You are on page 1of 68

KEPERAWATAN BENCANA

“Konsep Dasar Manajemen Keperawatan Bencana”

DOSEN PEMBIMBING

Hamdana, S.Kep, Ns, M.Kep

DISUSUN OLEH

Kelompok 1

1. Reski Nurul Afifah (A.18.10.052)


2. Nuramalia Ramadani Sam (A.18.10.045)
3. Nurul Ihza Luksy (A.18.10.049)
4. Sri Wahyuni (A.18.10.059)
5. Mita Anugrah (A.18.10.041)
6. Nur Wafiah Ramadani Sam (A.18.10.044)
7. Nur Azizah Waris (A.18.10.043)
8. Nurul Azizah Nurdin (A.18.10.048)
9. Samsidar (A.18.10.054)
10. Wiwi Oktaviani C (A.18.10.064)
11. Ayyub Edi Purnomo (A.18.10.037)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas

rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Konsep Dasar Manajemen Keperawatan Bencana” tepat pada

waktunya. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak

kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,

mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran

dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan

pembuatan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan

terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan

makalah ini, khususnya kepada:

1. Ibu Hamdana, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing kami.

2.Orangtua dan teman-teman anggota kelompok

3. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, Sekian penulis

sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita, Amin.

Bulukumba, September 2021

Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR .........................................................................................i

DAFTAR ISI…....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................2

C. Tujuan Penulisan..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi dan Jenis Bencana ……….....................................................3

B. Definisi Manajemen Bencana .............................................................4

C. Trend Bencana di Dunia dan Indonesia ...............................................5

D. Isue Dalam Keperawatan Bencana ......................................................13

E. Aspek Etik Legal Dalam Keperawatan Bencana

.................................21

F. Perbedaan Perawatan Gawat Darurat dan Bencana

………………….27

G. Peran Perawat Pada Bencana ……………………………………..

….31

BAB III EVIDENCE BASED PRACTICE

ii
A. Analisa Pi( C ) Ot ……….…..............................................................36

B. Latar Belakang

.....................................................................................42

C. Hasil Pencarian EBP

............................................................................43

D. Rangkuman Research

..........................................................................45

E. Critical Analysis ….……...……..........................................................48

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................61

B. Saran....................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana

di dunia berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-

Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-

ISDR). Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang

terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Indonesia

menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah

longsor, gunung berapi. Dan menduduki peringkat tiga untuk ancaman

gempa serta enam untuk banjir (Adiyoso, 2018).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama

Januari 2013 mencatat ada 119 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia.

BNPB juga mencatat akibatnya ada sekitar 126 orang meninggal akibat

kejadian tersebut. kejadian bencana belum semua dilaporkan ke BNPB.

Dari 119 kejadian bencana menyebabkan 126 orang meninggal, 113.747

orang menderita dan mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah

rusak sedang, 10.945 rumah rusak ringan. Untuk mengatasi bencana

tersebut, BNPB telah melakukan penanggulangan bencana baik

kesiapsiagaan maupun penanganan tanggap darurat. Untuk siaga darurat

dan tanggap darurat banjir dan longsor sejak akhir Desember 2012 hingga

sekarang, BNPB telah mendistribusikan dana siap pakai sekitar Rp 180

1
milyar ke berbagai daerah di Indonesia yang terkena bencana (Khambali,

2017).

Namun, penerapan manajemen bencana di Indonesia masih

terkendala berbagai masalah, antara lain kurangnya data dan informasi

kebencanaan, baik di tingkat masyarakat umum maupun di tingkat

pengambil kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial

kebencanaan merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan

manajemen bencana di Indonesia berjalan kurang optimal. Pengambilan

keputusan ketika terjadi bencana sulit dilakukankarena data yang beredar

memiliki banyak versi dan sulit divalidasi kebenarannya (Adiyoso, 2018).

Dari uraian diatas, terlihat bahwa masih terdapat kelemahan

dalam sistem manajemen bencana di Indonesia sehingga perlu diperbaiki

dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana

yang terjadi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana trend bencana di dunia dan indonesia?

2. Apa aspek etik dan issue etik dalam keperawatan bencana?

3. Apa saja peran perawat dalam keperawatan bencana?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui trend bencana di dunia dan indonesia.

2. Untuk mengetahui aspek etik dan issue etik dalam keperawatan

bencana.

3. Untuk mengetahui peran perawat dalam keperawatan bencana.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Jenis Bencana menurut (Kartika, 2021)

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan

Bencana menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor

nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana

disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan

mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa

gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,

dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan

oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa

gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi

konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

3
B. Definisi Manajemen Bencana menurut (Kartika, 2021)

Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan

manajemen bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya

yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya

bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran

paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik

(menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa

atau kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan 

pertolongan,  sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang

bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).

Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah

pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya

pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-

struktural di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya

membangun kesiap-siagaan.

Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan

paradigma manajemen bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di

Kobe Jepang, diselengkarakan Konferensi Pengurangan Bencana Dunia 

(World Conference on Disaster Reduction) yang menghasilkan  beberapa 

substansi  dasar  dalam 

mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi

4
dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima

prioritas kegiatan untuk tahun 2005‐2015 yaitu:

1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional

maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh

kelembagaan yang kuat.

2. Mengidentifikasi,  mengkaji  dan  memantau  risiko  bencana

serta menerapkan sistem peringatan dini 

3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun

kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana

pada semua tingkat masyarakat.

4. Mengurangi faktor‐faktor penyebab risiko bencana.

5. Memperkuat  kesiapan  menghadapi  bencana  pada  semua  tingkatan

masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.

C. Trend Bencana di Dunia dan Indonesia menurut (Nugroho, 2016)

1. Bencana di Dunia

Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak diinginkan dan

biasanya terjadi secara mendadak disertai dengan jatuhnya banyak

korban.Dari tahun ke tahun bencana makin luas dampaknya.Menurut

The International Disaster Database – centre for research on

epidemiologyc of disaster, dalam tiga puluh tahun terakhir ini tren

bencana alam di dunia meningkat. Peningkatan korban jiwa akibat

bencana alam di berbagai negara diperlihatkan pada gambar dibawah

ini.

5
Sumber: (Erita, Mahendra, & Batu, 2019)

Gambar. Trend peningkatan korban jiwa akibat bencana di dunia tahun 1985 –

2010.

Terlihat dari tahun ke tahun korban jiwa akibat bencana terus

meningkat jumlahnya. Menurut gambar diatas, pada tahun1985

gunung Nevado del Ruiz di Kolombia meletus sehingga menewaskan

25.000 orang. Tahun 2005 telah tewas 1.800 orang karena badai

Katrina di Atlantic Hurricane Season, New Orleans. Topan Nargis di

Myanmar pada tahun 2008 diperkirakan menewaskan lebih dari

140.000 orang.Gempa di Haiti dengan kekuatan 7,0 skala Richter

tahun 2010 telah menewaskan sekitar 200.000 penduduk.

Peningkatan bencana di dunia juga terjadi di Indonesia. Indonesia

merupakan negara dengan tingkat kerentanan bencana terbesar kedua

di dunia setelah Bangladesh. Hampir setiap tahun selalu terjadi

bencana di Indonesia. Bencana terbesar yang terjadi di Indonesia

adalah gempa dan tsunami besar di Aceh dan sebagian Sumatera Utara

6
(BNPB, 2013).

Gambar dibawah ini memperlihatkan beberapa kejadian bencana

dan jumlah korbannya di berbagai daerah di wilayah Indonesia dari

tahun 2004 – 2010.

Sumber: (Erita, Mahendra, & Batu, 2019)

Gambar. Jumlah Korban Bencana di Indonesia Tahun 2004 - 2010

Menurut Gambar diatas pada tahun 2004 terjadi gempa dan

tsunami besar di Aceh dan sebagian Sumatera Utara yang menewaskan

kurang lebih 150.000 orang. Kemudian disusul gempa pada tahun

2005 diPulau Nias dan sekitarnya yang menelan korban sekitar 1.000

jiwa, serta gempa yang terjadi pada akhirtahun 2006 yang menimpa

Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah yang menelan korban sekitar

5.000 jiwa. Pada akhir tahun 2010 terjadi bencantsunami di Mentawai

yang mengorbankan hampir 500 jiwa (BNPB, 2013).

Indonesia merupakan negara rawan bencana karena letak geografis

7
Indonesia berada di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar,

yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Lempeng Pasific.

Lempeng Indo-Australia bertabrakandengan Lempeng Eurasia di lepas

pantai Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan Pasific

di utara Irian dan Maluku Utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng

inilah terjadi akumulasi energi tabrakan hingga sampai suatu titik

lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi dan

akhirnya energi tersebut akan dilepas dalam bentuk gempa bumi

(BNPB, 2010).

Catatan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

(DVMBG) Kementerian Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral menunjukkan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang

dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya Provinsi Aceh,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa

Tengahdan Daerah Istimewa Yogyakarta bagian selatan, Jawa Timur

bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara

Timur (NTT), kemudian Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di

Papua serta Balikpapan Kalimantan Timur (BNPB, 2010).

Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240

buah, dimana hampir 70 di antaranya masih aktif. Sekitar 90% dari

gempa bumi di dunia dan 80% dari gempa bumi terbesar di dunia

terjadi di sepanjang “Cincin Api” . Berikutnya wilayah paling seismik

8
(5-6% dari gempa bumi dan 17% dari gempa bumi terbesar di dunia)

adalah sabuk Alpide, yang membentang dari Jawa ke Sumatera melalui

Himalaya, Mediterania, dan keluar ke Atlantik. Indonesia terletak di

antara cincin api sepanjang kepulauan timur laut berbatasan langsung

dengan New Guinea dan di sepanjang sabuk Alpide Selatan dan barat

dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores, dan Timor yang terkenal dan sangat

aktif. Lempeng Pasific yang apabila bertemu dapat menghasilkan

tumpukan energi yang berupa gempa tektonik. Indonesia juga berada

pada Pasific Ring of Fire yang merupakan jalur rangkaian gunung api

aktif di dunia yang setiap saat dapat meletus dan mengakibatkan

bencana.

Selain itu tingkat kepadatan penduduk dan keragaman multi etnis

di sebagian pulau juga dapat menyebabkan kerawanan bencana sosial.

Di Indonesia banyak terjadi bencana bukan karena alam tapi karena

perbedaan nilai yang dianut penduduk di beberapa daerah. Sebagai

contoh kerusuhan etnis yang pernah terjadi antara lain di Kalimantan

Barat, Kalimantan Tengah dan Lampung.

2. Bencana di Indonesia

Sejak 30 tahun yang lalu berbagai bencana telah terjadi di

Indonesia seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir dan

lain sebagainya. Menurut Affeltrnger (2006), pulau Sumatera dan

pulau Jawa memiliki risiko tertinggi bencana banjir, kekeringan,

9
gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus dan tsunami. Di bawah ini

diperlihatkan beberapa daerah kerawanan bencana di Indonesia.

Sumber: (Erita, Mahendra, & Batu, 2019)

Gambar. Wilayah Rawan Gempa Bumi

Menurut data dari vulkanologi dan mitigasi bencana geologi,

daerah rawan bencana gempa bumi hampir merata tersebar di seluruh

wilayah Indonesia. Daerah yang paling rawan bencana gempa bumi di

Indonesia adalah wilayah Aceh dengan bencana gempa bumi terbesar

pada tahun 2004.

10
Sumber: (Erita, Mahendra, & Batu, 2019)

Gambar. Peta Tingkat Kerawanan Bencana Tsunami Indonesia

Gambar di atas memperlihatkan daerah rawan bencana tsunami

yang mempunyai risiko paling tinggi di Indonesia meliputi bagian

selatan pulau Sumatera dan Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Timur,

Sulawesi dan PapuaData yang dikeluarkan oleh BNPB (Badan

Nasional Penanggulangan Bencana) memberi gambaran sejumlah

bencana yang terjadi di Indonesia dalam 30 tahun terakhir ini, seperti

pada tabel berikut ini.

Tabel. Bencana di Indonesia dalam waktu 30 tahun terakhir

No Tahun Lokasi Jenis bencana Korban

jiwa

1 1980 Majalengka, Jawa Barat Banjir dan tanah longsor 143

2 1998 Papua Nugini Gempa + tsunami 2.200

3 2002 Bali Aksi terror 184

4 2004 Aceh Tsunami 150.000

5 2005 Nias, Sumatera Gempa bumi 1.000

6 2006 Yogyakarta Gempa bumi 5.000

7 2010 Mentawai, Sumatera Gunung Merapi dan tsunami 500

Sumber: (Erita, Mahendra, & Batu, 2019)

Tabel. memperlihatkan bahwa sejak 30 tahun belakangan ini

bencana alam terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 1980

11
terjadi bencana banjir dan tanah longsor di Majalengka, Jawa Barat

yang menewaskan 143 orang. Bencana terbesar yang terjadi di

Indonesia adalah bencana gempa dan tsunami di Banda Aceh pada

tahun 2004 dengan jumlah korban lebih kurang 150.000 orang.

Berbagai jenis bencana ini dapat menimbulkan krisis kesehatan,

seperti timbulnya korban massal, masalah pengungsi, masalah pangan

dan gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan,

penyebaran vektor penyakit, penyebaran penyakit menular. Penyakit

yang dapat terjadi setelah bencana antara lain infeksi saluran

pernafasan (ISPA), diare, penyakit kulit seperti gatal- gatal, dan lain

sebagainya.

Sebagai contoh pada saat terjadi bencana gempa bumi dan tsunami

di Aceh tahun 2004, dua hari pasca musibah tersebut, para perawat

bergabung dengan tenaga relawan lain terutama dari berbagai daerah di

Indonesia di bawah kendali Kementrian Kesehatan, datang dan

membawa berbagai perlengkapan medis serta obat-obatan ke Aceh.

Setelah tsunami di Aceh masalah kesehatan yang muncul antara lain

kasus campak, malaria dan tetanus. Upaya yang dilakukan adalah

memberikan imunisasi campak kepada anak usia 6 bulan sampai

dengan 15 tahun serta melakukan ring vaccination. Mengenai kasus

malaria, terdapat 59 kasus klinis tersebar di beberapa tempat secara

sporadik. Upaya yang dilakukan ialah mengirim alat test diagnostik,

obat malaria dan obat-obatan untuk mengatasi masalah resistensi

12
terhadap obat malaria. Tentang penyakit Tetanus, dari catatan

Kementrian Kesehatan terdapat 91 kasus yang sudah divalidasi yaitu

59 di Banda Aceh, 8 kasus di Pidie dan 5 kasus belum jelas dengan

jumlah korban meninggal 11 orang. Dilakukan penanganan terhadap

kasus luka yang terjadi pada para relawan dan pengungsi yang

mengalami tetanus antara lain pemberian obat anti tetanus dan

perawatan luka (Kemsos, 2013).

D. Isue Dalam Keperawatan Bencana menurut (Erita, Mahendra, & Batu,

2019)

Isu etik dalam keperawatan bencana merupakan suatu hal yang

penting harus diketahui oleh perawat. Menurut Veenema (2012)

menyatakan aspek dan isu etik tersebut meliputi:

1. Pencatatan dan Pelaporan Penyakit

Mempunyai kewenangan untuk meminta health care provider

(penyedia layanan kesehatan) untuk melaporkan kasus-kasus penyakit

yang ada. Meskipun laporan tersebut menimbulkan ketidaknyamanan

pribadi pasien. Masing-masing negara membutuhkan laporan tentang

kasus-kasus penyakit yang berbeda, tergantung pada siapa yang

membutuhkan laporan tersebut. Hampir semua negara membutuhkan

laporan tentang kasus-kasus penyakit baru dalam 24 jam, atau penyakit

yang timbul lebih dari 24 jam (Horton, Misrahi, Matthews &Kocher,

2002 dalam Veenema 2012).

13
2. Informasi Kesehatan

Informasi kesehatan berisi tentang identitas individu, sehingga

disini akan muncul isu tentang privasi dan kerahasiaan.Seringkali

istilah ini ini digunakan saling tertukar, tidak dibedakan. Sebenarnya

keduanya mempunyai pengertian teknis yang berbeda. Informasi medis

bisa berisi identitas individu seperti: nama, alamat, nomor tilpon,

tanggal lahir,dan identitas lainnya yang memungkinkan pihak ketiga

berkomunikasi. Kongres HIPAA (Health Insurance Portability and

Accontability) memberi kewenangan kepada Departement of Health

Human Services (DHHS) untuk mengeluarkan kewenanganbahwa

privasi dari data pasien ada pada penyedia layanan kesehatan. Secara

etik kerahasiaan klien harus tetap dijaga,dimana perawat mempunyai

kewajiban etika untuk melindungi pasien dan menjaga kerahasian

pasien yang dirawat.

The Center for Law and Public’s Health at Georgetown dan John

Hopkins Universities membuat model sebagai frameworkaspek legal

dalam public health crisis, dan bioterrorist. Model ini disebut dengan

Model State Emergency Health Power Art (MSEHPA).

Menurut MSEHPA (2002) dikutip oleh Hart dalam Veenema

(2012) menjaga isu kerahasiaan data individu dalam dua cara yaitu:

a. Menjaga informasi kesehatan seseorang yang sedang diperiksa di

pelayanan kesehatan, sedang dalam pengobatan, vaksinasi,

isolasi, program karantina, atau upaya yang dilakukan oleh

14
pelayanan kesehatan masyarakat serta selama dalam pelayanan

emergency care.

b. Hanya pihak yang akan melakukan pelayanan kesehatan dan

penelitian epidemiologi atau untuk menginvestigasi penyebab

transmisi dapatakses untuk mendapatkan informasi ini.

Penelitian yang dilakukan telah lulus kaji etik dan telahmendapat

surat ijin untuk melakukan penelitianatau melakukan investigasi dari

pihak yang berwenang.

MSEHPA juga membatasi dalam memberikan keterangan terkait

dengan kerahasiaan klien. Umumnya informasi kesehatan tidak bisa

diberikan tanpa sepengetahuan individu yang bersangkutan. Namun

demikian ada 5 (lima ) pengecualian, yaitu:

a. Keterangan langsung untuk individu yang bersangkutan.

b. Keterangan untuk pihak keluarga atau yang mewakili keluarga.

c. Keterangan untuk lembaga atau otoritas yang berkaitan dengan

hukum.

d. Keterangan untuk pengadilan atau untuk pusat layanan

kesehatan.

e. Keterangan untuk mengidentifikasi penyebab kematian.

3. Karantina, Isolasi, dan Civil Commitment.

Perbedaan antara karantina, isolasi, dan civil commitment yaitu:

a. Karantina: berasal dari undang-undang maritim dan praktik, dan

merupakan keharusan untuk isolasi orang atau barang (biasanya

15
40 hari), bila orang atau barang tersebut dicurigai mengandung

penyakit infeksi.

b. Isolasi: Penempatan orang atau barang yang diketahui

mengandung penyakit dalam waktu tertentu sehingga penyakit

tidak menyebar.

c. Civil Commitmetn: Berhubungan dengan gangguan system

kesehatan mental dan membahayakan dirinya dan orang lain.

Dapat dibayangkan dalam keadaan krisis kesehatan masyarakat

atau bencana, kebutuhan untuk memberi perlindungan bisa

bertentangan dengan kebutuhan untuk mencegah penyebaran

penyakit.

Memberi isolasi sementara dan karantina harus segera dilakukan,

bila terlambat akan mengganggu kemampuan otoritas kesehatan

masyarakat untuk mencegah penularan penyakit.

4. Vaksinasi

Negara memiliki lembaga otoritas untuk mewajibkan warga

negaranya menjalani vaksinasi dalam pencegahan penyakit. Pengadilan

di USA mewajibkan vaksinasi tetap harus diberikan walaupunorang

tersebut menolak. Negara mewajibkansetiap anak sekolah

mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit tertentu. Adapun vaksinasi

tersebut antara lain: rubella dan polio sebelum anak masuk sekolah.

Pengecualian bagi mereka untuk tidak menjalani vaksinasi dengan

16
alasan agama dan alasan penyakit kronis tertentu yang punya reaksi

negatif terhadap vaksinasi.

5. Treatment for Disease (Pengobatan Penyakit).

Pengadilan di USA member hak kepada orang dewasa untuk

memilih tempat dan jenis pengobatan untuk penyakit mereka,

termasuk hak untuk menolak pengobatan. Dalam etika keperawatan

dimana perawat memberikan hak otonomi (self determination) dimana

seseorang diberi kebebasan dalam membuat keputusan bagi

dirinya.Undang-undang kesehatan wajib memberikan pengobatan pada

penyakit menular seperti penyakit kelamin dan tuberkulosis (Gostin,

2000 dalam Veenema, 2012).

6. Screening & Testing.

Screening dan testing merupakan upaya pelayanan kesehatan

publik yang berbeda. Testing biasanya mengacu pada prosedur medis

untuk memeriksa apakah seseorang mempunyai suatu penyakit

tertentu.

Screening melakukan deteksi dini dengan memeriksa semua

anggota dari suatu populasi untuk menemukan adanya suatu penyakit.

Pada situasi krisis kesehatan di komunitas yang disebabkan oleh

serangan bioterroris perlu memeriksa semua anggota populasi, kecuali

otoritas public meneluarkan surat pengecualiaan untuk golongan

tertentu. Klien diberitahu jika dia positif tertular penyakit tersebut dan

akan ditawari pengobatan sesuai dengan standar. Bisakah seorang

17
perawat secara etis dan legal berpartisipasi dalam program tersebut?.

MSEHPA mengijinkan pemeriksaan dilakukan oleh tenaga qualified

yang diberi kewenangan oleh pemerintah. Orang yang menolak

dilakukan pemeriksaan medis dan pengobatan dapat diisolasi atau

karantina.

7. Professional Licensing (Lisensi Profesional).

Dapatkah perawat (tanpa memiliki ijin dari pemerintah) membantu

sepenuhnya dalam keadaan krisis kesehatan publik atau bencana?.

Bisakah perawat melakukan tugas diluar kewenangannya?.Bila ada

bencana profesional tenaga kesehatan dihadapkan pada perawat dari

kota terdekat dari bencana menawarkan bantuan dan melakukan tugas

atau kewenagan yang biasa dilakukan oleh dokter.Semua negara

mengharuskan seseorang memiliki surat ijin agar dapat praktik

keperawatan. Pemerintah di New York mengakui adanya “Register

Professional Nurse” yang diberi lisensi (izin ) praktik keperawatan. Di

Indonesia Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri

Kesehatan republik Indonesia nomor 161/Menkes/PER/I/2010 tentang

Registrasi Tenaga Kesehatan. BAB II Pasal 2 menyatakan setiap

tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan keprofesiannya

wajib memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) dengan melampirkan

sertifikat kompetensi yang dilegalisir.

Undang-undang lisensi keperawatan mempunyai dua pengaruh

yaitu:

18
1) Membatasi wilayah dimana seorang perawat boleh praktik sesuai

lisensi yang dimiliki. Jika praktik diluar wilayah yang dilisensi

termasuk illegal. Hal ini ada pengecualian saat terjadi bencana atau

emergency. Perawat dari wilayah lain boleh membantu melalui

recruitment yang resmi dalam periode waktu tertentu. Di New

York lembaga yang resmi ditunjuk melakukan recruitment adalah

American National Red Cross.

2) Pembatasan undang-undang lisensi keperawatan dimana seorang

perawat boleh terlibat sesuai bidang keahliannya. Dalam situasi

krisis kesehatan publik akibat serangan bioteror, kemungkinan

terjadi kekurangan tenaga profesional yang qualified, terutama

pada tahap awal. Perawat dari daerah lain dan berbagai bidang

diijinkan membantu melalui recruitment. Sementara itu UEVHPA

tidak mengijinkan tenaga relawan memberi layanan kesehatan yang

tidak sesuai dengan bidang keahliannya.

8. Alokasi Sumberdaya (Resource Allocation)

Serangan bioteroris dan bencana mengandung banyak sebab dan

akibat dan memerlukan banyak sumberdaya. Tantangannya adalah

bagaimana mengalokasi sumberdaya tersebut. Dalam hal ini

sumberdaya tersebut dapat berupa obat-obatan, seperti antiseptic,

antibiotic, anti toxin, vaksin dan sumber daya manusia. Satu konsep

keadilan dalam layanan ini adalah konsep distribution justice. Dalam

hal ini distribution justice menyangkut distribusi yang adil atas sumber

19
daya yang terbatas. Triage adalah salah satu mekanisme untuk

distribusi dengan sumber daya terbatas, dan dalam situasi darurat.

Perawat juga harus adil dalam memberikan pelayanan atau

mendistribusikan sumber daya tanpa membedakan agama, suku

bangsa, dan golongan.

9. Professional Liabelity.

Semua profesi pelayanan kesehatan termasuk perawat bisa

mendapatkan “civil liability” dalam memberikan pelayanan kesehatan

yang terstandar. “ Malpractice Liabelity” masalah malpraktik dari

kewenangan yang boleh diberikan seorang perawat. Seorang perawat

mungkin dikatakan malpraktik dan harus mengganti kerugian akibat

dari memberikan layanan dibawah standar meskipun dalam situasi

darurat. Untuk itu, perawat hendaknya memberikan pelayanan

berdasarkan standardan SOP yang telah ditetapkan.

10. Penyedia layanan yang memadai (Provision of Adequate Care).

Beberapa perawat dan staf rumah sakit, ketika dihubungi oleh

supervisor perawat menyatakan mereka takut datang atau menemui

keluarga karena takut akan menularkan penyakit tersebut bagi

keluarganya karena mendengar ada kasus flu burung yang

menyebabkan adanya korban jiwa dalam kasus tersebut. Perawat

menyatakan kalau dirinya telah divaksinasi sedangkan keluarga atau

perawat yang lain belum mendapatkan vaksinasi. “ Recourse” legal

apa yang dimiliki rumah sakit jika stafnya menolak bekerja dalam

20
keadaan krisis kesehatan masyarakat atau bencana. Issue etis apa yang

dihadapi oleh perawat atau Rumah sakit dalam situasi tersebut.

Hubungan antara perawat dengan Rumah sakit secara legal sama

dengan hubungan antara pekerja dan pemberi kerja. Hubungan tersebut

tertulis dalam “ Kontrak Kerja”. Disini rumah sakit bisa menghentikan

hubungan kerja pada perawat tersebut. Sebaliknya, pekerja (perawat)

juga bebas pindah kerja ke tempat lain.Hubungan kerja ini bisa

dimodifikasi dalam dua cara yg berbeda. Pertama dengan aturan

pemerintah dan kedua dengan kontrak pribadi antara rumah sakit

dengan perawat.

Perawat dan rumah sakit bisa menandatangani kontrak kerja yang

menjelaskan hak dan tanggung jawab kedua pihak, meskipun itu jarang

dilakukan. Dalam kontrak tersebut dijelaskan segala sesuatu tentang

pekerjaan, termasuk jam kerja, kebutuhan lembur, disiplin kerja, sesuai

perjanjian dalam kontrak kerja.Hubungan kerja pribadi maupun

hubungan berdasarkan kontrak dapat dimodifikasi oleh pemerintah.

Pemerintah melarang adanya diskriminasi ras, gender, atau orang

cacat. Pemerintah dapat membatasi jumlah jam kerja termasuk

kebutuhan kerja perawat pada kondisi darurat.

E. Aspek Etik Legal Dalam Keperawatan Bencana menurut (Kartika,

2021)

1. Bencana

21
Dalam undang – Undang No. 24 Tahun 2007 tentang

penanggulangan bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah

terkait dengan bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan

penghidupan yang disebabkan, baik factor alam atau factor non alam

maupun factor manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda

dan dampak psiklogis.

2. Aspek Etik

Etika merupakan cabang dari filsafat etika mencari ukuran

baik atau buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika adalah ajaran atau

ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan kebiasaan baik

buruk yan diterima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban dan

sebaainya. Etik juga dapa digunakan untuk mendeskripsikan suatu

poola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan

standart seseorang yang mempengaruhi prilaku professional. Cara

hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.

Aspek Etik dan Legal dalam konteks Keperawatan adalah

merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan baaimana

seharusnya manusia berprilaku, apa yang seharusnya dilakukan

seseorang terhadap orang lain, selain itu merupakan prinsip yang

menyangkur benar atau salah, baik dan buruknya dalam berhubungan

dengan orang lain. Keperawatan telah mengembangkan kode etik

dengan menggambarkan kondisi ideal professional. Kode etik

22
mencerminkan prinsip etis yang secara luas dapat diterima anggota

profesi.

a. Kode Etik Keperawatan Bencana

1) Perawat bencana memberikan pelayanan dengan penuh hormat

bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien.

2) Perawat bencana mempertahankan kompetensi dan tanggung

jawab dalam praktek keperawatan emergensi.

3) Perawat bencana melindungi klien manakala mendapatkan

pelayanan kesehatan yang tidak cakap, tidak legal, sehingga

keselamatannya terancam.

b. Etika Berdasarkan Norma Profesi

1) Menghargai klien

a) Manusia utuh dan unik (umur, status social, latar belakang

budaya dan agama)

b) Menghargai keputusan yang dibuat klien dan keluarga

2) Memberikan yang terbaik à asuhan keperawatan yang bermutu

3) Mempertanggungjawabkan pelayanan keperawatan yang

diberikan

4) Tidak menambah permasalahan

5) Bekerja sama dengan teman sejawat, tim kesehatan untuk

pelayanan keperawatan terbaik.

3. Aspek Legal

23
Aspek legal dalam konteks pelayanan keperawatan bencana :

a. Membuat kontrak kerja (memahami hak dan kewajiban)

b. Praktek yang kompeten hanya dilakukan oleh seorang perawat

yang kompeten

c. Tambahan penyuluhan kesehatan dan konseling dalam pemberian

asuhan keperawatan

d. Melaksanakan tugas delegasi, sesuai dengan kemapuan perawat

yang akan diberikan delegasi.

- UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasal 82 : Pelayanan kesehatan bencana yang dimaksud pada ayat

(2): tanggap darurat dan paska bencana : mencakup pelayanan

kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatakan nyawa

dan mencegah kecacatan lebih lanjut.

Pasal 83 ayat (1) : Setiap orang yang memberikan pelayanan

kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk menyelamatakan

nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan

terbaik bagi pasien.

Ayat (2) : Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap

orang sebagaiman dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

- UU No 38 Th 2014

PASAL 28 (AYAT 3):

24
Praktik keperawatan didasarkan pada: kode etik, standar

pelayanan, standar profesi, dan SOP PASAL 35:

1) Dalam kondisi darurat perawat dapat melakukan tindakan

medis dan pemberian obat sesuai kompetensinya

2) Tujuan menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih

lanjut

3) Keadaan darurat merupakan keadaan mengancam nyawa atau

kecacatan

4) Keadaan darurat ditetapkan oleh perawat dengan hasil evaluasi

berdasarkan keilmuannya.

PASAL 35:

1) Dalam kondisi darurat perawat dapat melakukan tindakan

medis dan pemberian obat sesuai kompetensinya

2) Tujuan menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih

lanjut

3) Keadaan darurat merupakan keadaan mengancam nyawa atau

kecacatan

4) Keadaan darurat ditetapkan olehperawat dg hasil evaluasi

berdasarkan keilmuannya

5) Ketentuan keadaan darurat diatur Permen.

4. Peran Perawat

25
Pra Bencana

Undang – undang No. 38 tahun 2014, Pasal 31:

a. Memberikan konseling penyuluhan

b. Melakukan pemberdayaan masyarakat

c. Menjali kemitraan dalam perawatan kesehatan

d. Meningkatkan pengetahuannya.

Saat Bencana

UU No. 38, Tahun 2014, Pasal 35

a. Dalam keadaan darurat perawat dapat melakukan tindakan medis

dan pemberian obat sesuai kompetensinya

b. Pertolongan pertama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien

dan mencegah kecacatan lebih lanjut

UU No. 36 tahun 2009

Pasal 59

a. Tenaga kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama pada

penerima pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat/ darurat

bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan

b. Tenaga kesehatan dilarang menolak pelayanan kesehatan dan

meminta uang muka terlebih dahulu.

Pasca Bencana

PP No. 21 Tahun 2008 Pasal 56 :

a. Perawat harus mempunyai skiil keperawatan yang baik, memiliki

sikap dan jiwa kepedulian, dan memahami konsep siaga bencana

26
b. Perawatan korban bencana, obat –obatan, peralatan kesehatan,

rehabilitasi mental.

5. Dilema Etis Saat Bencana

a. Perawat perlu memiliki pengalaman yang sesuai dengan keilmuan

yang dimilikinya.

b. Meningkatkan kompetensi “Bersikap dan berperlaku” sesuai

dengan etika profesi

c. Mendahulukan kepentingan masyarakat daripada pribadi dan

kelompok

d. Melakukan kendali mutu dan kendali biaya dalam

penyelenggaraan upaya kesehatan

e. Kerusakan lingkungan masyarakat (fasilitas rusak, sandang dan

pangan)

f. Korban bencana (masyarakat, perawat dan keluarga)

g. Rumah sakit kolaps.

F. Perbedaan Perawatan Gawat Darurat Dan Bencana menurut (Erita,

Mahendra, & Batu, 2019)

Dari ilustrasi di atas, dapatkah saudara menemukan ada

kemiripan antara kondisi gawat darurat dan bencana? Ya, kondisi gawat

darurat dan bencana merupakan keadaan yang membutuhkan penanganan

segera. Keduanya melakukan ”pengobatan darurat terhadap pasien yang

27
muncul dalam berbagai kejadian”.Namun ada perbedaan yang sangat

prinsip antara gawat darurat dan bencana. Apakah itu? Mari kita lihat.

Ilustrasi di bawah ini memberi gambaran perbedaan kondisi saat gawat

darurat dan bencana.

Sumber : (Erita, Mahendra, & Batu, 2019)

Perbedaan utama di antara keduanya terletak pada

keseimbangan antara “kebutuhan perawatan kesehatan dan pengobatan”

dan ”sumber-sumber medis (tenaga kesehatan, obat-obatan, dan

peralatan)".

Keperawatan gawat darurat yang diberikan dalam keadaan normal,

memungkinkan tersedianya sumber daya medis yang banyak dalam

memberikan pelayanan sesuai kebutuhan pasien, baik yang penyakitnya

ringan maupun berat.Sehingga pengobatan dan perawatan intensif dapat

diberikan dengan segera kepada setiap pasien yang datang secara

bergantian.

Tetapi selama fase akut bencana, pengobatan dan kesehatan

28
masyarakat membutuhkan sangat banyak sumber tenaga medis sehingga

terjadi ketidakseimbangan. Pada fase akut bencana, fasilitas penunjang

kehidupan (listrik, gas, air) tidak berfungsi secara sempurna, obat-obatan

tidak tersedia, dan tenaga medisnya kurang,namun banyak korban luka

ringan atau luka sedangyang datang ke rumah sakit. Sebagian korban

tersebut menjadikan rumah sakit sebagai tempat mengungsi sementara,

karena mereka beranggapan bahwa "rumah sakit adalah aman" dan ”akan

mendapatkan pengobatan”. Beberapa korban dengan luka parah dan luka

kritis dapat juga dibawa ke beberapa fasilitas kesehatan oleh orang lain,

namun jika pasien tidak dapat berjalan sendiri, atau jika tidak ada orang

yang membawa mereka, maka mereka akan tetap tertinggal di lokasi

bencana tersebut.

Tabel. Perbedaan antara Keperawatan Bencana (Fase Akut) dan

Keperawatan Gawat Darurat (Saat Normal)

Keperawatan Bencana Keperawatan Gawat Darurat


Pada Fase Akut Pada Saat Normal

Objek Banyak orang ( komunitas ) Individu dan orang-orang di sekitarnya

Prasyarat  Terbatasnya sumber (SDM,  Sumber-sumber medis dapat


bahanbahan medis) diperkirakan dan disiapkan
 Waktunya terbatas  Keperawatan berkelanjutan

 Terbaik untuk banyak orang  Perawatan medis terbaik untuk satu


orang

Keadaan Daerah Bencana: Pada Saat Normal:

29
 Rusaknya fasilitas medis  Fasilitas medis berfungsi normal.
 Terputusnya fasilitas penunjang
 Fasilitas penunjang hidup
hidup(gas, saluran air, listrik, berfungsi normal.
telepon, sistem transportasi).
 Informasi bisa diperoleh
 Terputus dan kurangnya
 Adanya petugas medis cukup.
informasi.
 Persediaan obat-obatan dan
 Sangat kekurangan petugas
bahanbahan medis cukup.
Medis
 Alat-alat medis dapat digunakan
 Kekurangan obat dan
Transportasi dapat dipakai.
bahanbahan medis.
 Daya tampung pasien cukup
 Alat-alat medis tidak dapat
 Perawat tidak termasuk korban.
berfungsi dan terbatas
 Terbatasnya sarana transportasi.
 Jumlah pasien melebihi daya
Tamping
Spesifikasi a. Berbaur di antara para korban a. Intervensi terhadap satu orang.
Tindakan dan orang-orang di b. Mampu menggunakan ME (Medical
Keperawat sekitarnya. Intervensi Equipment) untuk memonitor pasien
an terhadap banyak korban. kritis.
b. Pengumpulan data dengan c. Dapat mengambil keputusan
menggunakan kelima panca berdasarkan data objektif
indera. d. Dapat berkonsultasi atau bekerja
c. Pengkajian fisik dengan sama dengan perawat atau dokter
menggunakan kelima panca bila pengetahuan atau
indera. ketrampilannya kurang.
d. Mengerahkan seluruh e. Dapat mempraktikkan keperawatan
pengetahuan dan ketrampilan dengan memanfaatkan sumber yang

Keperawatan Bencana Keperawatan Gawat Darurat


Pada Fase Akut Pada Saat Normal

30
yang dimiliki. yang diperlukan berdasarkan manual
e. Pelayanan keperawatan yang atau prosedur.

cepat tanggap dan kreatif di f. Perawatan difokuskan pada pasien


tengah keterbatasan sumber luka parah.
f. Perawatan dan manajemen g. Mampu membuat catatan tentang

kesehatan kemungkinan kondisi pasien.


diserahkan pada pasien atau h. Mampu menggunakan penyokong
keluarganya sendiri. sosial.
g. Kesulitan perawat untuk
membuat catatan tentang
kondisi pasien.
h. Kekurangan penyokong sosial.

G. Peran Perawat Pada Bencana menurut (Erita, Mahendra, & Batu, 2019)

Perawat sebagai bagian dari petugas kesehatan yang ikut

dalam penanggulangan bencana dapat berada di berbagai tempat seperti di

rumah sakit, di pusat evakuasi, di klinik berjalan atau di puskesmas.

Berikut dibawah ini akan diuraikan peran perawat sesuai dengan tempat

tugasnya.

1. Peran Perawat di Rumah Sakit yang terkena Dampak Bencana

Peran perawat di rumah sakit yang terkena bencana (ICN, 2009) yaitu:

a. Sebagai manager, perawat mempunyai tugas antara lain:

mengelola pelayanan gawat darurat, mengelola fasilitas,

peralatan, dan obat-obatan live saving, mengelola administrasi

dan keuangan ugd, melaksanakan pengendalian mutu pelayanan

31
gadar, melakukan koordinasi dengan unit RS lain.

b. Sebagai Leadership, memiliki tugas untuk: mengelola tenaga

medis, tenaga keperawatan dan tenaga non medis, membagi

jadwal dinas.

c. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), perawat

harus melakukan pelayanan siaga bencana dan memilah

masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada pasien.

2. Peran Perawat di Pusat Evakuasi

Di pusat evakuasi perawat mempunyai peran sebagai :

a. Koordinator, berwenang untuk: mengkoordinir sumberdaya baik

tenaga kesehatan, peralatan evakuasi dan bahan logistik,

mengkoordinir daerah yang menjadi tempat evakuasi.

b. Sebagai pelaksana evakuasi: perawat harus melakukan

transportasi pasien, stabilisasi pasien, merujuk pasien dan

membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah bencana

seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

(Sumber: (Erita, Mahendra, & Batu, 2019))

Gambar. Standar Minimal Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi di

32
Daerah Bencana.

3. Peran Perawat di Klinik Lapangan (Mobile Clinic)

Peran perawat di klinik berjalan (mobile clinic) adalah

melakukan: triage, penanganan trauma, perawatan emergency,

perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol infeksi, pemberian

supportive, palliative.

4. Peran Perawat di Puskesmas

Peran perawat di puskesmas saat terjadi bencana adalah

melakukan: perawatan pasien ringan, pemberian obat ringan, merujuk

pasien.

Sedangkan fungsi dan tugas perawat dalam situasi bencana

dapat dijabarkan menurut fase dan keadaan yang berlaku saat terjadi

bencana seperti dibawah ini;

a. Fase Pra-Bencana

1) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga

kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk

setiap fasenya.

2) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan,

organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun

lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan

penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman

bencana kepada masyarakat.

33
3) Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk

meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi

bencana yang meliputi hal-hal berikut.

a) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).

b) Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti

menolong anggota keluarga yang lain.

c) Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan

membawa persediaan makanan dan penggunaan air yang

aman.

d) Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan

nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah

sakit, dan ambulans.

e) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif

penampungan dan posko-posko bencana.

f) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat

dibawa seperti pakaian seperlunya, radio portable, senter

beserta baterainya, dan lainnya.

b. Fase Bencana :

1) Bertindak cepat

2) Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun

dengan pasti, dengan maksud memberikan harapan yang besar

pada para korban selamat.

3) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.

34
4) Koordinasi danmenciptakan kepemimpinan.

5) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat

mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing,

biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.

c. Fase Pasca Bencana

1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaaan fisik,

sosial, dan psikologis korban.

2) Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga

terjadi posttraumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan

sindrom dengan tiga kriteria utama. Pertama, gejala trauma

pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami

gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun

peristiwaperistiwa yang memacunya. Ketga, individu akan

menunjukkan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan

PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan

bersalah, dan gangguan memori.

3) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang

terkait bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani

masalah kesehatan masyarakat pascagawat darurat serta

mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman.

35
BAB III

EVIDENCE BASED PRACTICE

A. Analisa Pi(C)Ot

1. Efektifitas Pelatihan Penanggulangan Bencana Dengan Metode

Simulasi Terhadap Perilaku Kesiapsiagaan Bencana Banjir Pada

Siswa Sman 2 Tuban (Ferianto & Hidayati, 2019).

a. Population/patient: Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah

30 siswa SMAN 2 Tuban.

b. Intervention : Pelatihan Penanggulan bencana dengan metode

simulasi. Penyelenggaraan/pelatihan Penanggulangan Bencana

adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan

pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. (Badan

36
Nasional Penanggulangan Bencana, 2008) (Microsoft Word -

01 COVER-PERATR.doc (gitews.org) (di akses pada tanggal 18

September 2021)).

c. Comparison Intervension: -

d. Outcome :

1) Keuntungan Intervensi Penelitian :

Penyelenggaraan/pelatihan bencana terbukti bahwa metode

simulasi sangat efektif dan interaktif untuk meningkatkan

perilaku kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana banjir.

2) Manfaat Intervensi Penelitian : Menurut Mulyadi,dkk (2015)

terdapat beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan

perilaku kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir.

3) Efek : Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

dan United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization (UNESCO) (2006, p. 2013) terdapat lima faktor

yang mempengaruhi kesiapsiagaan bencana yaitu: pengetahuan

dan sikap terhadap risiko bencana, kebijakan dan panduan,

rencana untuk keadaan darurat bencana, sistem peringatan

bencana, dan kemampuan untuk mobilisasi sumber daya.

Dampak yang akan terjadi jika kesiapsiagaan rendah yaitu

menimbulkan lebih parahnya dampak bencana banjir seperti

tingginya korban jiwa, luka berat, banyaknya korban yang

mengungsi dan timbul penyakit dari kondisi lingkungan yang

37
rusak. Sehingga ada beberapa media pembelajaran diantaranya

adalah multimedia, media audio, media audio visual, media

visual dan media realiata yang dapat digunakan untuk

meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan dalam

menghadapi banjir salah satunya yaitu metode simulasi.

e. Time : Pelatihan Penanggulangan Bencana dengan Metode

Simulasi dilakukan selama 1 bulan dalam 3 kali pertemuan yaitu 3

sesi (pertemuan) setiap sesi dengan durasi waktu ± 60 menit.

2. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Trauma Healing Pada Anak

Korban Bencana Alam (Pramardika, Hinonaung, Mahihody, &

Wuaten, 2020).

a. Population/patient: Populasi pada penelitian ini menjadi 26

orang.

b. Intervention : Terapi Bermain. Pada sebuah penelitian


menyatakan bahwa play therapy merupakan sebuah terapi yang

mampu menangani anak pasca trauma bencana untuk menghibur

dan mengatasi masalah yang diderita melalui bermain.

c. Comparison Intervension: -

d. Outcome :

1) Keuntungan Intervensi Penelitian : untuk mengetahui

pengaruh terapi bermain terhadap trauma healing pada anak

korban bencana alam Kampung Belengang Kecamatan

38
Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe provinsi Sulawesi

Utara

2) Manfaat Intervensi Penelitian : Terapi bermain merupakan

proses terapeutik dengan menggunakan media permainan

sebagai terapi agar mudah melihat ekspresi alami seorang anak

yang tidak bisa diungkapkannya dalam bahasa verbal. Terapi

bermain juga dapat menghilangkan beberapa permasalahan

diantaranya seperti kecemasan, menghilangkan batasan,

hambatan dalam diri, frustasi serta mempunyai masalah pada

emosi yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku anak yang

kurang sesuai menjadi tingkah laku yang sesuai dan diharapkan

sehingga anak dapat bermain dan lebih kooperatif dan dapat

mudah diajak untuk kerjasama ketika menjalani terapi.

3) Efek : Terapi bermain yang diberikan yaitu berupa bernyanyi

bersama, bermain balon, bermain kelereng, bermain ular tangga

dan mewarnai. Permainan bernyanyi yaitu dengan

menyanyikan lagu “apa kabar”. Permainan ini dilakukan

dengan cara berpasangan. Kemudian masing-masing pasangan

akan bernyanyi disertai gerakan. Diakhir permainan pasangan

ini akan berpisah dan cepat-cepatan mencari pasangan yang

lain. Siapa yang tidak mendapatkan pasangan maka dia akan

keluar dari permainan ini. Kemudian dilanjutkan dengan

bermain balon yaitu berupa anak-anak mendengarkan musik

39
yang dinyanyikan bersama antara tim peneliti dan anakanak,

kemudian anak diberikan satu buah balon dan diberikan

instruksi untuk memberikan balon tersebut ke teman di

sebelahnya dan jika musik berhenti dan siapapun yang masih

memegang balon tersebut maka dia keluar dari permainan.

Permainan berikutnya yaitu bermain kelereng. Cara permainan

ini yaitu peserta menggigit sebuah sendok yang diatasnya telah

diletakkan sebuah kelereng. Kemudian peserta berlari menuju

garis finish yang telah ditentukan. Kelereng peserta yang

terjatuh sebelum mencapai garis finish, maka peserta tersebut

kalah.Permainan lainnya yang diberikan yaitu ular tangga

merupakan permainan jenis papan yang terbuat dari kertas yang

terdapat beberapa hambatan. Dimainkan menggunakan dadu

oleh beberapa orang. Permainan terakhir yang diberikan yaitu

terapi bermain dengan metode relaksasi yaitu dengan cara

mewarnai sebuah sketsa gambar. Sketsa yang disukai dan

diketahui oleh anak-anak seperti upin-ipin, hewan dan

pemandangan.

e. Time : Januari 2020

3. Pengaruh Photovoice Interactive Terhadap Peningkatan 

Pengetahuan Penanganan Bencana Longsor Pada Remaja

(Supriatun, Insani, & Indrastuti, 2019).

40
a. Population/patient: Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

siswa SMK di Kabupaten Brebes  Kecamatan yaitu SMK Al-

Azhar, SMKS Islam Al Amanah, dan SMKS Izzul Islam  Salem.

b. Intervention : Photovoice Interactive. Photovoice merupakan

metode yang mengutamakan partisipasi peserta edukasi  kesehatan

berbasis komunitas dimana peserta dapat menyampaikan

pengalamannya  terkait kejadian yang dialami di daerahnya dengan

menggunakan media foto. Metode  photovoice membantu

mengkomunikasikan aktivitas fisik yang biasa dilakukan

masyarakat, dan kemitraan yang diselenggarakan di masyarakat

tersebut (Hamilton et  al., 2017).

c. Comparison Intervension: -

d. Outcome :

1) Keuntungan Intervensi Penelitian : untuk mengetahui

pengaruh photovoice interactive  terhadap pengetahuan

penanganan bencana longsor pada remaja.

2) Manfaat Intervensi Penelitian : Photovoice memberikan

manfaat berupa pengalaman yang kuat terhadap  kejadian yang

dialami oleh masyarakat dan memberikan wawasan suatu

pemahaman  yang dapat meningkatkan pengetahuan

masyarakat (Komaie et al., 2018). Intervensi yang dilakukan 

pada penelitian tersebut menggunakan metode photovoice.

Hasil penelitian tersebut  memaparkan bahwa perilaku remaja

41
meningkat secara signifikan setelah diberikan  edukasi dengan

metode photovoice. Pada penelitian tersebut, peneliti

menjelaskan  penggunaan foto untuk mengungkapkan tentang

hal yang difikirkan oleh remaja tentang  lingkungannya yang

mendukung ke arah perilaku yang positif. Selain itu,

photovoice  juga membantu mengeksplorasi perasaan remaja

dan memberikan kesadaran terhadap  perilaku yang harus

dilakukan saat kondisi yang tidak menyenangkan.

3) Efek : Penelitian ini mengukur variable pengetahuan hanya

melalui pre test dan post  test, yang mendeskripsikan terjadi

peningkatan skor pengetahuan penanganan bencana  tanah

longsor pada kelompok usia remaja. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang  dilakukan oleh Gonzalez (2019) menjabarkan

intervensi photovoice yang dapat  dilakukan pada remajauntuk

meningkatkan pemberdayaan pada remaja, dengan evaluasi

pre test sebelum intervensi dan post test sebagai evaluasi akhir.

Penelitian ini menggunakan photovoice interactive dengan

mengenalkan pada  remaja terkait penanganan bencana longsor

diawali dengan sesi diskusi. Kegiatan  diskusi memfasilitasi

remaja memahami permasalahan tentang bencana yang sering

tidak disadari masyarakat dan dampak dari bencana tanah

longsor. Remaja  memaksimalkan penggunaan photovoice

42
untuk merefleksikan perilaku masyarakat  yang berisiko

terjadinya bencana longsor.

e. Time : 4 minggu.

B. Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah rawan bencana tidak hanya

bencana alam tapi juga bencana non alam. Siswa merupakan salah satu

aset bangsa yang rentan bencana dan tidak ada kesiapan dalam

menghadapi bencana. Namun demikian, berdasarkan pengalaman siswa

organisasi anggota PMR dan SATGAS KESDA, menunjukkan belum ada

pembelajaran pelatihan simulasi bencana.

Untuk mengurangi dampak dari trauma yang diakibatkan oleh

bencana alam tersebut diberikan terapi bermain sebagai intervensi trauma

healing pada anak. Pada sebuah penelitian menyatakan bahwa play

therapy merupakan sebuah terapi yang mampu menangani anak pasca

trauma bencana untuk menghibur dan mengatasi masalah yang diderita

melalui bermain (Dzulfaqori, 2017).

Sebagian besar masyarakat belum memahami tentang hal-hal

yang dapat menyebabkan bencana longsor dan upaya penanganan yang

harus dilakukan ketika bencana longsor terjadi di daerahnya. Hal tersebut

menyebabkan masyarakat belum mampu melakukan penanganan segera

yang tepat ketika terdapat anggota masyarakat lainnya yang mengalami

cedera fisik saat bencana longsor terjadi (Emaliyawatietal.,2016). Selain

itu, kondisi bencana longsor juga menyebabkan kondisi yang stress bagi

43
masyarakat karena faktor kehilangan keluarga, rusaknya bangunan rumah

danlingkungan sekitarnya (Anam et al., 2019).

C. Hasil Pencarian Evidence Based Practice

1. Efektifitas Pelatihan Penanggulangan Bencana Dengan Metode

Simulasi Terhadap Perilaku Kesiapsiagaan Bencana Banjir Pada Siswa

Sman 2 Tuban

a. Jurnal ilmiah

b. Situs Web : Google Scholar

c. Tahun : 2019

d. Kata Kunci : Penanganan keperawatan terhadap bencana alam

44
2. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Trauma Healing Pada Anak

Korban Bencana Alam

a. Jurnal ilmiah

b. Situs Web : Google Scholar

c. Tahun : 2020

d. Kata Kunci : jurnal penanganan keperawatan bencana tanah

longsor

3. Pengaruh Photovoice Interactive Terhadap Peningkatan  Pengetahuan

Penanganan Bencana Longsor Pada Remaja

a. Jurnal ilmiah

b. Situs Web : Google Scholar

c. Tahun : 2019

d. Kata Kunci : jurnal penanganan keperawatan bencana tanah

longsor

45
D. Rangkuman Research

No Judul Design Intervensi Hasil Kesimpulan

1. . Efektifitas Penelitian ini Pelatihan Sebagian besar Sebagian besar

Pelatihan menggunakan pra Penanggulan perilaku respon sebelum

Penanggulangan eksperimental, dengan bencana kesiapsagaan siswa diberikan

Bencana Dengan rancangan one group dengan sebelum dilakukan pelatihan

Metode Simulasi pre post tes design, metode pelatihan penggulangan

Terhadap dengan sampel simulasi dikategorikan bencana dengan

Perilaku penelitian 28 siswa. bencana perilaku kurang metode simulasi

Kesiapsiagaan banjir pada siap, dan setelah SMAN 2 Tuban

Bencana Banjir Siswa Sman diberikan pelaihan mempunyai

Pada Siswa Sman 2 Tuban. penanggulangan perilaku

2 Tuban. bencana sebagian kesiapsagaan

besar dikategorikan yang kurang

46
perilaku siap. siap. Hampir

seluruhnya

responden

setelah

diberikan

pelatihan

penanggulangan

bencana dengan

metode simulasi

di SMAN 2

Tuban

mempunyai

perilaku

kesiapsagaan

yang siap.

2. Pengaruh Terapi penelitian quasy Terapi hasil selisih/beda Dapat

Bermain eksperiment dengan Bermain. nilai rata-rata disimpulkan

Terhadap desain non equivalent merupakan kelompok bahwa ada

Trauma Healing control sebuah terapi eksperimen 17,6056 perbedaan

Pada Anak group pada anak yang mampu sedangkan pengaruh yang

Korban Bencana korban menangani selisih/beda nilai signifikan

Alam. bencana alam banjir anak pasca rata-rata kelompok antara anak

bandang dan tanah trauma kontrol 0,0000. yang diberi

47
longsor di bencana. terapi bermain

Kampung Belengang dengan

yaitu sebanyak 35 kelompok

orang. kontrol

(p=0,000).

3. Pengaruh Penelitian ini Intervensi Hasil uji t photovoice

Photovoice menggunakan desain pada menunjukkan ada interactive

Interactive kuantitaf dengan penelitian ini peningkatan berpengaruh

Terhadap desain quasi berfokus pengetahuan terhadap

Peningkatan  experimental pada edukasi penanganan pengetahuan

Pengetahuan pre post test with kesehatan bencana tanah penanganan

Penanganan control group. dengan longsor pada bencana tanah

Bencana Longsor Seluruh siswa SMK di menggunakan remajadibandingka longsor pada

Pada Remaja. kabupateb Brebes metode n kelompok

sebanyak 48 photovoice dengan kelompok usia remaja di

responden. interactive kontrol (p value = Kecamatan

terkait 0,000). Salem

penanganan Kabupaten

bencana Brebes.

tanah

longsor.

E. Critical Analysis

48
No. Judul Karya Tujuan Metode (Desain, Hasil Komentar

Ilmiah, Penulis sampel, variable,

dan Tahun instrument,

analisis)

1. Efektifitas Penelitian ini Desain : Penelitian Sebagian besar Menurut

Pelatihan bertujuan untuk ini termasuk jenis perilaku kelompok kami

Penanggulangan mengetahui penelitian “pra kesiapsagaan keseluruhan

Bencana pengaruh experimental” yang siswa sebelum jurnal tersebut

Dengan Metode latihan bersifat analitik dilakukan sudah cukup

Simulasi penanggulangan dengan pelatihan baik namun

Terhadap bencana dengan menggunakan dikategorikan mungkin

Perilaku metode simulasi metode penelitian perilaku kurang kedepannya

Kesiapsiagaan terhadap “One-group pra- siap, dan pada bagian

Bencana Banjir perilaku post test design”. setelah sampel dapat

Pada Siswa kesiapsiagaan Penelitian ini diberikan ditambahkan

Sman 2 Tuban. bencana banjir dilakukan dengan pelaihan dengan

(Ferianto & pada siswa cara memberikan penanggulangan mengambil

Hidayati, 2019). SMAN 2 pre test bencana sampel dari

Tuban. (pengamatan awal) sebagian besar siswa

terlebih dahulu dikategorikan perwakilan

sebelum diberikan perilaku siap. masing-masing

perlakuan setelah ekstrakulikuler

diberikan di SMAN 2

49
perlakuan, Tuban agar

kemudian pelatihan

dilakukan kembali penanggulangan

post test bencana dengan

(pengamatan metode simulasi

akhir). Hal ini dapat diketahui

dilakukan untuk oleh beberapa

perbedaan yang siswa lainnya

dihasilkan antara lagi.

pre test dan post

test.

Sampel : Sampel

dalam penelitian

ini adalah sebagian

siswa yang

tergabung dalam

organisasi anggota

PMR dan

SATGAS KESDA

SMAN 2 Tuban

berjumlah 28 anak.

50
Variabel

Independent :

Pelatihan

penanggulangan

bencana dengan

metode simulasi

Variabel

Dependent :

Perilaku

kesiapsiagaan

bencana banjir

Instrument:

Instrumen yang

digunakan dalam

penelitian ini

adalah Standart

Opererasional

Prosedur (SOP)

dan kuisioner.

Kuesioner terdiri

dari 15 pertanyaan

51
yang terdiri dari 3

kelompok

pertanyaan.

Pertanyaan nomor

1- 5 masuk dalam

pengetahuan,

pertanyaan nomor

6-10 masuk dalam

sikap, dan

pertanyaan nomor

11-15 masuk dalam

kesiapsiagaan.

Analisis : -

2. Pengaruh Tujuan Desain : Jenis Hasil Menurut

Terapi Bermain penelitian ini penelitian ini selisih/beda pendapat kami,

Terhadap untuk adalah penelitian nilai rata-rata secara

Trauma Healing mengetahui quasy eksperiment kelompok keseluruhan

Pada Anak perbedaan dengan desain non eksperimen jurnal tersebut

Korban pengaruh equivalent control 17,6056 sudah cukup

Bencana Alam. trauma healing group. Desain ini sedangkan baik, dan

(Pramardika, pada anak untuk mengetahui selisih/beda sekiranya terapi

52
Hinonaung, korban bencana perbedaan keadaan nilai rata-rata ini bisa

Mahihody, & alam tanah awal antara kelompok diterapkan atau

Wuaten, 2020). longsor dan kelompok kontrol 0,0000. digunakan

banjir bandang eksperimen dan apabila terjadi

di kampung kelompok kontrol. bencana alam,

belengang Pada penelitian non alam, serta

kabupaten eksperimen dan sosial lainnya.

kepulauan kontrol merupakan

sangihe anak-anak dari

provinsi korban bencana

sulawesi utara alam tanah longsor

yang diberi dan banjir di

terapi bermain kampung

dengan yang Belengang. Pada

tidak diberikan kelompok

intervensi eksperimen

(kontrol). sebelumnya

diberikan pretest

dan kemudian

diberikan

intervensi selama

seminggu berupa

terapi bermain dan

53
dilanjutkan

kembali dengan

memberikan

posttest.

Sedangkan pada

kelompok kontrol

dilakukan juga

pretest namun tidak

diberikan terapi

apapun dan

seminggu

kemudian

diberikan kembali

posttest

Sampel : Besar

sampel pada

penelitian ini yaitu

menggunakan

teknik total

sampling.

Kemudian

pembagian

54
kelompok

dilakukan dengan

teknik

pengambilan

secara purpossive

yaitu 16 orang

kelompok

eksperimen yaitu

anak-anak yang

tinggal di posko

pengungsian dan

10 orang kelompok

kontrol yaitu anak-

anak yang tidak

tinggal di posko

pengungsian

melainkan rumah

saudara yang

lokasinya tidak

jauh dari lokasi

posko

pengungsian.

Jumlah sampel

55
berbeda karena

penelitian ini

merupakan

independent

sample t test,

dimana antara

sampel tidak

berpasangan.

Sampel yang aktif

mengikuti terapi

bermain dan

sampel yang

berdiam dirumah.

Variabel

Independent :

Terapi bermain

Variabel

Dependent :Traum

a healing.

Instrument :

Peralatan yang

56
digunakan dalam

permainan seperti

balon, karet,

kelereng, sketsa

gambar, pensil

warna, ular tangga

dan kuesioner.

Kuesioner yang

digunakan pada

penilaian trauma

pretest dan posttest

yaitu menggunakan

kuesioner PTSD

yang telah

dimodifikasi

dengan realibilitas

yaitu 0,819 dengan

nilai r tabel 0,3438.

Analisis : Analisis

data yang

digunakan adalah

analisis univariat

dan analisis

57
bivariat. Analisis

univariat dilakukan

untuk mengetahui

distribusi frekuensi

dan persentase

setiap variabel.

Sedangkan uji

bivariat yang

digunakan yaitu

untuk mengetahui

pengaruh terapi

bermain terhadap

trauma healing

yaitu dengan

menguji beda rata-

rata menggunakan

uji independent t-

test.

3. Pengaruh Tujuan Desain : Penelitian Hasil uji t Menurut

Photovoice penelitian ini ini menggunakan menunjukkan pendapat kami,

Interactive yaitu untuk desain kuantitaf ada secara

Terhadap mengetahui dengan desain peningkatan keseluruhan

Peningkatan  pengaruh quasi experimental pengetahuan jurnal tersebut

58
Pengetahuan photovoice pre post test with penanganan sudah cukup

Penanganan interactive control group. bencana tanah baik, dan agar

Bencana terhadap Intervensi pada longsor pada kiranya terapi

Longsor Pada pengetahuan penelitian ini remaja ini bisa di

Remaja. penanganan berfokus pada dibandingkan terapkan pada

(Supriatun, bencana longsor edukasi kesehatan dengan beberapa remaja

Insani, & pada remaja. dengan kelompok dan bisa

Indrastuti, menggunakan kontrol (p value dilakukan

2019). metode photovoice = 0,000). sosialisasi

interactive terkait dibeberapa

penanganan SMA maupun

bencana tanah SMP terkait

longsor. Photovoice

interactive agar

Sampel: semakin banyak

sampel lagi remaja-

yang remaja yang

dibutuhkan mengetahui

pada penanganan

kelompok bencana longsor

intervensi dengan metode

sebanyak Photovoice

48 Interactive.

59
responden..

Variabel

Independent :

Photovoice

interactive

Variabel

Dependent :

Peningkatan

pengetahuan

penanganan

bencana longsor.

Instrument : Alat

pengumpulan data

pada penelitian ini

menggunakan

kuesioner A dan B.

Kuesioner A berisi

data demografi

responden yaitu

jenis kelamin dan

tingkat pendidikan

60
orang tua.

Kuesioner B

merupakan

kuesioner

pengetahuan

penanganan

bencana tanah

longsor yang

berjumlah 15

pertanyaan.

Analisis :-

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam tiga puluh tahun terakhir ini trend bencana alam di dunia

meningkat. Dari tahun ke tahun korban jiwa akibat bencana terus

meningkat jumlahnya. Pada tahun1985 gunung Nevado del Ruiz di

Kolombia meletus sehingga menewaskan 25.000 orang. Topan Nargis

di Myanmar pada tahun 2008 diperkirakan menewaskan lebih dari

140.000 orang.Gempa di Haiti dengan kekuatan 7,0 Skala Richter

tahun 2010 telah menewaskan sekitar 200.000 penduduk. Indonesia

merupakan negara rawan bencana karena letak geografis Indonesia

61
berada di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu

Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Lempeng Pasific.

Aspek etik dan isu etik dalam keperawatan bencana meliputi:

pencatatan dan pelaporan penyakit, informasi kesehatan, karantina,

isolasi, dan civil commitment, vaksinasi, tretment for disease

(pengobatan penyakit), screening & testing, profesional licensing

(lisensi profesional), alokasi sumber daya (resource allocation),

profesional liabelity, penyedia layanan yang memadai (provision of

adequate care). menurut msehpa (model state emergency health power

art 2002) menjaga issu kerahasiaan data individu dalam dua cara yaitu:

menjagainformasi kesehatan seseorang yang sedang diperiksa di

pelayanan kesehatan termasuk dalam pelayanan emergency care;

hanya pihak yang melakukan pelayanan kesehatan dan penelitian

epidemiologi atau untuk menginvestigasi penyebab transmisi

dapatakses untuk mendapatkan informasi ini.

Perawat sebagai bagian dari petugas kesehatan yang ikut dalam

penanggulangan bencana dapat berada di berbagai tempat seperti di

rumah sakit, di pusat evakuasi, di klinik berjalan atau di puskesmas. Di

rumah sakit, perawat dapat berperan sebagai manager, Leadershift dan

Care Giver. Di pusat evakuasi peran perawat sebagai kordinator dan

pelaksana evakuasi. Peran dan tugas perawat selama bencana

mengikuti siklus bencana, yaitu sebelum bencana, saat bencanadan

setelah bencana.

62
B. Saran

Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban

pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan

dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap

lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan

bencana. Dan semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi

masayarakat pada umumnya terkait trend dan aspek etik serta issue

etik keperawatan bencana, serta mampu diaplikasikan oleh perawat

terkait perannya dalam keperawatan bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoso, W. (2018). Manajemen Bencana. Jakarta: Bumi Aksara.

Erita, Mahendra, D., & Batu, A. M. (2019). Manajemen Gawat Darurat dan
Bencana. Jakarta: BMP.UKI.
Ferianto, K., & Hidayati, U. N. (2019). Efektifitas Pelatihan Penanggulangan
Bencana Dengan Metode Simulasi Terhadap Perilaku Kesiapsiagaan
Bencana Banjir Pada Siswa SMAN 2 TUBAN. Jurnal Kesehatan
Mesencephalon.
Kartika, K. (2021). Keperawatan Bencana "Efektivitas Pelatihan Bencana Pre
Hospital Gawat Darurat dalam Peningkatan Efikasi Diri Kelompok Siaga
Bencana dan Non Siaga Bencana. Yogyakarta: Deepublish.
Khambali. (2017). Manajemen Penanggulangan Bencana. Yogyakarta: ANDI.

Nugroho, S. P. (2016). Manajemen Bencana Di Indonesia. Jakarta: BNPB.

63
Pramardika, D. D., Hinonaung, J. S., Mahihody, A. J., & Wuaten, G. A. (2020).
Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Trauma Healing Pada Anak Korban
Bencana Alam. Faletehan Health Journal.
Supriatun, E., Insani, U., & Indrastuti, A. (2019). Pengaruh Photovoice Interactive
Terhadap Peningkatan Pengetahuan Penanganan Bencana Longsor Pada
Remaja. Journal Of Telenursing.

64

You might also like