Professional Documents
Culture Documents
Laporan Pendahuluan KMB 2
Laporan Pendahuluan KMB 2
T
DENGAN ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)
DI RS BEN MARI MALANG
OLEH :
SILVIA WIDYATANTI
2014314901037
NIM : 2014314901037
( Ns. Regista Trigantara, S.Kep., M.Kep ) ( Yanuar Imas Sekar V., Amd. Kep )
1.1 Konsep ALO
1.1.1 Pengertian
Acute Lung Oedema atau edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru
secara tiba-tiba akibat peningkat tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena
adanya aliran darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
cairan, kembali ke darah melalui saluran limfatik (Abdul, 2013).
Edema paru adalah keadaan terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga
alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman
gagal nafas (Suryadi, 2008).
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular
yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru disebabkan karena akumulasi
cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema
paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non
kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema
paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi
gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi
atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang
dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan (Sjaharudin
Harun & Sally Aman Nasution, 2006)
1.1.2 Etiologi
Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan non kardiogenik. Penyebab
edema paru kardiogenik adalah :
1. Gagal jantung
2. Penyakit jantung koroner dengan gagal jantung kiri
3. Aritmia kordis
4. Kardiomiopati
5. Obstruksi katup seperti mitral stenosis
6. Miokarditis dan endocarditis
7. Hipertensi krisis
8. Efusi pericardial
9. Gagal ginjal kronik
Sedangkan penyebab edema paru non kardiogenik yaitu :
1. Trauma thoraks
2. Contusio paru
3. Aspirasi
4. Inhalasi asap
5. Keracunan O2
6. Emboli paru
7. Sepsis
8. Pankreatitis
1.1.3 Klasifikasi
Edema paru dibedakan oleh karena sebab kardiogenik dan non kardiogenik
1. Edema Paru Kardiogenik
Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan
tekanan vena pulmonalis, tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan
onkotik. Terjadi rembesan cairan ke jaringan interstitial dan pada kasus yang
lebih berat terjadi edema alveolar. Pada tahap lanjut dapat terjadi pembentukan
pleural effusion yang akan lebih mengganggu fungsi respirasi.
2. Edema Paru Non Kardiogenik
Pada edema paru non kardiogenik tekanan hidrostatik normal, peningkatan
cairan paru terjadi karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan kebocoran
protein dan makromolekul kedalam jaringan. Cairan berpindah dari pembuluh
darah ke jaringan paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan dengan disfungsi lapisan
surfaktan pada alveoli dan kecenderungan kolapsnya alveoli pada volume paru
yang rendah. Klinis bisa ditemukan dispneu ringan sampai dengan gagal nafas.
S3 Gallop + -
Rhonchi - +
Penyakit dasar non kardiak
yang mendasarinya: sepsis
Pemeriksaan Penunjang
Iskemik/infark/LVH Biasanya normal
EKG
Perihilar distribusi Periferal distribusi
Ro” thoraks
Mungkin meningkat Biasanya normal
Enzim Kardiak ≥ 18 mmHg , 18 mmHg
1.1.4 Patofisiologi
Edema pada umumnya berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan
dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan
dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang
ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang
sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli
kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli
dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai
ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien. Faktor-faktor yang membentuk dan mengubah formasi cairan di
luar pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang
dibuat oleh Starling.
1.1.7 Penatalaksanaan
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (60-80%) sampai 10 liter/menit bila perlu dengan masker reservoir (NRM).
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin
(NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama.
6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi): Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
10. Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi
atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor
kardiogenik atau non- kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga
mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan diuretik ringan.
11. Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan,
dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat
dipakai adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan
inhibitor Phos- phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone).
B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dyspnea
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan O2 menurun pada pembuluh darah
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan pada alveoli
e. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan peningkatan tekanan
kapiler
f. Hipertermi berhubungan dengan peadangan pada bronkus
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia dan hiperkapnia
C. Intervensi
Intervensi :
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka pertukaran gas
meningkat
Kriteria Hasil :
4. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas (tidak ada retraksi dinding dada)
Intervensi :.
4) Kolaborasi pemberian O2
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka curah jantung
meningkat
Kriteria Hasil :
1) Kekuatan nadi perifer meningkat
2) Takikardia menurun
3) Bradikardi menurun
4) Edema mnurun
5) Dispnea menurun
6) Oliguria menurun
7) Ortopnea menurun
8) Batuk menurun
9) Tekakanan darah membaik
Intervensi :
7) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah Aktivitas
D. Implementasi
E. Evaluasi
Algasaff H & Mukti A. (2015). Anatomi dan Fisiologi paru. Edisi 4. Surabaya: Airlangga
University Press
American Heart Association. (2012). Understand your risk for heart failure.
http://www.heart.org / di unduh pada tanggal 6 Juli 2019
Berek, Pius A.L (2010) Efektivitas slow deep breathing terhadap penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi primer di Antabua Nusa Tenggara Timur.Naskah Publikasi.
Fakusltas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Dinas Kesehatan RI. (2012). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU
Guyton A.C. and J.E. Hall (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hariyanto. A, (2013) Asuhan Kegawatdaruratan Acut Lung Oedem. Naskah Publikasi.
Pekanbaru: Stikes Payung Negeri
Harun S & Sally N., (2009) Edem Paru Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Herman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi. Edisi
10. Jakarta:EGC
Huldani. (2014) Edem Paru Akut. Naskah Publikasi. Banjarmasin:Universitas Lambung
Mangkurat Fakultas Kedokteran. http://docplayer.info/ di unduh pada tanggal 2 Juli
2019 http://vaskulerkardio.blogspot.com/2014/10/alo-akut-lung-odema-edema
paruakut.html
Kamila. S (2013) Laporan Profesi Ners Laporan Pendahuluan Acute Lung Oedema (ALO).
Naskah Publikasi. Malang: Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya