You are on page 1of 2

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 02 Tahun 1972

tentang Pengumpulan Yurisprudensi ditentukan bahwa demi terwujudnya kesatuan hukum,

hanya Mahkamah Agung satu-satunya lembaga konstitusional yang bertanggung jawab

mengumpulkan yurisprudensi yang harus diikuti oleh hakim dalam mengadili perkara.

Contoh yurisprudensi sebagai sumber penemuan hukum dapat dikemukakan

mengenai fiducia (kepercayaan/hal mempercayakan milik kepada orang lain). Dalam hal

gadai, apabila benda gadai dibiarkan tetap dalam kekuasaan yang berhutang (peminjam

barang) atau pemberi gadai adalah tidak sah (KUHPerdata Pasal 1152) oleh karena itu fiducia

sering disebut dengan gadai yang terlarang. Akan tetapi dalam hal fiducia, barang jaminan

(gadai) boleh berada di tangan peminjam uang (pemberi jaminan). Semula hal itu merupakan

hukum kebiasaan, namun kemudian dituangkan atau dikuatkan dalam yurisprudensi, yaitu

Hoge Raad 25 Januari 1929 (Bierbrouwerijarrest: Haan versus N.V. Heinekens

Bierbrouwerij Maatschappij, N.J. 1929, hlm. 616: “Peralihan eigendom untuk jaminan

dengan constitutum, possessorium (fiducia) dibolehkan). Di samping itu juga Hoog

Gerechtshof 18 Agustus 1932 (Bataafse Petroleum Maatschappij versus Pedro Clignet, T

(Indische Tijdschrift van het Recht), 136: 311). Menurut putusan Mahkamah Agung 1

September 1971 fiducia yang dianggap sah hanyalah sepanjang mengenai benda bergerak

saja (Y.I., 1972: 378). Kemudian dengan dikeluarkan Undang-Undang No. 16 tahun 1985

tentang Rumah Susun maka benda tetap (rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu

berdiri) dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani fiducia (Undang-Undang No. 16

tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 12). Di samping itu juga mengenai “beli sewa” yang

tidak diatur dalam perundangundangan ditemukan dasar hukumnya dalam Putusan

Mahkamah Agung 18 Desember 1967 (Jordaan versus Auto handel maatschappij: Chidir

Ali, 1981: 436). Demikian juga dengan “janda”, semula janda hanya sebagai pihak yang

berhak atas warisan (erfgerechtigde): Raad van Justitie Jakarta 26 Mei 1929, (Indische
Tijdschrift van het Recht, 151: 193). Kemudian kedudukannya menjadi ahli waris (putusan

kasasi Mahkamah Agung 13 April 1960, H & M, 1962 No. 4 – 5: 228).1

1
Paulus Effendie Lotulung, Yurisprudensi dalam Perspektif pengembangan Hukum Administrasi di
Indonesia, Pidato Peengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Bogor, 1994.

You might also like