Professional Documents
Culture Documents
Bab III
Bab III
Bab III
Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Untuk merancang Gedung BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) tentunya kita harus memahami
fungsi dan filosofi dari Gedung BPP itu bahkan akan lebih baik jika kita memahami akar budaya
setempat atau sejarah Kota Serang Provinsi Banten.
Secara garis besar, Gedung BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) adalah tempat penggilingan padi
hasil pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan sektor ekonomi pertanian sehingga dirasakan
perlu Dinas pertanian Kota Serang untuk memfasilitasinya.
1. Sebagai tempat fasilitas petani kota serang dalam hal penyaluran informasi maupun
kegiatan pada bidang pertanian di Kecamatan Curug.
1. Merupakan representasi simbolik tentang kemajuan yang telah dicapai, dan cerminan arah
prioritas orientasi pembangunan daerah.
2. Merupakan representasi jaman saat pembangunan atau saat perencanaan dilakukan, karena
itu disain harus terkini dan sesuai fungsinya.
3. Merupakan representasi budaya, karena itu tipologi bangunan harus berakar pada
budayanya, kekinian, maju dan tidak lepas dari akar budaya.
Dengan memahami fungsi Gedung BPP (Balai Penyuluhan Pertanian), Filosofis Gedung BPP
(Balai Penyuluhan Pertanian) dan Sejarah Kota Serang kita memiliki gambaran tentang karakter
Gedung BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) dan Image Gedung BPP (Balai Penyuluhan Pertanian)
secara konseptual, Yaitu : Arsitektur yang berwibawa, ramah, natural, masa kini , bernuansa
kekinian, memiliki akar sejarah arsitektural Kota Serang. Disain yang diwujudkan memiliki
wajah masa kini yang siap menghadapi tantangan masa depan dan lahir dari akar budaya yang
jelas.
Sebagai bangunan yang akan berdiri Gedung BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) ini harus
meperhatikan banyak aspek yang berkaitan dengan lingkungannya, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan.
Pada tahap perancangan sebagaimana disebut dalam KAK, bangunan Gedung BPP (Balai
Penyuluhan Pertanian) yang dirancang dilingkungan Ibukota Provinsi Banten, akan menjadi acuan
untuk pembangunan yang lainnya.
Desain struktur beton harus dilakukan sesuai dengan metode LRFD dimana faktor beban dan
faktor reduksi nya sesuai dengan RSNI 2002 - Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung.
Desain struktur baja harus juga dilakukan sesuai dengan metode LRFD dimana faktor beban dan
faktor reduksi nya sesuai dengan SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung.
Seluruh perhitungan struktur beton harus memenuhi konsep “Kolom Kuat Balok Lemah“, dimana
perhitungan “kolom kuat balok lemah” untuk struktur beton sepenuhnya mengikuti ketentuan
dalam RSNI 2002 - Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
Sementara dalam menghitung struktur gedung ini konsultan dibantu menggunakan program
struktur yang biasa digunakan seperti SAP 2000, ETABS dan SAFE .
3.3.3.2. Beban
Pembebanan dilakukan sesuai dengan peraturan pembebanan SNI-1727-1989 (Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung), SNI-03-1726-2002 (Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung), AIJ - 1996 untuk pembebanan angin, serta data
beban dari material tertentu yang dipergunakan dalam gedung tersebut.
A. Beban Mati (DL)
Beban Mati diperhitungkan berdasarkan data-data berikut ini.
1. Berat Jenis Beton Bertulang yang diambil sebagai acuan pembebanan adalah 2400 kg/m 2
2. Berat Jenis Beton Rabat untuk finishing = 2200 kg/m 2.
3. Beban Dinding ½ Bata atau setara Con Block Cisangkan = 250 kg/m 2.
4. Beban Dinding/Partisi Ringan Buatan Pabrik (misalnya Hebel/ Celcon) = 100 kg/m 2.
5. Apabila Pemberi Tugas memproduksi sendiri material dindingnya dari batu kapur setempat
dicampur semen, maka harus dipastikan dulu berapa besar beban per m2 dari material owner
supply tersebut.
Namun demikian, apabila belum jelas, dapat diambil terlebih dahulu setara dinding ½ bata =
250 kg/m2.
6. Beban Curtain Wall (Glass/Alumunium Panel) = 50 kg/m2.
7. Beban plafon dan M&E (termasuk ducting AC) diambil sebesar 30 kg/m 2.
8. Beban plafon dan M&E (apabila tidak berducting AC) dapat diambil sebesar 20 kg/m 2.
9. Beban equipment M&E di ruang M&E = 600 kg/m 2, kecuali ada ketentuan lain yang lebih
berat.
9. Beban tanah dan tanaman, sesuai dengan ketebalan tanah, dengan mengambil tanah = 1800
kg/m3.
C. Beban Gempa
Beban Gempa diperhitungkan 100 % pada arah yang ditinjau ditambah dengan 30 % pada arah
lainnya, sesuai dengan ketentuan dalam SNI-03 -1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 5.8.2.
I : Gravitasi 100 % Arah X 30 % Arah Y
II : Gravitasi 100 % Arah Y 30 % Arah X
Tipe tanah (lunak / sedang / keras) harus diperkirakan terlebih dahulu mengikuti ketentuan
dalam SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung, butir 4.6.3.
Periode getar bangunan akan ditentukan melalui program komputer ETABS versi 8. Periode
getar bangunan tidak boleh melampui ketentuan SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 5.6, yaitu :
T1 < ξxn ; dimana :
T1 = Periode Getar Alami Bangunan (mode shape pertama)
ξ = Koefisien sesuai Tabel 8 sesuai zone gempa
= 0.16 untuk zone 5
n = Jumlah lantai bangunan
Periode getar yang diperoleh dari program komputer ETABS sebaikanya dikalikan faktor 0.9
sewaktu akan menentukan faktor C1.
Faktor Keutamaan : I = 1.0 , untuk bangunan ini yang berkategori
bangunan umum untuk perniagaan dan perkantoran, sesuai
SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 4.1.2, Tabel 1.
Faktor Reduksi Gempa : R = 8.5 , untuk bangunan ini yang direncanakan memiliki
sistem struktur SRPMK, sesuai SNI-03-1726-2002 - Tata
Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung, butir 4.3.6, Tabel 3 nomor 3.1.b.
2) Perhitungan Beban Geser Dasar
Beban Geser Dasar = V = C 1 x I / R x Wt , di mana :
V = Beban Geser Dasar
C1 = Faktor Respons Gempa
I = Faktor Keutamaan
R = Faktor Reduksi Gempa
Wt = Beban Total Struktur dengan reduksi beban hidup sebesar 0.3
Arah pembebanan gempa harus diambil sedemikian hingga sehingga memberikan pengaruh
terbesar kepada sistem struktur bangunan sesuai SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 5.8.1.
Analisis dinamik response spectrum harus dilakukan pada proyek ini. Beban gempa desain harus
diturunkan dari distribusi dinamik. Beban geser dasar dapat direduksi mengikuti ketentuan SNI-
03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 7.1.3.
Titik Pusat bekerjanya Beban Gempa harus mengakomodasi eksentrisitas rencana sesuai SNI-03-
1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 5.4.3.
D. Beban Angin
Karena bangunan ini merupakan bangunan rendah (low rise) maka angina hanya akan
diperhitungkan pada desain atap.
1.2 DL + 1 LL 1.3 Wx
1.2 DL + 1 LL 1.3 Wy
0.9 DL 1.3 Wx
0.9 DL 1.3 Wy
di mana DL = Beban Mati
LL = Beban Hidup
E = Beban Gempa (dengan memberikan faktor kuat lebih struktur f2
sebesar 1.5225 sesuai SNI 03 – 1726 – 2002 Tata cara perencanaan
ketahanan gempa untuk bangunan gedung, butir 9.1)
W = Beban Angin
x,y = Arah Beban Gempa Statik atau Angin Statik
Faktor reduksi momen inersia untuk kolom dan balok beton bertulang : 75 %.
Sementara akibat pembebanan gempa, Ec beton dapat naik sebesar 30 %.
Oleh karena itu, pada kondisi gempa, momen inersia balok dan kolom gedung ini harus direduksi
75 %, sementara Ec beton nya dapat naik sebesar 30 %. Namun demikian, karena E c gempa x Ireduksi =
1.3 Ec x 0.75 I = 0.975 Ec x I , maka untuk perhitungan kombinasi beban akibat beban gravitasi
saja, tetap diambil saja kondisi 0.975 E c x I , sehingga tidak perlu 2 kali running untuk menulangi
kondisi beban tetap dan kondisi beban gempa.
Lendutan pelat lantai tidak boleh dicek dalam kondisi 1.3 E c x 0.4 I. Lendutan pelat harus dicek
pada kondisi I gross saja dan tanpa kenaikan 30 % pada E beton.
C. Pengaruh P-Delta
Sesuai SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung,
butir 5.7, maka pada gedung ini harus memperhitungkan pengaruh P-Delta.
D. Rigid Zone
Rrigid zone sebesar 50 % pada elemen-elemen struktur di program ETABS untuk
mengefisiensikan desain struktur.
Dalam pemodelan struktur beton untuk analisis struktur maka semua komponen struktur gedung
ini harus sudah termodelkan dalam input ETABS nya dan dianalisis sekaligus sebagai satu
kesatuan.
Dari beberapa macam type pondasi yang dapat dipergunakan salah satu diantaranya adalah Pondasi
sumuran. Pemakaian Sumuran (stauss pile) dipergunakan untuk suatu pondasi bangunan apabila
tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity), yang
cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras yang mampu
memikul berat bangunan letaknya sangat dalam.
Pondasi Sumuran (stauss pile) ini berfungsi untuk memindahkan atau menyalurkan beban-beban
dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam. Pemindahan beban Sumuran (stauss
pile) dibagi 2 , yakni :
Strauss ini meneruskan beban melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras.
B. Friction Pile:
Friction Pile pada tanah dengan butir-butir kasar (coarse grained) dan mudah dilalui air
(permeable soil) . Strauss ini meneruskan beban ke tanah melalui geseran kulit (skin friction) .
Pada proses pemancangan Strauss dalam suatu grup dimana jarak antar Strauss berdekatan akan
menyebabkan berkurangnya pori-pori tanah dan memadatkan tanah diantara Strauss-Strauss
tersebut . Oleh karena itu disebut Compaction Pile. Friction Pile pada tanah dengan butiran yang
sangat halus (very fine grained) dan sulit dilalui air. Strauss ini mengandalkan skin friction, tetapi
pada saat pemancangan Strauss dalam grup tidak menyebabkan tanah sekitarnya menjadi padat.
Sehingga Strauss ini disebut Floating Pile.
Dengan penjelasan tersebut diatas, maka dapat dipilih suatu alternatif pondasi yang sesuai dengan
kondisi di lapangan yang tentunya memenuhi kriteria dan sesuai dengan soil test yang dilakukan
fihak laboratorium di lokasi tersebut.
Konsep awal perencanaan yang akan dikerjakan adalah merupakan bagian lingkup perencanaan
Gedung BPP.
1. Sistem Mekanikal
Lingkup Perencanaan Sistem Mekanikal terdiri dari :
a. Sistem Plumbing.
b. Sistem Penanggulangan Kebakaran.
2. Sistem Elektrikal
B. Sistem Plambing
Dalam perencanaan ini Sistem Plambing dilaksanakan berdasarkan Buku Pedoman Plumbing
Indonesia 1979, Buku Perencanaan dan Pemeliharaan Sistem Plambing karangan Soufyan M.
Noerbambang & Takeo Morimura 1985, dan Buku PLUMBING karangan Harold E. Babbitt,
McGraw-Hill Book Company tahun 1960.
sedimentasi, dan kemudian effluen dari Septictank diresapkan kedalam tanah di area Kawasan
Gedung BPP .
f. Sistim Pembuangan Air Hujan
Air hujan yang jatuh di atap bangunan disalurkan melalui pipa-pipa tegak PVC yang akan
dihitung dimensinya berdasarkan luas atap gedung dan kemudian disalurkan ke sistem
penyaluran air hujan (sistem drainase) kawasan Gedung BPP .
C. Sistem Persampahan
Sistem pengelolaan sampah di kawasan Gedung BPP meliputi sistem pewadahan, pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir sampah. Dalam sistem
pengelolaan sampah ini diterapkan teknik operasional pengelolaan persampahan disertai dengan
kegiatan pemilahan sejak dari sumbernya sampai di pembuangan akhir sampah. Kegiatan
pengelolaan sampah ini sangat tergantung pada sistem pemilahan di sumber yang tergantung pada
jenis sampah yang dihasilkan (sampah organik, sampah plastik, sampah kayu dan sampah kertas).
Pada dasarnya, konsep sistem persampahan ini yaitu mengurangi semaksimal mungkin sampah
yang sampai di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Desain perhitungan sistem persampahan terdiri:
1. Perhitungan timbunan sampah
Perhitungan produksi sampah berdasarkan standar produksi sampah per m2 luas bangunan
(0.5 lter per m2).
2. Pengumpulan
Sampah bangunan dikumpulkan di masing-masing blok bangunan kemudian diangkut
dengan gerobak sampah menuju TPS, selajutnya diangkut oleh Truk pengangkut sampah
kota menuju TPA.
3. Tempat Penampungan Sampah Sementara
Tempat Penampungan sampah sementara digunakan sebagai penampung sampah
sementara sebelum diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA)
4. Pengangkutan ke TPA
Diperlukan Koordinasi antara pengelola dan Dinas Kebersihan Kota untuk melaksanakan
pengangkutan sampah dari TPS.
a. Sistem penerangan buatan sesuai kebutuhan dan standard secara optimal dan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor bangunan, fungsi ruangan dan faktor alamiah.
b. Supply daya listrik dan penyediaan sarana instalasi untuk melayani beban-beban listrik
keseluruhan sehingga memenuhi kebutuhan dan operasionalnya.
c. Penyediaan sarana instalasi listrik yang memenuhi kualitas performance listrik dan
pengamanan/proteksi yang baik untuk peralatan dan operasinya, maupun untuk bangunan
dan pengamanan terhadap manusia.
d. Penyediaan sarana sumber daya listrik utama PLN dan sumber daya listrik diesel genset.
E. Sistem Proteksi
Pengamanan/Proteksi terhadap sistem, selektivitas dan tingkap proteksi yang tepat dengan
memperhatikan kesederhanaan sistem, kemudahan operasi namun dapat memenuhi pelayanan yang
baik.
G. Beban Listrik
Perhitungan beban listrik untuk bangunan-bangunan di kawasan Gedung BPP dilakukan terhadap
beban-beban penerangan, stop kontak, peralatan dan beban-beban lainnya.
c. Kabel Distribusi
Jenis dari kabel distribusi yang digunakan antara lain sebagai berikut :
- Kabel tegangan menengah dengan XLPE 20 kV
- Kabel tegangan rendah dengan NYFGBY, NYY dan NYM
- Kabel instalasi daya dengan NYY
- Kabel instalasi penerangan dan stop kontak dengan NYM.
d. Sistem Proteksi
Pemilihan/penentuan sistem proteksi pada perencanaan ini adalah dengan sistem proteksi
bertingkat pada panel-panel daya sampai kepada load center terhadap sistem distribusi radial.
Jenis proteksi :
- Proteksi terhadap gangguan hubung singkat ( over current )
- Proteksi terhadap beban lebih ( over load )
- Proteksi terhadap turunnya tegangan ( under voltage )
Seluruh batasan (rated) dan tingkat kemampuan dari komponen proteksi dipilih sedemikian rupa,
sehingga karakteristik proteksinya mempunyai selektifitas pengaman yang diinginkan dan akan
memback-up kesalahan pada seksi lainnya.
Setiap komponen sistem dan komponen panel yang dipasang, harus mempunyai kemampuan
kapasitas operasi yang lebih besar terhadap besar beban listrik yang dilayani, dan harus
Ada berbagai teori tentang tahapan proses design, walapun demikian menurut hemat saya relatif
sama karena proses design kadang kadang tidak berjalan linier, tetapi bisa berjalan zigzag ,
berputar karena datangnya idea bisa kapan saja. Teori tersebut perbedaannya terletak pada
pengelompokan tahapan sedangkan akhirnya adalah menghasilkan design yang diinginkan oleh
gagasan/penugasan.
Menurut J. C Jones’s dalam bukunya Design Method; menyatakan bahwa proses Desain ada
enam tahapan yaitu:
Sedangkan menurut James C. Snyder, menyatakan bahwa proses design terbagi lima yaitu :
Disain Awal
Disain yang optimal adalah disisain yang konsisten terhadap tujuan dan
Disain Konsep rancangan desain Optimal yang disetujui.
Optimal
Pembuatan
dokumen Penyusunan dokumen untuk proses tender pelaksanaan
perencanaan
Pada bagian ini akan dibahas metodologi yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini,
yang pada dasarnya mengarah pada kegiatan untuk menghasilkan perangkat pengendalian yang
efisien dan efektif. Berdasarkan acuan tersebut maka perlu dipilih kerangka berpikir yang tepat
untuk menjalankan rangkaian kegiatan tersebut yang secara umum dapat dilihat dalam diagram di
bawah ini :
1. Pengumpulan data, yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan gambaran SEMUA
kondisi yang akan mempengaruhi hasil rancangan baik berupa data Lapangan yang berkaitan
dengan kondisi dan kualitas lahan dan lingkungan di sekitar lokasi. Sedangkan data tertulis
yang digunakan adalah semua dokumen legal yang sudah disyahkan sebagai acuan untuk
semua aktifitas perencanaan dan perancangan baik yang berlaku secara nasional maupun lokal.
Pendekatan untuk survei yang digunakan dalam kegiatan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman terhadap persoalan perancangan yang ada.
Pengembangan
Rencana
DOKUMEN LELANG
Gambar Kerja
RKS Teknis
BQ dan RAB
Gambar 3.4. Kerangka pikir ini lebih mengedepankan proses makro yang berakhir dengan
keluaran. Padahal sesungguhnya dalam Metodologi perancangan yang dikembangkan adalah cara
untuk menghasilkan suatu keluaran tertentu.
Dengan memperhatikan keluaran dan cara maka metodologi perancangan Gedung BPP ini dapat
digambarkan sebagaimana Gambar 3.5 Bagan Alir Metodologi, berikut :
Data Lapangan
Data Tertulis Studi Banding
Approval
Preliminary Design
Rough cost
Estimate
Analisis:
kawasan
tapak dan lokasi
fungsi dan ruang
sistem bangunan
Pengenalan
Masalah Desain
Pengembangan
Konsep
Pengembangan
Rancangan
DOKUMEN
LELANG
Di dalam bagan metodologi tersebut terkandung Pendekatan yang juga metode untuk
menghasilkan keluaran dan menempuh langkah-langkah perancangan. Keterkaitan Pendekatan dan
Metodologi yang digunakan dalam penyiapan rncana pembangunan Gedung BPP ini terlihat dalam
diagram dibawah ini :
KEGIATAN PENYIAPAN
DOKUMEN
PERENCANAAN GEDUNG
KPU
Dalam bagan ini terlihat bahwa setiap tahap mempunyai pedekatan dan metode yang berbeda.
Pengumpulan data yang menggunakan pendekatan formal mengharuskan untuk menggunakan
metode survey lapangan untuk mencari data dan informasi pendukung. Data yang dikumpulkan
untuk kegiatan perancangan ini dapat berupa data primer maupun data sekunder yang berasal dari
berbagai sumber mulai data standar, peraturan ataupun data sekunder lainnya.
Pengumpulan data dalam proses ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan
pemahaman para aparat Pemda dalam mengelola sebuah Gedung BPP karenanya dilakukan suatu
studi banding. Studi banding ini sekaligus sebagai cara belajar dari preseden yang sangat lazim
dalam proses perancangan arsitektur.
Tahap berikutnya adalah menganalisis data. Tujuan tahap ini adalah untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik terhadap persoalan rencana pembangunan Gedung BPP. Permaslahan
pembangunan dalam kaitan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek dan pendekatan mulai dari
pekotaan, kawasan, ekologis, fungsional, karakteristik arsitektur lokal, fungsional, teknis (struktur,
mekanikal, lektrikal dan kosntruksi), pemeliharaan dan manejemen pengelolaan fasilitas. Terhadap
berbagai persoalan yang mengemuka diperlukan suatu proses pengambilan keputusan melalui
diskusi internal team konsultan untuk dapat mengangkat satu masalah yang penting untuk menjadi
titik tolak pengembangan konsep desain. Bertitik tolak dari permasalahan yang diangkat
selanjutnya dikembangkan konsep perancangan yang akan menjadi landasan bagi pengembangan
konsep-konsep trunanyang ada di dalam perancangan tersebut.
Pada tahap selanjutnya kegiatan perancangan mulai dengan pendekatan yang khas arsitektur yakni
dengan metode skesta dan pengolahan model 3 D untuk mencari gagasan bentuk arsitekturnya.
Dalam tahap ini, setiap alternatif gagasan yang dimunculkan dapat diuji kelayakannya dengan
berbagai kriteria yang telah ditetapkan serta dengan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah
yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Proses umpan balik yang dilakukan dapat berlangsung
beberapa kali tegantung pada keterpaduan gagasan rancangan yang dihasilkan, semakin baik siuatu
alternatif maka akan semakin singkat proses iterasinya.
Apabila rancangan awal yang dihasikan sudah disepakati oleh pihak pemberi tugas maka
selanjutnya adalah tahap pengembangan desain untuk menghasilkan gambar kerja. Meski
rancangan awal sudah disetujui tidak berarti rancangan itu tidak akan berubah lagi. Dalam proses
pengembangan rancangan, kemungkinan ada modifikasi sangat besar. Koordinasi antar bidang
seperti elektrikal, mekanikal dan struktur serta biaya sangat memungkinkan terjadinya perubahan
detail desain. Namun demikian apabila konsistensi dijaga maka apa yang dihasilkan dari suatu
rancangan detail tidak akan jauh berbeda dengan gagasan ide awalnya.
3.5. Proses dan Prosedur Penyusunan DED BPP (Balai Penyuluhan Pertanian)
Hasil kerja yang kami lakukan adalah sesuai dengan tahapan kerja yang biasa yang kami lakukan,
sedangkan laporan hasil kerja dapat disesuaikan dengan yang tercantum dalam KAK. Tahapan
kerja yang biasa kami lakukan adalah :
3.5.1. Persiapan
Proses Disain dimulai dari adanya idea yang diakibatkan oleh gagasan/penugasan yang
disampaikan kepada arsitek oleh clien tentang maksud pembangunan. Penugasan/gagasan
merupakan sumber Ide. Penugasan/gagasan seperti tertuang dalam KAK yang berisi hal-hal antara
lain :
Studi literatur.
Survai dan pengumpulan data yang dilakukan dalam perencanaan gedung BPP adalah sebagai
berikut :
3.5.3 Analisis
Analisis yang akan dilakukan dalam penyusunan DED Pembangunan Gedung BPP Kecamatan
Curug dalah sebagai berikut :
Pengenalan masalah desain yang dilakukan dalam penyusunan DED Gedung BPP meliputi :
Pengembangan konsep desain yang dilakukan dalam penyusunan DED Gedung BPP meliputi :
Dokumen lelang dalam penyusunan DED Pembangunan Gedung BPP Kecamatan Curug
berisi :
- Gambar – gambar detail arsitektur, detail struktur, detail utilitas yang sesuai dengan
gambar rencana yang telah disetujui.
- Rincian volume pelaksanaan pekerjaan, rencana anggaran biaya pekerjaan konstruksi.
- Laporan akhir perencanaan.