Professional Documents
Culture Documents
Aspek Finansial
Aspek Finansial
Ada juga transakdi-transaksi yang tidak mempengaruhi uang kas antara lain adalah:
1. Adanya pengakuan atau pembebanan depresiasi, amortisasi, dan deplesi terhdapat
aktiva tetap, „intangible assets‟ dan „wasting assets‟.
2. Adanya pengakuan kerugian piutang baik dengan membentuk cadangan piutang
maupun tidak dan adanya penghapusan piutang tak tertagih.
3. Adanya pemghapusan atau pengurangan nilai buku dari aktiva yang dimiliki serta
penghentian penggunaan aktiva tetap karena telah habis disusut atau sudah tidak
dapat dipakai lagi.
4. Adanya pembayaran dividen dalam bentuk saham (stock dividen), adanya
pembatasan penggunaan laba serta adanya penilaian kembali aktiva tetap yang ada.
Berkaitan dengan studi kelayakan bisnis, perhitungan terhadap aliran kas penting
dilakukan karena laba dalam pengertian akuntansi tidak sama dengan kas masuk
bersihnya yang bagi investor justru lebih penting untuk diketahui. Hal ini mudah
dimengerti mengingat hanya dengan kas bersih perusahaan dapat melaksanakan
pembayaran kewajiban finansial. Kas mempunyai tiga komponen utama, yaitu Initial
Cash Flow yang berhubungan dengan pengeluaran untuk investasi dan Operasional Cash
Flow yang biasanya mempunyai selisih neto yang positif yang dapat dipakai untuk
mencicil pengembalian investasinya. Yang ketiga, yaitu Terminal Cash Flow yang
merupakan cash flow dari nilai sisa aktiva tetap yang dianggap sudah mempunyai nilai
ekonomis lagi dan pengembalian modal kerja awal. Aliran arus kas nilai sisa dikenai
pajak jika nilai jualnya lebih besar dari pada nilai buku. Kelebihan nilai jual ini (yang
merupakan capital gains) dikenai pajak.
Kd Nilai
18% Rp. 93.740,0
17% Rp. 96.790,0
Selisih: 1% Rp. 3.050,0
Selisih antara Rp. 96.790,0 – Rp. 96000,0 = Rp. 790,0. Kalau 1% sama dengan
Rp. 3.050,0 maka untuk selisih yang bernilai Rp.96.000,0 akan sama dengan
790/3.050x 1% = 0,26%. Jadi, kd yang membuat sisi kanan persamaan sama dengan
Rp. 96.000,0 adalah :
Kd= 17% + 0,26% = 17,26%
Biaya utang kd ini belum dipotong pajak. Jika akan dipotong pajak, dengan notasi
biaya utangnya menjadi k*d, dapat dihitung dengan rumus
K*d = kd(1-t)
Kelompok biaya modal sendiri dapat dibagi atas biaya saham preferen, biaya
saham biasa, dan biaya laba ditahan. Paparannya disajikan berikut ini.
a. Biaya Saham Preferen. Saham preferen memberikan penghasilan berupa dividen
yang tetap kepada pemiliknya yang diambilkan dari laba bersih setelah pajak.
Untuk menghitung besar biaya modal saham preferen, dapat digunakan cara yang
sama dengan penghitungannya biaya modal hutang.
P0 = AXB
Kp
Dimana :
P0 = harga jual saham saat ini
A = nilai dividen (dalam persen)
B = nilai nominal saham
Kp = biaya saham preferen
b. Biaya Saham Biasa. Biaya Saham Biasa merupakan suatu tingkat keuntungan
minimal yang harus diperoleh suatu investasi yang dibelanjai oleh saham biasa.
D
Ke =
P0
dimana :
Ke = biaya modal dari saham biasa
D = dividen per lembar saham yang konstan setiap kurun
waktu tertentu
P0 = harga saham saat ini
Tetapi sebelum mengambil keputusan untuk merealisasikan proyek ini sudah tentu
pengambil keputusan hendaknya diberi informasi lain, misalnya informasi dari bagian
pemasaran seperti di berikut ini.
A=BxC
Di mana : A = banyak unit yang dapat dijual
B = bagian pasar dari produk
C = besarnya pasar produk
Jika bagian pasar dari produk sebesar 1% dengan besar pasar produk sebanyak 10
juta buah maka penjualan diperkirakan sebesar 100.000 buah. Penjualan dapat dihitung
dengan cara mengalikan banyak unit yang terjual dengan harga/unitnya. Jika banyak unit
seperti tertera di atas adalah sebesar 100.000 sedangkan penjualan diperkirakan 375 juta
rupiah, maka dapat dihitung harga//unit produk yaitu sebesar 3750 rupiah.
Di sisi lain, bagian produksi telah menaksir biaya variabel per unit sebesar Rp.
3.000,-. Oleh karena volume yang ditaksir sebanyak 100.000 unit/tahun, maka biaya
variabel akan berjumlah 300 juta. Biaya tetap 30 juta rupiah per tahun.
Informasi diatas merupakan hal penting yang perlu diketahui. Tampak disini bahwa
rencana investasi akan berjalan lancar, akan tetapi masih perlu berhati-hati terhadap
variabel yang belum diidentifikasikan karena bisa saja ia menjadi masalah yang besar
dalam investasi, misalnya mengenai hak paten.
Selanjutnya, setelah semua variabel diketahui (tapi perlu diingat bahwa bisa saja
nanti akan muncul variabel baru), lakukanlah analisis kepekaan (sensitivity analysis)
terhadap ukuran pasar, saham pasar, dan sebagainya. Untuk dapat melakukan hal itu , kita
misalnya, dapat merujuk pada bagian pemasaran dan bagian produksi. Mereka disuruh
untuk memberikan taksiran yang optimistik dan pesimistik. Misalnya hasil taksiran itu
tertera berikut ini.
Tabel 6.2. Tabel Sensitivity Analisis terhadap Ukuran Pasar, Saham Pasar dll.
Variabel Batas NPV (Jutaan Rp)
Pesimis Diharapkan Optimis Pesimis Diharapkan optimis
1.Ukuran pasar 9 juta 10 juta 11 juta +11 +34 +57
2.Saham pasar 0,004 0,001 0,016 -104 +34 +173
3.Harga /unit 3.500 3.750 3.800 -42 +34 +50
4.Biaya variabel 3.600 3.000 2.750 -150 +34 +111
per unit
5.Biaya tetap 40 juta 30 juta 20 juta +4 +34 +65
Sebelah kanan menunjukan apa yang terjadi pada nilai tunai bersih (NPV) apabila
variabel-variabel disusun satu per satu secara sekaligus dengan nilai-nilai optimistis dan
pesimitisnya. Dari tabel terlihat bahwa ternyata proyek yang direncanakan bukanlah
merupakan proyek yang meyakinkan. Variabel-variabel yang „bahaya‟ adalah pada
saham pasar dan biaya variabel per unit. Apabila saham pasar hanya 0,004 (dan semua
varibel lain adalah seperti yang diharapkan ), maka proyek akan mempunyai suatu NPV
sebesar 104 juta. Apabila biaya variabel per unit sebesar 3600 (dan semua variabel lain
adalah seperti yang diharapkan), maka proyek akan mempunyai NPV sebesar -150 juta.
Misalkan bahwa nilai pesimistis untuk biaya variabel per unit sebagian
mencerminkan kekhawatiran bagian produksi bahwa sebuah mesin tertentu tidak dapat
bekerja sebagaimana yang telah direncanakan. Agar dapat berjalan sesuai dengan rencana
perlu kiranya tambahan biaya sebesar 200 per unit dengan probabilitas terjadinya
kegagalan sebesar 10%, misalnya dengan pemakaian mesin baru. Akibatnya memang
arus kas akan berkurang (setelah pajak, misa.50%) sebesar:
Dx E x (1-tarif pajak)
Dimana :
D = banyak unit yang dapat dijual
E = tambahan biaya per unit
Jika dalam periode yang sama terdapat beberapa usulan proyek yang ternyata layak
untuk direalisasikan, sementara itu, dana atau anggaran yang tersedia tidak mencukupi,
maka perlu dicari jalan keluar, salah satunya adalah dengan melakukan urutan prioritas
terhadap proyek-proyek itu. Bagaimana melakukan penilaian investasi serta melakukan
analisis uruttan prioritas dipaparkan pada bagian ini.
a. Metode Penilaian Investasi
Rumus :
Nilai investasi
Payback period : X 1 tahun
Kas Masuk Bersih
Metode Internal Rate of Return (IRR). Metode ini digunakan untuk mencari
tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa
datang, atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal. Rumus yang
dipakai seperti dibawah ini.
Rumus :
n CFt
10 = ∑
t=1 (1+IRR)t
dimana :
t = tahun ke
n = jumlah tahun
10 = nilai investasi awal
CF = arus kas bersih
IRR = tingkat bunga yang dicari harganya
Nilai RR dapat dicari misalnya dengan cobaa-coba (trial and error). Caranya, hitung
nilai sekarang dari arus kas dari suatu investasi dengan menggunakan suku bunga
yang wajar, misalnya 10 persen, lalu bandingkan dengan biaya investasi, jika nilai
investasi lebih kecil, maka dicoba lagi dengan suku bunga yang lebih tinggi demikian
seterusnya sampai biaya investasi menjadi sama besar. Sebaliknya, dengan suku
bunga wajar tadi nilai investasi lebih besar, maka coba lagi dengan suku bunga yang
lebih rendah sampai mendapatkan nilai investasi yang sama besar dengan nilai
sekarang.
Metode Net Present Value (NPV)
Net Present value yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan
nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional
maupun aliran kas terminal)dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai
sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.
Rumus :
n CFt
NPV = ∑ - I0
t=1 (1+K)t
dimana :
CFt = aliran kas pertahun pada periode t
I0 = investasi awal tahun pada tahun 0
K = suku bunga (discount rate)
PV kas masuk
PI =
PV kas keluar
a
X=
P-b
Dengan demikian untuk mencari jumlah yang diproduksi agar mencapai titik
impas adalah :
a
X=
P-b
Jika yang akan dicari adalah total harga agar mencapai titik impas, maka
rumus diatas diubah :
a
X.P =
(P-b) / P
a
=
(1-b) / P
jika, nilai NAL = 0, maka biaya membeli sama dengan biaya leassing.
jika, nilai NAL > 0, maka biaya membeli lebih besar dari biaya leassing.
jika, nilai NAL < 0, maka biaya membeli lebih kecil dari biaya leassing.
c. Urutan Prioritas
Apabila dijumpai beberapa usulan proyek yang feasible atau layak untuk
dilaksanakan, padahal hanya akan melaksanakan satu atau sebagian saja dari usulan-
usulan itu karena keterbatasan sumber daya, seperti dana, maka dapat dilakukan
pungutan prioritas (ranking) atau (capital rationing) untuk menentukan usulan
proyek yang paling layak. Proses pengurutan prioritas ini memiliki beberapa
skenario. Lima di antaranya dipaparkan berikut ini.
a. Skenario Mutually Exclusive (saling meniadakan). Skenario ini dipakai jika suatu
proyek A dipilih, maka proyek lain harus tidak dipilih. Dengan skenario untuk
kondisi seperti ini, menurut Husnan, tolok ukur untuk pemilihan proyek dapat
menggunakan NPV atau IRR, tergantung pada persoalan yang di hadapi, serta
karakteristik dari NPV dan IRR itu sendiri.
b. Skenario Contigency (saling terkait). Skenario ini dipakai jika suatu proyek A
yang dipilih, maka proyek B (atau mungkin ada proyek lain) harus diikutsertakan
pula. Jadi, manajemen harus melakukan investasi terhadap proyek-proyek
tersebut. Kriteria-kriteria investasi, seperti PI, NPV, IRR, dan sebagainya dapat
digunakan, setelah semua data tentang arus kas keluar dan masuk dari kedua
proyek ini digabungkan.
Berikut adalah contoh tiga proyek dimana proyek B dilihat dari nilai PI
adalah proyek yang tidak layak (nilai PI < 1). Akan tetapi, karena ketiga proyek
adalah saling terkait (kontinjensi), maka perlu dihitung apakah ketiganya akan
dianggap layak, atau tidak. Tekniknya seperti disajikan berikut ini.
Berikut ini adalah beberapa contoh data dari beberapa proyek yang fisibel.
Apabila seluruh dana yang tersedia sebesar Rp. 11.000.000.000 (sebelas miliar)
akan dipakai untuk membiayai usulan proyek-proyek di atas, proyek mana saja
yang dipilih ?
Alternatif I
(dilihat dari pemanfaatan jumlah tenaga kerja)
Nama Tenaga Ongkos
Proyek Kerja Proyek
G 3.200 7.000
F 3.000 6.500
C 2.500 4.200
A 1.200 2.500
E 1.000 1.800
B 600 1.000
D 200 500
Alternatif II
(Berdasarkan biaya proyek yang paling kecil)
Nama Proyek Ongkos Proyek Tenaga Kerja
D 500 200
B 1.000 600
E 1.800 1.000
A 2.500 1.200
C 4.200 2.500
F 6.500 3.000
Alternatif III
(Berdasarkan manfaat neto terbesar)
Alternatif IV
(Berdasarkan pemanfaatan tenaga kerja)
Nama Proyek Ongkos Proyek Tenaga Kerja
D 500 200
B 1.000 600
E 1.800 1.000
A 2.500 1.200
C 4.200 2.500
G 7.000 3.200
Jumlah 17.000 8.700
Jika memilih alternatif I, proyek yang diambil adalah G dan F yang menyerap tenaga
kerja
6.200 orang, tetapi kekurangan dana sebesar 2,5 milyar. Alternatif II, proyek yang
diambil adalah D,B,E,C,F yang menyerap tenaga kerja 8.500 orang, tetapi juga
kekurangan dana sebesar 5,5 milyar yang harus disiapkan pada perencanaan anggaran
tahun mendatang. Alternatif III, proyek yang diambil adalah G,B,A,D yang menyerap
tenaga kerja 5.200 orang tanpa kekurangan dana karena nilai proyek-proyek tersebut persis
11 milyar rupih. Dan terakhir, alternatif IV menyerap tenaga kerja 8.700 orang dengan
kekurangan dana sebesar 6 milyar. Jika memilih alternatif IV, memang jumlah tenaga
kerja yang terserap paling banyak, tetapi jumlah kekurangan dana adalah yang terbesar
pula.