Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (UU AP) diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014 yang merupakan suatu langkah pelaksanaan reformasi administrasi yang menggeser paradigm lama ke paradigm baru yaitu paradigma administrasi publik. Implikasi UU AP terhadap sistem Peradilan Tata Usaha Negara dipandang sangat signifikan dan menjadi jawaban dari kebutuhan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai pengguna layanan yang diberikan oleh pelaksana administrasi negara. Terlebih lagi, ada beberapa hal dalam UU AP yang memerlukan respon segera, terutama dalam kaitannya dengan hukum acara peradilan tata usaha Negara. Terlebih lagi, dalam konteks penegakan hukum penyelenggaraan pemerintahan, UU AP haruslah diletakkan sebagai landasan hukum baru bagi PTUN dalam menguji sengketa Tata Usaha Negara. Dasar pertimbangan hukum dikeluarkan UU No 30 tahun 2014, yaitu : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. bahwa untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengaturan mengenai administrasi pemerintahandiharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan; c. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, khususnya bagi pejabat pemerintahan, undang-undang tentang administrasi pemerintahanmenjadi landasan hukum yang dibutuhkan guna mendasari keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan; Ruang lingkup dalam UU AP mencakup Badan/Pejabat Pemerintahan yang menyelenggaran fungsi pemerintahan, baik baik di lembaga cabang kekuasan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Asas yang berlaku melandasi UU AP antara lain (1) asas legalitas, (2) asas perlindungan HAM, dan (3) asas- asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Asas legalitas mendepankan dasar hukum, badan/pejabat pemerintahan yang menerbitkan keputusan atau tindakan haruslah badan/pejabat pemerintahan yang berwenang, badan/pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang. Beberapa alas an pentinya diberlakukan UU AP, yaitu : 1. Kebutuhan untuk menjamin standar proses pengambilan keputusan/tindakan serta membangun sistem komunikasi timbal balik antara warga negara dan pejabat pemerintahan dalam kerangka reformasi birokrasi; 2. Kebutuhan untuk membangun sistem administrasi pemerintahan yang melayani, eferktif, dan efisien, serta mencegah praktik KKN sebagai upaya meningkatkan kepermerintahan yang baik (good governance); 3. Kebutuhan untuk menjamin keberpihakan negara kepada warga negara sebagai subjek dalam administrasi pemerintahan dan memberikan perlindungan hukum yang sama kepada warga negara dan pejabat pemerintahan dalam kerangka negara hukum demokratis. Tujuan diberlakukannya UU AP, yaitu : a. Menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan; b. Menciptakan kepastian hukum; c. Mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang; d. Menjamin akuntabilitas Badan/atau Pejabat Pemerintahan; e. Memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan; f. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menerapkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB); dan g. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat Ketentuan Preventif dalam UU AP, meliputi : a. Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan; b. Pejabat Pemerintah yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat: sesuai dengan tujuan disekresi, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan AAUPB, alasan yang obyektif, tidak konflik kepentingan, dan dilakukan dengan itikad baik. c. Wewenang Badan dan.atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh: masa atau tenggang waktu wewenang, wilayah atau daerah berlakunya wewenang, dan cakupan bidang atau materi wewenang. Dalam UU AP diatur mengenai Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang dilarang menyalahgunakan wewenang, yang meliputi: a. larangan melampaui wewenang. Hal ini mencakup, melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas 10 wilayah berlakunya wewenangan; dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. larangan mencampuradukkan wewenang. Dalam hal ini, di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan; dan c. larangan bertindak sewenang-wenang. Maksudnya, melakukan tindakan tanpa dasar kewenangan dan/atau bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam Pasal 20 UU Administrasi Pemerintahan ditentukan bahwa pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah berupa: a. tidak terdapat kesalahan; b. terdapat kesalahan administratif; atau c. terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat kesalahan administratif, dilakukan tindak lanjut dalam bentuk penyempurnaan administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara, jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara, dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan. Pengembalian kerugian negara dibebankan kepada Badan Pemerintahan, apabila kesalahan administratif terjadi bukan karena adanya unsur penyalahgunaan Wewenang. Dalam Pasal 21 UU AP ditentukan bahwa pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan ada atau tidak ada unsur 11 penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan. Dalam hal ini, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berwenang menerima, memeriksa, dan memutus ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Dalam hal ini: a. Badan/pejabat pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan; b. PTUN wajib memutus permohonan tersebut maksimal 21 hari kerja sejak permohonan diajukan. Terhadap putusan PTUN tersebut, dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN); c. PT-TUN wajib memutus permohonan banding maksimal 21 hari kerja sejak permohonan banding diajukan. Putusan PT-TUN sebagaimana dimaksud bersifat final dan meningkat (final and binding). Beberapa hal yang diharapkan dari pemberlakuan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah Undang-Undang ini harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan, dan efisien. Secara konsepsional, bahwa pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Selain itu Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 merupakan keseluruhan upaya untuk mengatur kembali Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB. Secara konstruksi hukum kebradaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dimaksudkan tidak hanya sebagai payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga keberadaan Undang- Undang ini benar-benar dapat mewujudkan pemerintahan yang baik bagi semua Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah. Dalam Pasal 7 (1) Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan, dan AUPB. (2) Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban: a. membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan kewenangannya; b. mematuhi AUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan; d. mematuhi Undang-Undang ini dalam menggunakan Diskresi; e. memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tertentu; f. memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. g. memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan; h. menyusun standar operasional prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan; i. memeriksa dan meneliti dokumen Administrasi Pemerintahan, serta membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan lain oleh undangundang; i. menerbitkan Keputusan terhadap permohonan Warga Masyarakat, sesuai dengan hal-hal yang diputuskan dalam keberatan/banding; j. melaksanakan Keputusan dan/atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh Pengadilan, pejabat yang bersangkutan, atau Atasan Pejabat; dan k. mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa UU No 30 Tahun 2014 sangat mendasar dan memperluas administrasi Pemrintahan, karena lingkup tidak hanya di eskekutif, tetapi lingkup yudikatif dan legislatif (Pasal 4 UU Nomor 30 Tahun 2014). Salah satu contoh: adalah gugurnya kapasitas penyidik dalam menilai suatu perbuatan termasuk dalam ranah penyalahgunaan wewenang karena telah beralih kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk diuji terlebih dahulu. Hal ini aeiring telah diundangkannya UU RI Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pada tanggal 17 Oktober 2014 yang lalu juga memancing diskursus tentang gugurnya kapasitas penyidik dalam menilai suatu perbuatan termasuk dalam ranah penyalahgunaan wewenang karena telah beralih kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk diuji terlebih dahulu.