Professional Documents
Culture Documents
SDN SAPAN 2
KECAMATAN BOJONGSOANG
A. PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Tulisan ini merupakan salah satu pengalaman konkrit dalam mengikuti kegitan pengembangan
diri berkelanjutan melalui pelatihan. Penulis mencoba mengangkatnya dengan maksud untuk
berbagi pengalaman dalam mengelola pendidikan atau untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi
dan tanggung jawab kepala sekolah di satuan pendidikan ke arah yang lebih baik. Tulisan ini
juga sekaligus dapat dijadikan salah satu model penyusunan laporan pengembangan diri
berkelanjutan bagi kepala sekolah.
Kepla Sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, dituntut untuk memiliki
kemampuan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun
2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, disebutkan ada lima kompetensi yang harus
dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu : (1) kompetensi kepribadian; (2) kompetensi manajerial; (3)
kompetensi kewirausahaan; (4) kompetensi supervisi; dan (5) kompetensi sosial. Dari sejumlah
kompetensi tersebut, dalam tulisan ini sesuai dengan judulnya dibatasi pada kajian kompetensi
kepala sekolah di bidang manajerial.Ruang lingkup tugas manajerial kepala sekolah,
sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa (2010 : 23), bahwa :
Tugas manajerial ini meliputi aktivitas sebagai berikut : a) Menyusun rencana pengembangan
sekolah (RPS); b) Mengelola program pembelajaran; c) Mengelola kesiswaan; d) Mengelola
sarana dan prasarana; e) Mengelola personal sekolah; f) Mengelola keuangan sekolah; g)
Mengelola hubungan sekolah dan masyarakat; h) Mengelola administrasi sekolah; i) Mengelola
sistem informasi sekolah; j) Mengevaluasi program sekolah; dan k) Memimpin sekolah.
Dengan demikian, tugas kepala sekolah dalam bidang manajerial berkaitan dengan manajemen
sekolah. Manajemen pendidikan tersebut, mencakup proses “perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pergerakan (actuating), dan pengawasan (controlling) sebagai
suatu proses untuk menjadikan visi menjadi aksi” (Mulyasa, 2004 : 7).
Sedangkan kompetensi manajerial kepala sekolah, diatur dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun
2007, meliputi :
Pelaksanakan tugas pokok manajerial kepala sekolah di satuan pendidikan sebagai suatu sistem
organisasi, dimaksudkan untuk mencapai tujuan, yaitu untuk dapat meningkatkan kualitas
pendidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Karena “upaya peningkatan mutu
pendidikan erat kaitannya dengan kemampuan manajerial kepala sekolah” (Agustina, 2009 :
176). Dengan demikian, “keberhasilan peningkatan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab
kepala sekolah” (Sudrajad, 2004 : 9).Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pelaksanan tugas
kepala sekolah di bidang manajerial secara profesional. Ini akan menentukan pelaksanaan fungsi
kepala sekolah dengan baik. “Dalam pradigma baru manajemen pendidikan, sedikitnya kepala
sekolah harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader,
innovator, motivator (EMASLIM)” (Mulyasa, 2004 : 98).
Untuk dapat menjadi kepala sekolah yang profesional, harus memiliki komitmen “untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi
yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya” (Saud, 2009 :
7). Ini berarti, setiap kepala sekolah dituntut untuk meningkatkan kemampuan manajerialnya
secara berkesinambungan, serta melaksanakan tugas dan fungsinya dengan strategi yang tepat.
Kemampuan manajerial kepala sekolah semakin penting untuk ditingkatkan “sejalan dengan
semakin kompeleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang
semakin efektif dan efesien. Di samping itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan budaya yang diterapkan dalam kegiatan pendidikan di sekolah juga cenderung bergerak maju
semakin pesat sehingga menuntut penguasaan secara profesional” (Mulyasa, 2004 : 25).
Perkembangan yang semakin maju tersebut, mendorong perubahan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat. Kebutuhan yang makin meningkat itu, memicu semakin banyaknya tuntutan peserta
didik yang harus dipenuhi untuk dapat memenangkan persaingan di masyarakat. Dengan
kemampuan manajerial yang kuat, kepala sekolah akan dapat memenuhi tuntan kebutuhan
tersebut.
3
peningkatan kemampuan yang diikuti atau dilaksanakan, terlihat dari pemanfaatan kemampuan
yang telah diperoleh. Implementasi dari hasil pengembangan kemampuan tersebut, merupakan
tujuan dan sasaran terpenting dari suatu kegiatan pengembangan diri. Karena “pengembangan
SDM tidak hanya sekedar meningkatkan kemampuan, tetapi juga menyangkut pemanfaatan
kemampuan tersebut” (Mulyasa, 2004 : 23).
Waktu pelaksanaan Pelatihan Pelatih (TOT) Pengembangan Sekolah Terpaduatau Whole School
Development (WSD), berlangsung antara bulan Juli 2007 – Januari 2010, terdiri dari tujuh seri,
yaitu : (1) Seri Sosialisasi, tanggal 15 - 17 Juni 2007; (2) Seri A, tanggal 27 Nopember - 1
Desember 2007; (3) Seri B, tanggal 14 - 18 Desember 2007; (4) Seri C, tanggal 2 - 6 Maret
2008; (5) Seri D, tanggal 6 – 10 April 2008; (6) Seri E, tanggal 8 – 12 Juni 2008; dan (7) Seri
Tambahan, tanggal 21 – 23 Januari 2010.
Memiliki kemampuan dalam mengelola dan melaksanakan manajemen pendidikan secara efektif
dan efesien untuk meningkatkan mutu pendidikan di satuan pendidikan.
Kegitan sosialisasi selama 3 hari (22 jam), kegiatan inti (seri A – E) selama 25 hari (180 jam),
dan seri tambahan selama 3 hari (22 jam). Jumlah keseluruhan, yaitu selama 31 hari (224 jam).
c)Penyelenggaraan Kegiatan
4
B. ISI KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI
b)Seri A, bertujuan untuk memahami tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan.
e)Seri D, bertujuan untuk memahami tentang arti penting partisipasi masyarakat (PSM), komite
sekolah, serta langkah-langkah penyusunan program kerja komite sekolah..
f)Seri E, bertujuan untuk memahami arti dan kegunaan monitoring dan evaluasi (monev)
terhadap seluruh program kerja sekolah serta langkah-langkah penyusunan monev.
g)Seri Tambahan, bertujuan untuk memahami tentang manajemen pengelolaan aset sekolah dan
langkah-langkah penyusunan perencanaannya.
1)Materi Seri Sosialisasi, terdiri dari : Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP), semua Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) yang menyangkut SNP
yang sudah diterbitkan, Renstra Depdiknas, dan otonomi daerah.
2)Materi pelatihan Seri A, mencakup : Informasi, pengetahuan dan wawasan yang bersifat
mendasar tentang upaya mewujudkan sekolah yang berkualitas, melalui pembinaan materiSNP,
dan MBS. Secara terperinci materi pelatihan, meliputi : (a) review dan overview; (b) pilar-pilar
sekolah efektif; (c) MBS dan studi mandiri terbimbingnya; (d) pembelajaran efektif (Contextual
Teaching and Learning /CTL); (e) PSM; (e) membangun tim yang handal; (f) SNP dan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) serta studi mandiri terbimbingnya; (g) gender dalam pendidikan; (h)
pendidikan inklusif; (i) kebijakan dan program pendidikan non formal informal (PNFI); (j)
keterampilan kepemimpinan; dan (k) Rencana tindak lanjut (RTL) dan evaluasi.
3)Materi pelatihan Seri B, mencakup : Proses penyusunan RPS (RKAS) dan pembimbingan
secara bertahap dan terstruktur dalam melaksanakan penyusunan RKAS.Secara terperinci materi
5
pelatihan, meliputi : (a) review dan overview; (b) renstra dinas pendidikan; (c) materi dan
penyusunan RPS; (d) manajemen sekolah responsif gender dan pendidikan inklusif; (e) studi
mandiri terbimbing tentang visi, misi dan tujuan sekolah; (f) pengenalan, analisis instrumen,
praktek, dan pelaporan Evaluasi Diri Sekolah (EDS); (g) penyusunan RKS berdasarkan EDS; (h)
penyusunan program dan anggaran; (i) monev; dan RTL dan evaluasi.
6)Materi pelatihan Seri E, mencakup : Kegiatan menyusun instrumen monev program sekolah,
dan kegiatan praktek pembelajaran dan penerapan instrumen monev MBS. Secara terperinci
materi pelatihan, meliputi : (a) review dan overview; (b) review program komite sekolah; (c)
menciptakan sekolah aman, nyaman dan disiplin, serta studi mandiri terbimbingnya; (d)
menciptakan sekolah sehat; (e) supervisi pembelajaran; (f) penyusunan instrumen monev; (g)
penyempurnaan penyusunan RPP dan intsrumen monev; (h) real teaching; (i) diskusi hikmah real
teaching dan hasil kunjungan ke sekolah; dan (j) RTL dan evaluasi.
7)Materi Seri Tambahan, terdiri dari : Manajemen pengelolaan aset sekolah dan perencanaannya.
Pada umumnya materi-materi pelatihan sesuai asapek-aspek tugas dan fungsi serta kompetensi
kepala sekolah di bidang manajerial, sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan.
Sedangkan materi-materi yang dirasa kurang sesuai adalah yang menyangkut pendidikan non
formal informal, seperti pendidikan inklusif. Materi-materi ini bukan merupakan tanggung jawab
sekolah formal tingkat SMP umum untuk mengembangkannya, tetapi sangat berguna untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan.
Materi pelatihan diberikan dalam bentuk teori, serta dikembangkan melalui kegiatan peraktek
langsung melalui penyusunan program-program kerja sekolah serta kunjungan lapangan ke
sekolah-sekolah yang sudah maupun belum melaksanaan program-program kerja sekolah yang
tercakup dalam meteri pelatihan. Sehingga diperoleh, baik pemahaman konsep maupun
pengalaman secara sistematis dan praktis (empirik) Dengan demikian tahapan-tahapan (proses)
yang ada dalam manajemen sekolah (MBS) dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan (mengawasi), dilalui dalam kegiatan pelatiham
tersebut.
6
3. Tindak Lanjut Hasil Kegiatan
Tindak lanjut dari kegiatan yang diikuti, telah mulai dilakukan sejak selesai mengikuti
pendidikan dan pelatihan pada seri A, dan berlanjut sampai dengan setelah seri E. Setiap selesai
kegiatan pada satu seri, peserta diberikan tugas untuk dikembangkan di satuan pendidikan. Tugas
tersebut kemudian direview dalam seri berikutnya. Bentuk tindak lanjut yang dilakukan, diawali
dengan memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada warga sekolah, anggota komite sekolah,
perwakilan orang tua siswa dan tokoh setempat (tokoh agama dan tokoh masyarakat). Kemudian
dilanjutkan dengan penyusunan program kerja yang menjadi tugas yang harus diselesaikan.
Proses penyusunannya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan stakeholder tersebut, dan
di bawah pembinaan pengawas pembina.
Dari proses yang telah dilakukan itu, telah dapat dihasilkan beberapa dokumen penting sebagai
pedoman pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan, meliputi : (1) Visi dan misi sekolah; (2) RPS
yang disusun untuk jangka waktu 4 tahun, dan rencana operasional (renop) 1 tahun; (3) KTSP
disusun secara lengkap mencakup dokumen 1 dan 2; (4) Program kerja komite sekolah dalam
rangka melibatkan PSM di sekolah; (5) Program monev untuk mengevaluasi keterlaksanaan
seluruh program di sekolah; (6) Program-program turunan dari ke limabidang di atas; dan (7)
regulasi sekolah, peraturan akademik, kode etik sekolah, termasuk di dalamnya tata tertib
sekolah untuk memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan serta peserta didik. Program
yang dihasilkan itu, mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2008/2009. Sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan yang ada, telah dilakukan revisi untuk penyesuain, misalnya : (1)
pengembangan model RPS menjadi RKAS dan model Renop menjadi RKT; (2) pengembangan
kurikulum, dari model KTSP menjadi model kurikulum sekolah; dan (3) pengembangan monev,
dari model laporan akhir program tahunan menjadi model EDS.
3)Mengetahui dan menerapkan strategi menggerakkan PSM melalui komite sekolah. Dalam
batas-batas yang wajar dilakukan melalui pelaksanaan program “jimpitan beras” dan “tabungan
akherat (tabah)” dan kemitraan sekolah.
1)Guru dilibatkan langsung dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang diselenggarakan
oleh AIBEP maupun yang dilaksanakan di tingkat sekolah seiring dengan penyusunan program
kerja sekolah maupun setelah itu. Sehingga mereka juga memperoleh pemahaman konsep dan
empirik.
3)Guru termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran CTL yang diperoleh dari pelatihan.
4)Guru memanfaatkan TIK dalam pebelajaran, setelah disediakan fasilitas jaringan komputer dan
pelatihan penguasaan TIK di sekolah melalui PSM dan kemitraan sekolah.
7
c)Dampak bagi peserta didik :
1)Model pembelajaran CTL yang diterapkan oleh guru, memotivasi peserta didik untuk lebih
aktif dalam pembelajaran, yang setidaknya dapat diketahui dari hasil penugasan dan pajangan
hasil tugas yang diberikan oleh gurunya.
2)Peserta didik berkompetensi secara sehat dalam meraih prestasi, sehingga setiap pembagian
raport terdapat perbedaan tingkat juara (rangking) kelas.
3)Terdapat berbagai macam pilihan pengembangan diri yang dikembangkan sekolah untuk
dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
4)Melalui pengembangan diri, peserta didik diarahkan untuk memperoleh nilai-nilai positif guna
menunjang kehidupan mereka, misalnya melalui kegiatan keagamaan (imtaq, bimbingan
membaca Al-Qur’an dan tabah), kegiatan kepramukaan, kegiatan olahraga prestasi, kegiatan
percetakan batako, dan kegiatan kesenian.
1)Sekolah memiliki tim kerja yang berfungsi aktif, misalnya tim pengembang RKAS dan tim
pengembang kurikulum sekolah.
2)Terdapat kerja sama sekolah dengan lembaga di luar sekolah, misalnya dilakukan dengan : (1)
Camat Jerowaru untuk memperoleh pinjaman penggunaan fasilitas olahraga, (2) Puskesmas
Jerowaru untuk memperoleh pelayanan kesehatan; (3) UD Lestrasi dalam hubungannya dengan
fasilitas TIK; (4) WP3LS untuk peningkatan profesionalisme guru; dan (5) OneDollarForMusic
untuk pelatihan musik bagi pesrta didik.
4)Terjadi peningkatan prestasi akademik maupun non akademik yang diperoleh sekolah, rata-
rata di tingkat kecamatan.
Apa yang telah diraih tersebut belum maksimal, bahkan masih perlu ditingkatkan dan
dikembangkan lebih lanjut. Seperti jaringan komputer, penembokan dan pengembangan
kompetensi guru dan peserta didik. Dan tidak semua kemampuan yang telah diperoleh dalam
pelatihan, serta yang dituangkan dalam program sekolah dapat dilaksanakan. Dalam pelaksanaan
program terdapat beberapa kendala, antara lain :
1)Kemampuan dan wawasan masih terbatas untuk dapat menjadikan visi menjadi aksi secara
optimal.
2)Personalia di tingkat satuan pendidikan tidak semuanya dapat memberikan dukungan secara
penuh, ada di antara mereka yang lebih menonjolkan hak dari pada kewajiban.
3)PSM belum dapat digalakkan secara optimal, karena adanya keterbatasan dan pembatasan.
Adanya penafsiran yang keliru tentang kebijakan “sekolah gratis”, serta letak sekolah berada di
wilayah tertinggal dengan tingkat pendidikan masyarakat rata-rata rendah.
4)Pemerintah belum memberikan fasilitas secara merata sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
5)Kesempatan mengikuti pelatihan di luar sekolah yang difasilitasi oleh pemerintah kurang.
Penyelenggaraan di tingkat kabupaten, justru pendanaannya lebih banyak berasal dari sekolah-
sekolah dalam bentuk dana gotong royong.
8
C.PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan kesimpulan bahwa strategi dan metode (model)
penyelenggaraan pelatihan yang dilaksanakan oleh AIBEP dapat mengembangkan kemampuan
manajerial kepala sekolah di SMP Negeri 4 Jerowaru, baik secara koseptual maupun emperik.
Pengembangan kemampuan manajerial kepala sekolah dilakukan melalui proses merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan (mengawasi). Model
pengembangan kemampuaan itu telah berdampak positif juga bagi guru, peserta didik maupun
sekolah. Guru dapat meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya dalam pembelajaran,
peserta didik dapat mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik, serta sekolah telah
memiliki program kerja dan fasilitas yang semula tidak dimiliki. Sehingga terjadi peningkatan
kualitas pendidikan, walaupun belum maksimal atau perkembangannya tergolong kecil.
Peningkatan pengelolaan pendidikan tersebut, didorong juga oleh adanya dukungan dari
masyarakat (PSM) dan kemitraan sekolah.
Untuk menuju peningkatan pengelolaan pendidikan ke arah yang lebih tinggi, diperlukan adanya
pendidikan dan pelatihan di luar sekolah yang melibatkan lebih banyak guru, dengan strategi dan
metode yang bermakna. Di samping itu, makna dari “sekolah gratis” perlu diluruskan dan di
tempatkan pada konteks yang sebenarnya, serta pemberian fasilitas pendidikan (sekolah) oleh
pemerintah hendaknya secara merata dan berkeadilan.
9
DAFTAR PUSTAKA
AIBEP, 2007, Modul Pelatihan Pelatih (TOT) Pengembangan Sekolah Terpadu (PST)/Whole
Shool Development (WSD) Seri Sosialisasi, Seri A, Seri B, Seri C, Seri D, Seri E, dan Seri
Tambahan, Australia Indonesia Partnership, Jakarta.
Kemendiknas, 2007, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah, Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.
, 2011, Pedoman Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Nasional 2011, Kemendiknas
Deriktorat Pendidikan Dasar, Jakarta.
Mulyasa, E, 2004, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan
KBK, Penerbit : PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Saud, Udin Syaefudin, 2009, Pengembangan Profesi Guru, Penerbit : CV Alfabeta, Bandung.
https://www.kompasiana.com/ahmadturmuzi/550ef137a33311a32dba873b/pengembangan-
kemampuan-manajerial-kepada-smp-negeri-4-jerowaru
10