You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

T
DENGAN ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)
DI RS BEN MARI MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Keperawatan Medikal Bedah

OLEH :

SILVIA WIDYATANTI

2014314901037

STIKES MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh : Silvia Widyatanti

NIM : 2014314901037

Program Studi : Profesi Ners

Institusi : STIKes Maharani

Malang, 23 Desember 2021

Pembimbing Institusi Pembimbing CI

( Ns. Regista Trigantara, S.Kep., M.Kep ) ( Yanuar Imas Sekar V., Amd. Kep )
1.1 Konsep ALO

1.1.1 Pengertian
Acute Lung Oedema atau edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru
secara tiba-tiba akibat peningkat tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena
adanya aliran darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
cairan, kembali ke darah melalui saluran limfatik (Abdul, 2013).
Edema paru adalah keadaan terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga
alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman
gagal nafas (Suryadi, 2008).
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular
yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru disebabkan karena akumulasi
cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema
paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non
kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema
paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi
gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi
atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang
dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan (Sjaharudin
Harun & Sally Aman Nasution, 2006)

1.1.2 Etiologi
Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan non kardiogenik. Penyebab
edema paru kardiogenik adalah :
1. Gagal jantung
2. Penyakit jantung koroner dengan gagal jantung kiri
3. Aritmia kordis
4. Kardiomiopati
5. Obstruksi katup seperti mitral stenosis
6. Miokarditis dan endocarditis
7. Hipertensi krisis
8. Efusi pericardial
9. Gagal ginjal kronik
Sedangkan penyebab edema paru non kardiogenik yaitu :
1. Trauma thoraks
2. Contusio paru
3. Aspirasi
4. Inhalasi asap
5. Keracunan O2
6. Emboli paru
7. Sepsis
8. Pankreatitis

1.1.3 Klasifikasi
Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan non kardiogenik
1. Edema Paru Kardiogenik
Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan
tekanan vena pulmonalis, tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan
onkotik. Terjadi rembesan cairan ke jaringan interstitial dan pada kasus yang
lebih berat terjadi edema alveolar. Pada tahap lanjut dapat terjadi pembentukan
pleural effusion yang akan lebih mengganggu fungsi respirasi.
2. Edema Paru Non Kardiogenik
Pada edema paru non kardiogenik tekanan hidrostatik normal, peningkatan
cairan paru terjadi karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan kebocoran
protein dan makromolekul kedalam jaringan. Cairan berpindah dari pembuluh
darah ke jaringan paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan dengan disfungsi lapisan
surfaktan pada alveoli dan kecenderungan kolapsnya alveoli pada volume paru
yang rendah. Klinis bisa ditemukan dispneu ringan sampai dengan gagal nafas.

PARAMETER Kardiogenik E.P Non Kardiogenik E.P


Riwayat Penyakit
+ -/+
Cardiac akut
Pemeriksaan Fisik
Low Flow High Flow
 Cardiac Output
(perifer dingin) (perifer hangat)
+ -

 S3 Gallop + -

 Jugular Vena Distensi Basah Kering

 Rhonchi - +
 Penyakit dasar non kardiak
yang mendasarinya: sepsis
Pemeriksaan Penunjang
Iskemik/infark/LVH Biasanya normal
 EKG
Perihilar distribusi Periferal distribusi
 Ro” thoraks
Mungkin meningkat Biasanya normal
 Enzim Kardiak ≥ 18 mmHg , 18 mmHg

 Tekanan Kapiler Paru

1.1.4 Patofisiologi
Edema pada umumnya berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan
dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan
dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang
ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang
sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli
kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli
dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai
ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien. Faktor-faktor yang membentuk dan mengubah formasi cairan di
luar pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang
dibuat oleh Starling.

Qf = aliran cairan transvaskuler


Kf = koefisien filtrasi
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial
σ = koefisien refleksi osmosis
πmv = tekanan osmotic protein plasma
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri
pulmonalis. Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh
karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi. Peningkatan tekanan negatif
interstisial pada pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral);
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan volume akhir ekspirasi (asma).

1.1.5 Manifestasi Klinis


1. Sesak nafas mendadak (takipneu)
2. Akral dingin, basah
3. Pasien gelisah
4. Pasien merasa pusing
5. Terkadang pasien mengalami penurunan kesadaran
6. Takikardia
7. Hipertensi
8. Distensi vena jugularis
9. Ditemukan ronchi basah pada lapang paru
10. Pasien batuk-batuk dan mengeluarkan darah segar
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiologi (foto thoraks).
Gambaran dapat dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit peningkatan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup pada saat
inspirasi.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan jaringan kendor intersisial,
akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokontriksi. Sering
terdapat takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takhipnea jugamembantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasusu yang berat dapat
terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark miokard baru (ST elevasi atau ST
depresi) atauold infark miokard (Q patologis), hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan.
2. Laboratorium
a. Darah Lengkap (Leukosit, Hb, Hematokrit, Platelete): Leukosit yang
meningkat menunjukkan adanya infeksi dan menyebabkan gangguan
termoregulasi yang akan mengakibatkan aritmia. Kadar Hb yang
kurang dari normal dapat memperburukkondisi hipoksemia.
b. Faal Homeostasis (APT, APTT), jika memanjang resiko tinggi
perdarahan, dan jika kurang dari 2,5% nilai kontrol maka risiko tinggi
pembentukan trombus.
c. Serum elektrolit (Natrium, Kalium, Magnesium, Klorida): elektrolit
yang meningkat atau menurun dapat menyebabkan aritmia.
d. Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN, SK): berhubungan dengan
pemberian obat diuretik yang merupakan racun bagi tubuh, jika
fungsi ginjal buruk perlu dipertimbangkan untuk pemberian obat
diuretik.
e. Analisa Gas Darah: mengetahui adanya gangguan asam basa. Pada
pasien ALO, seringmengalami asidosis metabolik. PO2 rendah,
PCO2 mula mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
f. Pemeriksaan gula darah: guna mengetahui penurunan kesadaran
pasien disebabkan karena hipoglikemia atau karena hipoksia berat.
g. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
Enzim kardispesifik yang diperiksa adalah:
a. CKMB, dimana enzim ini meningkat antara 4-6 jam, memuncak
dalam 12-24 jam,kembali normal dalam 36-48 jam.
b. Troponin I, enzim ini sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan
miokard dan masihtetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu,
peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai
normal.
3. Foto thoraks
Foto thoraks yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukkan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang paru. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukkan opafikasi (pemutihan) yang signifikan.
Opafikasi ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
oedema.
Gambaran yang ditemukan:
a. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskuler di hilus)
b. Kranialisasi vaskuler
c. Hilus suram (batas tidak jelas)
d. Isterstisial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
e. Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma
kanan letaktinggi)
f. Edema sentral: adanya bayangan putih berbentuk butterfly atau bat’s wing.
4. Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya
ditemukandilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

1.1.7 Penatalaksanaan

1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (60-80%) sampai 10 liter/menit bila perlu dengan masker reservoir (NRM).
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin
(NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama.
6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi): Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
10. Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi
atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor
kardiogenik atau non- kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga
mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan diuretik ringan.
11. Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan,
dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat
dipakai adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan
inhibitor Phos- phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone).

1.2 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau
data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan
kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Arif Muttaqin,
2009). Terdiri dari :
a. Biodata Klien Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, nomor MR dan alamat. Identitas penanggung jawab meliputi :
nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan
dengan klien.
b. Pengkajian Secondary Survey
1) Status kesehatan saat ini/ alasan masuk Klien biasanya dibawa ke rumah
sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam
tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan
tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-
masik tanda klinik mungkin menyertai klien
2) Riwayat Kesehatan Dahulu Predileksi penyakit sistemik atau berdampak
sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan
organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
3) Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit jantung bawaan bisa dialami
penderita karna keturunan dari anggota keluarganya yang mengalami
penyakit jantung. Penyakit hipertensi/ hipotensi juga bisa dialami
seseorang karna ada anggota keluarga yang mengalami riwayat penyakit
yang sama yang bisa merupakan pemicu terjadinya komplikasi penyakit
jantung dan stroke.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
a) Kegiatan dalam pekerjaan : kegiatan yang biasa dilakukan klien
dalam melakukan kegiatan sehari-hari di dalam pekerjaannya
b) Olahraga Jenis : Jenis olahraga yang biasa dilakukan oleh
kliendalam kehidupan sehari-hari Frekuensi : berapa kali dan
lamanyaa waktu klien melakukan olahraga
c) Kegiatan di waktu luang : kegiatan yang dilakukan klien pada saat
waktu luang
d) Kesulitan / keluhan : kelusitan/ keluhan yang dirasakan klien dalam
melakukan aktifitasnya
5) Data Lingkungan
a) Kebersihan : keadaan lingkuhan disekitar rumah klien yang bisa
mempengaruhi dalam kesehatan klien
b) Bahaya : bahaya yang ada di sekitar lingkungan rumahnya yang
dapat mempengaruhi kondisi klien
c) Polusi : keadaan udara disekitar rumah klien
6) Data Psikososial
a) Pola pikir dan persepsi - Alat bantu yang digunakan Apakah klien
menggunkan alat bantu seperti: kacamata, alat pendengar, tongkat,
kursi roda dalam beraktifitas - Kesulitan yang dialami Kesulitan
yang dialami oleh klien dalam dalam melakukan sesuatu
b) Persepsi Diri - Hal yang dipirkan saat ini Sesuatu yang dipikirkan
klien saat berada di ruangan rawat yang membuat perasaan klien
tidak tenang - Harapan setelah menjalani perawatan Harapan positif
yang diinginkan klien selama menjalan perawata di rumah sakit -
Perubahan yang dirasa setelah sakit Jenis perubahan yang dialami
tubuh klien setelah sakit dan dirawat di rumah sakit
c) Suasana hati Bagaimana suasana hati klien selama menjalani
rawatan di rumah sakit
d) Hubungan / Komunikasi - Bicara Bahasa utama : bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi dengan orang lain yang baru
dikenal Bahasa daerah : bahasa yang digunakan dalam
kehidupannya sehari-hari - Kehidupan keluarga Adat istiadat yang
dianut Keputusan dalam keluarga: Hasil keputusan diambil oleh
siapa dan cara menyelesaikan suatu masalah
e) Pertahanan koping - Yang disukai dalam diri : Menggali aspek
positif pada diri klien - Yang ingin dirubah dari kehidupan: Suatu
usaha yang dilakukan klien dalam menjaga kesehatannya selama
dirumah - Yang dilakukan saat stress
f) Sistem nilai kepercayaan - Siapa / apa sumber kekuatan:
Berdasarkan agama yang dianutnya - Apakah tuhan / kepercayaan
penting - Kegiatan agama yang diikuti: Jenis kegiatan agama yang
diikuti ketika dirumah - Kegiatan di RS: Kegiatan yang dilakukan
klien selama dirawat di rumah sakit
7) Pemeriksaan Fisik Head Toe To
a) Kepala Bentuk kepala simetris, penyebaran rambut merata, rambut
bersih, tidak ada lesi, rambut beruban,tidak ada nyeri tekan, tidak
ada massa dan pembengkakan.
b) Mata Bentuk simetris, sclera ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+,
reflek cahaya +/+, pupil isokor, tidak ada nyeri tekan.
c) Wajah Bentuk simetris dan tampak pucat.
d) Hidung Septum nasi simetris, sekret -/-, sumbatan -/-, PCH (-),
terpasang O2 via nasal canule 4 lpm tidak ada nyeri tekan.
e) Telinga Telinga simetris, jejus (-), lesi (-), rhinorea (-), nyeri tekan
tidak ada.
f) Mulut Mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan, sianosis (-), tonsil
tidak kemerahan, gigi dan lidah bersih.
g) Tenggorokan Tidak ada nyeri tekan.
h) Leher Trachea simetris, rigiditas (-), pembesaran vena jugularis } 3
cm, nyeri tekan pada kelenjar limfe.
i) Thoraks
 Paru-paru
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot
dada (+), tidak ada lesi, penggunaan otot bantu pernapasan
P : Nyeri tekan (+), vocal vremitu teraba,
P : Terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri,
A : Ronkhi
 Jantung
Tidak terlihat pulsasi ictus cordis, Nyeri tekan (-), ictus cordis
teraba di ICS V mid klavikula kiri } 2 cm, terdengar dullness pada
ICS IV sternum dekstra dan sinistra, ICS V mid clavicula line
sinistra, ICS V di anterior axial line, sinistra ICS V mid axial line
sinistra, BJ I dan II tunggal.
 Abdomen bentuk flat, jejas (-), BU (+), 10x/menit, distensi
abdomen (-), asites (-), tidak ada pembesaran pada hepar dan lien,
nyeri tekan (-), timpani
j) Ekstremitas Edema, akral hangat, terpasang IVFD Nacl 0,9% 10
tts/mnt, kekuatan otot,reflek tidak terkaji, jejas (-), nyeri tekan (+),
CRT > 3 detik
k) Genetalia Terpasang dolver kateter terhubung urobag, memakai
pampers. PU (+)400 cc/4 jam berwarna kuning jernih, anus tidak
terkaji
l) Integument Turgor kulit normal, akral hangat, tidak ada kelainan
kulit, jejas (-), (Ningrum, 2009)
8) Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik
a) Pemeriksaan Fisik Dapat ditemukan frekuensi napas yang
meningkat, dilatasi alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada
sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan
tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat
inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar
setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi
jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat.
b) Radiologis Pada foto thorax menunjukkan hilus yang melebar dan
densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema
interstitial atau alveolar.
c) Laboratorium
 Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah,
kemudian hiperkapnia.
 Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark
miokard.
 Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim jantung
(CK-CKMB, Troponin T) diperiksa.
d) EKG Pemeriksaan EKG bias normal atau seringkali didapatkan
tanda-tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan
edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran
elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi
ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang
non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T
negative yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana
akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang
dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum
diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat
menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding,
peningkatan akut dari tonus simpatis (Harriyanto dkk, 2013)

B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dyspnea
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan O2 menurun pada pembuluh darah
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan pada alveoli
e. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan peningkatan tekanan
kapiler
f. Hipertermi berhubungan dengan peadangan pada bronkus
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia dan hiperkapnia

C. Intervensi

a. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka Bersihan Jalan
Napas Meningkat
Kriteria Hasil :
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Dispnea menurun
4. Frekuensi napas normal 12-20 kali/menit
5. Pola napas membaik

Intervensi :

1. Monitor status pernafasan dan respirasi sebagaimana mestinya

2. Posisikan pasien semi fowler, atau posisi fowler


3. Observasi kecepatan,irama,ked alaman dan kesulitan bernafas

4. Auskultasi suara nafas

5. lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

6. Kolaborasi pemberian O2 sesuai instruksi

7. Ajarkan melakukan batuk efektif

8. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat oksigen


yang memudahkan mobilitas

b. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan


pada alveoli

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka pertukaran gas
meningkat

Kriteria Hasil :

1. Tidak dispnea saat istirahat

2. Tidak dispneu saat aktifitas ringan

3. Tidak sianosis yaitu kulit tampak normal atau tidak kebiruan

4. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas (tidak ada retraksi dinding dada)

Intervensi :.

1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas

2) Pertahankan kepatenan jalan napas

3) Observasi adanya suara napas tambahan

4) Kolaborasi pemberian O2

5) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat oksigen yang


memudahkan mobilitas

c. Diagnosa : Penurunan curah jantung b.d kadar O2 menurun dalam pembuluh


darah

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka curah jantung
meningkat
Kriteria Hasil :
1) Kekuatan nadi perifer meningkat
2) Takikardia menurun
3) Bradikardi menurun
4) Edema mnurun
5) Dispnea menurun
6) Oliguria menurun
7) Ortopnea menurun
8) Batuk menurun
9) Tekakanan darah membaik

Intervensi :

1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea,


kelehan , edema, ortopnea)

2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi,


hepatomegali, distensi vena jugularis, ronkhi basah, batuk, kulit pucat)

3) Monitor tekanan darah

4) Monitor intake output cairan

5) Monitor saturasi oksigen

6) Monitor keluhan nyeri dada

7) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah Aktivitas

8) Berikan diet jantung yang sesuai

9) Fasilitasi pesien dan keluarga untuk modifkasi gaya hidup sehat

10) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu

11) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%

D. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai


dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan klien.

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan. Evaluasi


dilakukan ntuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
Adapun cara membandingkannya, yaitu:
S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
O (Objective) : adalah informasi yag didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah
tindakan dilakukan.
A (Assesment) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian atau
tidak teratasi.
P (Planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Algasaff H & Mukti A. (2015). Anatomi dan Fisiologi paru. Edisi 4. Surabaya: Airlangga
University Press
American Heart Association. (2012). Understand your risk for heart failure.
http://www.heart.org / di unduh pada tanggal 6 Juli 2019
Berek, Pius A.L (2010) Efektivitas slow deep breathing terhadap penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi primer di Antabua Nusa Tenggara Timur.Naskah Publikasi.
Fakusltas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Dinas Kesehatan RI. (2012). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU
Guyton A.C. and J.E. Hall (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hariyanto. A, (2013) Asuhan Kegawatdaruratan Acut Lung Oedem. Naskah Publikasi.
Pekanbaru: Stikes Payung Negeri
Harun S & Sally N., (2009) Edem Paru Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Herman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi. Edisi
10. Jakarta:EGC
Huldani. (2014) Edem Paru Akut. Naskah Publikasi. Banjarmasin:Universitas Lambung
Mangkurat Fakultas Kedokteran. http://docplayer.info/ di unduh pada tanggal 2 Juli
2019 http://vaskulerkardio.blogspot.com/2014/10/alo-akut-lung-odema-edema
paruakut.html
Kamila. S (2013) Laporan Profesi Ners Laporan Pendahuluan Acute Lung Oedema (ALO).
Naskah Publikasi. Malang: Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya

You might also like