You are on page 1of 17

MAKALAH

MENAMPILKAN SIKAP YANG SESUAI DENGAN HUKUM,


PERILAKU YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM,
SERTA SANKSI YANG BERLAKU DI MASYARAKAT

DISUSUN OLEH

I Komang Indra Widi Artana (07)


Ida Bagus Dirga Suginatta (14)
Made Vidyananda Putra Adystana (18)
Putu Darrel Ganendra Pratama (36)

XI MIPA 6
SMA NEGERI 1 MENGWI
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas segala limpahan Rahmat, dan KaruniaNya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan sebaik-
baiknya oleh pembaca.

Harapan kami, semoga makalah ini dapat membantu pembaca untuk


menambah pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai bagaimana sikap
yang sesuai dengan hukum.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki dalam menyusun dan mengumpulkan data terbilang sangat kurang.
Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan
saran, yang tentunya bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Mengwi , 28 Oktober 2022

Penulis

[i]
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I : Pendahuluan ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
1.4 Metode ................................................................................................. 2
BAB II : Pembahasan ....................................................................................... 3
2.1 Perilaku yang Sesuai Dengan Hukum .................................................. 3
2.1.1 Definisi Perilaku yang Sesuai Dengan Hukum........................... 3
2.1.2 Ciri-Ciri Seseorang yang Berperilaku
Sesuai Dengan Hukum................................................................ 4
2.1.3 Contoh Perilaku yang Sesuai Dengan Hukum ............................ 4
2.2 Perilaku yang Bertentangan Dengan Hukum ....................................... 5
2.2.1 Penyebab Perilaku yang Bertentangan Dengan Hukum ............. 5
2.2.2 Contoh Perilaku yang Bertentangan Dengan Hukum ................. 6
2.3 Sanksi yang Diterapkan Kepada Pelanggar Hukum ............................ 6
2.3.1. Pengertian Sanksi ........................................................................ 6
2.3.2. Norma yang Berlaku di Masyarakat ........................................... 7
2.3.3. Sifat Sanksi Norma Hukum ........................................................ 9
2.3.3.1.Tegas ............................................................................... 9
2.3.3.2.Nyata ............................................................................... 12
BAB III : Penutup ............................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 13
3.2 Saran..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

[ii]
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum yang berlaku pada suatu negara umumnya wajib disesuaikan
dengan kepribadian bangsa serta cara pandang masyarakat terhadap hukum
itu sendiri. Hukum adalah bagian penting dalam upaya pengaturan
kepribadian Bangsa. Hukum sendiri dibuat dengan tujuan mengabdi pada
tujuan negara, yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan pada rakyatnya (Subekti, 1955)

Upaya menegakkan hukum pada suatu negara tidak dapat terlepas


dari peran masyarakat sebagai penyusun hukum itu sendiri. Hukum
memiliki sifat mengikat, maka setiap warga Negara wajib mematuhi hukum
yang telah dibuat dan diberlakukan. Hukum juga mempunyai sanksi bagi
pelanggarnya yang melanggar peraturan hukum. Sanksi hukum disesuaikan
dengan beratnya pelanggaran dan keputusan penegak hukum.

Hukum dibuat tentunya untuk dipatuhi. Kepatuhan terhadap hukum


mengakibatkan terjadinya ketertiban dalam masyarakat dan sebaliknya
ketidak patuhan terhadap hukum akan mengakibatkan kekacauan.
Kepatuhan kepada hukum tentu tidak hanya dilakukan ketika ada petugas
semata, melainkan harus dilakukan dengan kesadaran bahwa hukum
diciptakan untuk melindungi kita. Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum
yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang
diwujudkan dengan dalam perilaku yang sesuai dengan sistim hukum yang
berlaku, tingkat kepatuhan terhadap hukum secara langsung menunjukan
adanya kesadaran hukum.

[1]
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yakni:
a) Bagaimana perilaku yang sesuai dengan hukum?
b) Bagaimana perilaku yang bertentangan dengan hukum?
c) Apa saja sanksi bagi pelanggar hukum?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni:
a) Untuk mengetahui perilaku yang sesuai dengan hukum.
b) Untuk mengetahui perilaku yang bertentangan dengan hukum.
c) Untuk mengetahui sanksi yang diterapkan kepada pelanggar
hukum.
1.4 Metode
Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini yakni metode
literasi, yaitu dengan cara menelaah dari berbagai sumber publikasi ilmiah
dan buku cetak. Dari hasil pencarian ini kemudian diolah dan dianalisis
sehingga menghasilkan sebuah pembahasan dan kesimpulan dari topik yang
sudah ditetapkan.
Adapun data yang digunakan pada kajian ini bersumber dari data
yang di dapatkan dengan menggunakan GoogleScholar, e-book, jurnal dan
artikel ilmiah, serta internet.

[2]
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perilaku yang Sesuai Dengan Hukum


2.1.1 Definisi Perilaku yang Sesuai Dengan Hukum
Sikap dan perilaku yang sesuai dengan hukum merupakan
tanggapan individu terhadap hukum berdasarkan keyakinan atau
pendirian yang relatif bertahan lama, sehingga mempengaruhi pola
pikir dan pola bertindak seseorang. Sikap yang taat akan hukum
tentunya akan menyebabkan suasana yang tertib dan teratur. Dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kepatuhan
hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran:
a. Memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku
Ini berarti bahwa masyarakat pada umumnya wajib betul-betul
mengerti dengan apa yang diperbuatnya, bagaimana penerapan
hukum, serta apa saja sanksi yang berlaku apabila melakukan
Tindakan yang tidak sesuai dengan hukum.
b. Mempertahankan tertib hukum yang ada
Terdapat sumber tertib hukum yang ada di Indonesia, yaitu
Pancasila, UUD 1945, dan Peraturan Pemerintah. Apabila
masyarakat ingin hidup tentram dan damai, tentunya segala norma,
dan hukum yang berlaku harus betul betul dipertahankan, sehingga
penerapannya akan nyata terlihat.
c. Menegakkan kepastian hukum
Kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu
ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum/
peraturannya. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya
hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkret. Bagaimana
hukumnya itulah yang harus berlaku, sehingga pada dasarnya tidak
dibolehkan menyimpang, meskipun dunia ini runtuh namun hukum
harus ditegakkan. Inilah yang diinginkan oleh kepastian hukum.

[3]
Kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap
tindakan sewenang- wenang, yang berarti bahwa seseorang akan
dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.
Hukum sendiri tidak akan dapat berjalan sempurna apabila
segenap masyarakatnya tidak benar-benar menegakkan hukum itu
sendiri. Penegakan hukum sendiri dapat dilakukan dari diri sendiri,
dengan cara selalu berperilaku yang sesuai dengan hukum, dan
apabila terdapat seseorang yang melanggar hukum, alangkah
baiknya untuk langung ditegur. Penegakan hukum dalam kehidupan
bernegara juga dibantu oleh berbagai Lembaga yang berwenang,
seperti Kejaksaan, POLRI dan TNI, serta masih banyak lembaga
pemerintah/ non pemerintah lainnya.
2.1.2 Ciri-Ciri Seseorang yang Berperilaku Sesuai Dengan Hukum
a. Disenangi oleh masyarakat pada umumnya
b. Tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain
c. Menciptakan keselarasan
d. Mencerminkan sikap sadar hukum
e. Mencerminkan kepatuhan terhadap hukum
2.1.3 Contoh Perilaku yang Sesuai Dengan Hukum
1. Lingkungan Keluarga
a) Mematuhi perintah orang tua
b) Menghormati anggota keluarga yang lain
c) Melaksanakan aturan yang dibuat dan disepakati keluarga
2. Lingkungan Sekolah
a) Memakai pakaian seragam yang telah ditentukan
b) Mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal yang berlaku
c) Tidak mencontek ketika sedang ulangan

[4]
3. Lingkungan Masyarakat
a) Melaksanakan setiap norma yang berlaku di masyarakat
b) Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti
c) Tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan kekacauan di
masyarakat
4. Lingkungan Bangsa dan Negara
a) Bersikap tertib ketika berlalu lintas di jalan raya
b) Membayar pajak, retribusi parkir
c) Ikut serta dalam kegiatan pemilihan umum
2.2 Perilaku yang Bertentangan Dengan Hukum
2.2.1 Penyebab Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum
Perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul sebagai
akibat dari rendahnya kesadaran hukum. Adapun ketidakpatuhan
hukum terjadi karena dua hal, yakni:
a. Pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai
kebiasaan, bahkan kebutuhan
Dalam hal ini, para pelanggar sudah menganggap bahwa
perilakunya yang bertentangan dengan hukum sudah dianggap
lazim terjadi, sehingga tidak perlu dipermaslahkan. Kurang
tegasnya aparat penegak hukum menjadi salah satu factor dari
perilaku ini.
b. Hukum yang berlaku sudah tidak berlaku lagi dengan tuntutan
kehidupan
Hukum di Indonesia rata-rata masih mengadopsi dari hukum
lama pemerintah Kolonial Belanda. Apabila hukum ini tidak ada
pembaharuan, maka otomatis hukum itu akan lenyap dengan
sendirinya, bahkan tidak segan-segan akan dilanggar. Hal ini
dikarenakan hukum tersebut sudah tidak relevan lagi dengan
kondisi/kebutuhan masyarakat di era globalisasi ini.

[5]
2.2.2 Contoh Perilaku yang Bertentangan Dengan Hukum
1. Lingkungan Keluarga
a) Mengabaikan perintah orang tua
b) Menonton tayangan yang tidak boleh ditonton
c) Ibadah tidak tepat waktu
2. Lingkungan Sekolah
a) Terlambat datang ke sekolah
b) Bolos mengikuti pelajaran
c) Mencontek Ketika sedang ulangan
3. Lingkungan Masyarakat
a) Main hakim sendiri
b) Tindakan diskriminatif terhadap orang lain
c) Membuang sampah sembarangan
4. Lingkungan Bangsa dan Negara
a) Tidak memiliki KTP, SIM, danidentitas lainnya.
b) Tidak mematuhi rambu lalu lintas
c) Merusak fasilitas umum

2.3 Sanksi yang Diterapkan Kepada Pelanggar Hukum.


2.3.1. Pengertian Sanksi
Pelanggaran hukum sering kali terjadi di kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara, bahkan tidak heran terdapat oknum yang
selalu mengulangi kesalahan yang sama. Hal ini tentu mendorong untuk
diberlakukannya sanksi, supaya dapat memberikan efek jera bagi para
pelanggar.
Sanksi merupakan penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan
dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadi suatu pelanggaran,
kejahatan dan kesalahan. Dengan sanksi masyarakat dipaksa untuk
mematuhi atau mentaati kaidah hukum. Dengan sanksi ketaatan

[6]
masyarakat terhadap hukum dapat dipertahankan. Tidak dapat
dibayangkan jika suatu kaidah dinamakan hukum tanpa adanya sanksi.
Suatu aturan tanpa ancaman sanksi akan lebih berkonotasi pernyataan
biasa daripada sebagai kaidah hukum.
Sanksi terhadap pelanggaran itu amat banyak ragamnya, misalnya
sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi psikologis. Sifat dan jenis
sanksi dari setiap norma atau hukum berbeda satu sama lain. Akan
tetapi, dari segi tujuannya sama, yaitu untuk mewujudkan ketertiban
dalam masyarakat.
2.3.2. Norma yang Berlaku di Masyarakat
1) Norma Agama
Norma Agama adalah petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan
yang disampaikan melalui utusanutusan-Nya yang berisi
perintah,larangan atu anjuran-anjuran. Sanksi yang didapatkan
apabila melanggar bersifat tidak langsung, karena akan diperoleh
setelah meninggal dunia (pahala atau dosa)
Contoh Penerapan Norma Agama :
a. Rajin beribadah
b. Tidak berjudi
c. Suka beramal
2) Norma Kesusilaan
Norma Kesusilaan adalah pedoman pergaulan hidup yang bersumber
dari hati nurani manusia tentang baik-buruknya suatu perbuatan.
Sanksi yang didapatkan bersifat Tidak tegas, karena hanya diri
sendiri yang merasakan (merasa bersalah, menyesal, malu, dan
sebagainya)
Contoh penerapan Norma Kesusilaan :
a. Berlaku jujur
b. Menghargai orang lain

[7]
3) Norma Kesopanan
Norma Kesopanan adalah pedoman hidup yang timbul dari hasil
pergaulan manusia di dalam masyarakat. Sansi yang didapatkan
berifat tidak tegas, tapi dapat diberikan oleh masyarakat dalam
bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan.
Contoh penerapan Norma Kesopanan :
a. Menghormati orang yang lebih tua
b. Tidak berkata kasar
c. Menerima dengan tangan kanan
4) Norma Hukum
Norma Hukum adalah pedoman hidup yang dibuat oleh badan yang
berwenang mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara (berisi perintah dan larangan). Sanksinya bersifat tegas
dan nyata serta mengikat dan memaksa bagi setiap orang tanpa
kecuali.
Contoh penerapan Norma Hukum :
a. Tertib
b. Menaati prosedur yang berlaku
c. Dilarang mencuri

[8]
2.3.3. Sifat Sanksi Norma Hukum
2.3.3.1. Tegas
Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material telah di
atur. Misalnya, dalam hukum pidana menganai sanksi diatur dalam
pasal 10 KUHP. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana
berbentuk hukuman yang mencakup:

1) Hukuman pokok, yang terdiri atas:

a) Hukuman mati;

Pidana mati atau disebut dengan doodstraf atau death penalty adalah
pidana yang dijatuhkan terhadap orang yang berupa pencabutan nyawa
berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Pasal
10 KUHP). Pidana mati adalah pidana terberat berdasarkan Pasal 69
KUHP maupun berdasarkan hak yang tertinggi bagi manusia.

b) Hukuman penjara

Pidana penjara menurut Adamichazawi, (2007:32) adalah pidana yang


berupa hilangnya kemerdekaan seumur hidup atau untuk sementara
waktu yang harus dijalani narapidana di dalam Lembaga
pemasyarakatan. Sifatnya menghilangkan dan atau membatasi
kemerdekaan bergerak dalam arti menempatkan terpidana dalam suatu
tempat (lembaga pemasyarakatan). Terpidana tidak bebas untuk keluar
masuk dan di dalamnya wajib untuk tunduk, menaati, dan menjalankan
semua peraturan tata tertib yang berlaku. yang terdiri dari hukuman
seumur hidup dan hukuman sementara waktu (setinggi tingginya 20
tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun).

[9]
2) Hukuman tambahan, yang terdiri:

a) Pencabutan hak-hak tertentu

Pencabutan hak-hak tertentu memiliki arti bahwa tidak semua hak


terpidana akan dicabut, (seperti hak asasi manusia, hak hidup, dan
lainnya tidak dapat dicabut). Sebab apabila semua hak dicabut maka
dapat mengakibatkan kehilangan kesempatan hidup bagi pihak
terpidana. Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang dapat
dicabut adalah:

Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;


Hak memasuki angkatan bersenjata;
Hak memilih dan dipilih berdasarkan peraturan umum;
Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum,
hak menjadi wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas,
atas orang yang bukan anak sendiri;
Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwakilan atau
pengampu atas anak sendiri
Hak menjalankan pekerjaan (beroep tertentu),

b) Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu;

Menurut Adamichazawi, (2007:49-50) pidana perampasan barang


tertentu adalah hukuman perampasan barang sebagai suatu pidana
hanya diperkenankan atas barang-barang tertentu saja, tidak untuk
semua barang. Ada dua jenis barang yang dapat dirampas melalui
putusan hakim pidana, yaitu:

i) Barang-barang yang berasal /diperoleh dari suatu kejahatan (bukan


dari pelanggaran),
Menurut Marjane Termorshuizen dalam Kamus Hukum Belanda
Indonesia, (2002:88) dalam bahasa Belanda adalah corpora delictie
yang berarti barang bukti, misalnya uang palsu dari kejahatan
pemalsuan uang, surat cek palsu dari kejahatan pemalsuan surat;

[10]
ii) Barang-barang yang digunakan dalam melakukan kejahatan,

Menurut Marjane Termorshuizen dalam Kamus Hukum Belanda


Indonesia, (2002:182) dalam bahasa Belanda adalah instrumenta
delictie, yang berarti sarana dengan mana kejahatan dilakukan, sarana
terlaksananya kejahatan, misalnya pisau yang digunakan dalam
kejahatan pembunuhan atau penganiayaan, anak kunci palsu yang
digunakan dalam pencurian dan sebagainya.

c) Pengumuman keputusan hakim.

Pidana pengumuman putusan hakim menurut Adamichazawi,


(2007:53-54) adalah pidana pengumuman putusan hakim yang hanya
dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang telah ditentukan dalam undang-
undang, misalnya terdapat dalam Pasal 128 ayat (3) KUHP, Pasal 206
ayat (2) KUHP, Pasal 361 KUHP, Pasal 377 ayat (1) KUHP, Pasal 395
ayat (1) KUHP, Pasal 405 ayat (2) KUHP. Setiap putusan hakim
memang harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum
bila tidak putusan batal demi hukum, sesuai ketentuan Pasal 195
KUHAP yang tertulis bahwa “Semua putusan pengadilan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka
untuk umum”. Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan
suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari
pengadilan pidana. Dalam pengumuman putusan hakim ini, hakim
bebas menentukan perihal cara melaksanakan pengumuman itu.
Maksud dari pengumuman putusan hakim yang demikian ini adalah
sebagai usaha preventif mencegah bagi orang-orang tertentu, agar tidak
melakukan tindakan pidana yang sering dilakukan orang

[11]
2.3.3.2. Nyata
Nyata berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar
hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya.
Contoh: Pasal 338 KUHP, menyebutkan bahwa :
“barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Jika sanksi hukum diberikan oleh negara, melalui lembaga-lembaga


peradilan, sanksi sosial diberikan oleh masyarakat. Misalnya dengan
menghembuskan desasdesus, cemoohan, dikucilkan dari pergaulan,
bahkan yang paling berat diusir dari lingkungan masyarakat setempat.
Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah
orang melakukan perbuatan melanggar aturan, ada satu jenis sanksi
lain, yakni sanksi psikologis. Sanksi psikologis dirasakan dalam batin
kita sendiri. Jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap peraturan,
tentu saja di dalam batinnya ia akan merasa bersalah. Selama hidupnya
ia akan dibayang-bayangi oleh kesalahannya itu. Hal ini akan sangat
membebani jiwa dan pikiran kita. Sanksi inilah yang merupakan
gerbang terakhir yang dapat mencegah seseorang melakukan
pelanggaran terhadap aturan

[12]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sikap dan perilaku yang sesuai dengan hukum merupakan
tanggapan individu terhadap hukum berdasarkan keyakinan atau pendirian
yang relatif bertahan lama, sehingga mempengaruhi pola pikir dan pola
bertindak seseorang. Apabila sikap ini dijalankan, maka akan tercipta
suasana yang tertib dan kondusif. Kepatuhan hukum itu sendiri memiliki
arti bahwa seseorang memiliki kesadaran untuk memahami dan
menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
mempertahankan tertib hukum yang ada, dan menegakkan kepastian
hukum.
Sedangkan, perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul
sebagai akibat dari rendahnya kesadaran hukum. Adapun ketidakpatuhan
hukum terjadi karena dua hal, yakni karena pelanggaran hukum oleh
pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan, bahkan kebutuhan, dan
hukum yang berlaku sudah tidak berlaku dengan tuntutan kehidupan.
Sanksi yang diterapkan kepada pelanggar hukum dapat bervariasi,
sesuai dengan tingkat pidana/kesahan yang dilakukannya. Di Indonesia,
sanksi bisa didapatkan dari keempat norma yang berlaku, yaitu Norma
Agama, Norma Kesusilaan, Norma Kesopanan, dan Norma Hukum. Dari
keempat norma tersebut, dapat dibuktikan bahwa sanksi norma bersifat
tegas dan nyata.

3.2 Saran
Penulis dalam hal ini menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini banyak sekali terdapat kesalahan, baik dalam penyampaian data maupun
tata cara penulisan. Maka dari itu kami meminta kritik, dan saran dari
pembaca, supaya kedepannya kami dapat membuat makalah yang lebih baik
lagi.

[13]
DAFTAR PUSTAKA
❖ Sulardi, Yohana. (2015). Kepastian Hukum, Kemanfaatan, dan
Keadilan terhadap Perkara Pidana Anak, Vol. 8 No. 3
❖ http://e-journal.uajy.ac.id/4753/3/2MIH01592.pdf
❖ https://repository.uin-
suska.ac.id/12524/7/7.%20BAB%20II_2018246KI.pdf
❖ https://fahum.umsu.ac.id/sumber-tertib-hukum-yang-ada-di-
indonesia/
❖ https://www.hukumonline.com/berita/a/bahasa-hukum--
❖ pencabutan-hak-tertentu-lt52cb6fc8aef71
❖ e-book Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan /
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Untuk
SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI -- Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Pdf
❖ Modul Pembelajaran SMA KD 3.3
https://drive.google.com/file/d/1eSgrlUssd6tgDDVzL7JSftfa4p
zK6TI0/view
❖ http://repository.uinbanten.ac.id/7542/5/BAB%20III.pdf
❖ Sri Suparmi, S.Pd. LKS Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1. Klaten:
CV Samudra Penerbit dan Percetakan

[14]

You might also like