You are on page 1of 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.
Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap
tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik
menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007). Diabetes Melitus (DM) adalah
keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan


angka insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan
data International Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada
tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan
menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International Diabetes
Federation, 2013). Menurut World Healt Organization (WHO) kasus DM di Indonesia pada
tahun 2000 berada pada rangking 4 dunia setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan
Amerika Serikat (17,7 juta), dan WHO memperkirakan akan meningkat pada tahun 2030,
India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta), dan Indonesia (21,3 juta). DM
tipe II banyak ditemukan (>90%) dibandingkan dengan DM tipe I. DM tipe II timbul setelah
umur 30 tahun sedangkan DM tipe I biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. Penyakit yang
bersifat menahun (kronis) dapat menyerang pria maupun wanita, namun kasus tersebut
meningkat pada wanita (Tahitian, 2008). Peningkatan prevalensi terjadinya DM ini
diakibatkan karena faktor gaya hidup, etnis dan usia. Gaya hidup penduduk dunia masa kini
yang lebih banyak mengkonsumsi makanan dengan kadar lemak tinggi dalam porsi yang
besar menyebabkan seseorang dapat mengalami obesitas. Prevalensi diabetes mellitus di
Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 sebesar 5,7%
(Balitbangkes, 2008). Prevalensi DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu
11,1%, kemudian Riau sekitar 10,4% sedangkan prevalensi terkecil terdapat di Provinsi
Papua sekitar 1,7% (PERKENI, 2011). Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu
(TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat
(Soewondo, 2011).
Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang melebihi batasan
target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung (dehidrasi, penurunan BB,
penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang (kerusakan pembuluh darah mikro dan
makro (Mikail, 2012). Menurut PERKENI (2006), terdapat banyak faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga dengan diabetes,
umur, riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg). Serta terdapat faktor yang
meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus yakni berat badan lebih, kurangnya aktivitas
fisik atau gaya hidup, pola makan, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan stress. Pada
pasien DM tipe-II umumnya bertubuh gemuk dan proses terjadinya lebih dipengaruhi oleh
lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Karena, sel-sel sasaran (otot dan lemak
tubuh) yang seharusnya mengambil gula dengan adanya insulin, tidak memberikan respon
normal terhadap insulin. Jenis diabetes ini sering tanpa disertai keluhan, dan jika ada
gejalanya lebih ringan daripada DM tipe-I. Karena itu, DM tipe-II pada usia dewasa
seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga (Soegondo, dkk, 2005; Hartono,
1995).
Peradaban manusia yang terus berkembang seiring dengan perubahan zaman, hal
tersebut tentu saja akan berdampak secara langsung terhadap pola atau gaya hidup manusia.
Oleh karena itu manusia cenderung memilih untuk bergaya hidup yang serba praktis, cepat,
dan instant. Obesitas merupakan salah satu penyebab dari gaya hidup yang tidak sehat,
masyarakat sendiri tidak menganggap obesitas sebagai suatu penyakit tetapi merupakan suatu
hal yang wajar (Edial Sanif, 2008). Obesitas merupakan keadaan patologis sebagai akibat
akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh dengan peningkatan berat badan melebihi batas
kebutuhan skeletal dan fisik (Dorland, 2002). Menurut Prof DR Dr Askandar Tjokroprawiro
Sp.PD, KE dari Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr Soetomo Surabaya mengatakan
obesitas harus diwaspadai. Sekitar 89-90 % dari penderita diabetes melitus tipe II mempunyai
berat badan lebih atau obes. NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)
III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan IMT > 23 kg/m2 menderita diabetes
tipe II. Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan. Dunia (WHO) dan International Obesity
Task Force 2007 mengindikasikan sekitar 58% kasus diabetes terkait dengan IMT di atas 21
kg/m2. Sedangkan tahun 2007 dan 2009 tercacat 1,5 juta orang dewasa mengalami masalah
berat badan atau obesitas (Anomaly, 2010). Jumlah penderita obesitas di indonesia terus
bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data tahun 1999, prevalensi obesitas di indonesia
adalah 1,1% dan 0,7%, masing-masing untuk kota dan desa. Angka tersebut meningkat
hampir lima kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada tahun 2004 (Albiner Siagian, 2004).
Sementara menurut hasil riset Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) pada 2007
persoalan obesitas memperlihatkan peningkatan. Prevalensi obesitas pada pria mencapai 9,16
%. Sedangkan kaum wanita yang menderita obesitas sebanyak 11,2 %. Kelebihan gula darah
yang tinggi menyebabkan 3.1600 kematian setiap tahun, sedangkan hingga tahun 2030
diperkirakan jumlah orang berada pada kondisi pradiabetes di Indonesia, telah mencapai 12,9
juta orang.

Pada saat ini kelainan metabolik seperti diabetes mellitus dan obesitas sering
dihubungkan dengan peningkatan kadar asam urat dan kadarnya juga dapat digunakan
sebagai penanda inflamasi ataupun juga untuk memprediksi komplikasi metabolik dan
kardiovaskuler pada penderita dengan obesitas dan diabetes mellitus. Hipertrofi dan inflamasi
jaringan adiposit pada penderita obesitas memegang peranan penting dalam meningkatkan
aktivitas sitokin proinflamasi dan munculnya keadaan resistensi insulin. Kondisi ini juga
didapatkan pada penderita DM dimana hiperglikemia kronis dan resistensi insulin memegang
peranan penting dalam meningkatkan aktivitas sitokin proinflamasi. Peningkatan aktivitas
sitokin ini akan meningkatkan apoptosis sel dan nekrosis jaringan, yang pada akhirnya akan
meningkatkan kadar asam urat di dalam serum. Selain itu, aktivitas sitokin proinflamasi akan
meningkatkan aktivitas enzim xanthine oxidase yang merupakan katalisator dalam proses
pembentukan asam urat, yang juga akan lebih meningkatkan kadar asam urat dan radikal
bebas di dalam serum. (Slamet, 2008)
Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok II tertarik untuk mengangkat jurnal yang
berjudul “HUBUNGAN ASAM URAT DENGAN GULA DARAH PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG MENGALAMI OBESITAS” untuk dijadikan pleno
jurnal dalam memenuhi tugas kuliah Blok Endokrin.

You might also like