You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Robekan perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan

dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum dapat terjadi pada garis tengah

dan pinggir perineum, bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat

(Jurnalilmiah bidan).

Luka perineum selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi

banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus di perhatikan yaitu sumber

dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari

perineum, vagina, serviks dan robekan uterus (rupture uteri).

Menurut World Health Organization (WHO, 2016 ), 99 % kematian ibu terjadi di

negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara- negara berkembang adalah 239/100.000

kelahiran hidup versus 12/100.000 kelahiran hidup di negara maju. Hampir 75% penyebab

utama kematian ibu yaitu perdarahan (WHO, 2016).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015), menyatakan penyebab langsung kematian

ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab

langsung kematian ibu adalah perdarahan (32%), hipertensi( 25%) dan partus lama dan

infeksi (5%) dan abortus (1%). perdarahan pasca persalinan dapat menyebabkan kematian

ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah

bayi lahir, dan 82-88% dalam 2 minggu setelah bayi baru lahir. Yang terjadi pada 24 jam

pertama setelah bayi lahir disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, dan

sisanya adalah sisa plasenta. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam

jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus

dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Robekan yang

terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat

ringan sampai robekan perineum totalis (sfingter ani terputus).


Pemenuhan capaian Program Millenium Development Goals (MDG's) 2015, "Tercatat,

hingga Oktober 2014, sebanyak 152 orang dari total 206.990 bayi yang lahir hidup di

Sumut." Dari 33 kabupaten/kota di Sumut, berdasarkan hasil survey, adapun penyebab

terbesar kematian ibu karena pendarahan sebanyak 50 orang, eklampsia 43 orang, lain-lain

41 orang, infeksi 10 orang, partus macet 5 orang dan abortus 3 orang.

Faktor yang menyebabkan terjadinya rupture perineum antara lain faktor ibu yang

terdiri dari paritas, jarak kelahiran, cara meneran yang tidak tepat, dan umur ibu. Faktor

janin yang terdiri dari berat badan janin yang besar dan presentasi. Faktor lain yang

mendukung adalah faktor persalinan pervaginam yang terdiri dari ekstraksi forceps,

ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomy kemudian faktor penolong persalinan yaitu

pimpinan yang tidak tepat.

Penyembuhan luka pada robekan perineum dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu faktor

internal dan eksternal. Adapun faktor internal yaitu usia ibu, personal hygiene, gizi.

Sedangkan faktor eksternal antara lain lingkungan, pengetahuan, status ekonomi dan

penanganan petugas. Status gizi merupakan salah satu faktor seorang ibu dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi di dalam tubuhnya, hal ini dapat berpengaruh pada proses penyembuhan

luka perineum yang diakibatkan ketidakadekuatan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk

proses penyembuhan luka dimana ibu memperhatikan kesehatannya dengan memilih

makanan yang memiliki nilai gizi yang berguna mempercepat proses penyembuhan luka.

Luka yang tidak di tangani akan menyebabkan infeksi. Yang berasal dari infeksi

diantaranya adalah bakteri eksogen ( kuman dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat

lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri).Kurangnya pengetahuan ibu tentang

cara perawatan perineum dan salah satu intervensi yang bisa dilakukan dengan memberikan

kesehatan tentang perawatan perineum.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Ruptur Perineum

a. Anatomi Perineum Wanita

Perineum adalah regio yang terletak antara vulva dan anus,

panjangnya rata-rata 4 cm. Saat persalinan, tidak hanya ditentukan

oleh organ-organ genitalia interna saja seperti uterus dan vagina,

tetapi bagian seperti otot-otot, jaringan-jaringan ikat dan ligamen-

ligamen juga mempengaruhi jalan lahir. Otot-otot yang menahan

dasar panggul dibagian luar adalah musculus sphincter ani

externus, musculus bulbocavernosus yang melingkari vagina, dan

musculus perinei transversus superfisialis. Lebih ke dalam lagi

ditemukan otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma pelvis,

terutama musculus levator ani yang berfungsi menahan dasar

panggul. Letak musculus levator ani ini sedemikian rupa dan

membentuk sebuah segitiga di bagian depan, disebut trigonum

urogenitalis. Di dalam trigonum ini terdapat uretra, vagina dan

rektum (Wiknjosastro, 2005).

Perineum terdiri atas diafragma urogenital dan bagian

bawah dari genitalia eksterna (White, 2006). Regio urogenital

berhubungan dengan pembukaan dari sistem urinaria dan sistem


reproduksi. Sedangkan regio anal terdiri atas anus dan musculus

sphincter ani externus (Drake, et al., 2010).

Perineum terletak di bawah diafragma pelvis. Perineum

merupakan area berbentuk belah ketupat bila dilihat dari bawah,

dan dapat dibagi menjadi regio urogenital dan regio anal di

posterior oleh garis yang menghubungkan tuberositas ischii secara

horizontal (Faiz & Moffat, 2004). Perineum bila dilihat dari bawah

dengan tungkai abduksi berbentuk berlian dan di anterior dibatasi

oleh symphisis pubis, posterior oleh ujung os. coccygis, dan lateral

oleh tuber ischiadicum (Snell, 1998).

Gambar 2.1. Perineum pada Wanita


Sumber: Gray’s Anatomy for Students (3rd ed.)

1) Regio Anal

a) Canalis analis

Panjang kanalis sekitar 4 cm dan membentuk sudut postero-inferior.


b) Sphincter ani

Terdiri dari komponen sphincter externa dan interna. Sphincter ani interna

merupakan lanjutan dari otot polos sirkular rektum. Sphincter ani externa menyatu

dengan puborectalis membentuk area penebalan yang disebut anulus anorectalis.

c) Fossa ischiorectalis

Terletak di kedua sisi canalis analis. Dinding medial dan lateral fossa

ischiorectalis adalah m. levator ani dan canalis analis serta obturatorius internus. Fossa

terisi oleh lemak.

2) Regio Urogenital

Regio ini berbentuk segitiga. Membrana perinealis merupakan lapisan fasia kuat

yang melekat ke tepi trigonum urogenitalis. Pada wanita, membran ini ditembus oleh

uretra dan vagina.

a) Vulva

Merupakan istilah untuk menyebut genitalia eksterna wanita. Mons pubis merupakan

tonjolan lemak yang menutupi symhphisis pubis dan os. pubis. Labia mayora adalah

bibir berlemak yang memiliki rambut yang meluas ke posterior dari mons pubis. Labia

minora terletak di sebelah dalam labia mayora dan di posterior menyatu membentuk

fourchette.

b) Uretra

Pada wanita, uretra berukuran pendek sekitar 3-4 cm. Faktor ini menyebabkan

predisposisi infeksi saluran kemih akibat penyebaran organisme. Uretra berjalan dari

leher kandung kemih menuju meatus eksterna, meatus ini terletak di antara klitoris dan

vagina.
c) Vagina

Vagina adalah saluran berotot yang berjalan ke arah atas dan belakang dari

orificium vagina. Pasokan darah vagina didapat dari a. vaginalis dan cabang vaginalis a.

uterina (Drake, et al., 2010).

b. Definisi Ruptur Perineum

Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 2002).

Sedangkan perineum adalah lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang

menempati pintu bawah panggul; bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh symphisis

pubis, di sebelah lateral oleh tuber ischiadicum, dan di sebelah posterior oleh os.

coccygeus (Dorland, 2002). Menurut Prawirohardjo (2011), tempat yang paling sering

mengalami perlukaan akibat persalinan adalah perineum.

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan

maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan terjadi hampir pada semua

primipara (Prawirohardjo, 2009). Pada dasarnya, robekan perineum dapat dikurangi

dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui kepala janin terlalu cepat

(Wiknjosastro, 2005).

c. Faktor yang Mempengaruhi Ruptur Perineum

Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam, tetapi terdapat

faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko ruptur derajat 3 sampai 4,

diantaranya adalah nullipara, proses persalinan kala II, posisi persisten oksiput posterior,

ras Asia dan penggunaan anestesi lokal (Cunningham, et al., 2005). Berikut adalah

faktor yang mempengaruhi:


1) Paritas

Adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah

dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur

kehamilan lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir terjadi pada semua

persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada persalinan berikutnya (multipara)

(Sumarah, 2008).

2) Berat lahir bayi

Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko terjadinya ruptur

perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat lebih dari 4000 gram.

Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan

meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat

menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada

proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur

perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu

menderita diabetes mellitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi besar, faktor

genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal adalah sekitar 2500

sampai 4000 gram (Saifuddin, 2008).

3) Cara mengejan

Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah direncanakan untuk

memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-

pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi terjadinya laserasi. Penolong harus mencegah

terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh karena ini akan mengakibatkan

laserasi yang hebat dan tidak teratur, bahkan dapat meluas sampai
sphincter ani dan rektum. Pimpinan mengejan yang benar sangat penting, dua kekuatan

yang bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan kekuatan

mengejan (Oxorn, 2010).

4) Elastisitas perineum

Perineum yang kaku dan tidak elastis akan

menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan

resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan perineum

yang luas sampai tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada

primigravida berumur diatas 35 tahun (Mochtar, 2011).

5) Umur ibu <20 tahun dan >35 tahun

Berdasarkan penelitian responden yang tidak mengalami kejadian ruptur

perineum cenderung berumur tidak beresiko (20-35 tahun), sedangkan responden yang

mengalami ruptur perineum adalah responden yang berumur resiko tinggi sebanyak 11

orang. Hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi chi square dengan ρ value 0,022 < α

0,05 yang artinya Ho ditolak, menunjukan ada hubungan antara umur ibu dengan

kejadian ruptur perineum.

Pada umur <20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan

sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami

komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan


otot-otot perut belum bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama

atau macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk persalinan sulit pada ibu

yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada

kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur

reproduksi sehat (20-35 tahun) (Mustika & Suryani, 2010).

d. Klasifikasi Ruptur Perineum

1) Ruptur Perineum Spontan

Menurut Cunningham, et al. (2010), laserasi

(ruptur) perineum dapat diklasifikasikan menjadi:

a) Derajat 1

Pada ruptur perineum derajat 1 akan

mengenai fourchette, kulit perineum, dan membran

mukosa vagina, tetapi tidak mengenai fasia dan otot.

b) Derajat 2

Pada ruptur perineum derajat 2 mengenai

kulit dan membran mukosa, fasia dan otot-otot

perineum, tetapi tidak mengenai sphincter ani.

c) Derajat 3

i. Derajat 3a: <50% spinchter ani externa

ii. Derajat 3b: >50% spinchter ani externa

iii. Derajat 3c: spincter ani externa & interna


d) Derajat 4

Pada ruptur perineum derajat 4, meluas sampai ke mukosa rektum sehingga

lumen rektum. Pada derajat ini, robekan di daerah uretra yang dapat menimbulkan

perdarahan hebat mungkin terjadi. Menurut Chapman (2006), robekan mengenai kulit,

otot dan melebar sampai sphincter ani dan mukosa rektum.

2) Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi)

Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di perineum untuk memudahkan

proses kelahiran (Norwitz & Schorge, 2008). Pada persalinan spontan sering terjadi

robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan

menghambat penyembuhan sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk

melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum saat kepala janin

tampak dari luar dan mulai meregangkan perineum. Insisi tersebut dilakukan pada garis

tengah (episiotomi medialis) atau ke jurusan lateral (episiotomi mediolateralis)

(Wiknjosastro, 2008). Perlu diketahui bahwa episiotomi medial dan mediolateral dengan

sudut <30 atau >60 derajat akan sangat berkaitan dengan OASI (Obstetric Anal

Spinchter Injury). Studi menyatakan bahwa dokter dan bidan pada umumnya tidak bisa

menempatkan sudut yang aman dan benar, oleh sebab itu lah dalam melakukan

episiotomi harus dilakukan dengan hati-hati (Freeman, et al., 2014). Sedangkan

penelitian lain menyatakan bahwa tidak ada manfaat yang signifikan dari prosedur

episiotomi. Faktanya, episiotomi akan menyebabkan morbiditas dibandingkan

persalinan tanpa episiotomi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk nyeri dan dispareunia

yang signifikan pada kelompok penelitian (Islam, et al., 2013).

Indikasi dilakukan episiotomi adalah sebagai persiapan persalinan operatif dimana hal

ini biasanya dilakukan untuk mempermudah kelahiran dengan komplikasi distosia bahu.
Tujuan episiotomi adalah untuk mengurangi komplikasi trauma dasar panggul

saat kelahiran, yang mencakup perdarahan, infeksi, prolaps genital, dan inkontinensia

akibat OASI. Meskipun demikian kadang tak terlihat manfaat ibu yang menjalani proses

episiotomi (Norwitz & Schorge, 2008).

a) Episiotomi medialis

Episiotomi jenis ini sering digunakan di Amerika Serikat. Tipe ini akan

dilakukan insisi garis tengah vertikal dari fourchette posterior sampai ke rektum.
Namun, tipe ini berhubungan dengan meningkatnya

trauma perineum parah dengan perluasan derajat 3

dan 4 (Norwitz & Schorge, 2008).

b) Episiotomi Mediolateral

Lebih sering digunakan di Inggris. Tipe episiotomi

ini adalah pengirisan pada posisi 45 derajat terhadap

fourchette posterior pada satu sisi. Insisi semacam

ini akan mencegah terjadinya trauma perineum yang

parah (Norwitz & Schorge, 2008).

c) Episiotomi lateralis

Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut

arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak

menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat

pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang

banyak. Selain itu jaringan parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang

mengganggu penderita (Rusda, 2004).

d) Insisi Schuchardt

Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya

melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar

(Rusda, 2004).
arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar (Rusda, 2004).

2. Berat Lahir Bayi

Menurut Saifuddin (2008), berat badan lahir adalah berat badan bayi yang

ditimbang 24 jam pertama kelahiran, dengan klasifikasi:

a. Berat Bayi Lahir Sangat Rendah

Bayi berat sangat rendah adalah bayi dengan berat badan 1000 sampai 1500

gram.

b. Berat Bayi Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah adalah bayi berat badan 1500 sampai 2500 gram. BBLR

tidak hanya terjadi pada bayi prematur, tapi juga pada bayi cukup bulan yang

mengalami hambatan pertumbuhan selama kehamilan (KEMENKES RI, 2015).

c. Berat Bayi Lahir Normal

Bayi cukup atau bayi normal adalah bayi berat badan lebih

2500 sampai 4000 gram.

d. Berat Bayi Lahir Lebih

Berat bayi lahir lebih atau bayi besar adalah bayi lebih 4000 gram.

3. Klasifikasi Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita

(BKKBN, 2006). Paritas berasal dari kata parre yang berarti melahirkan atau

menghasilkan. Jadi, paritas


adalah keadaan seorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat

hidup (Dorland, 2002).

1) Nullipara

Adalah wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali. Menurut

Dorland (2002), nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan

seorang anak yang mampu hidup.

2) Primipara

Adalah wanita yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali. Menurut

Dorland (2002), primipara adalah wanita yang pernah mengandung yang

melahirkan fetus mencapai berat 500 gram atau umur gestasional 20 minggu,

tanpa tergantung apakah anak itu hidup pada saat dilahirkan, dan apakah kelahiran

tunggal atau kembar.

3) Multipara

Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak dua hingga empat kali.

Menurut Dorland (2002), multipara adalah seorang perempuan yang telah hamil

dua kali atau lebih yang menghasilkan janin hidup, tanpa memandang apakah

janin itu hidup atau mati.

4) Grandemultipara

Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak lima kali atau lebih.

Menurut Dorland (2002), grandemultipara


adalah seorang wanita yang telah hamil lima kali atau lebih

yang menghasilkan janin hidup.

4. Persalinan Pervaginam

a. Definisi Persalinan Pervaginam

Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat

hidup dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro,

2005). Sedangkan pervaginam menurut Dorland (2002) adalah

melalui vagina. Jadi, persalinan pervaginam adalah persalinan yang

mengeluarkan janin hidup melalui vagina.

b. Faktor-Faktor Pendukung Persalinan

Komponen-komponen dalam persalinan adalah sebagai berikut:

1) Passage

Passage merujuk pada rute janin yang harus dilalui

dari uterus melalui serviks dan vagina ke perineum

eksternal. Selain itu, janin harus melalui rongga pelvis juga

(Pillitteri, 2007). Menurut Wulanda (2011), passage adalah

keadaan jalan lahir yang terdiri atas panggul dimana terdiri

dari beberapa posisi yaitu Pintu Atas Panggul (PAP), Pintu

Tengah Panggul (PTP), dan Pintu Bawah Panggul (PBP).

2) Passenger

Istilah ini adalah bagian dari penumpang, atau yang

akan dikeluarkan nantinya, baik janin (letak, presentasi,


ukuran, dan ada atau tidaknya kelainan), keadaan plasenta,

serta keadaan cairan amnion (Wulanda, 2011).

3) Power of Labor

His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan

mengejan ibu, dan keadaan kardiovaskular respirasi

metabolik ibu. Kekuatan ibu atau tenaga mengedan sangat

mempengaruhi (Wulanda, 2011).

4) Psikis

Keadaan kejiwaan ibu yang dapat mempengaruhi

persalinan secara normal atau abnormal. Bila jiwa dan

kondisi ibu baik, maka persalinan akan berjalan normal,

begitu pula sebaliknya (Wulanda, 2011).

5) Penolong

Seseorang yang berfungsi sebagai penolong yaitu

tenaga kesehatan, seperti bidan, perawat, dokter, dimana

tenaga kesehatan tersebut mampu memberikan

perlindungan, pengawasan, dan pelayanan dalam proses

persalinan maupun setelah persalinan (Wulanda, 2011).

c. Tahapan Persalinan Pervaginam

Tahapan persalinan menurut Wiknjosastro (2005) yaitu,

kala I dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut pula kala

pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengejan.

Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus
dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya

adalah 1 jam dan diamati apakah ada perdarahan postpartum.

1) Kala I

Klinis dapat dinyatakan partus apabila timbul his

dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu

darah (bloody show). Lendir ini berasal dari kanalis

servikalis karena serviks mulai membuka. Ketuban akan

pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap.

Bila ketuban sudah pecah sebelum mencapai pembukaan 5

cm, disebut ketuban pecah dini. Pada primigravida, kala I

kira-kira 13 jam, dan pada multipara kira-kira 7 jam.

2) Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan cepat,

karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di

ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-

otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan

rasa mengejan. Bila his dalam kekuatan maksimal, maka

kepala janin akan keluar, setelah itu barulah dikeluarkan

badan dan anggota badan yang lain. Pada primigravida,

kala II berlangsung 1,5 jam dan multipara selama 0,5 jam.

3) Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan

fundus uteri agak di atas pusar. Beberapa menit kemudian


uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari

dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15

menit setelah bayi lahir dan keluar spontan. Pengeluaran

plasenta akan disertai perdarahan.

4) Kala IV

Seperti diterangkan diatas, kala ini dianggap perlu

untuk mengamati apakah ada perdarahan postpartum atau

tidak.
B. Kerangka Teori

Ruptur perineum sering


terjadi pada primipara,
Paritas tetapi ada kemungkinan
multipara juga
mengalaminya

Pimpinan mengejan yang


benar adalah penting,
Cara agar tidak terjadi
mengejan persalinan spontan yang
memicu ruptur perineum

Hal ini dapat terjadi


Berat lahir karena semakin besar
bayi bayi, perineum tidak
Perineum akan kuat menahan Ruptur
perineum

Terjadi perlukaan sengaja


Episiotomi menggunakan alat pada
perineum

Perineum yang kaku dan


tidak elastis akan
menghambat persalinan
Elastisitas
kala II, sehingga akan
perineum
menyebabkan ruptur
perineum

Gambar 2.2. Kerangka Teori


C. Kerangka Konsep

Jumlah
Persalinan

Nullipara Primipara Multipara Grandemultipar


a

Persalinan Persalinan
Perabdomina Pervaginam
l

Tidak ruptur Ruptur Episiotomi


perineum perineum
spontan

Berat lahir bayi Berat lahir bayi Berat lahir Berat lahir
sangat kurang kurang bayi normal bayi lebih

Ruptur Ruptur Ruptur Ruptur


perineum perineum perineum perineum
derajat I, II, derajat I, II, derajat I, II, derajat I, II,
III, IV III, IV III, IV III, IV

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Diteliti
: Tidak diteliti
D. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat suatu hubungan antara berat lahir bayi dengan

derajat ruptur perineum

H1 : Terdapat suatu hubungan antara berat lahir bayi dengan derajat

ruptur perineum
2.1 Penerapan Manajemen Asuhan Kebidanan Dengan Ruptur Perineum

2.3.1 Tahap Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh

data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan

dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang.

Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menetukan langkah berikutnya,

sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi yang akan menentukan

proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap. Pada Ny.A G1P0A0 diperoleh

data subjektif bahwa ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama belum pernah

melahirkan dan keguguran.

2.3.2 Merumuskan diagnosa/ masalah actual

Diagnosa adalah hasil analisis dan perumusan masalah yang diputuskan

berdasarkan identifikasi yang didapat dari analisa-analisa dasar. Dalam menetapkan

diagnosa bidan menggunakan pengetahuan profesional sebagai data dasar untuk

mengambil tindakan diagnosa kebidanan yang ditegakkan harus berlandaskan

keselamatan hidup pasien. Diagnosa pada kasus Ny.A adalah Robekan Perineum

Derajat II.

2.3.3 Mengidentifikasi diagnosa/ masalah potensial

29
30

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa

potensial berdasarkan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan

antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat

waspada dan bersiap-siap mencegah bila benar-benar terjadi. Masalah potensial yang

akan terjadi pada kasus Robekan Perineum yang dialami Ny.A jika tidak segera

ditangani adalah perdarahan dan infeksi.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah

potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga

merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi.

Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi rasional atau

logis. Kaji ulang apakah diagnosa atau masalah potensial yang diidentifikasi sudah

tepat.

2.3.4 Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

Pada langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.

Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan atau

untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain

sesuai dengan kondisi pasien. Pada ibu bersalin dengan robekan perineum derajat II

antisipasi tindakan yang dapat dilakukan adalah melakukan penjahitan.

2.3.5 Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh


31

Langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan

lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasikan atau di antisipasi.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari

kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan

dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan

terjadi berikutnya rencana tindakan yang dapat dilakukan pada ibu bersalin dengan

robekan perineum derajat II adalah sebagai berikut :

1) Periksa robekan secara lengkap dengan menggunakan kassa DTT secara lembut

sambil menilai luas dan dalammya robekan.

2) Berikan lidokain 1 % sesuai dengan robekan tunggu 2 menit agar lidokain

bekerja.

3) Siapkan jarum, benang cat gut, dan gunting.

4) Robekan perineum derajat II.

a. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa

vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih

pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.

b. Tutup mukosa vagina dengan dengan jelujur, jahit ke bawah ke arah

cincin hymen

c. Tepat sebelim cincin hymen, masukan jarum kedalam mukosa vagina lalu

ke belakang cincin hymen sampai jarum ada dibawah laserasi kemudian

ditarik kleuar pada luka perineum


32

d. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot lihat kedalam ,lika

untuk mengetahui letak ototnya.

e. Setelah dijahit sapai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah kearaah

vagina dengan mengunakan jahitan subkutiler.

f. Pindahkan dari bagian luka perineum kembali kevagina dibelakang cincin

hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya.

5) Pastikan anus tidak terjahit dengan memasukkan jari kelingking kedalam

anus.

6) Periksa kembali vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kassa

yang tertinggal di dalam.

7) Cuci area genital dan kompres dengan kasa betadin.

2.3.6 Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman

1) Periksa robekan secara lengkap dengan menggunakan kassa DTT secara lembut

sambil menilai luas dan dalammya robekan.

2) Berikan lidokain 1 % sesuai dengan robekan tunggu 2 menit agar lidokain

bekerja.

3) Siapkan jarum, benang cat gut, dan gunting.

4) Robekan perineum derajat II,

a) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa

vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih

pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.


33

b) Tutup mukosa vagina dengan dengan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin

hymen

c) Tepat sebelum cincin hymen, masukan jarum kedalam mukosa vagina lalu

ke belakang cincin hymen sampai jarum ada dibawah laserasi kemudian

ditarik kleuar pada luka perineum

d) Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot lihat kedalam ,lika untuk

mengetahu letak ototnya.

e) Setelah dijahit sapai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah kearaah

vagina dengan mengunakan jahitan subkutis.

f) Pindahkan dari bagian luka perineum kembali kevagina dibelakang cincin

hymen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya.

5) Pastikan anus tidak terjahit dengan memasukkan jari kelingking kedalam anus.

6) Periksa kembali vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kassa yang

tertinggal di dalam.

7) Cuci area genital dan kompres dengan kasa betadin.

2.3.7 Mengevaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah

terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam diagnosa dan

masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
34

pelaksanaannya.Pada kasus ibu besalin dengan robekan jalan lahir, hasil yang

diharapkan adalah tidak terjadi perdarahan banyak, infeksi, dan robekan sudah

tertutup.
35

DAFTAR PUSTAKA

Anik Maryunani, Tim.2016. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.


Jakarta: CV.Trans Info Media.

Asri Hidayat. 2016 Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Johariyah, wahyu. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru lahir. Jakarta :

CV.Trans Info Media.

Notoatmodjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. jakarta : Rineka Cipta

Triana dan dkk. 2015 Asuhan Kebidanan II Persalinan . Jakarta : CV. Trans Info
Media

Rukiyah, A.Y, Yulianti, L. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan. Jakarta :


CV. Trans Info Media.

You might also like