Professional Documents
Culture Documents
Macam Wali Nikah
Macam Wali Nikah
Pengertian perwalian dalam istilah fiqih ialah penguasaan penuh yang diberikan oleh agama
kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang.
Mengenai perwalian ini mayoritas ulama membagi wali menjadi tiga macam,
1. perwalian atas barang,
2. perwalian atas orang,
3. dan perwalian atas barang dan orang secara bersama-sama.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berkenaan dengan perwalian dalam pernikahan
menjelaskan secara lengkap dan keseluruhannya mengikuti fiqh madzhab jumhur ulama,
khususnya syafi’iyah.
Pasal 19: “wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun-rukun yang harus di penuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya.”
2. Urutan Wali
urutan wali sebagai berikut:
1) Ayah;
2) Kakek;
3) Saudara laki-laki seayah seibu (sekandung);
4) Saudara laki-laki seayah;
5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung;
6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
7) Paman sekandung;
8) Paman seayah;
9) Anak laki-laki dari paman sekandung;
10) Anak laki-laki dari paman seayah;
11) Hakim.
Ini merupakan urutan wali yang berhak menjadi wali dalam pernikahan, jika seseorang
menjadi wali pernikahan sementara hadir wali yang lebih dekat maka pernikahannya tidak
sah, karena menurut ulama Syâfi’îyah hak wali merupakan hak ‘ashabah sebagaimana
menyerupai hak waris.
Kata muhakkam merupakan kata benda pasif (isim maf’ul) yang berasal dari kata hakkama-
yuhakkimu-tahkiman, yang berarti mengangkat seseorang menjadi hakim dan menyerahkan
persoalan hukum kepadanya. Kata muhakkam berarti seseorang yang diangkat sebagai
hakim. (Al-Mau’su’at al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 10, hal. 233). Dalam hal pernikahan,
wali muhakkam adalah orang biasa, bukan pejabat hakim resmi, yang ditunjuk oleh seorang
perempuan untuk menjadi wali dan menikahkan dirinya dengan seorang lelaki yang telah
melamarnya.(Al-Hawi al-Kabir, juz 16, hal. 648)
d. Wali Maula
yaitu wali yang menikahkan budaknya, artinya majikannya sendiri. Laki-laki boleh
menikahkan perempuan yang berada dalam perwaliannya bilamana perempuan itu rela
menerimanya. Perempuan di maksud adalah hamba sahaya yang berada di bawah
kekuasaannya. Dan Allah tidak melarang mereka yang menikahkan budak perempuan untuk
dirinya sendiri atas dasar suka sama suka dan saling merelakan antara keduanya.
Rohmat, 2011, AL-‘ADALAH Vol. X, Kedudukan Wali Dalam Pernikahan: Studi Pemikiran
Syâfi’îyah, Hanafiyah, Dan Praktiknya Di Indonesia
Siti Nurjanah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Wali Hakim Akibat Wali
Nasabnya Adhal (Studi Analisis Putusan PA Serang No. 0401/Pdt.P/2017/PA.Srg). Jurnal
UIN Banten