You are on page 1of 32

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

Rahma Kesuma Wardani

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I. Masalah Utama (Kasus)


Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai
ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain
atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal (Nanda
2016)
II. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem
limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai
penengah antara perilaku yang berarti dan pemikiran
rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat
interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus
frontal dapat menyebabkan tindakan agresif yang
berlebihan (Nuraenah, 2012: 29).
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu
murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dorman
(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian
genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh
penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang
tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu.
Menurut penelitian pada jam sibuk seperti menjellang
masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada
jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di
otak contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan
serotonin sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada
stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantarkan melalui impuls
neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut
efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin
serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma
Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif
( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
e) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,
siindrom otak, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).

2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh
riwayat tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
komponen adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya.
Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri
perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100 – 101)
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya
contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan pada
boneka dengan reward positif ( semakin keras
pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan
tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang
baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan
diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 101).
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 101).
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering
kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
c. Rentang Respon
1. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah
akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan
2. Respon Maladaptif
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
b) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk
fisik
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang
timbul dari hati
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang
tidak teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

d. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terdadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut
ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012:
hal 103).
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang
tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang
tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai
bermai perang-perangan dengan temanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 104).
III. Pohon Masalah
a. Pohon Masalah
Resti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : HDR penyebab


b. Masalah yang perlu dikaji

Data Masalah

Data Subjektif: Perilaku Kekerasan


- Klien mengungkapkan tentang
kebencian dan kekesalan
terhadap seseorang
- Klien suka membentak dan
menyerang orang yg
mengusiknya jika kesal atau
marah
- Riwayat perilaku kekerasan
atau gangguan jiwa lainnya
Data Objektif :

- Mata merah, wajah agak


merah.
- Nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat
membicarakan orang,
pandangan tajam
- Merusak dan melempar
barang barang
IV. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

V. Rencana Tindakan

DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWAT
AN Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
(Tuk/Tum)

Resiko Perilaku SP I: Kriteria Evaluasi: a.Bantu klien mengungkapkan


Kekerasan perasaan marahnya :
1. Klien mampu klien dapat:
Mengidentifi 1. Diskusikan bersama
a.klien dapat klien untuk
kasi tanda menceritakan tanda- menceritakan penyebab
dan gejala tanda perilaku rasa kesal atau rasa
perilaku kekerasan secara: jengkelnya.
kekerasan Fisik, 2. Dengarkan penjelesan
2. Klien mampu Emosional,Sosial klien tanpa menyela atau
Mengidentifi memberi penilaian pada
b. klien mampu
kasi setiap ungkapan
Menceritakan
penyebab perasaannya.
penyebab perasaan
a. membantu klien
perilaku jengkel / kesal, baik
mengungkapkan penyebab
kekerasan dari diri sendiri
perilaku kekerasan yang
3. Klien mampu maupun
dialaminya
lingkungannya.
Mengidentifi b. Membantu klien
kasi akibat c. klien mampu mengungkapkan akibat
perilaku menceritakan akibat perilakukekerasanyang
kekerasan perilaku kekerasan dilakukannya
yang dilakukannya c. Membantu klien melakukan
4. Klien mampu
kepada orang lain latihan fisik tarik nafas dalam
Melatih d. Membantu klien melakukan
latihan fisik 1 d.kliem mampu latihan pukul bantal
(tarik nafas menahan amarah e. Membantuklien memasukan
dalam) nyadengan latihan
5. Klien mampu menggunakan teknik kedalamjadwalkegiatan
nafas dalam secara harian
Melatih
mandiri
latihan fisik 2
(pukul kasur e.klien mampu
bantal) mengalihkan
6. Klien mampu amarahnya dengan
memasukkan
latihan ke memukul bantal
dalam
f.klien mampu
kegiatan mengisi daftar
harian klien kegiatannya

SP II: Kriteria Evaluasi: a. Diskusikan dengan klien


untuk mengevaluasi jadwal
1. Klien mampu a. klien mampu harian SP I
mengevaluasi mengevaluasi b. menjelaskan : cara – cara
jadwal harian jadwal harian SP I sehat dalam
SP I b. klien mampu mengungkapkan marah
2. Klien mampu mengungkapkan c. bantu klien untuk
melatih marah dengan cara memasukan kegiatan
mengungkap yang sehat mengungkapkan rasa marah
kan rasa c. Klien mampu ke dalam jedwal kegiatan
marah secara menambahkan harian klien
verbal = kegiatan
menolak mengungkapkan
dengan baik, rasa marah kedalam
mengungkap jadwal kegiatan
kan perasaan harian
secara baik
3. Klien mampu
memasukan
latihan
kedalam
kegiatan
latihan klien
Risiko perilaku SP III: Kriteria Evaluasi: a. Diskusikan dengan klien
kekerasan untuk mengevaluasi
1. Klien mampu a. Klien mampu jadwal kegiatan SP I dan
mengevaluasi mengevaluasi
jadwal harian SP I II
jadwal harian b. Melatih klien beribadah
dan II
SP I dan II sesuai dengan
b. Klien mampu
2. Klien mampu melakukan kepercayaannya agar
beribadah beribadah dengan dapat mengontrol secara
untuk baik agar dapat emosional
mengontrol mengontrol secara
c. bantu klien untuk
secara emosional
c. Klien mampu memasukan kegiatan
emosional mengungkapkan rasa
memasukan jadwal
3. Klien mampu marah ke dalam jedwal
beribadah kedalam
memasukan kegiatn harian klien
jadwal kegiatan harian klien
beribadah
kedalam
kegiatn
harian klien

SP IV: Kriteria Evaluasi: a. Jelaskan manfaat


menggunakan obat secara
1. klien mampu klien bisa menjelaskan : teratur dan kerugian jika
Mengevalua tidak menggunakan obat
si jadwal a. Manfaat minum b. Jelaskan kepada klien :
obat 1. Jenis obat (nama, warna,
harian SP b. Kerugin tidak dan bentuk obat)
I,SP II dan minum obat 2. Dosis yang tepat untuk
SP III c. Nama obat klien
2. klien mampu d. Bentuk dan warna 3. Waktu pemakaian
Melatih obat 4. Efek yang akan
pasien e. Dosis yang dirasakan klien
diberikan kepadanya c. Anjurkan klien untuk :
minum obat
f. Waktu pemakaian 1. Minta dan menggunakan
secara g. Cara pemakaian obat tepat waktu
teratur h. Efekyang dirasakan 2. Lapor ke perawat/dokter
dengan Klien menggunakan jka mengalami efek yang
prinsip 6 obat sesuai program tidak biasa
benar (obat, Beri pujian terhadap
pasien, kedisiplinan klien
dosis, waktu, menggunakan obat
cara, dan
dokumentasi
) disertai
penjelasan
guna akibat
berhenti
minum obat.
3. klien mampu
memasukkan
jadwal
minum obat
kedalam
kegiatan
harian klien
VI. Daftar Pustaka
1. Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses
Definition and Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
2. Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
(CMHN - Basic Course). Jakarta: EGC

Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition.


Missouri: Mosby
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Perilaku Kekerasan

Pertemuan : ke-1 SP I / Latihan Fisik I (Tarik Nafas Dalam)


Tanggal : Selasa, 30 November 2021
Nama Pasien : Tn. G
Ruang : Pavilliun Nuri
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan bahwa sebelum masuk rumah sakit klien
mengancam seseorang dengan menyiram air teh kemudian
mengeluarkan pisau dan mengarahkan pada seseorang
b. Klien mengatakan selalu membawa pisau kemanapun klien pergi
c. Klien mengatakan jika rasa marahnya muncul, pasien memilih untuk
diam
d. Klien mengatakan jika amarah tidak terbendung klien memukulkan
tangan ke tembok
DO :
a. Klien tampak menyerang orang lain
b. Gaya bicara klien menantang
c. Pandangan mata klien tajam

2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Klien dapat melakukan latihan fisik I (tarik nafas dalam)

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Membantu klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan
fisik I yaitu menarik nafas dalam

B. Strategi Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan saya aisyah fathaniah bapak bisa
panggil saya aisyah, saya perawat yang dinas pagi pada hari ini dari
pukul 08.00 sampai 14.00 siang yang akan merawat bapak di Rumah
Sakit ini. Nama bapak siapa ? Senangnya dipanggil siapa ?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini ? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
c. Kontrak (topik, waktu dan tempat)
Topik : Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah bapak. Apakah bapak bersedia?”
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?”
Bagaimana kalau 20 menit?”
Tempat : Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?
Bagaimana kalau di ruang tamu?”
2. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya bapak
pernah marah ? Penyebabnya apa? “Samakah dengan yang sekarang?”
“O...iya, jadi ada beberapa penyebab marah bapak.”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti privasi bapak terganggu dan
ada seseorang yang mencoba mendekati barang berharga bapak, apa yang
bapak rasakan?”
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“O....Begitu. Setelah itu apa yang bapak lakukan?, O...iya, jadi bapak
pernah menyiram seseorang tak dikenal dengan air teh serta mengarahkan
pisau ke orang tersebut, apakah dengan cara ini privasindan barang
berharga bapak aman?”
“Jadi seperti ini pak hal itu jangan dilakukan, jika bapak menyiram teh ke
orang lain atau bahkan sampai mengarahkan pisau tersebut, coba bapak
pikirkan kerugian apa yang bapak alami ?”
“Betul, orang lain akan sakit hati dan menjadi takut dengan bapak karena
bapak bersikap seperti itu. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih
baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan
baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
“Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka
bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan /
tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo
coba lagi, tarik dari hidung, bagus..., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah dapat melakukannya.”
“Nah... Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?”
“Yasudah, jadi ada beberapa penyebab bapak marah?”
“Dan apa yang orang lain rasakan dan bapak lakukan tadi coba
sebutkan?”
“Serta akibatnya jika melakukan tindakan kekerasan yang pernah bapak
lakukan.”
“Sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak
mau latihan napas dalam?” “Jika bapak melakukannya secara mandiri
maka bapak tuliskan (M), jika bapak melakukannya dibantu maka bapak
tulis (B), dan jika bapak tidak melakukannya tulis (T). apakah bapak
sudah menegrti tentang jadwal latihan ? Coba bapak ulangi yang saya
jelaskan tadi. Iya bagus pak.“
“Sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak terbiasa melakukannya.”

3. Terminasi
a. Evaluasi
1. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaannya pak setelah kita berbincang-bincang?”
2. Evaluasi Objektif
“coba bapak ulangi, apa yang sudah kita pelajari tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan napas
dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu mencegah / mengontrol marah
bapak dengan memukul kasur dan bantal. Bagaimana bapak setuju ?
Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan
latihan napas dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu
mencegah / mengontrol marah bapak dengan memukul kasur
dan bantal. Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “Bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 11.00 siang pak kita berbincang-
bincangnya? Waktunya 10 menit, apakah bapak bersedia ?
Selamat pagi dan selamat beristirahat pak.”

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)


Perilaku Kekerasan

Pertemuan : ke-2 SP I / Latihan Fisik II (Memukul Kasur dan Bantal)


Tanggal :
Nama Pasien : Tn. G
Ruang : Pavilliun Nuri
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan bahwa sebelum masuk rumah sakit klien
mengancam seseorang dengan menyiram air teh kemudian
mengeluarkan pisau dan mengarahkan pada seseorang
b. Klien mengatakan selalu membawa pisau kemanapun klien pergi
c. Klien mengatakan jika rasa marahnya muncul, pasien memilih untuk
diam
d. Klien mengatakan jika amarah tidak terbendung klien memukulkan
tangan ke tembok
DO :

a. Klien tampak menyerang orang lain


b. Gaya bicara klien menantang
c. Pandangan mata klien tajam

2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat melakukan latihan fisik II (pukul kasur / bantal)
b. Klien dapat memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien

4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan
fisik II yaitu dengan memukul bantal / kasur
b. Memasukkan latihan ke dalam kegiatan harian klien
B. Strategi Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, pak. Masih ingat dengan saya ?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang
menyebabkan bapak marah? Apakah latihan napas dalamnya sudah
dilakukan?”
c. Kontrak (topic, waktu dan tempat)
Topic : “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol
perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang tentang
cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara
yang kedua. Bagaimana kalau 20 menit?”
Tempat : “Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di kamar bapak ?"

2. Fase Kerja
“Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal,
selain nafas dalam bapak dapat memukul kasur dan bantal.” Sekarang
mari kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar bapak. Jadi
kalau nanti bapak kesal atau marah, bapak langsung kekamar dan
lampiaskan marah bapak tersebut dengan memukul bantal dan kasur.
“Nah coba bapak lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali
bapak melakukannya.” Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin
jika ada perasaan marah, kemudian bapak jangan lupa, jika perasaan
marah itu berkurang atau mereda rapikan kembali tempat tidurnya.

3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaannya bapak setelah kita
berbincang-bincang?”
2) Evaluasi Objektif: “coba bapak ulangi, apa yang sudah kita
pelajari tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan marah
secara verbal. Bagaimana bapak setuju? Bagaimana kalau di kamar
bapak saja, bapak setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan
latihan napas dalam, latihan mencegah/mengontrol marah ibu
dengan memukul kasur dan bantal dan melatih mengungkapkan
rasa marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan
marah secara verbal. Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 11.00 siang pak kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 20 menit, apakah bapak bersedia?Selamat pagi dan
selamat beristirahat pak.”
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Perilaku Kekerasan

Pertemuan : ke-3 SP 2 / Mengungkapkan Rasa Marah Secara Verbal


Tanggal :
NamaPasien : Tn. G
Ruang : Pavilliun Nuri
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya
dengan cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua
DO :
a. Gaya bicara klien menantang
b. Pandangan mata klien tajam

2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat melakukan latihan fisik III (melatih mengungkapkan rasa
marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan marah secara
verbal)
b. Klien dapat memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien

4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien cara melatih mengungkapkan rasa marah secara
verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik, mengungkapkan marah secara verbal
b. Memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien

B. Strategi Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, pak. Masih ingat dengan saya ?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang
menyebabkan bapak marah? Apakah latihan napas dalamnya dan
memukul bantal / kasur sudah dilakukan?”
c. Kontrak (topic, waktu dan tempat)
Topic : “Baik, sekarang kita akan belajar melatih mengungkapkan
rasa marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan
marah secara verbal. “
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang tentang
melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik, mengungkapkan marah secara verbal.. Bagaimana
kalau 20 menit?”
Tempat :“Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu?"
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik napas dalam
atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara
dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak,
yaitu: Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang
rendah serta tidak mengunakan kata-kata kasar. Misalnya bapak
meminta seseorang untuk tidak mendekati area privasi / barang
berharga bapak, coba bapak katakan dengan baik: Pak / Bu, saya
ingin duduk dimeja ini sendiri karena tempat ini sudah saya
booking, jadi bapak / ibu bisa silahkan pindah di tempat kosong
yang lain. Nanti dapat dicoba disini untuk meminta teman sekamar
untuk tidak menempati tempat tidur bapak atau menggunakan
pakaian bapak dan lain-lain. Coba bapak praktikan."
"Bagus pak. Nah...sekarang menolak dengan baik, jika ada yang
menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan: Maaf
saya tidak dapat melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba
bapak praktikan."
"Bagus pak. Kemudian mengungkapkan perasaan kesal, jika ada
perlakuan orang lain yang membuat kesal, bapak dapat
mengatakan: saya jadi ingin marah karena perkataan itu. Coba
bapak praktikan." Iya bagus sekali pak.

3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaannya bapak setelah
kita berbincang-bincang?”
2) Evaluasi Objektif: “coba bapak ulangi, apa yang sudah kita
pelajari tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau nanti kita latihan latihan sholat /
berdoa?”
“apakah bapak setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau nanti kita akan melakukan
latihan sholat / berdoa. Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “Bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam
berapa? Bagaimana kalau jam 11.00 siang pak kita berbincang-
bincangnya? Waktunya 20 menit, apakah bapak bersedia?
Selamat pagi dan selamat beristirahat pak.”
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Perilaku Kekerasan

Pertemuan : ke-4 SP 3 / Latihan Shalat / Berdoa


Tanggal :
NamaPasien : Tn. G
Ruang : Pavilliun. Nuri
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya
dengan cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua
DO :

a. Gaya bicara klien menantang


b. Pandangan mata klien tajam

2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

3. TujuanKeperawatan

a. Klien dapat melakukan ibadah untuk mengontrol secara emosional


b. Klien dapat memasukkan jadwal beribadah ke dalam kegiatan harian
klien
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien melakukan ibadah untuk mengontrol secara emosional
b. Membantu klien memasukkan jadwal beribadah ke dalam kegiatan
harian klien

B. Strategi Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, pak. Bertemu lagi dengan saya, masih ingat pak dengan
saya?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan
bapak marah? Apakah latihan napas dalamnya, memukul bantal / kasur
dan cara berbicara yang baik sudah dilakukan?”
c. Kontrak (topic, waktu dan tempat)
Topic : “Baik, sekarang kita akan belajar latihan sholat/berdoa.”
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang tentang
belajar latihan sholat / berdoa.” Bagaimana kalau 20 menit?”
Tempat : “ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di kamar bapak ?"

2. Fase Kerja
“Sekarang coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan!"
"Bagus. Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya, rebahkan badan agar rileks, jika
tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat. Coba bapak sebutkan
sholat 5 waktu!"
"Bagus. Mau coba yang mana?"
"Coba praktekkan” (bagi yang muslim).
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
2) Evaluasi Objektif: “coba bapak ulangi, apa yang sudah kita pelajari
tadi?” “Jadi sudah berapa cara yang kita pelajari?"
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah. Apakah bapak
setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita bicara dan latihan
tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah.
Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “Bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 09.00 pagi pak kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 20 menit, apakah bapak bersedia? Selamat siang dan selamat
beristirahat pak.”
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke-5 SP 4 / Cara Minum Obat
Tanggal :
NamaPasien : Tn. G
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan

A. Proses Keperawatan
1. KondisiPasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya dengan
cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara
yang kedua
DO :

a. Gaya bicara klien menantang


b. Pandangan mata klien tajam

2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Keperawatan

a. Klien dapat melakukan minum obat secara teratur dengan prinsip 6


benar (obat, pasien, dosis, waktu, cara, dan dokumentasi) disertai
penjelasan guna akibat berhenti minum obat.

b. Klien dapat memasukkan jadwal minum obat kedalam kegiatan harian


klien

4. Tindakan Keperawatan
a. Melatih klien minum obat secara teratur dengan prinsip 6 benar (obat,
pasien, dosis, waktu, cara, dan dokumentasi) disertai penjelasan guna
akibat berhenti minum obat.
b. Membantu klien memasukkan jadwal minum obat kedalam kegiatan
harian klien

B. Strategi Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, pak. Masih ingat dengan saya?"
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan
bapak marah? “Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas
dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat ?”
c. Kontrak (topic, waktu dan tempat)
Topik : “Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah ?”
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?”
Tempat : “Di mana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
di tempat ini saja?”

2. Fase Kerja
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
"Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja?" Jam
berapa bapak minum ? Bagus.” ”Obatnya ada tiga macam pak, yang
warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih
ini namanya THP agar rileks dan tenang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semua ini
harus bapak minum 3 kali sehari pada pukul 07.00 pagi, 13.00 siang, dan
19.00 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya bapak dapat mengisap-isap es batu. Bila terasa
mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas
dulu.”
"Sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus di minum, pukul
berapa saja harus di minum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar?
Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!"
"Iya pak silahkan. Lalu jangan pernah menghentikan minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal seperti
biasa ya, pak.”

3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”
2) Evaluasi Objektif :
“Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang ibu minum! Bagaimana
cara minum obat yang benar?
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?”

b. Rencana tindak lanjut


“Nah, Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya pak!.”

c. Kontrak
Topik : “Baik, dua hari lagi kita ketemu kembali untuk melihat sejauh
mana bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah
rasa marah."
Waktu : “Mau pukul berapa, pak? Seperti sekarang saja, pukul 10.00 ya
?”
Tempat : Bagaimana kalau tempatnya sama seperti ini, di ruang tamu
saja, bapak setuju?” "Sampai jumpa!”

You might also like