Professional Documents
Culture Documents
Bab IV (REVISED)
Bab IV (REVISED)
berkembang antara Asia dan Eropa sejak abad-abad pertama masehi. Nama
banyak bahasa, dan sejak tahun 1978 M, menjadi nama sebuah proyek
penelitian Unesco yang diberi judul : Integral Study of the Silk Roads: Roads of
melalui jalur itu tidak hanya mengalir barang dagangan seperti sutera, rempah-
rempah, dan sebagainya tetapi juga gagasan dan pemikiran, nilai dan norma,
Jalur sutera ini juga meliputi atau melewati perairan Indonesia. Jalur
ini menyatu dengan jalur rempah-rempah yang berawal dari Maluku, penghasil
pala dan cengkeh. Sampai akhir abad ke-13 M, rempah-rempah Maluku dahulu
hanya diperdagangkan ke Ambon dan Banda oleh para pedagang lokal. Para
pedagang Jawa dan Melayu kemudian membawanya dari Ambon atau tepatnya
Hitu dan Banda ke Pelabuhan Gresik, Tuban, Pasai, dan Malaka. Tetapi para
pedagang Hitu dan Banda ketika itu juga membawa rempah-rempah Maluku ke
47
48
Cina dan Arab. Agaknya perdagangan cengkeh mulai ramai kala itu. Dengan
datangnya para pedagang dari Arab, agama Islam mulai masuk namun belum
dianut oleh para bangsawan maupun oleh kalangan penduduk lainnya (Vlekke,
2008: 68).
orang Jawa atau tepatnya berasal dari Giri (Gresik) yaitu Maula Husein. Pada
pertengahan abad ini jugalah motivasi para pelayar ataupun para pedagang
terbatas pada orang Portugis dan Spanyol saja, tetapi sejak akhir abad ke 16 M
orang Inggris, Perancis, Belanda, dan kemudian juga orang Denmark, mulai
terlibat dalam pertarungan sengit yang terjadi ketika kapal-kapal Eropa tersebut
oleh pedagang India. Cengkeh yang merupakan hasil dari wilayah Timur
Indonesia rupa-rupanya telah dikenal lama dalam tradisi India ini dibuktikan
dalam kitab Raghuvamsa yang ditulis Kalidasa disebut lavanga yang berarti
49
cengkeh yang berasal dari Dvipantara yang artinya nama lain dari Indonesia.
Cengkeh oleh orang India digunakan antara lain untuk campuran bahan obat
lain. Karena jalur darat dirasakan tidak aman dan beresiko tinggi selain
berhadapan dengan para perampok, para pedagang yang melewati jalur ini
harus mengeluarkan biaya yang terlalu tinggi belum lagi terjadi pungutan
Kedatangan para bangsa asing khususnya bangsa Eropa pada abad ke-16, telah
bujuk rayu dan adu domba antar-kesultanan hingga menyebabkan kerajaan atau
di luar kesultanan, maka didapatkan sistem ekspor dan impor. Sistem ekspor
benda seni seperti keramik yang didatangkan dari Jawa dan Cina, dan peralatan
Mengacu pada sumber-sumber yang ada saat ini. Sulit sekali untuk
telah diketahui bahwa pada umumnya barang yang diekspor oleh Kesultanan
Ternate antara lain, cengkeh, pala, dan kayu manis. Kesulitan data ini
beberapa saja. Dari sumber yang ada, barang ekspor antara lain cengkeh dan
kecil di Ternate, Tidore, Makian, dan Motir di lepas pantai Barat Halmahera.
penanaman jenis tanaman tropis ini mulai meluas ke Selatan yakni ke Ambon
51
dan Seram. Pada abad ke-17 kepulauan di sebelah Selatan ini merupakan pusat
pegunungan, angin laut, dan matahari serta hujan tropis adalah kondisi alam
yang sangat baik bagi pertumbuhan cengkeh. Tidak memerlukan tenaga ekstra
beberapa pecan. Pada awalnya cengkeh hanya dijual ke Ambon dan sekitarnya
oleh mereka. Hal ini menjadikan harga cengkeh di Maluku sangat rendah
sedangkan di pasaran Eropa sangat mahal. Dengan kisaran harga 1 bahar (456
lb, atau setara dengan 309 kg) di Maluku hanya 2 ducat (1 ducat=f5,25).
harga cengkeh naik tajam menjadi 500-600 fanom (1fanom=1 real) sedang
cengkeh dengan kualitas terbaik seharga mencapai 700 fanom. Pada tahun
1600 harga 1 pon cengkeh (1 pon=0,54 kg) di Maluku hanya ½ penny (penny,
mata uang Inggris. 100 penny=1 poundsterling), tetapi di Eropa harganya bisa
rempah ini hanya ada di Maluku. di Banda pohon pala berbuah sepanjang
terdapat keranjang agar kualitas buah pala dapat terjaga. Dalam memanennya
jauh lebih ringan daripada memanen cengkeh. Oleh para pedagang rempah-
rempah (cengkeh dan pala) dibawa menuju Eropa. Pada tahun 1390-an. ±
sekitar 6 metrik ton cengkeh dan 1 ½ metrik pala mencapai daerah Eropa. Pada
menjadi 52 ton untuk cengkeh dan 26 ton untuk pala. Jalur perdagangan ini
Sulit untuk menjelaskan berapa nominal harga pala pada saat itu,
dari perdagangan lada telah menjadikan raja dan para bangsawan cepat kaya,
hari. Tetapi makanan pokok ini tidak terlalu berpengaruh bagi penduduk di
wilayah Maluku, karena pada umumnya rakyat Maluku lebih banyak yang
bahan pangan, maka bahan makanan harus didatangkan dari luar, terutama
53
dibawa oleh orang Jawa dan Melayu. Selain bahan pangan, Ternate juga
mendatangkangkan berbagai macam bahan pakaian, seperti kain sutra dari Cina
Ternate. Di Ternate juga telah dikenal penggunaan mata uang yang telah di
mata uang kesultanan yang dibuat oleh pemerintah yang berupa mata uang
emas untuk menggantikan mata uang real Spanyol. Kesultanan Ternate sama
mata uang real Spanyol, terkadang juga mengunakan mata uang gulden
Belanda, karena hal ini lebih memudahkan dalam transaksi baik di dalam
maupun ke luar. Hal ini wajar karena mata uang real Spanyol telah banyak
beredar dan berlaku di berbagai tempat, seperti Malaka, Banten, Sulawesi, dan
suatu kota perdagangan. Karena mereka itu merupakan pemain yang aktif
dalam perdagangan baik lokal maupun internasional. Hal ini telah menjadikan
sebuah kota perdagangan yang bersifat pluralistik menjadi titik temu antar
Kesultanan Ternate, telah banyak didatangi oleh berbagai bangsa yang ikut
laun mereka berdomisili di Ternate. Berbagai bangsa itu datang dari kawasan
sekitar Nusantara maupun asing, antara lain bangsa: Cina, Arab, Portugis,
Spanyol, Belanda, Jawa, dan Melayu. Para pedagang Cina, Arab, dan para
pedagang dari bumi Nusantara, pada umumnya datang ke Ternate hanya untuk
dengan para pedagang dari Eropa yang selain berdagang dan misi penyebaran
data yang ada dalam abad ke-XVI, dari semua negara di atas, Cina, Portugis,
dan Belanda-lah yang memiliki peran yang amat berarti bagi perdagangan di
Kesultanan Ternate. Peran penting ini dapat dilihat dari sejauh mana mereka
dapat memainkan pengaruh dalam faktor ekonomi dan politik (Ricklefs, 2008:
192).
55
asal cengkeh. Penemuan kompas oleh orang Cina, telah memberi jalan
setelahnya para pedagang asing lainnya dengan tujuan yang sama pula.
Diperkirakan pada abad ketiga sebelum masehi telah ada hubungan dagang
besar Majapahit sebelum dibawa oleh para pedagang asing. Ini karena
109).
pada masa ini adalah barter, Cina mendatangkan kain sutra, keramik, dan
pada waktu itu sedang mencari sekutu untuk memenangkan persaingan sebagai
penguasa tunggal daerah Maluku. Sultan Ternate ketika itu adalah Bayan
dalam bidang militer. Pada tahun 1513 M pendirian kantor dagang Portugis di
juga memberikan jaminan kekuatan politik dan militer, sehingga dapat menjadi
pusat perdagangan cengkeh bagi seluruh daerah Maluku. Setelah Sultan Bayan
1535, tetapi akhirnya ia juga ditahan dan diasingkan ke Goa. Namun tidak
berlangsung lama, yang menjadi Sultan Ternate setelah Tabarija adalah Sultan
penting pewarisan tahta, surat wasiat dari Tabarija kepada seorang bangsawan
Portugis bernama Jurdao de Freitas dan juga testamen dari Sultan Khairun
pengaruh pemikiran Barat, bahwa segala sesuatu harus diatur secara legal dan
jihad untuk memerangi Portugis selama 5 tahun. Tahun 1575 akhirnya Portugis
bangsa Portugis oleh Sultan Baabullah adalah kemenangan besar suatu bangsa
58
Inggris datang pada tahun 1579. Saat itu sultan yang sedang kesal dan dendam
berhias batu merah delima untuk diserahkan kepada ratu serta menawarkan
mengusir bangsa Spanyol dari Ternate. Pada 22 Mei 1599 kapal Belanda yang
Sultan Said yang ketika itu menjabat sebagai kepala pemerintahan Kesultanan
segera tercapai. Ternate merangkul Belanda sebagai mitra dagang dan sebagai
59
perusahaan dagang ini, yaitu: guna meneimbulkan bencana pada musuh dan
guna keamanan Tanah Air. Para pendiri VOC benar-benar sadar bahwa setiap
Dalam perdagangan setiap barang yang masuk dikenakan tarif atau bea masuk,
oleh karena itu VOC juga membuat peraturan mengenai hal ini, seperti
tercantum pada perjanjian tahun 1610 yang salah satu syaratnya adalah
setengah dari penghasilan bea cukai adalah untuk Sultan sendiri. Dalam rangka
yang berpusat di Ternate, tercantum dalam perjanjian tahun 1623, 1652, 1667,
terus berlangsung di tahun 1636 dan berpusat di Makassar. Karena itu pada
tahun 1683 dibuat pejanjian VOC dengan Sultan Hamzah yang memerintah
24).
tetap tinggi. Kebijakan ini dipakai terus selama 2 abad berikutnya 1618-1857
61
tanpa ada yang bisa melanggarnya, termasuk Sultan Ternate sendiri (Boxer,
1983: 39).
siasat pejabat VOC di Maluku bahwa Sultan Ternate harus selalu dilibatkan
dalam peperangan dengan Sultan Tidore dan diusahakan agar kedua kesultanan
ini jangan pernah berdamai karena hal ini sebenarnya dapat mencegah jatuhnya
kekuasaan ini terus meluas, sampai tahun 1665 ketika Kerajaan Goa
sultan di daerahnya mulai tergeser oleh kekuatan asing (Boxer, 1983: 51).
VOC. Sultan yang dikenal dengan nama Raja Amsterdam ini mencoba
Belanda. Namun usahanya gagal, ternyata VOC telah siap siaga melakukan
bawah naungan VOC dan Sultan harus melepaskan semua klaimnya atas
kedaulatan Laut Sulawesi. Tetapi segala upaya yang dilakukan oleh Sultan
atas wilayah Timur berada di tangan Belanda. Tidak diperlukan lagi tindakan
pada saat itu tidak terjadi perluasan wilayah lagi (Ricklefs, 2008: 204).
diawali dengan kedatangan Sir Francis Drake tiba di Ternate pada tahun 1579,
dan diterima baik oleh Sultan Baabulah. Drake melewati benua pesisir Benua
dengan kapal Galleon yang dinamakan Golden Hind dan empat kapal yang lain
yang bermuatan harta yang mereka ambil dari armada utama Spanyol. Sultan
dan Drake merasakan adanya daya tarik timbal balik dalam hubungan antara
persahabatan dan kesetiaan yang kekal kepada Ratu Elisabeth. Sultan Baabulah
memberikan cincin meterai berhias batu merah delima kepada Ratu Elizabeth
Ternate yaitu berupa beras yang jumlahnya banyak, ayam, tebu, gula cair yang
belum diolah, buah yang dinamakan figo, kelapa, dan tepung sagu untuk