You are on page 1of 27

MAKALAH NEPHROTIC SYNDROME

DISUSUN OLEH:

1. PANGESTU PURJAWADANI

2. SELLA

3. UMI KALSUM

4. PUPUT DESI AMELIA

5. INDAH CAHYANI

6. TIARA NOFITRIANI

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM II/ SRIWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh
proteinuria masif, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan
hiperlipidemia. Angka kejadian SN di Amerika dan Inggris berkisar antara
2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan
sebagian besar pasien di poliklinik khusus Nefrologi, dan merupakan
penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-
2000.

Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan


kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan
menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat
dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan
lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama
kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan
kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis
buruk.

Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara


histopatologik sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons
terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi
nonminimal sebagian besar tidak memberikan respons terhadap
pengobatan steroid (resisten steroid).1-4 International Study of Kidney
Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan
laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita N.

2
Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan
pertama, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin,
komplemen C3, dan kolesterol serum. Seperti telah diketahui, bentuk
Shistopatologik memberikan gambaran terhadap respons pengobatan
steroid, seperti jenis glomerulonefritis mesangial proliferatif (GNMP)
sebesar 80-85% adalah resisten seroid. Sampai saat ini, belum terdapat
data gambaran histopatologik di Indonesia, sehingga pada sindrom
nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid
(SNSS) akan memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh ISKDC. Kadar protein nonalbumin
diikutsertakan pula dalam penelitian ini karena belum pernah diteliti
sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara
berbagai gambaran klinis dan laboratorium secara bersama-sama dengan
respons terhadap pengobatan steroid (SNRS dan SNSS). (Behrman,
2000)

2.    Tujuan Penulisan Makalah


1) Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami konsep dasar
medis dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
sindroma nefrotik.
2) Tujuan Khusus
Mahasiswa keperawatan dapat :
a. Menjelaskan etiologi dari sindroma nefrotik
b. Menjelaskan pengertian dari sindroma nefrotik
c. Menjelaskan patofisiologi dan pohon masalah (pathways) dari
sindroma nefrotik
d. Menjelaskan manifestasi klinik dari sindroma nefrotik
e. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik
f. Menjelaskan penatalaksanaan dari sindroma nefrotik
g. Menjelaskan komplikasi dari sindroma nefrotik
h. Menjelaskan asuhan keperawatan dari sindroma nefrotik

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Definisi
Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik:proteinuria,hypoproteinuria,hypoalbuminemia,hyperlipidemia
dan edema. (Suriadi, 2006)

dapat terjadi karena adanya faktor yang menyebabkan premeabilitas


Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini
glomerulus. (Hidayat, A.Aziz, 2006)

Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,


hipoalbuminemia, hiperlipidemia, kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 2005)

Berdasarkan pengertian diatas maka, dapat diambil kesimpulan


bahwa sindroma nefrotik adalah merupakan suatu kumpulan gejala yang
ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.

2. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen –
antibodi. Menurut Ngastiyah (2005), umumnya etiologi dibagi menjadi :
1) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis
buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.

4
Gejala : Edema pada masa neonatus
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria kuartana (malaria kuartana yang disebabkan
plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama
daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala
pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari
setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi
tiap tiga hari) atau parasit lainnya.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura anafilaktoid.
c. Glumerulonefritis akut atau kronik,
d. Trombosis vena renalis.
e. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, air raksa.
f. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik. (Ngastiyah,
2005)
3) Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk
membaginya menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel
epitel berpadu. Dengan cara imu5nofluoresensi ternyata
tidak terdapat imunoglublin G (IgG) pada dinding kapiler
glomerulus.

b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler
yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

5
c. Glomerulonefritis proliferatif
a) Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat
proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel
polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel
yang menyebabkan kapiler tersumbat.
b) Dengan penebalan batang lobular. Terdapat
prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular. Dengan bulan sabit ( crescent)
c) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel
epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
d) Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang
menyerupai membran basalis di mesangium. Titer
globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
e) Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus.
Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

3. Patofisiologi
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma potein, terutama
albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi
albumin, namun organ ini tidak mampu untu k terus mempertahankannya
jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi
hipoalbuminemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata
akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan
ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem
renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi
sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak
dalam darah (hiperlipidemia).

6
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik
atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum
penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga
terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik
mencakup glomerulonefritis kronis, dibetes mellitus disertai
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus
erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan
memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat. (Arif Muttaqin, 2011).

7
Pathway
Etiologi primer dan sekunder

Kerusakan glomerulus

Perubahan permeabilitas membran glomerulus

Penurunan laju filtrasi glomerulus

Protein terfiltrasi

Hipoalbuminemia Peningkatan sintesa protein di hati Peningkatan system imun

Penurunsan tekanan onkotik


Resiko ringgi infeksi

Peningkatan tekanan hidrostatik Pemecahan lemka dan protein

Perpindahan cairan dari intrasel Peningkatan kolestrol darah Hiperlipidemia


Ke intertisial

Edema volume intraveskuler penurunan

Hipervolemia Paru-paru Penekanan pada tubuh Asites


terlalu dalam
Efusi pluera Menekan saraf vagus
Suplai nutrisi&O2
Reabsorbsi Na Persepsi kenyang
Hipoksia
Reabsorbsi air Defisit nutrisi
Iskemia
Peningkatan volume plasma
Nekrosi
Peningkatan tekanan darah Kelemahan
Ekspansi paru tdk adekuat
Beban jantung meningkat
Gangguan
mobilitas fisik
Gangguan Risiko perfusi Pola nafas tidak
integritas kulit/ serebral tidak efektif
jaringan efektif

8
4. Manifestasi Klinik
1) Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema
biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka).
Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan
umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke
abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
2) Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3) Pucat
4) Hematuri
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom
nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk
membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
5) Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
6) Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat
dan keletihan umumnya terjadi.
7) Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily
L.2002 )

5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis
sindrom nefrotik. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau
4 + pada dipstick bacaan, atau dengan pengujian semi
kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300
mg / dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan
dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan dipsticks
kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
a. Protein urin   > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan
tubuh/hari
b. Urinalisa  cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin   positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin   meningkat (normal : 285 mOsmol)

9
2) Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)
b. Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100 ml). Hal ini disebut
sebagai hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam
darah < 2,5 gram/100 ml). Pada SN ternyata
katabolisme protein meningkat akibat katabolisme
protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan
katabolisme in merupakan factor tambahan terjadinya
hipoalbuminemia selain dari proteinuria (albuminuria).
Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema
mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada
gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada
umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin
darah < 2 gram/100 ml, dan syok hipovolemia terjadi
biasanya pada kadar < 1 gram/100 ml. (Betz, 2002)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang
berlebihan.
b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan
pengkisutan ginjal.
c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk
glomerulonefritis kronis atau pembentukkan jaringan
parut yang tidak spesifik pada glomeruli. (Betz, 2002)
6. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik,
untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan
memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan
natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis
dengan menggunakan garam secukupnya dan

10
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
b. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 –
4 gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema
masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam
sedikit.
c. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam,
dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1
mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan
respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat
digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama
pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan
hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
d. Dengan antibiotik bila ada infeksi.
e. Diuretikum
f. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in
Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan
sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral
dengan dosis60mg/hari/luaspermukaan badan
(lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per
oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila
terdapat respons, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4
minggu.
3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur
diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.

11
g. Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada
indikasi vital. Bila ada gagal jantung, diberikan
digitalis. (Behrman, 2000)
2.      Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindroma nefrotik perlu dirawat di rumah sakit,
karena memerlukan pengawasan dan pengobatan yang
khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema
yang berat (anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan
mengenai pengobatan atau gangguan rasa  aman dan
nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit pasien.

Pasien sindroma nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di


tempat tidur, karena dengan keadaan edema yang berat
menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk
bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus
ditolong di atas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya
cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak
nafas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada
tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika
bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal
dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan
skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan
skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab
kematian pasien).

Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien


melakukan kegiatan sesuai kemampuannya, tetapi tetap

12
didampingi atau dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien
tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema
pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut pasien.
Selain itu perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu
dilakukan pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama
24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik diberikan diet
rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori
yaitu 35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1 gram/hari). Bentuk
makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, bisa makanan
biasa atau lunak. (Ngastiyah, 2005)

Pasien dengan sindroma nefrotik mengalami penurunan


daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi.
Komplikasi pada kulit akibat infeksi streptococcus dapat terjadi.
Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu
diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus
bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan
diberikan pada waktu yang sama. Jika pasien diperbolehkan
pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan bagaimana
merawat anak yang menderita penyakit sindroma nefrotik.
Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas apa yang perlu
dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu
diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet.
Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini
sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak
terkontrol secara teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien
dianjurkan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (biasanya 1
bulan sekali). (Ngastiyah, 2005)

7. Komplikasi
1) Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang
rendah akibat hipoalbuminemia.

13
2) Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
3) Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem
koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4) Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan
ginjal. (Rauf, .2002)

14
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Pengkajian Anamnesa
a. Identitas
b. Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki.
c. Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat
menanyakan hal berikut :
1. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output.
2. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah
disertai dengan  adanya keluhan pusing dan cepat lelah.
3. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.
d. Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu
mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit edema, apakah
ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji
tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
e. Pada pengkajian psikososiokultural, adanya kelemahan fisik,
wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa
cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
1. Prenatal
Keadaan dimana ibu memeriksakan kandungannya selama
mengandung dan asupan nutrisi selama kehamilan.
2. Natal
Proses persalinan pada saat dilahirkan, serta kondisi bayi saat
dilahirkan.
3. Postnatal
Asupan nutrisi yang diperoleh saat dilahirkan hingga dewasa.
4. Imunisasi
BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali

g. Riwayat kesehatan lingkungan

15
Endemik malaria sering terjadi kasus sindroma nefrotik.
h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
 Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8. Tinggi badan = 2 kali
tinggi badan lahir.

 Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase


oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus
kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu,
elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat
dengan ayah.

 Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre


school (inisiativevs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif
untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya
diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan
menjadi anak peragu.

 Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional


yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa,
bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.

 Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari,


menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan,
segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari
dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat
warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas
orang dewasa.

16
 Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan
tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel,
gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.

2) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan
adanya perubahan.
 B1 (Breating). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan napas walau secara frekuensi mengalami
peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering
didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
 B2 (Blood). Sering ditemukan penurunan curah jantung respons
sekunder dari peningkatan beban volume.
 B3 (Brain). Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera
tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan sesuai
dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
 B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen
 B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

3)        Pengkajian Diagnostik


Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria,
terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membaran glomerulus.

4)        Pengkajian Penatalaksanaan Medis

17
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih
lanjut dan menurunkan risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi,
maka penatalaksanaan tersebut meliputi hal-hal berikut :
 Tirah baring
Untuk mengatasi penyulit, pada stadium oedem, ada hipertensi, ada
bahaya trombosis, apabila relaps.
 Diuretik
Diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari.
 Adenokortikosteroid, golongan prednison
Induksi : 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 4 minggu
(maksimal 80 mg/24 jam). Bila terjadi remisi : 2 mg/kgBB/24 jam
dosis tunggal tiap pagi, tiap 48 jam sekali selama 4 minggu.
Tapering off dosis dikurangi 0,5 mg/kgBB setiap 2 minggu, selama
2-4 bulan.
 Diet rendah natrium tinggi protein
Tinggi protein dan rendah garam (pada stadium oedem dan selama
pemberian kortikosteroid. Cairan dibatasi. Pemberian kalsium dan
vitamin D.
 Terapi cairan
Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur
secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan natrium
2) defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrien.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, kontrol dan atau massa.
4) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom
hipoventalis
3. Rencana Asuhan Keperawatan

18
Diagnose Luaran keperawatan Intervensi keperawatan
keperawatan

Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen hipervolemia


intervensi keperawatan Observasi
selama 3x24 jam maka  Periksa tanda dan
gejala hypervolemia
keseimbangan cairan
 Identifikasi penyebab
meningkat dengan
hypervolemia
kriteria hasil :
 Monitor status
1. Asupan cairan hemodinamik, tekanan
meningkat darah, MAP, CVP, PAP,
2. Output urin PCWP, CO jika tersedia

meningkat  Monitor intaje dan


output cairan
3. Membrane
 Monitor tanda
mukosa lembab
hemokonsentrasi
meningkat
 Monitor tanda
4. Dehidrasi peningkatan tekanan
menurun onkotik plasma
5. Tekanan darah  Monitor kecepatan infus

membaik secara ketat


 Monitor efek samping
6. Frekuensi nadi
diuretik
membaik
Therapeutik
7. Turgor kulit
 Timbang berat bada
membaik setiap hari pada waktu
yang sama
 Batasi asupan cairan
dan garam
 Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40
derajat
Edukasi
 Anjurkan melapor jika
haluaran urine <0.5
ml/kg/jam dalam 6 jam
 Anjurkan melapor jika

19
BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan
dan haluaran cairan
 Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuritik
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
 Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy

Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


intervensi keperawatan Observasi
selama 3x24 jam maka
Status nutrisi  Identifikasi status
membaik dengan nutrisi
kriteria hasil :
 Identifikasi alergi
1. Porsi mkanan
dan intoleransi
yang dihabiskan
meningkat makanan

2. Berat badan  Identifikasi


membaik makanan yang
3. Indeks massa
disukai
tubuh (IMT)
membaik

 Identifikasi

20
kebutuhan kalori

dan jenis nutrient

 Identifikasi

perlunya

penggunaan

selang

nasogastrik

 Monitor asupan

makanan

 Monitor berat

badan

 Monitor hasil

pemeriksaan

laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral

hygiene sebelum

makan, jika perlu

 Fasilitasi

menentukan

pedoman

diet (mis.

Piramida

makanan)

 Sajikan makanan

secara menarik

21
dan suhu yang

sesuai

 Berikan makan

tinggi serat untuk 

mencegah

konstipasi

 Berikan makanan

tinggi kalori dan

tinggi protein

 Berikan suplemen

makanan, jika

perlu

 Hentikan

pemberian

makan melalui

selang nasogastri

k jika asupan oral

dapat ditoleransi

Edukasi

 Anjurkan posisi

duduk, jika

mampu

 Ajarkan diet yang

diprogramkan

Kolaborasi

22
 Kolaborasi

pemberian

medikasi sebelum

makan  (mis.

Pereda nyeri,

antiemetik), jika

perlu Kolaborasi

 dengan ahli gizi

untuk

menentukan

jumlah  kalori dan

jenis nutrient

yang dibutuhkan,

jika perlu

Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan ambulasi


fisik intervensi keperawatan Observasi
selama 3x24 jam maka
 Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas fisik
atau keluhan fisik lainnya
Meningkat dengan
kriteria hasil :  Identifikasi toleransi fisik

1. pergerakan melakukan ambulasi


ekstremitas  Monitor frekuensi jantung
meningkat
dan tekanan darah sebelum
2. kekuatan otot
memulai ambulasi
meningkat
3. rentang gerak  Monitor kondisi umum

(ROM) selama melakukan

meningkat ambulasi

23
Terapeutik

 Fasilitasi aktivitas

ambulasi dengan alat bantu

 Fasilitasi melakukan

mobilisasi tisik, jika peru

 Libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam

meningkatkan ambulasi

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan

prosedur ambulasi

 Anjurkan melakukan

ambulasi dini

 Ajarkan ambulasi

sederhana yang harus

dilakukan.

Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


efektif intervensi keperawatan Observasi
selama 3x24 jam maka  Monitor pola napas
Pola napas Membaik  Monitor bunyi napas

dengan kriteria hasil : tambahan

1. Dispnea menurun  Monitor sputum

2. Penggunaan otot Terapeutik

bantu napas menurun  Pertahankan

3. Pemanjangan fase kepatenan jalan napas

ekspirasi menurun dengan headtilt dan


chin-lift
4. Frekuensi napas
 Posisikan semi-fowler

24
membaik atau fowler
5. Kedalaman napas  Berikan minum hangat
membaik  Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Lakukan hiper
oksigenasi sebelum
penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
 benda pada dengan
forsep McGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan
neoprotik syndrome diharapkan sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan dapat teratasi

25
2. Meningkatnya asupan nutrisi
3. Meningkatnya citra tubuh
4. Bersihan jalan nafas efektif
5. Perfusi jaringan perifer efektif
6. Pola nafas efektif
7. Aktivitas dapat ditoleransi
8. Curah jantung mengalami peningkatan

26
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema.
(Suriadi, 2006)

Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,


hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena
adanya faktor yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. (Hidayat, A.Aziz,
2006)

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini


dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
2. Sindrom nefrotik sekunder
3. Sindrom nefrotik idiopatik
4. Glomerulosklerosis fokal segmental

2. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi
pembaca.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk penyempurnaan saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.

27

You might also like