You are on page 1of 39

RESPONSI

ILMU PENYAKIT JANTUNG


SINDROM KORONER AKUT

Pembimbing :
dr. Intan Komalasari, Sp.JP., FIHA

Penyusun :
Jihan Delima Harvina 20200420092
Jocelyn Christabella 20200420093

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RS ANWAR MEDIKA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

RESPONSI
ILMU PENYAKIT JANTUNG
SINDROM KORONER AKUT

Jihan Delima Harvina 20200420092


Jocelyn Christabella 20200420093

Menyetujui :
Dokter Pembimbing Klinik,

dr. Intan Komalasari, Sp.JP., FIHA

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................. 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN.............................................................................................................. 4
BAB II ................................................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 5
2.1 Definisi ................................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ........................................................................................................ 5
2.3 Patofisiologi ......................................................................................................... 6
2.4 Klasifikasi ............................................................................................................. 7
2.5 Diagnosis .............................................................................................................. 8
2.6 Diagnosis Banding ........................................................................................... 20
2.7 Tatalaksana ........................................................................................................ 20
2.8 Komplikasi .......................................................................................................... 26
2.9 Prognosis............................................................................................................ 26
BAB III ............................................................................................................................. 29
ILUSTRASI KASUS....................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 39

3
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap tahun sekitar 635.000 orang Amerika memiliki episode baru


sindrom koroner akut (ACS), dan sekitar 280.000 memiliki kejadian
berulang. Meskipun kematian akibat ACS telah menurun secara
substansial, diperkirakan masih 40% dari pasien yang mengalami kejadian
koroner akan meninggal dalam waktu 5 tahun dengan risiko kematian 5
sampai 6 kali lebih tinggi pada individu yang mengalami kejadian berulang.
Beban ekonomi karena ACS juga cukup besar; biaya tahunan per pasien
adalah diperkirakan US$22.528 hingga US$32.345 dengan mayoritas
karena rawat inap. Biaya langsung (dokter, rumah sakit) layanan, dan obat
yang diresepkan) dan biaya tidak langsung (penurunan produktivitas)
diperkirakan mencapai US$310 miliar pada tahun 2009. Mengingat
tingginya prevalensi ACS, berdampak pada kesehatan, dan konsekuensi
ekonominya, meningkatkan hasil pada pasien dengan ACS melalui
penggunaan perawatan berbasis bukti, dapat memiliki manfaat sosial yang
signifikan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Koroner Akut

2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) menggambarkan berbagai
keadaan iskemik miokard yang mencakup angina tidak stabil (UA), infark
miokard non-ST yang meningkat (NSTEMI), atau infark miokard dengan
peningkatan ST (STEMI). Diagnosis dan klasifikasi ACS didasarkan pada
tinjauan menyeluruh dari gambaran klinis, termasuk temuan
elektrokardiogram (EKG) dan penanda biokimia dari nekrosis miokard.1 UA
didefinisikan oleh adanya gejala iskemik tanpa peningkatan biomarker dan
EKG sementara, jika ada. perubahan.2 Istilah infark miokard (MI) digunakan
ketika ada bukti nekrosis miokard dalam pengaturan iskemia miokard akut.
STEMI dibedakan dari NSTEMI dengan adanya temuan EKG persisten dari
elevasi segmen ST.

2.2 Epidemiologi
Penyakit jantung koroner (PJK) bertanggung jawab untuk
lebih dari setengah dari semua kejadian kardiovaskular pada individu
kurang dari 75 tahun. Prevalensi dari PJK diperkirakan 6,4% di Amerika
Serikat (AS) orang dewasa yang berusia lebih dari atau sama dengan 20
tahun, yang mewakili sekitar 15,4 juta orang Amerika. Selama beberapa
tahun terakhir, tingkat rawat inap untuk MI dan kematian terkait dengan PJK
telah menurun. Penurunan PJK kematian sebagian mencerminkan
perubahan dalam pola presentasi klinis ACS. Ada: merupakan
pengurangan substansial dalam insiden STEMI dan peningkatan insiden
berikutnya dari NSTEMI.3 Analisis 46.086 rawat inap untuk ACS dalam
studi yang dilakukan oleh Kaiser Permanente menunjukkan bahwa
persentase Kasus STEMI menurun dari 48,5% menjadi 24% antara 1999
dan 2008,Meskipun ada perbaikan dalam kelangsungan hidup terkait

5
dengan ACS, kondisi medis ini terus memiliki hubungan dengan fatal hasil
dan menempatkan beban pada kesehatan secara keseluruhan sistem
perawatan. Diagnosis MI bertanggung jawab untuk sekitar 125.000
kematian di AS pada tahun 2009, dan ACS dikaitkan dengan sekitar
625.000 keluar dari rumah sakit pada tahun 2010. Terbukti bahwa ada
adalah ruang untuk perbaikan dalam pencegahan dan pengelolaan ACS.

2.3 Patofisiologi
Sebagian besar SKA merupakan manifestasi akut dari plak atheroma
pembuluh darah coroner yang ruptur akibat perubahan komposisi plak dan
penipisan lapisan fibrosa yang menutupi plak tersebut (Juzar et al., 2018).
Inflamasi terjadi dari fase terawal pembentukan hingga plak tersebut pecah
dan thrombosis. Monosit berubah menjadi makrofag setelah pindah ke
tunika intima kemudian mengubah partikel LDL menjadi foam cell, yang
berperan dalam pembentukan lesi aterosklerosis. Foam cell tersebut
kemudian melepaskan sitokin, growth factor, metalloproteinase (MMP),
Reactive Oxygen Species (ROS) dan faktor jaringan yang memperpanjang
respon inflamasi, membuat plak lebih rentan pecah, dan akhirnya mengarah
pada pembentukan thrombus (Harun et al., 2018).

Thrombus ini akan menyumbat lumen pembuluh darah coroner, baik


secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu, terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga memperberat
gangguan aliran darah koroner kemudian menyebabkan iskemia
miokardium. Suplai oksigen yang berhenti lebih dari 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (Juzar et al., 2018).

6
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan biomarker jantung, Sindrom
Koroner Akut dibagi menjadi :

1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)

2. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)

3. Angina pektoris tidak stabil (APTS)

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (IMA-EST)


merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya ; secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis melalui intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis IMA-EST ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
2 sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tata laksana revaskularisasi tidak
perlu menunggu hasil peningkatan biomarker jantung.

Diagnosis IMA-NEST dan APTS ditegakkan jika terdapat keluhan


angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang menetap di 2 sadapan
yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo-normalisasi, atau bahkan tanpa perubahan. Angina pektoris tidak
stabil dan IMA-NEST dibesakan berdasarkan hasil pemeriksaan biomarker
jantung. Biomarker jantung yang lazim digunakan adalah high sensitivity
troponin, troponin, atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biomarker jantung
terjadi peningkatan bermaksa, maka diagnosisnya infark miokard akut
tanpa elevasi segmen ST (IMA-NEST), jika biomarker jantung tidak
meningkat secara bermakna maka diagnosisnya APTS. Pada
sindroma koroner akut , nilai ambang untuk peningkatan biomarker jantung
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits
of normal/ULN).

7
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
atau menunjukkan kelainan yang non -diagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika EKG
ulangan tetap menunjukkan gambaran non-diagnostik sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG
diulang setiap terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali dalam 24 jam.

2.5 Diagnosis
Anamnesis

Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada


yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina
tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan
kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini
dapat berlangsung intermiten (beberapa menit) atau persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis
(keringat dingin), mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.

Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di


daerah penjalaran angina tipikal, gangguan pencernaan (indigesti), sesak
napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit
diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda
(25-40 tahun) atau usia lanjut (>75tahun), wanita, penderita diabetes , gagal
ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat
muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen
jika berjubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat
penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan angina setelah terapi
nitral sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.

Presentasi klinik IMA-NEST dan APTS pada umumnya berupa :

1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)

8
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society (CCS). Terdapat pada 20% pasien.

3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau


kresendo) : menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat;
minimal kelas III klasifikasi CCS

4. Angina pasca infark miokard : angina yang terjadi dalam 2 minggu


setelah infark miokard.

Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen,


terutama pada wanita dan lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai
adalah awitan baru atau perburukan sesak napas saat aktivitas. Beberapa
faktor yang menentukan bahwa keluhan tersebut presentasi dari SKA
adalah sifat keluhan, riwayat PJK , jenis kelamin, umur, dan jumlah faktor
risiko tradisional.

Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai


riwayat PJK, terutama infark miokard, berpeluang besar merupakan
presentasi dari SKA. Keluhan yang sama pada seorang pria lanjut usia (>79
tahun) dan menderita diabetes berpeluang menengah suatu SKA. Angina
ekuivalen atau yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa
karakteristik tersebut di atas berpeluang kecil merupakan presentasi dari
SKA.

Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan


pada pasien dengan karakteristik berikut :

1. Pria

2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non-koroner ( penyakit


arteri perifer/ karotis)

3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,


bedah pintas koroner, atau IKP

4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,


diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga yang diklasifikasikan

9
sebagai risiko tinggi, risiko sedang, atau risiko rendah menurut National
Cholesterol Education Program (NCEP).

Angina tipikal berupa rasa tertekan/berat di daerah retrosternal yang


menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapuler, bahu, atau epigastrium ;
berlangsung intermitten atau persisten (>20 menit) ; sering disertai
diaforesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.

Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia


miokard (nyeri dada non- kardiak) :

1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi /batuk)

2. Nyeri abdomen tengah atau bawa

3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah
apeks ventrikel kiri atau pertemua kostokondral

4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi

5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik

6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah

Selain untuk tujuan penapisan diagnosis kerja, anamnesis juga


ditujukan untuk menapis kontraindikasi terapi fibrinolisis seperti hipertensi,
kemungkinan diseksi aorta (nyeri dada tajam dan berat yang menjalar ke
punggung disertai sesak napas atau sinkop) , riwayat perdarahan, atau
riwayat penyakit cerebrovaskular.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus


iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan
diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3),
ronkhi basah halus, dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi
katup mitral akut, hipotensi, diaforesis, ronkhi basah halus, atau edema
paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub

10
karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang, dan regurgitasi katup
aorta akibat diseksi aorta, pneumothoraks, nyeri pleuritik disertai suara
napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan
diagnosis banding SKA.

Pemeriksaan Elektrokardiogram

Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan
sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sadapan V3R dan
V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan
perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sadapan
V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai
EKG awal non-diagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam
10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan
EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.

Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina


cukup bervariasi, yaitu : normal, non-diagnostik, left bundle branch block
(LBBB) baru/ prasangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (>=20
menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T.

Penilaian elevasi ST dilakukan pada titik J dan ditemukan pada 2


sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk
diagnosis IMA-EST untuk laki-laki dan perempuan pada sebagian besar
sadapan adalah 0,1 mV. Nilai ambang untuk diagnostik pada berbagai
sadapan beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin.

11
Depresi segmen ST yang resiprokal , sadapan yang berhadapan
dengan permukaan tubuh segmen elevasi ST, dapat dijumpai pada pasien
IMA-EST kecuali jika IMA-EST terjadi di mid anterior (elevasi di V3-V6).
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan
LBBB (komplet) baru/prasangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah
kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang
diagnostik untuk IMA-EST dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum
hasil pemeriksaan biomarker jantung tersedia.

Prasangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran


EKG pasien dengan LBBB baru/ prasangkaan baru juga disertai dengan
elevasi segmen ST >=1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif
dan depresi segmen ST >=1 mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti
ini disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifisitas
tinggi dan sensitivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan
segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS negatif
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.

12
Pada LBBB, diagnosis EKG untuk IMA sulit ditegakkan tetapi
seringkali dimungkinkan jika ditemukan abnormalitas segmen ST yang
bermakna. Terdapat beberapa algoritme kompleks untuk membantu
diagnosis, tetapi tidak memberikan kepastian diagnostik. Adanya elevasi
segmen ST konkordan merupada salah satu indikator terbaik IM yang
sedang berlangsung dengan arteri infark yang mengalami oklusi. Pasien
dengan dugaan klinik iskemia miokard dengan LBBB baru/dianggap baru,
dirawat sebagai pasien IMA-EST. Sementara pasien dengan dugaan klinis
iskemia miokard dan LBBB sebelumnya, dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan angiografi koroner.

Pasien dengan IM dan RBBB memiliki prognosis buruk. Iskemia


transmural pada pasien dengan nyeri dada dan RBBB sulit terdeteksi.
Karenanya strategi IKP primer harus dipertimbangkan jika gejala-gejala
iskemia persisten terjadi pada RBBB.

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tanpa elevasi


segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard non-elevasi
segmen ST (IMA-NEST) atau angina pektoris tidak stabil (APTS). Depresi
segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar >=0,05 mV di
sadapan V1-V3 dan >=0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan
depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20 menit), dan dapat terdeteksi di < 2 sadapan berdekatan.
Inversi gelombang T yang simetris di >=0,2 mV mempunyai spesifisitas
tinggi untuk iskemia akut.

Rekaman EKG penting untuk membedakan IMA-EST dan SKA

Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis


pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG
sebelumnya dapat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan
penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan
terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien IMA-NEST DAN
APTS antara lain:

13
1. Depresi segmen ST dan /atau inversi gelombang T ; dapat disertai
dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit).

2. Gelombang Q yang menetap

3. Non-diagnostik

4. Normal

Hasil EKG 12 lead normal tidak menyingkirkan kemungkinan


diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia
tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan , okeh
karena itu perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan.

Depresi segmen ST >=0,05 mm di >= 2 sadapan berdekatan sugestif


untuk diagnosis APTS atau IMA-NEST; tetapi mengingat kesulitan
mengukur depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan
dihubungkan dengan depresi segmen ST >=1 mm. Depresi segmen ST >=1
mm dan/atau inversi gelombang T >=2 mm di beberapa lead prekordial
sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau IMA-NEST (tingkat peluang
tinggi). Gelombang Q >=4 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau
inversi gelombang T menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak
tinggi. (Tabel 1.4)

14
sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah kemungkinan
SKA atau Definitif SKA. (Gambar 1.2)

Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan non-diagnostik,


sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10-20 menit
kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan dimana EKG ulang tetap
menunjukkan kelainan yang non-diagnostik dan biomarker jantung negatif
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau
selama 12-24 jam. EKG diulang setiap terjadi angina berulang atau
setidaknya 1 kali dalam 24 jam.

Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya


depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka
diagnosis APTS atau IMA-NEST dapat dipastikan. Walaupun demikian,
depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi daat nyeri dada
dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif
diagnosis APTS atau IMA-NEST.

15
Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa
pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap non-diagnostik,
biomarker jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil
stres tes positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan
tinggi APTS atau IMA-NEST. Hasil stress tes negatif menunjukkan
diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan. (Gambar 1.2)

Pemeriksaan Biomarker Jantung

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T meruoakan


biomarker nekrosis miosit jantung dan menjadi biomarker untuk diagnosis
infark miokard. Troponin I/T sebagai biomarker nekrosis jantung
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB.
Peningkatan biomarker jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis
miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis
miosit tersebut ( penyebab koroner atau non-koroner). Troponin I/T juga
dapat meningkat akibat kelainan kardiak non-koroner seperti takiaritmia,
trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan non-kardiak yang dapat meningkatkan
kadar Troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit
neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan I memberikan informasi
yang seimbang terhadap nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi
ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi
dari troponin T.

Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau


troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan
SKA, sehingga pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.
Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan
kerusakan otot skeletal ( menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan
waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh lebih singkat,

16
CK -MB terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang maupun
infark periprosedural).

Pemeriksaan biomarker jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium


sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang intensif jantung pada
umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20
menit) tetapi kurang sensitifm point of care testing sebagai alat diagnostik
rutin SKA hanya dianjutkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral
memerlukan waktu >1 jam. Jika biomarker jantung secara point of care
testing menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus diulang di
laboratorium sentral.

Dalam menentukan kapan marker jantung hendak diulang


hendaknya mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina. Tes yang negatif pada 1x pemeriksaan awal tidak dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis IMA. Kadar troponin pada pasien IMA
meningkat di dalam darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap
sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang
dalam 2-3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat
menetap hingga 2 minggu (gambar 1.1).

Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, dapat dilakukan


pemeriksaan CKMB. CKMB akan meningkat dalam waktu 4-6 jam,
mencapai puncaknya pada 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.

Pemeriksaan Non- invasif

17
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat instirahat dapat
memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna
untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental
dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat
iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui
pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan, pemeriksaan
ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang gawat
darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin pada pasien
tersangka SKA.

Stress test seperti EKG exercise yang telah dibahas sebelumnya


dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK obstruktif pada
pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal , dan marker jantung
yang negatif.

Multislice cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk menyingkirkan


PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan kemungkinan PJK
rendah sampai menengah, dan jika pemeriksaan troponin dan EKG tidak
menyakinkan.

Pemeriksaan Invasif (angiografi koroner)

Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan


tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk tujuan
diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding yang
tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri
sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang mengalami gejala
atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG
diagnostik. Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel pada pasien
dengan stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskular yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG dan
abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinan identifikasi
lesi yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas antara lain

18
eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang kabur, dan
filling defect yang menyesankan adanya trombus intrakoroner.

Pemeriksaan laboratorium

Disamping biomarker jantung, yang harus dikumpulkan di ruang


gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan
laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.

Pemeriksaan Foto Polos Dada

Foto polos dada harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat
portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.

Diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat


dikelompokkan sebagai berikut : non-kardiak, angina stabil, kemungkinan
SKA, dan definitif SKA (gambar 1).

Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:

1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak
seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat darurat

2. EKG normal atau non-diagnostik, dan

3. Biomarker jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda :

1. Angina tipikal

2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk IMA-EST, depresi


ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard atau
LBBB baru/prasangakaan baru.

3. Peningkatan biomarker jantung

Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG non-diagnostik dan


biomarker jantung normal perlu menjalani observasi di ruang gawat

19
darurat.(gambar 1.2). Definitif SKA dan angina tipikal dengan gambaran
EKG yang non-diagnostik sebaiknya dirawat di ruang ICCU/ICVCU.

2.6 Diagnosis Banding


A. Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup
jantung (stenosis dan regurgitasi katup aorta) dapat mengeluh nyeri
dada disertai perubahan EKG dan peningkatan marker jantung
merupai pasien IMA-NEST.

B. Miokarditis dan perikarditis dapat menimbulkan keluhan nyeri dada,


perubahan EKG , peningkatan biomarker jantung, dan gangguan
gerak dinding jantung menyerupai IMA-NEST.

C. Stroke dapat disertai dengan perubahan EKG, peningkatan


biomarker jantung, dan gangguan gerak dinding jantung.

D. Diagnosis banding non-kardiak yang mengancam jiwa dan selalu


harus disingkirkan adalah emboli paru dan diseksi aorta.

2.7 Tatalaksana
a. UAP - NSTEMI
i. Anti iskemia
- Beta blocker
Keuntungan utama beta blocker yaitu efek terhadap beta-1
yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Direkomendasikan pada UAP atau NSTEMI terutama jika
terdapat hipertensi dan/atau takikardi. Berikut beberapa beta
blocker yang sering digunakan : (Juzar et al., 2018).

20
Jenis dan dosis beta blocker (Juzar et al., 2018)
- Nitrat
Keuntungan terapi nitrat yaitu efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang.
Efek lainnya yaitu dilatasi pembuluh darah koroner baik yang
normal maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitrat oral atau
iv efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode
angina. Pasien UAP atau NSTEMI yang mengalami nyeri dada
berlanjut sebaiknya diberikan nitrat sublingual setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali, setelah itu pertimbangkan beri secara iv.
Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan TDS <90 mmHg atau
>30 mmHg dibawah nilai awal, bradikardia berat (<50kali/menit),
takikardia tanpa gejala gagal jantung atau infark ventrikel kanan.
Berikut beberapa nitrat : (Juzar et al., 2018).

Jenis dan dosis nitrat (Juzar et al., 2018).

21
- Calcium channel blocker (CCB)
Nifedipine atau amlodipine mempunyai efek vasodilator arteri
dengan sedikit atau tanpa efek pada nodus SA atau AV.
Verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap nodus SA dan
AV yang menonjol dan seklaigus efek dilatasi arteri. Semua CCB
memiliki efek dilatasi koroner yang seimbang (Juzar et al., 2018).

Jenis dan dosis CCB (Juzar et al., 2018).


ii. Antiplatelet
Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa
kontraindikasi dengan loading dose 150-300 mg dan dosis
maintenance 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang.
Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan resiko
kejadian iskemik sedang hingga tinggi dengan loading dose 180 mg,
dilanjutkan 2x90 mg/hari. Clopidogrel direkomendasikan untuk
pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor. Loading dose 300
mg dilanjutkan 75 mg setiap hari (Juzar et al., 2018).

Jenis dan dosis antiplatelet (Juzar et al., 2018).

iii. Antikoagulan
Disarankan untuk semua pasien yang menerima terapi
antiplatelet. Fondaparinux memiliki profil keamanan disbanding

22
resiko paling baik. Dosis yang diberikan 2.5 mg setiap hari secara
subkutan. Enoxaparin 1 mg/kg 2x1 apabila fondaprinux tidak
tersedia. UFH (unfractionated heparin) dengan target aPTT 50-70
detik atau LMWH (low molecular weight heparin) lainnya
diindikasikan apabila fondaparinux atau enoxaparin tidk tersedia.
Pada strategi terapi yang konservatif, antikoagulan perlu dilanjutkan
hingga saat pasien KRS (Juzar et al., 2018).

Jenis dan dosis antikoagulan (Juzar et al., 2018).

iv. ACE inhibitor dan angiotensin receptor inhibitor


ACE inhibitor berguna dalam mengurangi remodeling dan
menurunkan angka kematian pasca infark miokard yang disertai
gangguan sistolik jantung dengan taua tanpa gejala klinis gagal
jantung. Pada pasien dengan EF <40%, DM, hipertensi atau penyakit
ginjal kronik, ACE inhibitor diindikasikan untuk penggunaan jangka
panjang kecuali terdapat kontraindikasi (Juzar et al., 2018).

Jenis dan dosis ACE inhibitor (Juzar et al., 2018).

b. STEMI
Terapi reperfusi

23
Dilakukan segera baik dengan PCI (percutaneuous coronary
intervention) atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien
dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan ST elevasi yang
menetap atau LBBB. Pada RBBB dengan gejala iskemi yang
persisten harus dipertimbangkan PCI primer. Terapi reperfusi
diindikasikan bila ada bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang
sedang berlangsung atau bila ada gejala yang telah ada lebih dari
12 jam yang lalu atau bila nyeri dan perubahan EKG tersendat (Juzar
et al., 2018).
Langkap terapi perfusi yaitu, yang pertama tentukan ada atau
tidak rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas PCI, bila tidak ada
langsung berikan terapi fibrinolitik. Bila ada pastikan waktu tempuh
kurang lebih 2 jam. Jika membutuhkan waktu lebih reperfusi pilihan
adalah fibrinolitik. Setelah selesai diberikan, jika memungkinkan
pasien dapat dikirim ke rumah sakit dengan fasilitas PCI (Juzar et al.,
2018).
Jika memilih untuk memberikan fibrinolitik maka
pemberiannya sebaiknya dimulai dalam 10 menit sejak didiagnosa
STEMI. Waktu absolut dari diagnosa STEMI ke terapi reperfusi yaitu
120 menit, jika lebih makan fibrinolitik menjadi pilihan. Setelah
diberikan pasien dirujuk ke RS dengan fasilitas PCI (Juzar et al.,
2018).
i. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
PCI merupakan terpai reperfusi pilihan apabila dilakukan oleh tim
yang berpengalaman dalam waktu 120 menit dari diagnosa. PCI
diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat
atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian
PCI akan tertunda lama dan bila pasien datang denga onset gejala
yang sudah lama.
ii. Terapi fibrinolitik
Direkomendasikan diberikan salam 12 jam setelah onset gejala pasa
pasien tanpa kontraindikasi apabila PCI primer tidak dapat dilakukan.

24
Agen yang spesifik terhadap fibrin (Tenecteplase, altepase,
reteplase) lebih disarankan dibandingkan dengan agen yang tidak
spesifik terhdapa fibrin (streptokinase). Harus diberikan aspirin oral.
Clopidogrel diindikasih diberikan sebagai tambahan untuk aspirin.
Antikoagulan direkomendasikan pada pasien STEMU yang diobati
dengan fibrinolitik sampai revaskularisasi (jika dilakukan) atau
selamat di rawat di RS hinggan 5 hari. Angtikoagulan yang dapat
digunakan yaitu enoxaparin subkutan; unfractionated heparin
secara bolus iv sesuai kgBB dan infus selama 3 hari; pada pasien
yang diberikan streptokinase, fondaparinus iv secara bolus dilajutkan
dengan dosis subkutan 24 jam kemudian (Juzar et al., 2018).

Dosis fibrinolitik dan ko-terapi (Juzar et al., 2018).

25
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien SKA yaitu, gagal jantung
(hipotensi, kongesti paru, syok kardiogenik), aritmia, komplikasi kardiak
(regurgitasi mitral, ruptur jantung, pericarditis, thrombus ventrikel kiri) (Juzar
et al., 2018). Selain itu depresi dan ansietan merupakan kelainan yang
sering dijumpai pada pasien SKA, namun sering underdiagnosed dan
undertreated (Indrajaya, 2018). Malnutrisi dapat meningkatkan resiko
mortalitas dan resiko kejadian vaskular mendatang (Raposeiras et al,
2020).

2.9 Prognosis
Prognosis dari SKA tergantung dari pada tatalaksana dini dan terapi
yang tepat (Mulia et al., 2021). Untuk menilai prognosis dapat
menggunakan stratifikasi resiko menggunakan sistem skoring. Sistem
skoring yang dapat digunakan yaitu TIMI (thrombolysis in myocardial
infarction) dan GRACE (global registry of acute coronary events). Skor TIMI
telah divalidasi untuk prediksi kematian 30 hari dan 1 tahun pada berbagai
spektrum SKA. Skor GRACE ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat
perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah KRS (Juzar et al.,
2018).

26
Skor TIMI (Juzar et al., 2018).

Stratifikasi resiko berdasarkan skor TIMI (Juzar et al., 2018).

27
Skor GRACE (Juzar et al., 2018).

Stratifikasi resiko berdasarkan skor GRACE (Juzar et al., 2018).

28
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien

Nama : Tn. W

Usia : 53 thn

Alamat : Krian

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal MRS : 19 April 2022

Tanggal pemeriksaan : 21 April 2022

No. RM : 188477

Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri dada sejak sehari

Keluhan Tambahan

Berdebar, sesak napas, mual dan muntah (+), lemah

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 hari sebelum MRS. Nyeri
dada dibagian dada kanan dan kiri, tidak menjalar, tidak tembus ke
punggung, terasa seperti ditekan dengan benda tumpul. Pasien juga
mengatakan dada terasa panas seperti terbakar.

29
Nyeri dada disertai rasa berdebar dan sesak napas. Pasien mengatakan
napas menjadi pendek.

Mual dan muntah dirasakan di hari yang sama dengan nyeri dada. Pasien
muntah sebanyak 1 kali sebanyak sekitar 2 gelas.

Pasien mengatakan merasa lemah

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Hipertensi (-) Diabetes Mellitus (-)

Riwayat Keluarga

Hipertensi (-) Diabetes Mellitus (-)

Riwayat Alergi

Disangkal

Riwayat Penggunaan Obat

Disangkal.

Riwayat kebiasaan

Merokok (+), sejak pasien SMP (sekitar 40 tahun), 1 bungkus per hari. Suka
makan gorengan dan suka minum kopi (3-4 gelas/hari)

Riwayat sosial ekonomi

Pasien menggunakan BPJS

30
Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : tampak sakit ringan

Kesadaran/GCS : Compos mentis/456

Tanda Vital

Tekanan darah : 114/75 mmHg

Nadi : 84x/menit, irreguler

Pernapasan : 17x/menit

Suhu : 36,40C

Sp02 : 99%

Status Generalis

Kepala

A/I/C/D: -/-/-/-

Leher

JVP : +- 6 cm H2O

Trakea : Tidak ada deviasi

KGB : Tidak ada pembesaran

Thoraks

Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dinding dada spontan, simetris

Palpasi : Stem fremitus N/N D=S

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Ves (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

31
Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak pada ICS IV MCL S

Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS IV MCL S

Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis D, batas kiri jantung


ICS IV MCL S

Auskultasi : S1 S2 single, reguler

Abdomen

Inspeksi : (-) ascites, (-) hepatomegali

Auskultasi : Bising usus normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Ekstremitas

Akral hangat kering pucat, edema (-/-) CRT < 2s

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap

DL (19/4/2022)
Jumlah Sel Darah
Hb : 10.4 g/dL (menurun)
HCT : 32.1 % (menurun)
WBC : 6.5 ribu/mm3
PLT : 30.1 ribu/mm3
Eritrosit : 3.86 juta/uL (menurun)
RDW-CV : 12.01 %

32
MPV : 8.45 fL

Index
MCV : 83.1 fL
MCH : 26.9 pg
MCHC : 32.4 %

Differential
LYM% : 31.3 %
MONO% : 11.9 % (meningkat)

NEU% : 55.8 %
EOS% : 0.7 % (menurun)
BASO% : 0.3%

Jumlah Total Sel


LYM# : 2.05 ribu/uL
MONO# : 0.78 ribu/uL
NEU# : 3.66 ribu/uL
EOS# : 0.05 ribu/uL
BASO# : 0.02 ribu/uL

(19/4/2022)
GDA : 120 mg/dL
Urea : 69.8 mg/dL (meningkat)
BUN : 32.457

33
Kreatinin : 2.01 mg/dL
SGOT : 87.3 u/L
SGPT : 54.1 u/L
Natrium : 127.1 Meq/L (menurun)
Kalium : 3.66 Meq/L
Clorida : 103.2 Meq/L

Pemeriksaan Radiologi (Foto Thorax)

Kesan:

Tn. W, 53 tahun. Foto diambil pada tanggal 19/4/2022, diambil dengan


posisi PA. Inspirasi cukup. Pencahayaan cukup. CTR 53%, diafragma
bentuk kubah, sinus costophrenicus tajam. Lapang paru tidak terlihat
adanya infiltrate.

34
Kesimpulan:

Foto thorax dengan gambaran jantung Cardiomegaly

EKG

19/4/2022

Interpretasi EKG

Sindroma takiaritmia, multiple ekstrasistol bigeminy dengan irama


junctional akibat sindrom koroner

20/4/2022

35
Interpretasi EKG

Irama sinus, 95x/menit, axis normal, STEMI inferior

21/4/2022

36
Interpretasi EKG

Sinus, 80x/menit, axis normal, Iskemi inferior

Diagnosis

Sindrom koroner akut (STEMI)

Planning

Diagnosis Kerja

Sindrom koroner akut (STEMI)

Terapi

Terapi farmakologis

- Oksigen 3lpm
- Nitroglicerin : nitrokaf 2.5mg 2x1
- Aspirin : loading dose 325mg, maintenance 80mg 1x1
- Clopidogrel: loading dose 300mg, maintenance 75mg 1x1
- Jika memadai lakukan PCI
- Fibrinolitik 1.5 juta unit dalam 100ml NS 0.9% dalam waktu 30-60
menit

Monitoring

Tanda – tanda vital

Cairan yang masuk dan keluar

Keluhan pasien

Efek samping obat yang diberikan

37
Edukasi

Teratur minum obat

Segera berhenti merokok

Kurangi makanan berlemak

Olahraga ringan teratur

38
DAFTAR PUSTAKA

Harun, H., Bahrun, U. and Darmawaty, E.R., 2018. PLATELET-


LYMPHOCYTE RATIO (PLR) MARKERS IN ACUTE CORONARY
SYNDROME (Platelet Lymphocyte Ratio (PLR) sebagai Petanda Sindrom
Koroner Akut). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, 23(1), pp.7-11.
Indrajaya, T., 2018. Depresi, Ansietas, dan Komplikasi Pasca
Sindrom Koroner Akut. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 5(4), p.158.
Jennifer N. Smith, Jenna M. Negrelli, Megha B. Manek, Emily
M. Hawes, Anthony J. Viera
The Journal of the American Board of Family Medicine Mar
2015, 28 (2) 283-293; DOI: 10.3122/jabfm.2015.02.140189
Juzar, D.A., Danny, S.S., Irmalita, T.D., Juzar, D.A. and Firdaus, I.,
2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).
Makki, N.; Brennan, T. M.; Girotra, S. (2015). Acute Coronary
Syndrome. Journal of Intensive Care Medicine, 30(4), 186–
200. doi:10.1177/0885066613503294
Mulia, D.P., Budiarti, A. and Utomo, S., 2021. TATALAKSANA
SINDROM KORONER AKUT-STEMI PADA RUMAH SAKIT RUJUKAN.
Proceeding Book National Symposium and Workshop Continuing Medical
Education XIV.
Raposeiras Roubín, S., Abu Assi, E., Cespón Fernandez, M.,
Barreiro Pardal, C., Lizancos Castro, A., Parada, J.A., Pérez, D.D., Blanco
Prieto, S., Rossello, X., Ibanez, B. and Íñiguez Romo, A., 2020. Prevalence
and prognostic significance of malnutrition in patients with acute coronary
syndrome. Journal of the American College of Cardiology, 76(7), pp.828-
840.

39

You might also like