

mengerjkan tugas sesuai dengan materi yang diberikan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nurhasnawati (2008) bahwa keterlibatan anak secara aktif dalam

kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan agar belajar menjadi efektif dan dapat

mencapai hasil yang diinginkan.


56

Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I, terdapat 8 aspek penilaian

aktivitas siswa pada saat melaksanakan pembelajaran. Dari ke 8 aspek tersebut

ada beberapa aspek aktivitas siwa yang masih kurang karena dalam proses

pembelajaran siswa masih banyak yang tidak fokus serta suasana kelas yang

sedikit gaduh. Beberapa aspek yang maish kurang pada siklus I yaitu 1)

Memberikan tanggapan atas apersepsi yang disampaikan oleh guru 2)

Memperhatikan penjelasan guru 3) Respon positif terhadap teman yang bertanya

atau menyangga 4) Mampu mengemukakan pendapat.

Peningkatan aktivitas siswa pada Gambar 4.4, yaitu pada siklus I 70.5%

dan pada meningkat menjadi 87.7%, hal terjadi karena adanya usaha guru untuk

memperbaiki proses pembelajaran pada siklus II melalui refleksi dari hasil

temuan-temuan pada siklus I sebagai acuan penyempurnaan pelaksanaan

pembelajaran dan penetapan alternatif pemecahan masalah yang muncul dari

siklus I. Perbaikan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan setiap aspek

aktivitas siswa pada siklus II. Peningkatan masing-masing aspek aktivitas siswa

dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Aspek memberikan tanggapan atas apersepsi yang disampaikan oleh guru

pada siklus I tergolong rendah yaitu hanya 67.6%, termasuk kategori cukup. Pada

siklus II guru berusaha untuk meningkatkan partisipasi siswa dengan cara

memberikan apersepsi dengan mengaitkan dengan pembelajaran yang sebelumnya

sehingga siswa termotivasi untuk memberikan tanggapan berdasarkan

pemahaman masing-masing. Sehingga pada siklus II terjadi peningkatan

persentase capaian menjadi 85.2% atau termasuk dalam kategori baik.


57

Aspek memperhatikan penjelasan guru pada siklus I tergolong rendah

yaitu 65.3% termasuk ketegori cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian Firdaus

dan Muhamad (2011) pada saat guru menjelaskan materi pelajaran, mereka tidak

memperhatikan dengan baik materi yang disampaikan oleh guru, bahkan sebagian

dari mereka hanya mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Pada siklus II guru

berusaha meningkatkan aspek memperhatikan penjelasan guru dengan cara lebih

memahami kondisi siswa dalam kelas dan cara menyampaikannya pun harus keras

agar bisa didengar oleh semua siswa dan akan memberikan sanksi kepada siswa

yang kedapatan mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Sehingga pada siklus II

terjadi peningkatan presentase capaian menjadi 83.3%.

Aspek respon positif pada teman yang bertanya atau menyangga pada

siklus I tergolong rendah yaitu 65.7 termasuk kategori rendah. Pada siklus II guru

berusaha agar aspek respon positif pada teman yang bertanya atau menyangga

meningkat dengan cara memberikan penghargaan berupa nilai plus bagi siswa

yang paling banyak dan paling aktif dalam bertanya ataupun menyangga sehingga

siswa akan termotivas untuk bertanya ataupun menyangga. Sehingga pada siklus

II terjadi peningkatan persentase capaian menjadi 86.1%.

Aspek mengemukakan pendapat pada siklus I tergolong rendah yaitu 66,7

% hal ini terjadi karena siswa merasa tidak berani dan kurang percaya diri.

Pernyataan ini sejalan dengan pendapat oleh Pariadi (2015) kurangnya percaya

diri juga menjadi penyebab kurangnya keberanian siswa dalam mengemukakan

pendapat dan cepat putus asa jika pendapatnya tidak diterima. Pada siklus II guru

berusaha agar aspek mengemukakan pendapat meningkat yaitu dengan cara


58

menanamkan rasa percaya kepada siswa dalam mengemukakan pendapat

meskipun pendapat yang disampaikan kurang tepat dan menyampaikan bahwa

setiap siswa memiliki kemampuan masing – masing, sehingga pada siklus II

terjadi peningkatan presentase sebesar 82.4%

4.2.3 Peningkatan Hasil Belajar Siswa menggunakan Model Number Head


Together (NHT)

Hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki oleh siswa

setelah ia menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2000). Hasil belajar siswa pada

siklus I diperoleh melalui tes objektif dengan 15 butir soal yang diberikan oleh

guru belum mencapai kriteria keberhasilkan yang ditentukan. Dari 30 siswa yang

dikenai tindakan dengan menggunakan model Number Head Together (NHT)

Materi sistem reproduksi dengan KKM 75 hanya sebanyak 19 siswa atau sebesar

63.3% yang dinyatakan tuntas dan 11 lainnya atau sebesar 30.7% tidak tuntas

(Lampiran 9). Rendahnya hasil belajar kognitif siswa pada siklus I karena guru

(peneliti) masih kurang dalam penguasaan kelas dan terdapat beberapa siswa tidak

melaksanakan seluruh kegiatan pembelajaran dengan baik, oleh sebab itu

berdampak pada hasil belajar yang rendah. Sedangkan pada siklus II terjadi

peningkata yaitu siswa yang tidak tuntas hanya 6 orang atau 20% sedangkan yang

tuntas sebanyak 24 orang atau 80% (Lampiran 14).

Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar

16.7%. Pembelajaran menggunakan model Number Head Together (NHT) dapat

meningkatkan hasil belajar disebabkan karena model pembelajaran ini

memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam belajar,

bertanggung jawab terhadap teman satu timnya serta mempertimbangkan jawaban


59

yang tepat (Ibrahim dkk, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Megawati

(2010) dan Mirawati (2009) bahwa model Number Head Together (NHT) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. .

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terjadi

peningkatan hasil belajar siswa pada materi sistem reproduksi, dalam

meningkatkan hasil belajar diperlukan model pembelajaran yang tepat. Menurut

Luti dalam Suparmi (2015), model pembelajaran merupakan contoh pembelajaran

yang sudah didesain dengan menggunakan pendekatan atau metode serta strategi

pembelajaran yang sudah dilengkapi dengan langkah – langkah dan perangkat

pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa dan aktivitas belajar siswa adalah model

pembelajaran Number Head Together (NHT). Hasil belajar siswa dapat

meningkat dikarenakan penggunaan model pembelajaran Number Head Together

(NHT) memberikan pengalaman pada siswa selama proses pembelajaran melalui

kerja sama yang baik dalam kelompok. Penggunaan model pembelajaran Number

Head Together (NHT) selama pelaksanaan siklus I dan siklus II, membuat siswa

menjadi terbiasa dengan suasana kerja kelompok, sehingga kerja sama siswa

dalam satu kelompok pada setiap pertemuan menjadi semakin baik dan kompak

dalam memecahkan tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Pernyataan ini

sejalan dengan pendapat Qurniawati, dkk (2007) yang menyebutkan bahwa

pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terdapat diskusi

kelompok yang mengakibatkan siswa aktif dalam diskusi kelompok dan menuntut
60

siswa untuk memiliki tanggung jawab dalam menguasai konsep – konsep atau

materi pelajaran.

Peningkatan hasil belajar siswa juga terjadi karena adanya perubahan

tingkah laku pada siswa. Perubahan perilaku ini ditandai dengan pemahaman

siswa pada materi sistem repoduksi menjadi lebih baik. Awalnya proses

pembelajaran hanya terpaku pada guru saja sehingga membuat pemahaman siswa

kurang. Akan tetapi setelah siswa mengikuti proses pembelajaran menggunakan

model Number Head Together (NHT) membuat siswa menjadi aktif dan

pemahaman siswa menjadi lebih bertambah. Melalui model pembelajaran Number

Head Together (NHT) siswa dilatih untuk bekerja sama dengan baik, siswa juga

haruskan fokus ketika guru mengajukan pertanyaan, karena guru akan menunjuk

salah satu nomor yang dimiliki masing – masing siswa untuk mempresentasikan

jawabannya.

Hal ini membuat siswa memperoleh pengalaman belajar yang tidak

biasanya, sehingga pemahaman siswapun meningkat. Penggunaan model

pembelajaran Number Head Together (NHT) membuat adanya perubahan tingkah

laku pada siswa yang ditandai dengan pemahaman siswa yang meningkat. Hal ini

sesuai dengan pendapat (Rofiqoh, 2015) yang menyatakan bahwa hasil belajar

merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami

aktivitas. Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadi perubahan tingkah

laku yaitu siswa sangat bersemangat dalam melakukan kegiatan pembelajaran

sehingga pemahaman siswa juga akan meningkat.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1) Penggunaan model pembelajaran Number Head Together (NHT) pada materi

Sistem Reproduksi di kelas XI IPA-5 SMA Negeri 1 Gorontalo dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar diperoleh melalui tes yang

dilaksanakan pada akhir siklus I dan siklus II. Hasil belajar siswa pada siklus

I yaitu 63% meningkat menjadi 80% pada siklus II.

2) Penggunaan model pembelajaran Number Head Together (NHT) membuat

proses pembelajaran menjadi lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan

meningkatkan aktivitas guru dan aktivitas siswa. Pada siklus I aktivitas guru

76.3% meningkat menjadi 90.8% pada siklus II, sedangkan aktivitas siswa

pada siklus I 70.5% meningkat menjadi meningkat menjadi 87.7% pada

siklus II.

5.2 SARAN

Bedasarkan hasil kesimpulan di atas maka disampaikan saran oleh

penelitisebagai berikut:

(1) Penerapan model pembelajaran Number Head Together (NHT) diharapkan

mendapatkan perhatian dari guru karena melalui model Number Head

Together (NHT) hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, serta dapat

memperluas dan memperdalam pemahaman materi reproduksi

61
62

(2) Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mempergunakan waktu sebaik

mungkin untuk menerapkan model pembelajaran Number Head Together

(NHT) karena model ini membutuhkan waktu yang sangat banyak.

(3) Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang model Number Head Together

(NHT) pada materi reproduksi untuk meningkatkan hasil belajar pada aspek

afektif dan psikomotor.


63

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Campbell, dkk. 2008. Biologi Edisi 8 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Nitchel, L.G. 2000. Biologi: Edisi Kelima Jilid
3. Erlangga: Jakarta.
Chotimah, Husnul., & Yuyun Dwitasari. 2009. Strategi – Strategi Pembelajaran
Untuk Penelitian Tindakan Kelas. Surya Pena Gemilang. Malang
Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Firdaus, Mohamad. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Number Head Together (NHT) Di Tinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa
Kelas VIII SMP. Jurna Formatif. Vol. 6 No. 2. 2016
Hamalik, O. 2013. Proses BelajarMengajar. Bumi Aksara, Jakarta.
Hamdani, 2011. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung
Hastari, Marwinda. 2012. Penerapan Metode Number Head Together (NHT)
Untuk Meningkat Hasil Belajar Mata Diklat Teknik Penggunaan
Suhu Rendah Di SMKN 1 Pandak. Skripsi
Ibrahim, dkk. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press
Irianto, K. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis.
Bandung: Yrama Widia.
Isjoni, Mohd Arif. (2008). Model – Model Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mahmud, Nur. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA
Megawati, Ruth. 2010. Peningkatan Hasil Belajar Biologi Konsep Sistem
Pernapasan pada Manusia Melalui Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Bagi Siswa Kelas VII
SMP Negeri 1 Burau. Jurnal penelitian
Muhamidin, Syah. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa, H. E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bangdung: PT Remaja
Rosdakarya
Mutia, A. M, dkk. 2016. Penerapan Model Kooperatif Tipe NHT Untuk
Meingkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kenampakan Alam
Dan Sosial Budaya. Jurnal penelitian
Nurhasnawati. 2008. Strategi Pengajaran Mikro. Pekanbaru: Suska Pres.
64

Paembonan., dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Number Head Together Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Pada Materi Penarikan Kesimpula Logika Matematika Di Kelas X
SMA GPID Palu. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika
Tadulako, Vol. 2 No, November 2014
Pariadi, Ni Wayan, Dwi Jati Sajarun. 2015. Peningkatan Motivasi Belajar Kelas
XI IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Number Head
Together Pada Materi Struktur Dan Fungsi Tumbuhan. Jurnal
PendidikaN Matematika Dan Sains Tahun III No. 2, Desember 2015.
Purwanto, 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Pustaka Belajar. Yogyakarta
Pradana, Dian Ratih. 2010. Penerapan pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik
NHT (Number Head Together) Disertai Multi Media Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Di SMP Negeri 1 Sukoharjo.
Skripsi Surakarta:. Universitas Sebelas Maret
Qurniawati, Annik., dkk. 2013. Efektivitas Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe
Number Head Together (NHT) Dengan Media Jartu Pintar Dan Kartu
Soal Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok
Hidrokarbon Kelas X Semester Genap SMA Negeri 8 Surakarta Tahun
Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 2 No. 3 Tahun
2013
Rabe, T. 2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC
Rofiqoh, Faridatul., dkk. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Number Head Together (NHT) Disertai Media Monopoli Games
Terintegrasi Pendekatan Probelem Solving Pada Pembelajaran Fisika
Di SMA. Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 4 No. 3, Desember 2015.
Sadirman. A. M. 2009. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada
Setiadi,. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia, Yogyakarta: Graha Ilmu,
Sudjana, N. 2000. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. PT. Sinar Baru
Algensindo, Bandung.
Sulestiyana. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head
Together Terhadap Berfikir Kreatif Siswa Kelas X SMA Azahria.
Skripsi. Universitas Negeri Raden Fatah Palembang
Suparmi, 2015. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head
Together (NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Kelas VII
– 1 SMPN 25 PekanBaru. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Vol. 4 No. 2 Oktober 2015.
Tate, P. 2009. Seeley’s Principle of Anatomy and Physiology Second Edition.
New York: Mcgraw Hill
65

Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.


Jakarta: Prestasi Pustaka
Wibowo, D, S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: P. T Gramedia

You might also like