You are on page 1of 17

MAKALAH

PARMASETIKA DASAR
tentang
SEDIAAN OBAT DALAM BENTUK SALEP

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 :
1.
2.
3.
4.
5.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU
TAHUN 2021-2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya akan membahas
mengenai tentang “Sediaan Obat Dalam Bentuk Salep”.

Makalah ini berisikan tentang sejarah perkembangan farmasi dari masa ke


masa, dari zaman Yunani hingga zaman modern. Dan di dalamnya membahas
tentang momentum, tokoh-tokoh, dan perkembangan farmasi di Indonesia.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun saya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.

Bagu, 4 November 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATAR PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar Teori........................................................................................... 3
B. Macam-Macam Salep.............................................................................. 5
C. Penggolongan Salep................................................................................ 6
D. Syarat Dan Kualitas Bahan Dasar Salep.................................................... 8

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan
pada kulit, yang sakit atau terluka dimaksudkan untuk pemakaian topikal.
Salep digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis,
sehingga diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan kulit agar dapat
memberikan efek yang diinginkan. Salep dapat diartikan sebagai sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lendir . Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok . Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan
obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %.
Sediaan salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam
salep harus halus. oleh karena itu pada saat pembuatan salep terkadang
mangalami banyak masalah, saleb yang harus digerus dengan homogen, agar
semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserab oleh kulit.
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam
keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari
sediaan salep sangat dipengaruhi oleh sifat kimia fisika obat seperti kelarutan,
ukuran partikel dan kekuatan ikatan antara zat aktif dengan pembawanya
serta untuk basis yang berbeda faktor-faktor diatas mempunyai nilai yang
berbeda. Pemilihan formulasi sangat menentukan tercapainya tujuan
pengobatan oleh sebab itu dalam membuat suatu sediaan yang sangat perlu
diperhatikan adalah pemilihan formulasi.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa dasar teori obat salep ?
2. Apa saja macam-macam salep ?
3. Bagaimana penggolongan salep ?
4. Apa saja syarat dan kualitas bahan dasar salep ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dasar teori
2. Untuk mengetahui macam-macam salep
3. Untuk mengetahui penggolongan salep
4. Untuk mengetahui syarat dan kualitas bahan dasar salep

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DASAR TEORI
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi
homogen dalam darsar salep yang cocok (F.I.ed.III)..           
Salep adalah sedian setengan padat yang ditujukan untuk pemakaian
topical kulit atau selaput lender salep tidak booleh berbau tengik kecuali
dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep mengandung obat keras
narkotika adalah 10 %(FI IV).
Menurut R. VOIGT salep adalah gel dengan sifat deformasi plastis
yang digunakan pada kulit atau selaput lendir. Sediaan ini dapat mengandung
bahan obat tersuspensi, terlarut atau teremulasi.
Menurut ansel Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk
pemakaian luar yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus
dan disebut salep mata. Salep mata akan dibicarakan dalam bab yang
berikutnaya. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang
disebutkan terakhir bisanya dikatakan sebagai “dasar salep” (basis ointment)
dan digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung
obat.
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawadibagi dalam 4
kelompok:dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar   salep serap, dasar salep
yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu  dasar salep tersebut.
Dasar salep hidrokarbon, dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep
berlemak antar lain vaselin putih dan salep putiih. Hanya sejumlah kecil
komponen berair dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksud untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai
pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai

3
emolien, dan sukar dicuci , tidak mengering dan tidak tmpak berubah dalam
waktu lama.
Dasar salep serap, dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2
kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur
dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafi hidrofilik dan lanolin
anhidrat), dan kelompok ke 2terdir atas emulsi air dalam minyak yang dapat
bercampurdengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap
juga dapat bermanfaat sebagai emolien.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep ini adalah
emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut
“krim”(lihat kremores). Dasat ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci
dengan air”  karena mudah dicuci dikulit atau  dilap basah, sehingga dapat
diterima untuk dasar kosmetik.beberpa bahan obat dapat menjadi lebih efektif
menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan
lain dari dasar salep ini adalah  dapat diencerkan dengan air dan mudah
menyerap cairan yang terjdi pada kelainan dermatologik.
Dasar salep larut dalam air, kelompok ini disebut juga “dasar salep tak
berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam air seperti parafin,
lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”.

4
B. MACAM-MACAM SALEP
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. secara umum salep dapat   dibedakan menjadi
beberapa tipe yaitu:
1. Salep Berlemak
Senyawa hidrokarbon dan malam juga diaggap termasuk lemak.
Daya menyerap air dari basis adalah sebagai berikut:

100 bagian adeps lanae dapat menyerap air 200 bagian.

100 bagian lanolinum dapat menyerap air 120 bagian.

100 bagian vaselinum dapat menyerap air 10 bagian.

100 bagian vaselinum dengan 5% cera dapat menyerap air 40 bagian

100 bagian vaselinum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 100
bagian.

100 bagian cetylicum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 30


bagian.

2. Pasta Berlemak
Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari
50% zat padat (serbuk).sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin,
parafin cair. Bahan tidak berlemak seperti glycerinum, mucilago atau
sabun dan digunakan sebagai antiseptik atau pelindung kulit.
3. Salep Pendingin
Suatu salep yang mengadung tetes air yang relatif besar. Pada
pemakaian pada kulit, tetes air akan menguap dan menyerap panas badan
yang mengakibatkan rasa sejuk.
4. Krim (Cremor)
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk luar.

5
5. Mikstur Gojog
Suatu bentuk suspensi dari zat padat dalam cairan, biasanya terdiri
air, glycerinum dan alkohol. Mikstur gojog biasanya mengandung 60%
cairan.wadah yang digunakan adalah botol mulut lebar, sebelum dipakai
digojog dulu.sebagai pensuspensi digunakan bentonit.
6. Pasta Kering
Suatu pasta bebas lemak mengandung + 60% zat padat
(serbuk).Dalam pembuatan akan terjadi kesukaran bila dalam resep
tertulis Ichthamolum atau Tumenol ammonium. Adanya zat tersebut akan
menjadikan pasta menjadi encer.
7. Pasta Pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair,
dikenal dengan Salep Tiga Dara.

C. PENGGOLONGAN SALEP
1. Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:
 Unguenta: salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak
mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
tenaga
 Cream (krim): salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit , suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
 Pasta: salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian
kulit yang diolesi.
 Cerata:salep berlemak yang mengandung  persentase lilin (wax)  yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum  labiale).
 Gelones/ spumae/ jelly: salep yang lebih halus umumnya cair dan
sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau
basis,  biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyakk dan
lemak dengan titik lebur rendah. Contohnya: starch jellieas (10%
amilum dengan air mendidih).

6
2. Menurut sifat farmakologinya/terapeutik dan penetrasinya, salep
dapat dibagi:
 Salep epidermis (epidermic ointhment; salep penutup) guna
melindungi kuli dan menghasilkan efek   lokal,  tidak diabsorpsi,
kadang-kadang ditambahkan antisseptik, astringensia untuk
meredahkan rangsanagan atau anestesi lokal. Ds yang baik adalah ds.
Senyawa hidrokarbon.
 Salep endodermis: salep yang bahan obatnya menembus kedalam
kulit, tetapi tidak melalui kulit, terabsorbsi sebagian, digunakan untuk
melunakan kulit atau selaput lendir. Ds yang  baik adalah minyak
lemak.
 Salep diadermis: salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya saalep
yang mengandung senyawa merkuri iodida, beladona.
3. Menurut dasar salep, salep dapat dibagi:
 Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air  atau salep dengan
dasar salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air,
misalnya: campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam.
 Salep hidrofilik yaitu salep yang sukar air; biasanya ds. Tipe M/A.
4. Menurut formularium nasional (fornas)
 Dasar salep 1 (ds senyawa hidrokarbon)
 Dasar salep 2 (ds. serap)
 Dasar salep 3 (ds. Yang dapat dicuci dengan air atau ds. Emulsi M/A)
 Dasar salep 4 (ds. Yang dapat larut dalam air).

7
D. SYARAT DAN KUALITAS BAHAN DASAR SALEP
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil   pada suhu kamar dan kelembaban yang ada
dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak danhomogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi.
3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dandihilangkan dari kulit.
4. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika
dan kimiadengan obat  yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
5. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan.

8
I. FORMULA
Salep Benzokaina
II. RANCANGAN FORMULA
Tiap gram mengandung :
Benzocaine 6%
propil paraben 0,02%
alpha tokoferol 0,05%
propilenglikol q.s
adeps lanae add 100%
III. MASTER FORMULA
Nama produk : Vanzokaina ® salep
Bobot produk : 10 gram
No. reg : DTL 0401605079 A1
No. Bacth : C 010003
IV. PERHITUNGAN BAHAN :
Dibuat 10 gram dilebohkan 10%

 Benzokaina = 6/100 x 11 = 0,66 g

 Propil paraben = 0,02/100 x 11 = 0,002g

 α-Tocoferol = 0,05/100 x 11 = 0,05g

 Propilenglikol (secukupnya)

 Adeps lanae = 10 g – (0,66+0,02+0,05)

= 10 – 1,39

= 8,61 gram.

V. CARA KERJA
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
 Timbang bahan sesuai dengan perhitungan
 Dibuat pengenceran α – Tocoferol 1 capsul dikeluarkan isinya, dan
dicukupkan dengan parafin liquidum
 Dilarutkan benzocaine dengan propilenglikol secukupnya.
 Dimasukkan sebagian basis.

9
 Dimasukkan sisa propilenglikol dan alfa tokoferol
 Dimasukkan sisa basis
 Dimasukkan semua bahan ke dalam tube yang telah ditarer
 Diberi etiket dan brosur.
VI. ALASAN PENAMBAHAN BAHAN
 Benzokain digunakan untuk meredakan nyeri dan gatal-gatal yang
disebabkan luka bakar, gigitan atau sengatan serangga, racun tanaman, luka
kecil atau goresan.
 Benzokain termasuk dalam kelompok obat yang dikenal sebagai anestesi
topikal lokal.
 Cara kerjanya ialah mematikan ujung saraf di kulit. Obat ini tidak
menyebabkan hilang kesadaran seperti obat bius yang umumnya digunakan
untuk operasi.
 Dosis yang digunakan untuk sediaan salep topikal benzocaine yaitu 5-20%.
 Nama Kimia : Aethylis Aminobenzoas, Etil Aminobenzoat
 RM/BM : C9H11NO2/165,20
 Pemerian : Hablur kecil atau serbuk hablur; putih; tidak berbau; agak
pahit disertai rasa tebal
 Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol
(95%) P, dalam kloroform P dan dalam eter P, sangat mudah larut dalam
propilenglikol
 Stabilitas:
 Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
 Terlindung dari cahaya
 Titik Lebur 88-92oC
 Inkompatibilitas: Terurai oleh alkali hidroksida menjadi garam, mencair bila
ditriturasi dengan mentol, phenol, camphor atau resorsinol.

10
Propil Paraben

 Pengawet dibutuhkan pada sediaan semipadat untuk mencegah kontaminasi


penguraian dan pembusukan oleh bakteri dan jamur karena beberapa
komponen dalam sediaan ini menjadi substrat untuk mikroorganisme.
(Lachman : 542)
 Ester paraben dari asam hidroksi benzoat adalah masih populer sebagai
pengawet karena tidak toksik, tidak berbau dan tidak mengiritasi kulit.
(Lachman : 522)
 Metil, etil, propil dan butil ester dari asam p hidroksi benzoat secara umum
digunakan dalam lotio dan cream tangan. Metil ester lebih larut dalam air
sedangkan butil ester kurang (sedikit) larut dalam air. (Balsam : 207)
 Aktivitas pengawet sebagai anti bakteri dan bakteriostatik tergantung pada
koefisien partisi. Pengawet harus memiliki partisi antara fase minyak dan
fase air. Pengawet lebih terpartisi dalam salah satu fase dari fase yang
lainnya maka diperlukan penambahan jumlah pengawet yang ditambahkan
agar kedua fase terlindungi dari pembusukan mikroba. Metil dan propil
paraben umumnya digunakan dalam sediaan semi padat. Kelarutan
keduanya lebih baik dari fase air dan fase minyak dapat diterima.
(Lachman : 517)

Adeps Lanae

 Adeps lanae dapat mengandung tidak lebih dari 0,25 % air. Tidak larut
dalam air tapibercampur tanpa berpisah dengan air 2 kali beratnya (Ansel :
504)
 Adeps lanae adalah bahan murni yang tidak larut mengandung air, diperoleh
dari bulu domba, mengandung ester asam lemak berupa kolesterol,
isokolesterol, oksikolesterol. Biasanya tidak larut dalam air dan dapat
menyerap air 2 kali beratnya. (scoville’s : 345)
 Adeps lanae sangat cepat dan mudah diabsorbsi oleh kulit. Karena karakter
dan komposisi mirip dengan asam lemak yang disekresi oleh kelenjar
sebaseus. (lemak). (Scoville’s : 346)

11
Alfa tokoferol

Antioksidan perlu digunakan untuk mencegah teroksidasinya basis yang


digunakan yaitu adeps lanae.

Propilenglikol digunakan untuk melarutkan zat aktif benzokaine.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dan evaluasi ketiga sediaan yang diformulasikan
dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya yaitu pada proses pembuatan
sangat penting untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing bahan dan
zat yang digunakan, hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan
khusus pada sediaaan yang tentunya memiliki kelarutan dan konsistensi,
serta, sifat kimia fisika yang berbedaa-beda. Selain itu interaksi yang
kemungkinan terjadi antara bahan yang satu dengan bahan lain, serta bahan
dengan alaat dan waadaah yang digunakan juga perlu diperhatikan

B. SARAN
Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan  seorang praktikan
harus benar-banar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan,
sifat dari masing-masing bahan serta interaksi antar bahan yang besar
kemungkinannnya  sangat bias terjadi. Sehingga dengan demikian sediaan
yang diformulasikan akan menghasilkan suatu sediaan yang benar-benar
layak pakai dan seminimal mungkin dapat mengurangi kekurangan dari
sediaan krim tersebut.Selain itu factor lain yang yang perlu diperhatikan
adalah padqa proses pembuatannya,. Dengan mempertimbangkan
karakteristik, konsentrasi dan interaksi dari masig-masing bahan tadi, seorang
praktikan harus mampu merancang dan membuat prosedur kerja yang sebaik
mungkin sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar
evaluasi yang ditetapkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.  Jakarta : UI press

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan


RI

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan


RI

Pharmacopee  Ned edisi V

Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan

Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press

Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press

Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta

Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan

14

You might also like