You are on page 1of 19

MAKALAH PATOFSIOLOGI KEGANASAN PADA

SISTEM SENSORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA ANAK DENGAN RETINOBLASTOMA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
(B15-B NON REGULER)

1.DEWA AYU RIKHA PRADNYADEWI (223221366)

2. NI WAYAN NOVI YANDENI (223221351)

3. NI WAYAN SUKARTINI (223221352)


4. RISQI NUARAINNI (2232213)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


PROGRAM SARJANA STIKES WIRA
MEDIKA
DENPASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenan
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Denpasar, 16 November 2022

Tim Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang

Retinoblastoma adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang paling sering di
jumpai pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan,
melainkan juga kematian. Di negara berkembang, upaya pencegahan dan deteksi dini belum
banyak dilakukan oleh para orang tua. Salah satu sebabnya adalah pengetahuan yang
masihminim mengenai penyakit kanker tersebut.

Dalam penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan 10% anak usia
sekolah memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-anak sulit menceritakan
masalah penglihatan yang mereka alami. Karena itu, skrining mata pada anak sangat
diperlukan untuk mendeteksi masalah penglihatan sedini mungkin. Skrining dan pemeriksaan
mata anak sebaiknya dilakukan pada saat baru lahir, usia 6 bulan, usia 3-4 tahun, dan
dilanjutkan pemeriksaan rutin pada usia 5 tahun ke atas. Setidaknya anak diperiksakan
kedokter mata setiap 2 tahun dan harus lebih sering apabila telah ditemukan masalah spesifik
atau terdapat faktor risiko.

Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang penyakit
retinablastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih kurang diperhatikan.
Dan kami sebagai perawat perlu memahami dan mengetahui mengenai asuhan keperawatan
terhadap pasien dengan retinoblastoma.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori Retinioblastoma ?


2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Retinoblastoma ?

3. Tujuan

Tujuan umum

mengetahui secara umum mengenai penyakit retini blastoma serta asuhan


keperawatan yang tepat terhadap penyakit retino blastoma tersebut.

Tujuan khusus
1. Mengetahui Pengertian dari penyakit retino blastoma.

2. Mengetahui etiologi dari penyakit retino blastoma.

3. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit retina blastoma.

4. Mengetahui patofisiologi dari penyakit retino blastoma.

5. Mengetahui penatalaksanaan terhadap pasien retino blastoma.

6. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien retino blastoma


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia klien
saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral.
Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata
yanglain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk
memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral,
khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006).

2.2 Etiologi

Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. namun dapat juga


diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan
diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan
90% kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10% Gen retinoblastoma
RBI diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada
sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya
cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun
keduamata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa
menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf penglihatan/Nervus Optikus).

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor
dimakula,dapat terlihat gejala awal strabismus. massa tumor yang semakin membesar akan
memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di vitreus (vitreous seeding) yang
menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior
mata ,akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau
hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan infasi tumor melalui
ner8usoptikus ke otak, melalui sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis
jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning
mengkilat, dapat menonjol kebadan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan
perdarahan. karna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe
preaurikular dan submandibuladan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati.
Kanker retina ini pemicunya adalah faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan infeksi
virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di bagiantengah
mata atau retina, membuat mata seolah!olah bersinar bila terkena cahaya. Kemudian kelopak
mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling./api
apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terihat tanda-tanda berupa
mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap
terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi penyakit
retinoblastoma.

2.4 Patofisiologi

Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin
membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan viterus yang
menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata,
akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan infasi tumor melalui
nervusoptikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh
kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat,
dapatmenonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Karna
iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan
submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera , terutati.

2.5 Klasifikasi Stadium

Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi:

1. Golongan I

a. Tumor soliter/ Multiple kurang dari 4 diameter pupil.

b. Tumor multipel tidak lebih dari 4dd, dan terdapat pada atau dibelakang ekuator

2. Golongan II

a. tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator

b. tumor multipel dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator


3. Golongan III

a. Beberapa lesi di depan ekuator

b. tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil

4. Golongan IV

a. tumor multipel sebagian besar >10 dd

b. beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata

5. Golongan V

a. tumor masif mengenai lebih dari setengah retina

b. penyebaran ke viterous

tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan eksoftalmus kemudian
dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya. Menurut
Grabowski dan Cbrahamson, membagi penderajatan berdasarkan tempat utama dimana
retinoblastoma menyebar sebagai berikut :

1. Derajat I intraokular

a. tumor retina.

b. penyebaran ke lamina fibrosa.

c. penyebaran ke ueva.

2. Derajat II orbita.

a. tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan biopsi.

b. nervous optikus

2.6 Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan
localuntuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis
ekstrokular,regional, dan metastatic.

Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindungi.

Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena
diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua
matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik pada waktu
masuk atau setelah gagal pengobatan local.

2.7 Jenis Terapi

1. Pembedahan

Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma. Pemasangan
bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelah prosedur ini, untuk meminimalkan efek
kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama
kehidupan,asimetri wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita. Bagaimanapun,
jika matakontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif mungkin bisa
diambil.Anukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, in8asi ke rongga naterior, atau terjadi
rubeosisiridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk
mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Anuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan
padasaat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari.
Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma,
karena akan menaikkan relaps orbita.

2. External beam radiotherapy (EBRT)

Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan terapiefektif


lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan
pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah harusdibawah
anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada kerjasama yang peratantara dokter
ahli mata dan dokter radioterapi untuk memubuat perencanan. Keberhasilan EBRT tidak
hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi
akan terlihat dengan fotokoagulasi. efek samping jangka panjang dari radioterapi harus
diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhan tulang
orbita, yang akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah
terjadi malignasi skunder.

3. Radioterapi plaque

Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin sering
digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk tumor yang
ukurannya kecil sampai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi, pada
kasusyang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal,
khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara ini menimbulkan malignansi
sekunder.

4. Kryo atau fotokoagulasi 4ara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5
mm) dan dapat diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali
sampai kontrol lokal terapi kryoterapi biasanya ditujukan untuk tumor bagian depan dan
dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara fotokoagulasi
secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik menggunakan laser argon atau
xenon. Eotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat makula atau diskus optikus,
karena bisa meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. kedua
cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.

5. Modalitas yang lebih baru

Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi sebagai terapi
awal untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk mengurabgi ukuran tumor dan membuat
tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna untuk kasus
intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi kemata,
obat ini muncul lagi. Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBRT
atau enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baaik sendiri ataudikombinasi
dengan fincristine dan VP16 atau VM26 setelah digunakan. Sekarangkemoreduksi dilakukan
sebagai terapi awal kasus retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.

6. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas,
prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien
dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secra luas sistem
stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian
didasarkan pada gambaran factor risiko secara histopatologi. Penentuan stadium secara
histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk menentukan risiko relaps. Banyak
peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan
memiliki faktor risiko potensial seperti nervus optikus yang pendek (<5mm), tumor undif
ferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal dan radiasi
intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan.

Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan. 3batyang


digunakan adalah carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid, sikofosfamid,
ifosfamid,vinkristin, adriamisin, dan akhir!akhir ini adalah dikombinasi dengan idarubisin. -
eskipunlaporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preauricular
dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan
hidup yang panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi.
Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan
pendek. hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein
padaretinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi.

7. Komplikasi

1. Glaukoma

2.Katarak

3.Kebutaan

4. antropi mata

8. Pemeriksaan Penunjang

1.oftalmoskopi mata

2. ultrsonograf

3. foto fundus
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN RETINO BLASTOMA

Kasus Retino Blastoma Pada anak

Anak T umur 3 tahun di diagnosa retino blastoma pada mata kanannya setahun yang
lalu.Lima bulan yang lalu, mata kanan anak / di lakukan oprasi pengangkatan tumor . Saat ini
anak / masuk rumah sakit karena di mata kirinya terdapat bercak putih di mata tengahnya.
matanya menonjol terdapat stabismus. Anak mata kirinya visusnya 1/60 dan dari hasil
pemriksaan patologi anatomi d temukan metastase ke otak dan mata kiri. Dari keterangan
keluarga, ternyata nenek pasien pernah menderita kanker servik.

3.1 Pengkajian

Anamnesa
1. Identitas Pasien
a. Nama : Anak T
b. Usia : 3 thn
c. Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Keluhan Utama
Keluhan Utama yang dirasakan pasien adanya penurunan fungsi penglihatan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Satu tahun yang lalu pasien mengalami retino blastoma di mata sebelah kanan.
Kemudian dilakukan tindakan operasi pengangkatan mata. Saat ini di mata kiri pasien
terdapat retino blastoma. Terdapat bintik putih pada mata tepatnya pada retina, terjadi
penonjolan,danterdapat stabismus.
4. Riwayat penyakit keluarga
Dari keterangan keluarga di temukan data bahwa nenek dari pasien pernah
menderitakanker servik.

5.Riwayat penyakit masa lalu


Pemeriksaan Fisik
 B1 : Breathing (Respiratory system) Normal
 B2 : Blood (Cardiovaskuler system ) Normal
 B3 : Brain (Nervous system) nyeri kepala, virus 1/60, strabismus, bola
mata menonjol
 B4 : Bladder (Genitourinary system) Normal
 B5 : Bowel (Gatrointestinal system) Normal
 B6 : Bone (Bone-Muscle-Integument)
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

 Biopsikososial spritual
Gejala : perasaan tidak percaya diri, berbeda dengan teman sebayanya .
Tanda : murung, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung

3.2 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
1 Data Subjektif Gangguan penerimaan Gangguan persepsi
 Pasien menngeluh buram Sensori pada lapisan sensori penglihatan
ketika melihat sesuatu fotoreseptor
Data objektif
 Visus mata kiri 1/60

Ketajaman
penglihatan menurun

2 Data subjektif Keterbatasan lapang Risiko cedera


 Pasien mengeluh pandang (trauma)
pandangannya kabur
Data objektif
 Tajam penglihatan menurun

Risiko tinggi cedera

3 Data subjektif Retinoblastoma Nyeri kronis


 Mengeluh nyeri di
bagianmata kiri
 Meluhan nyeri
saatmenggerakan mata
Data objektif
Metastase lewat aliran
 Akspresi meringis
darah
 Sering menangis
 Bola mata menonjuol

Ke otak

4 Data subjektif Perubahan penampilan Gangguan citra diri


 Pasien mengeluh malu dan takut seterlah oprasi
Data objektif
 Rasa percaya diri berkurang
 Menutup diri

Malu

Gangguan citra diri

5 Data objektif Pembatasan aktivitas Risiko


 Kurang percaya diri keterlambatan
 Suka menyendiri perkembangan
Fungsi motorik
terganggu

Kurang percaya diri

Risiko keterlambatan
perkembangan

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori dari mata
2. Resiko tinggi cidera, berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang
3. Nyeri berhubungan dengan metastase ke otak, penekanan tumor ke arah otak.
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca operasi
5. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas.

3.4 Intervensi Keperawatan


N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o Keperawatan
1 Gangguan  Mengenal  Tingkatkan Pasien bisa
persepsi gangguan stimulus untuk beradaptasi
sensorik sensori dan mencapai input dengan situasi
penglihatan berkompensasi sensori yang yang baru
berhubungan terhadap perubaha n sesuai (misalnya,
dengan peningkatan
gangguan interksi sosial,
penerimaan sediakan radio,
sensori dari televisi, dan jam
mata dinding dengan
angka-angka).
Menghindari
 Mengidentifikas
cedera akibat
i memperbaiki
keterbatasan
potensi
pengelihatan
bahaya dalam
lingkungan.

2 Resiko tinggi  Cedera akibat  Orientasikan Pasien


cidera, keterbatasan lapang kembali pasien mengenali
berhubungan pandang tidak terhadap realitas lingkungan
dengan terjadi. lingkungan bila disekitar
keterbatasan dibutuhkan,
lapang  Jauhi bahaya Pasien nyaman
pandang lingkungan, dan aman

berikan
pencahayaan
yang adekuat.
Menghindari
 Jangan lakukan
kebingungan
perubahan yang
pasien dalam
tidak diperlukan
menjalani
oleh lingkungan
kehidupan
fisik.
sehari-hari

3 Nyeri  Nyeri berkurang  Identifikasi klien Pengetahuan


berhubungan dlam membantu yang mendalam
dengan menghilangkan rasa tentang nyeri
nyerinya dan kefektifan
metastase ke
tindakan
otak,
penghilangan
penekanan
nyeri.
tumor ke arah
otak  Terapi analgetik Terapi
farmakologi
diperlukan untuk
memberikan
peredam nyeri.
4 Gangguan  Konsep diri  Dorong klien untuk Interaksi yang
klien mengarah mencoba
citra diri ke positif mengungkapkan
berhubungan (adaftif) perasaannya meningkatkan
konsep diri
dengan
dimulai dengan
perubahan
mengkaji
penampilan
tentang apa yang
pasca operasi
dirasakan klien
pasca oprasi

 Ajarkan klien untuk


beradaptasi terhadap Meminimalkan
perubahan perubahan yang

penampilannya. ada ke arah


konstruktif.

 Berikan support
sistem (keluarga,
teman dekat dan
Mempertahanka
lain lain)
n kotrak sosial
kekuatan moral
klien dalam
mengahdapi
masalahnya.
5 Risiko  Klien mampu  Bangun rasa percaya Agar klien
keterlambatan berintegrasi dengan diri. mampu

perkembanga program terapeutik melakukan


yang aktifitas
n
direncanakan/dilakuka sendiri/dengan
berhubungan
n untuk pengobatan bantuan orang
dengan
lain tanpa
pembatasan mengganggu
aktivitas program
perawatan

 Tingkatkan rasa
percaya diri dan Agar klien
kemampuan diri mampu dan mau
klien yang positif. melakukan/
melaksanakan
program
perawatan yang
dianjurkan tanpa
mengurangi
peran ser-tanya
dalam
pengobatan/
perawatan diri-
nya.

3.5 Evaluasi

No.
Tgl Catatan Perkembangan Paraf
Dx

1 S : Pasien mengatakan terdapat peningkatan


ketajaman penglihatan
O : Pasien melihat dengan jelas
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
2 S : Pasien tidak mengalami cedera
O : Pasien merasa nyaman
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

3 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang


O : Pasien terlihat rileks dan nyaman
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

4 S : Pasien mengatakan sudah menerima perubahan


fisiknya
O : Pasien terlihat banyak tersenyum
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

5 S : Pasien mengatakan sudah bisa beradaptasi dengan


keadaannya

O : Pasien tampak tenang

A : Masalah teratasi

P : Hentikan intervensi

You might also like