Professional Documents
Culture Documents
LP & SPTK 1 PK Rahma KW
LP & SPTK 1 PK Rahma KW
PERILAKU KEKERASAN
Disusun Oleh :
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh
riwayat tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
komponen adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya.
Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri
perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100 – 101)
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya
contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan pada
boneka dengan reward positif ( semakin keras
pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan
tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang
baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan
diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 101).
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 101).
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering
kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
c. Rentang Respon
1. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah
akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan
2. Respon Maladaptif
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
b) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk
fisik
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang
timbul dari hati
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang
tidak teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).
d. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terdadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut
ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012:
hal 103).
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang
tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang
tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
5. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai
bermai perang-perangan dengan temanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 104).
III. Pohon Masalah
a. Pohon Masalah
Resti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Data Masalah
V. Rencana Tindakan
DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWAT
AN Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
(Tuk/Tum)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan bahwa sebelum masuk rumah sakit klien
mengancam seseorang dengan menyiram air teh kemudian
mengeluarkan pisau dan mengarahkan pada seseorang
b. Klien mengatakan selalu membawa pisau kemanapun klien pergi
c. Klien mengatakan jika rasa marahnya muncul, pasien memilih untuk
diam
d. Klien mengatakan jika amarah tidak terbendung klien memukulkan
tangan ke tembok
DO :
a. Klien tampak menyerang orang lain
b. Gaya bicara klien menantang
c. Pandangan mata klien tajam
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Klien dapat melakukan latihan fisik I (tarik nafas dalam)
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Membantu klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan
fisik I yaitu menarik nafas dalam
3. Terminasi
a. Evaluasi
1. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaannya pak setelah kita berbincang-bincang?”
2. Evaluasi Objektif
“coba bapak ulangi, apa yang sudah kita pelajari tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan latihan napas
dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu mencegah / mengontrol marah
bapak dengan memukul kasur dan bantal. Bagaimana bapak setuju ?
Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan
latihan napas dalam dan kegiatan yang kedua, yaitu
mencegah / mengontrol marah bapak dengan memukul kasur
dan bantal. Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “Bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 11.00 siang pak kita berbincang-
bincangnya? Waktunya 10 menit, apakah bapak bersedia ?
Selamat pagi dan selamat beristirahat pak.”
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan bahwa sebelum masuk rumah sakit klien
mengancam seseorang dengan menyiram air teh kemudian
mengeluarkan pisau dan mengarahkan pada seseorang
b. Klien mengatakan selalu membawa pisau kemanapun klien pergi
c. Klien mengatakan jika rasa marahnya muncul, pasien memilih untuk
diam
d. Klien mengatakan jika amarah tidak terbendung klien memukulkan
tangan ke tembok
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat melakukan latihan fisik II (pukul kasur / bantal)
b. Klien dapat memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan
fisik II yaitu dengan memukul bantal / kasur
b. Memasukkan latihan ke dalam kegiatan harian klien
B. Strategi Komunikasi dalam Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, pak. Masih ingat dengan saya ?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang
menyebabkan bapak marah? Apakah latihan napas dalamnya sudah
dilakukan?”
c. Kontrak (topic, waktu dan tempat)
Topic : “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol
perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang tentang
cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara
yang kedua. Bagaimana kalau 20 menit?”
Tempat : “Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di kamar bapak ?"
2. Fase Kerja
“Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal,
selain nafas dalam bapak dapat memukul kasur dan bantal.” Sekarang
mari kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar bapak. Jadi
kalau nanti bapak kesal atau marah, bapak langsung kekamar dan
lampiaskan marah bapak tersebut dengan memukul bantal dan kasur.
“Nah coba bapak lakukan memukul bantal dan kasur, ya bagus sekali
bapak melakukannya.” Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin
jika ada perasaan marah, kemudian bapak jangan lupa, jika perasaan
marah itu berkurang atau mereda rapikan kembali tempat tidurnya.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaannya bapak setelah kita
berbincang-bincang?”
2) Evaluasi Objektif: “coba bapak ulangi, apa yang sudah kita
pelajari tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan marah
secara verbal. Bagaimana bapak setuju? Bagaimana kalau di kamar
bapak saja, bapak setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita akan melakukan
latihan napas dalam, latihan mencegah/mengontrol marah ibu
dengan memukul kasur dan bantal dan melatih mengungkapkan
rasa marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan
marah secara verbal. Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 11.00 siang pak kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 20 menit, apakah bapak bersedia?Selamat pagi dan
selamat beristirahat pak.”
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Perilaku Kekerasan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya
dengan cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua
DO :
a. Gaya bicara klien menantang
b. Pandangan mata klien tajam
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a. Klien dapat melakukan latihan fisik III (melatih mengungkapkan rasa
marah secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik, mengungkapkan marah secara
verbal)
b. Klien dapat memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien
4. Tindakan Keperawatan
a. Membantu klien cara melatih mengungkapkan rasa marah secara
verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik, mengungkapkan marah secara verbal
b. Memasukkan latihan kedalam kegiatan harian klien
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaannya bapak setelah
kita berbincang-bincang?”
2) Evaluasi Objektif: “coba bapak ulangi, apa yang sudah kita
pelajari tadi?”
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau nanti kita latihan latihan sholat /
berdoa?”
“apakah bapak setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau nanti kita akan melakukan
latihan sholat / berdoa. Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “Bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam
berapa? Bagaimana kalau jam 11.00 siang pak kita berbincang-
bincangnya? Waktunya 20 menit, apakah bapak bersedia?
Selamat pagi dan selamat beristirahat pak.”
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Perilaku Kekerasan
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya
dengan cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. TujuanKeperawatan
2. Fase Kerja
“Sekarang coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan!"
"Bagus. Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya, rebahkan badan agar rileks, jika
tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat. Coba bapak sebutkan
sholat 5 waktu!"
"Bagus. Mau coba yang mana?"
"Coba praktekkan” (bagi yang muslim).
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
2) Evaluasi Objektif: “coba bapak ulangi, apa yang sudah kita pelajari
tadi?” “Jadi sudah berapa cara yang kita pelajari?"
b. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, bagaimana kalau besok kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah. Apakah bapak
setuju?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah, bagaimana kalau besok kita bicara dan latihan
tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah.
Bagaimana bapak setuju?”
Tempat : “Bagaimana kalau di kamar bapak saja, bapak setuju?”
Waktu : “Bapak mau berbincang-bincang dengan saya jam berapa?
Bagaimana kalau jam 09.00 pagi pak kita berbincang-bincangnya?
Waktunya 20 menit, apakah bapak bersedia? Selamat siang dan selamat
beristirahat pak.”
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke-5 SP 4 / Cara Minum Obat
Tanggal :
NamaPasien : Tn. G
Tempat : Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
A. Proses Keperawatan
1. KondisiPasien
DS :
a. Klien mengatakan belum dapat mengungkapkan rasa marahnya dengan
cara verbal
b. Klien mengatakan masih ingat kegiatan yang sudah dilakukan kemarin
yaitu cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara
yang kedua
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
a. Melatih klien minum obat secara teratur dengan prinsip 6 benar (obat,
pasien, dosis, waktu, cara, dan dokumentasi) disertai penjelasan guna
akibat berhenti minum obat.
b. Membantu klien memasukkan jadwal minum obat kedalam kegiatan
harian klien
2. Fase Kerja
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
"Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja?" Jam
berapa bapak minum ? Bagus.” ”Obatnya ada tiga macam pak, yang
warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih
ini namanya THP agar rileks dan tenang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semua ini
harus bapak minum 3 kali sehari pada pukul 07.00 pagi, 13.00 siang, dan
19.00 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya bapak dapat mengisap-isap es batu. Bila terasa
mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas
dulu.”
"Sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus di minum, pukul
berapa saja harus di minum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar?
Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!"
"Iya pak silahkan. Lalu jangan pernah menghentikan minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal seperti
biasa ya, pak.”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
1) Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”
2) Evaluasi Objektif :
“Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang ibu minum! Bagaimana
cara minum obat yang benar?
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?”
c. Kontrak
Topik : “Baik, dua hari lagi kita ketemu kembali untuk melihat sejauh
mana bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah
rasa marah."
Waktu : “Mau pukul berapa, pak? Seperti sekarang saja, pukul 10.00 ya
?”
Tempat : Bagaimana kalau tempatnya sama seperti ini, di ruang tamu
saja, bapak setuju?” "Sampai jumpa!”