You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

STRIKTUR URETRA

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh:
Merry Lidya, S.Kep
NIM.11194692110107

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL LAPORAN : Striktur Uretra


NAMA MAHASISWA : Merry Lidya,S.Kep
NIM : 11194692110107

Banjarmasin, November 2021

Menyetujui,

Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Suci Kurniya, S.Kep.,Ns Onieqie Ayu Dhea Manto,Ns.,M.Kep


NIP. 19870914201422004 NIK:1166012014063
Tinjauan Pustaka
A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Uretra


Urethra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika
urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar (Hillary & Chapple,
2014).
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari (Hillary &
Chapple, 2014):
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis).
Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan
vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi. (Hillary &
Chapple, 2014).
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan (Hillary & Chapple, 2014):
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.
Pada saat vesica urinaria tidak dapat lagi menampung urine tanpa
meningkatkan tekanannya (biasanya pada saat volume urine kira-kira 300
ml)makam reseptor pada dinding vesika urinaria akan memulai kontraksi
musculus detrussor. Pada bayi, berkemih terjadi secara involunter dan
dengan segera. Pada orang dewasa, keinginan berkemih dapat ditunda
sampai ia menemukan waktu dan tempat yang cocok. Walaupun
demikian, bila rangsangan sensoris ditunda terlalu lama, maka akan
memberikan rasa sakit.Dengan demikian mulainya kontraksi musculus
detrussor, maka terjadi relaksasi musculus pubococcygeus dan terjadi
pengurangan topangan kekuatan urethra yang menghasilkan beberapa
kejadian dengan urutan sebagai berikut (Gumawan et al, 2020):
1. Membukanya meatus intemus
2. Perubahan sudut ureterovesical
3. Bagian atas urethra akan terisi urine
4. Urine bertindak sebagai iritan pada dinding urine
5. Musculus detrussor berkontraksi lebih kuat
6. Urine didorong ke urethra pada saat tekanan intra abdominal
meningkat
7. Pembukaan sphincter extemus
8. Urine dikeluarkan sampai vesica urinaria kosong
Penghentian aliran urine dimungkinkan karena musculus pubococcygeus
yang bekerja di bawah pengendalian secara volunteer :
1. Musculus pubococcygeus mengadakan kontraksi pada saat urine
mengalir
2. Vesica urinaria tertarik ke atas
3. Urethra memanjang
4. Musculus sprincter externus di pertahankan tetap dalam keadaan
kontraksi.
Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit
terbentuk 120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi).
Setiap harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini
hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan
sebagian diserap kembali. Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan
masuk ke dalam kandungan kemih.
Tahap – tahap pembentukan urine (Cross et al, 2016):
1. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent
lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke seluruh ginjal.
2. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus
atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan
diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya
terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada pupila renalis.
3. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion
Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di
bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria
(kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara.
Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui
uretra.
Urin yang keluar dari kandungan kemih mempunyai komposisi utama
yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada
perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir
melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih (Hillary &
Chapple, 2014).
B. Pengertian
Gambar 2. Striktur Uretra
Striktur uretra merupakan penyempitan lumen uretra akibat
adanya jaringan parut dan kontraksi. Penyebab striktur uretra umumnya
adalah karena cedera, cedera akibat peregangan dan cedera yang
berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas, uretritis gonorhea yang tidak
ditangani dan abnormalitas congenital (Hillary et al., 2014).
Striktur Uretra yaitu penyempitan lumen uretra disertai dengan
menurunnya elastisitas jaringan uretra. Sering terjadi di pars bulbaris
lebih kurang 60 – 70 % (Lumen et al., 2021)
C. Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma
pada uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi seperti efek samping dari
pemasangan kateter, uretritis, STD (Gonococcus), saat ini mungkin sudah
jarang ditemukan, sering infeksi disebabkan karena pemakaian kateter
uretra dalam jangka lama (Tritschle et al, 2013).
Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah
pembedahan/tindakan yang melewati uretra (kateterisasi, reseksi
transuretra), trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury) yang
akan menimbulkan striktur uretra pars bulbosa, fraktur tulang pelvis yang
akan merusak uretra pars membranasea hingga dapat menimbulkan
striktur uretra parsial atau komplit, keluar batu secara spontan, trauma
hubungan intim/melahirkan dan penggunaan intrumentasi atau tindakan
transuretra yang kurang hati – hati serta diakibatkan oleh kelainan
bawaan (Lumen et al., 2021).
D. Klasifikasi
Klasifikasi dari striktur uretra adalah (Tritschler et al., 2013) :
1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
2. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
3. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Ada derajat
berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibros
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari striktur uretra adalah (Tritschler et al., 2013) :
1. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
2. Gejala infeksi
3. Retensi urinarius
4. Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan
pielonefritis.
5. Kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil,
pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urine.
Pembengkakan dan getah / nanah di daerah perineum, skrotum
dan terkadang timbul bercak darah di celana dalam. Bila terjadi
infeksi sistemik penderita febris, warna urine bisa keruh.
6. Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus
kemih dan kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher
kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofia prostat.
Striktur akibat radang uretra sering agak luas dan mungkin
multiple. (Smeltzer.C,2002)
7. Perasaan tidak puas setelah berkemih.
8. Frekuensi (buang air kecil lebih sering dari normal).
9. Urgensi (tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih).
10. Sakit atau nyeri saat buang air kecil kadang-kadang dijumpai.
F. Patofisiologi
Proses radang karena trauma atau infeksi menyebabkan
terjadinya fibrosis sehingga menjadi sikatrik dan terjadilah striktur yang
menyebabkan hambatan aliran urin dan hambatan aliran sperma
(Tritschler et al., 2013)
Pada keadaan ini, kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat
hingga sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Otot kandung
kemih semula menebal sehingga terjadi trabekulasi pada fase
kompensasi, kemudian timbul sakulasi (penonjolan mukosa masih di
dalam otot) dan divertikel (menonjol ke luar) pada fase dekompensasi.
Pada fase ini akan timbul residu urin yang memudahkan terjadinya
infeksi. Tekanan di dalam kandung kemih yang tinggi akan menyebabkan
refluks sehingga urin masuk kembali ke ureter, bahkan sampai ke ginjal.
Infeksi dan refluks dapat menyebabkan pielonefritis akut atau kronik yang
kemudian menyebabkan gagal ginjal (Hillary et al., 2014).
Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas, baik oleh proses
infeksi maupun akibat trauma, akan menimbulkan terjadinya reaksi
peradangan dan fibroblastik. Iritasi dan urin pada uretra akan
mengundang reaksi fibroblastik yang berkelanjutan dan proses fibrosis
makin menghebat sehingga terjadilah penyempitan bahkan penyumbatan
dari lumen uretra serta aliran urin mengalami hambatan dengan segala
akibatnya. Ekstravasasi urin pada uretra yang mengalami lesi akan
mengundang terjadinya peradangan periuretra yang dapat berkembang
menjadi abses periuretra dan terbentuk fistula uretrokutan (lokalisasi pada
penis, perineum dan atau skrotum) (Rayner et al , 2016).
Struktur uretra terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan
submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari
mukosa buli-buli, ureter, dan ginjal. Mukosanya terdiri atas epitel
kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya
skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri atas lapisan erektil
vaskular. Striktur uretra dapat diakibatkan dari proses peradangan,
iskemik, atau traumatik. Apabila terjadi iritasi uretra, maka akan terjadi
proses penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak
diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat
ini menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang memberikan
manifestasi hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra (Rayner
et al , 2016).
G. Pathway
H. Komplikasi
Komplikasi striktur uretra yang dapat terjadi adalah (Lumen et al.,
2021) :
1. Trabekulasi, Sakulasi dan Divertikel
Pada striktur uretra kandung kemih harus berkontraksi secara kuat
untuk mendorong aliran urin keluar melalui uretra, akibatnya
kontraksi yang secara terus menerus dapat mengakibatkan
timbulnya suatu kelemahan. Pada striktur uretra otot vesika urinaria
dirawat akan mengalami penebalan dan terjadi trabekulasi pada fase
kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi
dan divertikel. Perbedanaan antara sakulasi dan divertikel adalah
penonjolan masssa vesika urinaria dimana ada sakulasi masih
didalam otot vesika urinaria sedangkan divertikel menibjol diluar
vesika urinaria
2. Residu urin
Residu urin adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada
durin didalam kandung kemih.
3. Refluks veisko ureteral
Tekanan intravesika yang meningkat akan menyebabkan refluks
yaitu keadaaan dimana urin dari vesika urinaria masuk kembali
kedalam ureter bahkan sampai ke ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Saat terdapat residu urin pada vesika urinaria dapat lebih mudah
terkena infeksi dikarenakan adanya kuman yang berkembang pada
vesika urinaria dan timbul refluks maka akan timbul pyelonephritis
akut maupun kronik yang akhirnya dapat timbul gagal ginjal.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan
timbulnya infiltraturine kalau tifak diobati infiltrate urine akan timbul
abses, abses pecah timbul fistula disupra pubis atau uretra
proksimal dari striktur.
I. Penatalaksanaan Medis
Dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu untuk menentukan
diagnosa medis (Gumawan et al., 2020) :
1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang,
penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
3. BUN/kreatin : meningkat
4. Uretrografi : adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk
mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar
(sisto) uretrografi.
5. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
6. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra (Basuki
B. Purnomo; 2000 dan Doenges E. Marilynn, 2000)
Di buku lain, disebutkan bahwa pemeriksaan diagnostik untuk stricture
uretra yaitu :
1. Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan
pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui
adanya tanda –tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur
urine.
2. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi
dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urine
normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila
kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan adanya
obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat
letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk
mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan
sistouretrografi yaitu memasukkan bahan kontras secara antegrad
dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan
ini, panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk
perencanaan terapi atau operasi.
Penatalaksanaan medis yang sering dilakukan pada kondisi striktur
uretra adalah (Lumen et al., 2021) :
1. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur
menghambat pemasangan kateter
2. Medika mentosa Analgesik non narkotik untuk mengendalikan
nyeri. Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
3. Pembedahan
a) Sistostomi suprapubis
b) Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan
secara hati-hati.
c) Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra
dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke
dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat
dengan pisau sachse secara visual
d) Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa
pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan
anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
4. Terapi
a) Kalau penderita datang dengan retensio urine maka
pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru
dibuat pemeriksaan uretrogafi untuk memastikan adanya
striktura urethra.
b) Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses
dilakukan insisi infiltrat dan abses dan dilakukan cystostomi
baru kemidian dibuat uretrografi.
5. Trukar Cystostomi
Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat
urine, dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomie dilakukan
dengan trukar, dilakukan dengan lokal anestesi, satu jari di
atas pubis di garis tengah, tusukan membuat sudut 45 derajat
setelah trukar masuk, dimasukan kateter dan trukar dilepas,
kater difiksasi dengan benar sutra kulit.
6. Bedah endoskopi
Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan lokasi dan
panjang striktura Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi
dengan alat sachse adalah striktura urethra anterior atau
posterior yang masih ada lumen walaupun kecil dan panjang
tidak lebih 2 cm serta tidak fistel kateter dipasang selama 2
hari pasca tindakan.
Setelah penderita dipulangkan, penderita harus kontrol tiap
minggu sampai 1 bulan kemudian.Tiap bulan sampai 6 bulan
dan tiap 6 bulan seumur hidup.Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmer kalau Q maksimal <10 dilakukan
bauginasi
7. Uretroplasti
a) Indikasi untuk uretroplasti adalah dengan setriktur urethra
panjang lebih 2 cm atau dengan fistel urethrokutan atau
penderita residif striktur pasca urethratomi sachse
b) Operasi urethroplasti ini bermacam – macam , pada
umunya setelah daerah striktur diexsisi, urethra diganti
dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free
graf atau pedikel graf yaitu dibuat tambung urethra baru
dari kulit preputium atau kulit penis dengan menyertakan
pembuluh darahnya.
8. Otis uretrotomi
a) Tindakan otis uretrotomi di kerjakan pada striktura urethra
anterior terutama bagian distal dari pendulan urethra dan
fossa manicularis.
b) Otis uretrotomi ini juga dilakukan pada wanita dengan
striktura urethra
J. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Alamat
3) Umur  
4) Jenis Kelamin
5) Berat Badan
6) Agama
7) Pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien merasakan pancaran urine melemah, sering
kencing, dan sedikit urine yang keluar.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien striktur uretra keluhan-keluhan yang ada
adalah nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah,
rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi,
intermitency, dan waktu miksi memanjang dan akirnya
menjadi retensio urine.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran
perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing )
yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah
dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota
keluarga yang menderita penyakit striktur urethra
Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau
hipertensi.
5) Riwayat Alergi
Kaji apakah klien dan keluarga memiliki riwayat alergi.
6) Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi selama ini, obat
apa yang sudah diminum sebelum MRS.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing)
Kaji bentuk hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu
bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas,
auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang
timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas.
b. B2 (blood)
Adanya peningkatan TD (efek pembesaran ginjal) dan
peningkatan suhu tubuh.
c. B3 (brain)
Kaji fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta
fungsi refleks.
d. B4 (bladder)
Penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk
mengosongkankandung kemih dengan lengkap, dorongan
dan frekwensi berkemih meningkat.
e. B5 (bowel)
Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen, apakah ada kram
abdomen, apakah ada mual dan muntah, anoreksia, dan
penurunan berat badan.
f. B6  (bone)
Kaji derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai
dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan
atau nyeri yang dilaporkan klien waktu
bergerak, dan toleransi klien waktu bergerak.Kaji keadaan
kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi :
tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi Urin b.d peningkatan tekanan uretra
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi)
3. Gangguan Mobilitas fisik b.d kelemahan fisik
4. Resiko infeksi
5. Resiko Kerusakan Integritas kulit
6. Ansientas b.d kondisi klinis penyakit akut striktur uretra
K. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa SLKI SIKI
o
1 Retensi Urin Eliminasi urin (L.04034) Katerisasi urine
b.d Setelah dilakukan asuhan (I.04148)
peningkatan keperawatan selama 1. Melakukan
tekanan 3x24 jam diharapkan pengkajian yang
uretra berfokus ke
Retensi urin teratasi
(D.0050) inkontinensia
dengan kriteria hasil: urin (seperti
Kriteria hasil : output urin, pola
1. Pola eliminasi pengosongan
urine, fungsi
2. Bau urine kognitif, dan
3. Jumlah urine masalah urinary
preeksisten)
4. Warna urine 2. Monitor
5. Kejernihan urine penggunaan
antikolinergik
6. Intake cairan atau alpha
agonist
7. Kesempurnaan
3. Monitor efek
pengosongan resep obat
seperti calcium
channel blokers
dan
antikolinergik
4. Gunakan
sugesti seperti
menyalakan air
atau menyiram
toilet
5. Menstimulasi
reflek kandung
kemih dengan
menggunakan
sesuatu yang
dingin ke
abdomen,
gerakan
dibagian dalam
paha, atau
menyalakan air
6. Gunakan crede
maneuver jika
dibutuhkan
7. Gunakan
kateter urin jika
dibutuhkan
8. Informasikan
kepada
klien/keluarga
untuk mencatat
output urin
9. Monitor intake
dan output
10. Berikan waktu
yang cukup
untuk
pengosongan
kandung kemiih
(10menit)
2 Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
agen Setelah dilakukan asuhan (I.08238)
pencedera keperawatan selama Observasi:
fisiologis
3x24 jam diharapkan  Identifikasi
(inflamasi)
(D. 0078) Tingkat nyeri Menurun lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik,
1. Keluhan nyeri durasi,
menurun frekuensi,
2. Ekspresi meringis kualitas,
berkurang intensitas nyeri
3. Rasa gelisah  Identifikasi skala
berkurang nyeri
4. TTV dalam rentang  Identifikasi
normal respons nyeri
non verbal
 Identifikasi faktor
yang
memperberat
dan
memperingan
nyeri
 Identifikasi
pengetahuan
dan keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
 Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik

Terapeutik:
 Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
rasa nyeri
 Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
 Fasilitasi
istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan
jenis dan
sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

2 Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan


Mobilitas fisik meningkat Ambulasi (1.06171)
b.d (L. 05042) Observasi
kelemahan
fisik
 Identifikasi
adanya nyeri
atau keluhan
fisik lainnya
 Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
ambulasi
 Monitor
frekuensi
jantung dan
tekanan darah
sebelum
memulai
ambulasi
 Monitor kondisi
umum selama
melakukan
ambulasi

Terapeutik
 Fasilitasi
aktivitas
ambulasi
dengan alat
bantu (mis.
tongkat, kruk)
 Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik,
jika perlu
 Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi
 Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan
dari tempat tidur
ke kursi roda,
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

3 Resiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi


(D.0142) (L.14137) (I. 14539)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan Observasi
selama 1x24 jam  Monitor tanda
diharapkan Tingkat gejala infeksi
Infeksi Menurun dengan local dan
kriteria hasil: sistemik
1. Demam
menurun(dari 1 Terapeutik
(meningkat) ke 5  Batasi jumlah
(Menurun). pengunjung
2. Kemerahan  Cuci tangan
menurun(dari 1 sebelum dan
(meningkat) ke 5 sesudah kontak
(Menurun). dengan pasien
3. Nyeri (menurun dari dan lingkungan
1 (meningkat) ke 5 pasien
(Menurun).  Pertahakan
teknik aseptic
pada paien
berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda
gejala infeksi
 Ajarkan
mencuci
tangan dengan
benar
 Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka
operasi
 Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu

4. Resiko Integritas Kulit dan Perawatan


Kerusakan Jaringan (L.141250) Integritas Kulit
Integritas kulit Setelah dilakukan (I.11353)
tindakan keperawatan Observasi
selama 1x8 jam  Identifikasi
diharapkan Integritas penyebab
Kulit Dan Jaringan gangguan
Meningkat dengan integritas kulit
kriteria hasil: (mis.
1. Kerusakan jaringan Perubahan
menurun (5) sirkulasi,
2. Kerusakan lapisan perubahan
kulit menurun (5) status nutrisi,
3. Kemerahan peneurunan
menurun (5) kelembaban,
4. Perfusi jaringan suhu
meningkat (5) lingkungan
ekstrem,
penurunan
mobilitas)

Terapeutik
 Ubah posisi
setiap 2 jam
jika tirah baring
 Lakukan
pemijatan pada
area
penonjolan
tulang, jika
perlu
 Bersihkan
perineal
dengan air
hangat,
terutama
selama periode
diare
 Gunakan
produk
berbahan
petrolium  atau
minyak pada
kulit kering
 Gunakan
produk
berbahan
ringan/alami
dan hipoalergik
pada kulit
sensitive
 Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada
kulit kering
Edukasi
 Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotin, serum)
 Anjurkan
minum air yang
cukup
 Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan
meningkat
asupan buah
dan sayur
 Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ektrime
 Anjurkan
menggunakan
tabir surya SPF
minimal 30 saat
berada diluar
rumah
7 Ansientas Tingkat Reduksi
berhubunga ansietas Ansientas
n dengan (L.09093) (I.09314)
kondisi setelah dilakukan Observasi
klinis intervensi 1. Monitor tanda-
penyakit keperawatan selama tanda ansietas
akut striktur 1x8 jam diharapkan 2. Ciptakan
uretra kecemasan menurun suasana
(D.0080) dengan kriteria hasil : terapeutik
1. Menyingkirkan untuk
tanda menumbuhkan
kecemasaan dari kepercayaan
nilai 3 (sedang) 3. Pahami situasi
menjadi nilai 5 yang membuat
(menurun) ansietas
2. Tidak terdapat Edukasi
perilaku gelisah 1. Diskusikan
dari nilai 3 perencanaan
(sedang) menjadi realistis
nilai 5 (membaik) tentang
3. Frekuensi napas peristiwa yang
menurun dari nilai akan datang
3 (sedang) 2. Anjurkan
menjadi nilai 5 mengungkapka
(membaik) n perasaan
4. Frekuensi nadi dan persepsi
menurun dari nilai 3. Anjurkan
3 (sedang) keluarga untuk
menjadi nilai 5 selalu
(membaik) disamping dan
5. Menurunkan mendukung
stimulasi pasien
lingkungan ketika Latih teknik
cemas dari nilai 3 relaksasi
(sedang) menjadi
nilai 5 (menurun)
6. Menggunakantekn
ik relaksasi untuk
menurunkan
cemas dari nilai 3
(sedang) menjadi
nilai 5 (membaik)
DAFTAR PUSTAKA

Cross, Sarah J. Linker, Kay E. Leslie, F. M. (2016). 乳 鼠心 肌提 取 HHS Public


Access. Physiology & Behavior, 176(1), 100–106.
https://doi.org/10.1128/microbiolspec.UTI-0016-2012.Anatomy

Gumawan, W. H., Wirata, W., Gorda, W., & Sudimartini, L. M. (2020).


Pemanfaatan Vesica Urinaria Babi sebagai Extracellular Matrix terhadap
Proses Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih. Buletin Veteriner
Udayana, (21), 74. https://doi.org/10.24843/bulvet.2020.v12.i01.p13

Hillary, C. J., Osman, N. I., & Chapple, C. R. (2014). Current trends in urethral
stricture management. Asian Journal of Urology, 1(1), 46–54.
https://doi.org/10.1016/j.ajur.2015.04.005

Lumen, N., Campos-Juanatey, F., Greenwell, T., Martins, F. E., Osman, N. I.,
Riechardt, S., … Dimitropoulos, K. (2021). European Association of Urology
Guidelines on Urethral Stricture Disease (Part 1): Management of Male
Urethral Stricture Disease[Formula presented]. European Urology, 80(2),
190–200. https://doi.org/10.1016/j.eururo.2021.05.022

Rayner, H., Milford, D., & Thomas, M. (2016). Understanding kidney diseases.
Understanding Kidney Diseases, (January), 1–300.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-23458-8

Tritschler, S., Roosen, A., Füllhase, C., Stief, C. G., & Rübben, H. (2013).
Harnröhrenstrikturen - Ursachen, diagnose und therapie. Deutsches
Arzteblatt International, 110(13), 220–226.
https://doi.org/10.3238/arztebl.2013.0220

You might also like