You are on page 1of 22

MAKALAH LITERATUR TAFSIR NUSANTARA

“TAFSIR TAMSYIATUL MUSLIMIN FI TAFSIR KALAM RABB AL-


ALAMIN KARYA K.H AHMAD SANUSI”

Dosen Pengampu : Syukran Abu Bakar, Lc., M.A.

OLEH

Kelompok 6

1. Fitria Chairissa (200303051)


2. Mulia Rahmi (200303058)
3. Nurhaliza Syaifa ( 200303065)

MAHASISWA PRODI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS UIN AR-RANIRY

2022 M/ 1444 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2


BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
BAB II .................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN .................................................................................................... 4
A. Biografi K.H Ahmad Sanusi ........................................................................ 4
B. Rihlah ilmiah ................................................................................................ 5
C. Karya-karya dan Murid K.H Ahmad Sanusi ................................................ 9
D. Sistematika penulisan tafsir........................................................................ 13
E. Corak Penafsiran ........................................................................................ 15
F. Karakteristik kitab tafsir............................................................................. 15
BAB III ................................................................................................................. 20
PENUTUP ............................................................................................................ 20
A. Kesimpulan ............................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ahmad Sanusi adalah seorang putera Sukabumi yang pernah berkiprah
di panggung nasional di era 1920-an, pernah menorehkan tinta emas dalam
sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sehingga tidak heran
apabila beliau diangkat sebagai salah satu perintis kemerdekaan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dan mendapat anugerah penghargaan Bintang
Maha Putera Utama pada tanggal 12 Agustus 1992 dan Bintang Maha Putera
Adipradan pada tanggal 10 November 2009 dari Presiden Republik
Indonesia.1

Tidak kurang dari tiga hasil karya tafsir al-Quran dan sejumlah tafsir
sûrah-sûrah lainnya telah dihasilkan oleh Ahmad Sanusi. Dengan tiga karya
agungnya dalam bidang tafsir al-Quran, yakni: Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr
Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, Raudat al-‘Irfân fî Ma’rifat al-Qur’ân 30 Juz (dua
jilid) dan Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn, tidaklah
berlebihan jika Ahmad Sanusi dipandang sebagai salah satu ulama
tafsir (mufassir) terpenting yang pernah dimiliki Indonesia. Dari ketiga tafsir
tersebut yang menjadi objek kajian pada makalah ini yaitu Tafsir Tamsyiatul
Muslimin Fi Kalam Rabb al-Alamin. Tafsir tersebut berjudul lengkap dan
bertulisan asli Tamsjijjatoel Moeslimin fie Tafsieri Kalami Rabbil ’Alamien.2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi pengarang kitab Tafsir Tamsyiatul Muslimin K.H
Ahmad Sanusi,rihlah ilmiah, guru-guru, murid, serta karya-karyanya.
2. Bagaimana sistematika penulisan tafsir dan corak penafsiran, karakteristik
kitab tafsir dan contoh penafsirannya.
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh kitab tafsir
Tamsyiatul Muslimin

1
Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi “Pemikiran dan Perjuangannya dalam
Pergerakan Nasional”, (Tangerang: Jelajah Nusa, 2014), 1.
2
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi (Jakarta:
Teraju, 2003), cet. ke-1, hlm.54

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi K.H Ahmad Sanusi


K.H. Ahmad Sanusi adalah anak ketiga dari pasangan K.H. Abdurrahim
dan Ibu Empok yang lahir pada malam Jum’at tanggal 12 Muharam 1306 H
atau bertepatan pada tanggal 18 September 1888 di Kampung Cantayan Desa
Cantayan Kecamatan Cantayan Kabupaten Sukabumi. KH. Ahmad Sanusi
atau dikenal dengan sebutan Ajengan Cantayan atau Ajengan Genteng atau
Ajengan Gunung puyuh. Ajengan Sanusi memiliki tujuh saudara dan jika
dilihat dari silsilah keluarga, beliau masih memiliki garis keturunan dengan
Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan3.

Garis keturunan tersebut didapatkan dari kakeknya, yaitu H. Yasin (Ayah


H. Abdurrohim). Adapula yang menyebutkan bahwa H.Yasin masih memiliki
hubungan kekeluargaan dengan raden Anggadipa, seorang bupati Sukapura
yang dikenal dengan sebutan Raden Tumenggung Wiradadaha III, dan dikenal
juga dengan julukan Dalem Sawidak karena memiliki sekitar 60 orang anak.4

Ayahnya, H. Abdurrohim adalah seorang tokoh masyarakat dan pengasuh


sekaligus pemilik pesantren di desanya5. Dengan demikian, K.H. Ahmad
Sanusi dibesarkan dan dididik dalam lingkungan religius di pesantren
Cantayan sampai usia 16 tahun. Pendidikan pertama ajengan Sanusi diperoleh
secara langsung dari orang tuanya. Pendidikan tersebut meliputi membaca al-
Quran sekaligus hafalannya, praktek ibadah, dan ilmu lainnya sampai
pengajaran mengembala hewan. Ayahnya memberikan pengajaran yang unik
dan menarik dalam mengembala hewan. Hewan-hewan yang harus digembala
dan dipelihara disesuaikan dengan jenjang usia ajengan Sanusi. Dari usia tujuh
sampai sepuluh tahun, ajengan Sanusi diberi tugas mengembala kambing.
Kemudian, dari usia sepuluh sampai lima belas tahun diberi tugas
mengembala kerbau, dan setelah usianya menginjak 15 tahun barulah ajengan
Sanusi diberi tugas menjaga kuda, memotong rumput dan membersihkan
kandangnya.6 Pendidikan yang diberikan ayahnya tersebut sangatlah baik,
karena pada dasarnya kemampuan anak tidaklah sama. Oleh karena itu,

3
H. Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan
Sosial, (Tangerang Selatan: Jelajah Nusa, 2016), hlm. 2
4
Mafri Amir dan Lilik Umi Kulsum, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2011), hlm. 76
5
Hanwar Priyo Handoko, “Konsep Pendidikan K.H Ahmad Sanusi”, dalam jurnal Dewantara,
Vol. 1, No. 01 Januari-Juni 2016, hlm. 30
6
Mafri Amir, Literatur Tafsir Nusantara, (Tangerang Selatan: Mazhab Ciputat, 2013)
Cet. 2, hlm. 87.

4
pendidikan apapun yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan dan
jenjang usia anak.

Sebagai seorang putra ajengan,7 Ahmad Sanusi sudah bergelut dengan


pengkajian islam semenjak anak-anak dalam lingkungan keluarganya. Beliau
pertama kali belajar kepada ayahandanya sendiri disamping belajar melalui
pergaulannya secara langsung dengan senior di pesantren ayahandanya.
Namun demikian, pendidikan keagamaan yang lebih serius baru dijalani
Ahmad sanusi pada saat dirinya berusia sekitar 16 tahun.

B. Rihlah ilmiah
Pendidikan keagamaan yang dijalani oleh Ahmad Sanusi tidak hanya
diperoleh dari orang tuanya, melainkan dari beberapa orang ajengan. Dengan
kata lain, beliau mulai belajar dari satu pesantren ke pesantren lain.8 ia
melanjutkan pendidikannya ke beberapa pondok pesantren di Jawa Barat
seperti Cianjur, Garut dan Tasikmalaya. Hal ini untuk memperdalam pelajaran
agama, juga untuk menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan
masyarakat. Setelah merasa cukup menimba ilmu di tanah air, kemudian
Ahmad Sanusi berangkat ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji serta
melanjutkan pendidikannya selama lima tahun. Selama berada di Makkah
Ahmad Sanusi berguru keapada ulama-ulama besar yang ada di Makkah,
antara lain Shaikh Salih Bafadil, Shaikh Ali Maliki, al-Tayyibi dan lain-lain
yang umunya berguru kepada ulama yang bermadzhab Shafi’iyyah.9

Adapun pesantren yang pernah dikunjunginya adalah:

a) Pesantren Selajambe (Cisaat Sukabumi) yang dipimpin oleh ajengan Soleh


dan ajengan Anwar selama kurang lebih 6 bulan.
b) Pesantren Sukamantri (Cisaat Sukabumi) yang dipimpin oleh ajengan
Muhamad Siddiq sekitar 2 bulan.
c) Pesantren Sukaraja (Sukaraja Sukabumi) yang dipimpin oleh ajengan
Sulaeman dan ajengan Hafiz sekitar 6 bulan.
d) Pesantren Cilaku (Cianjur) untuk belajar ilmu Tasawuf sekitar 12 bulan.
e) Pesantren Ciajag (Cianjur) sekitar 5 bulan.
f) Pesantren Gentur Warung Kondang (Cianjur) yang dipimpin oleh ajengan
Ahmad Syatibi dan ajengan Qurtobi sekitar 6 bulan.
g) Pesantren Buniasih (Cianjur) sekitar 3 bulan.
h) Pesantren Keresek Blubur Limbangan (Garut) sekitar 7 bulan.
i) Pesantren Sumur Sari (Garut) sekitar 4 bulan.

7
Ajengan adalah panggilan untuk seorang kyai di tanah Sunda
8
Abdullah Muaz, Ahmad Maymun, dkk .Khazanah Mufasir Nusantara, (Jakarta :
Program Studi Ilmu AlQuran dan Tafsir ) Cet. 1, hlm.2-3
9
Saifuddin, “Haji Ahmad Sanusi: “Ulama dan Pejuang”, Al-Qalam, (1995), 26.

5
j) Pesantren Gudang (Tasikmalaya) yang dipimpin oleh K.H. R. Suja’i
sekitar 12 bulan10.
Setelah mengembara ke berbagai pesantren, akhirnya ajengan Sanusi
pulang ke Sukabumi pada tahun 1909 dan belajar lagi ke pesantren Babakan
Selaawi Baros Sukabumi. Ketika nyantri di pesantren tersebut, ajengan Sanusi
bertemu dengan seorang gadis cantik nan ayu yang bernama Siti Juwariyah.
Gadis itu adalah putri Kyai Haji Affandi dari Kebon Pedes. Lalu pada tahun
1910 ajengan Sanusi menikahi Siti Juwariyah dan beberapa bulan kemudian,
ajengan Sanusi beserta istrinya pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.
Setelah selesai menunaikan ibadah haji, ajengan Sanusi dan istrinya tidak
langsung pulang ke tanah kelahirannya melainkan bermukim terlebih dahulu
di Mekah selama 5 tahun untuk memperdalam ilmu keislaman. Pada
umumnya, para ulama yang didatangi ajengan Sanusi adalah para ulama yang
bermazhab Syafi’i. Selain kalangan ulama, ajengan Sanusi pun mengunjungi
para tokoh pergerakan untuk ditimba ilmunya dan dijadikan teman diskusi.
Berikut beberapa ulama dan tokoh pergerakan yang dikunjungi ajengan
Sanusi: Dari kalangan ulama, di antaranya Syaikh Shaleh Bafadil, Syaikh
Maliki, Syaikh Ali Thayyib, Syaikh Said Jamani, H. Muhamad Junaedi, H.
Abdullah Jawawi dan H. Mukhtar.

Selain belajar, ajengan Sanusi pun pernah mendapat kesempatan mengajar


di Masjidil Haram atas izin guru-gurunya. Hal tersebut menunjukkan
ketinggian dan kedalaman ilmu ajengan Sanusi yang diakui para ulama di
Mekah. Selain itu, ajengan Sanusi dikenal sebagai orang yang berani dan
pandai mengemukakan pendapat. Hal itu pernah dialami ajengan Sanusi ketika
terancam hukuman pacung karena dianggap telah menghina salah seorang
penguasa Mekah dalam pidatonya. Namun beliau terbebas dari ancaman
tersebut karena keberanian dan kepandaian dalam mengemukakan argumen
yang dimilikinya dengan jelas. Keberanian yang tertanam dalam dirinya itu
mengantarkan ajengan Sanusi menjadi seorang Ulama Pergerakan dikemudian
hari yang senantiasa berhadapan dengan penegakan kebenaran, keadilan serta
berjuang untuk bangsa dan bumi pertiwi.

Karir Mengajar di Pesantren

Pada bulan Juli tahun 1915, ajengan Sanusi pulang ke kampung


halamannya untuk mengabdi dan membantu sang ayah mengajar di pesantren
Cantayan. Selama kurun waktu kurang lebih 4 tahun, ajengan Sanusi sudah
banyak dikenal oleh masyarakat karena gaya dan ciri khasnya dalam mengajar
yang berbeda dari para ulama lainnya, termasuk dengan ayahnya. Ajengan

10
H. Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam
Pergolakan Sosial, ( Bekasi : Grafika Offset, 2011) hlm. 4

6
Sanusi mengajar dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan
menerapkan metode halaqah sehingga relatif mudah diterima oleh para santri
dan jama’ahnya. Hal lain yang membuat ajengan Sanusi lebih dikenal
masyarakat adalah setelah beliau dipanggil penguasa setempat untuk
diintrogasi oleh aparat pemerintah Kolonial Belanda (Wadana Distrik
Cibadak, Raden Karnabrata) yang pernah melakukan proses verbal terhadap
sebuah karya yang ditulisnya ketika di Mekah tahun 1914. Kitab tersebut
diberi nama “Nahratuddargham (Suara Singa Wilayah)” yang isinya berupa
pembelaan ajengan Sanusi terhadap surat kaleng yang menjelek-jelekkan
Sarekat Islam.

Aksi pemanggilan dan penahanan ajengan Sanusi membuat rasa simpati


masyarakat terhadap gerak dan langkah perjuangannya semakin meningkat.
Dengan demikian, tidak heran banyak masyarakat berbondong-bondong dari
berbagai daerah untuk mengikuti pengajiannya. Melihat kondisi tersebut, sang
ayah memberi saran untuk mendirikan sebuah pesantren. Kemudian, pada
tahun 1919 ajengan Sanusi mendirikan sebuah pesantren di Kampung
Genteng Babakansirna, Distrik Cibadak Afdeeling Sukabumi. Maka selain
mendapat julukan ajengan Cantayan, beliau pun mendapat julukan ajengan
Genteng.11 Santri pertama ajengan Sanusi adalah para santri ayahnya yang ikut
membantu dan membuka pemukiman baru pesantren Genteng,dan pada tahun-
tahun awal perkembangannya santri yang belajar tidak lebih dari 170 orang.
Pesantren Genteng dijadikan sebuah alat perjuangan bagi ajengan Sanusi
untuk menegakkan syariat Islam di Sukabumi. Oleh karena itu, ajengan Sanusi
tidak hanya berdiam diri menunggu kaum muslimin mendatanginya, tetapi
beliau berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya untuk menyebarkan
pemikiran dan keilmuannya. Metode pembelajaran yang digunakannya
tidaklah berbeda dengan metode yang beliau terapkan di pesantren Cantayan.
Selain menggunakan metode tradisional, yaitu sorogan dan bandungan
ajengan Sanusi lebih sering menggunakan metode halaqah. Metode ini mirip
dengan metode diskusi yang diterapkan di kampus-kampus, sehingga para
santri berhak mengeluarkan pendapatnya secara bebas terkait permasalahan
yang didiskusikan.

Metode halaqah diterapkan bagi para santri yang sudah kelas atas,
sedangkan metode sorogan dan bandungan diterapkan bagi santri yang masih
duduk di tingkat dasar.12 Selain mendirikan pesantren, ajengan Sanusi
mendirikan Majelis Umum untuk pengajian masyarakat luas di beberapa
lokasi, di antaranya di Cikukulu Sukabumi, Cipelang Gede Sukabumi dan
Cijengkol Cianjur. Dalam kurun waktu 6 tahun memimpin pesantren Genteng,

11
Ibid, hlm. 9
12
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi, hlm. 45-46.

7
pemikiran keagamaan ajengan Sanusi sudah ditulis ke dalam beberapa buah
kitab dan majalah yang sengaja diterbitkan. Dengan demikian, gagasan dan
sikapnya banyak dikenal oleh khalayak ramai, serta membuat namanya
menjadi terkenal sampai ke daerah Cianjur, Bogor, Priangan, dan Batavia.
Di tengah-tengah kesibukannya mengajar para santri, ajengan Sanusi
terpaksa harus meninggalkan pesantren Genteng karena ditahan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Setelah masa tahanannya selesai ajengan Sanusi
tidak pulang ke pesantren Genteng, melainkan pulang ke daerah Cipelang
Gede karena beliau masih berstatus tahanan kota sehingga tidak diperbolehkan
pulang ke pesantren. Ajengan Sanusi tinggal di Cipelang Gede selama satu
bulan. Kemudian membeli sebidang tanah di daerah Gunung Puyuh dan
menetap di sana. Kemudian beliau mendirikan sebuah perguruan Syamsul
Ulum pada tahun 1934 yang kini lebih dikenal dengan nama pesantren
Gunung puyuh. Tanah yang dibangun pesantren pada mulanya adalah sebuah
rawa. Oleh karena itu, ajengan Sanusi berinisiatif membangun sebuah
pesantren. Selain itu, banyak pula para santri yang datang untuk menimba
ilmu kepadanya dan mereka tinggal di rumah warga. Ajengan Sanusi adalah
ulama yang cerdas dan produktif melahirkan segudang karya, sehingga modal
yang dipakai beliau untuk membeli sebidang tanah dan mendirikan pesantren
adalah hasil dari karya-karyanya tersebut.

Setting Sosial
Pada bulan Agustus 1927 dekat Pesantren Genteng terjadi insiden
perusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi,
Bandung dan Bogor. Peristiwa ini dijadikan bukti pemerintah Hindia Belanda
untuk menahan dan menangkap beliau. Dengan alasan itulah beliau
mendekam di Cianjur selama 9 bulan sampai bulan Mei 1928. Terus
dipindahkan ke penjara Kota Sukabumi sampai November 1928. Selanjutnya
sejak bulan November 1928 Ahmad Sanusi diasingkan ke Tanah Tinggi
Senen Batavia Centrum, Ahmad Sanusi menunjukkan bahwa beliau sebagai
ulama produktif dalam menulis kitab-kitab. Kitab yang beliau tulis
kebanyakan atas permintaan masyarakat luas untuk membahas dan mengkaji
permasalahan yang berkembang di masyarakat. Pada tahun 1931 para
pengikut beliau mengadakan pertemuan di pesantren Cicurug yang dipimpin
oleh K.H Muhammad Hasan Basri. Materi yang dibahas tentang berbagai
persoalan keagamaan dan kemasyarakatan, lebih-lebih dengan munculnya
berbagai kritikan dari kelompok mujaddid tentang masalah khilafiyah. Dalam
pertemuan inilah muncul gagasan yang disepakati bersama untuk mendirikan
organisasi yang diberi nama AII.13

13
AII singkatan dari Al-Ittihadiyat Al-Islamiyat (Persatuan Umat Islam)

8
Di organisasi ini Ahmad Sanusi lebih banyak memupuk kesadaran politik
para anggotanya melalui diskusi, media massa dan kursus politik. Hal tersebut
bisa dilakukan oleh Ahmad Sanusi karena para anggota AII banyak yang
mengunjungi beliau di Batavia Centrum. Dalam kondisi tersebut AII masih
dapat dikontrol sepenuhnya oleh beliau, karena beliaulah yang memegang
kebijakan tertinggi organisasi. Ahmad Sanusi berhasil membesarkan AII
sehingga organisasi tersebut berkembang sampai di luar sukabumi. Pada
tanggal 3 Juli 1934, Gubernur Jendral de Jonge mengeluarkan keputusan
mengembalikan Ahmad Sanusi ke Sukabumi dengan status tahanan kota. Oleh
karenanya beliau tidak akan dikembalikan ke Pesantren Genteng dan tidak
diperbolehkan melakukan kegiatan di luar kota Sukabumi kecuali atas izin
pemerintah. 14

C. Karya-karya dan Murid K.H Ahmad Sanusi


Setelah mendirikan Pesantren Genteng, Ahmad Sanusi tidak hanya
berdakwah secara lisan (melalui pengajian dan ceramah keagamaan) saja,
akan tetapi beliau berdakwah secara tulisan dengan menerbitkan majalah Al
Hidayat Al islamiyyat dan majalah Al tabligh Al Islami. Karya pertamanya
dalam bidang tafsir adalah Maljâ’ al-Tâlibîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn,
(Tempat Panyalindungan Para Santri dina Nafsiierkeun al-Quran (Tempat
berlindungnya Para Santri dalam Menafsirkan al-Quran). Tafsir ini ditulis
dalam bahasa Sunda dengan huruf Arab (aksara pegon). Seperti terlihat dari
judulnya dalam bahasa Arab yang kemudian diikuti terjemaha dalam bahasa
Sunda Tafsîr Maljâ’ ditujukan khusus bagi masyarakat yang mengerti bahasa
Sunda dan lebih khusus lagi bagi para santri yang berada di pesantren, yang
bisa mengerti huruf Arab.15

Di samping menulis berbagai macam kitab yang telah beliau rintis


semenjak pesantren Cantayan dengan materi bahasanya disesuaikan situasi
dan kondisi yang berkembang saat itu, sehingga Ahmad Sanusi tidak hanya
dikenal sebagai penceramah yang menguasai berbagai disiplin ilmu
keagamaan saja akan tetapi beliau dikenal pula sebagai penulis Kitab yang
produktif. 16 Buah karya K.H Ahmad Sanusi berdasarkan pengakuannya yang
tercantum dalam lampiran Pendaftaran Orang Indonesia Terkemuka yang ada
di Djawa (R.A. 31. No. 2119) adalah 125 judul kitab.17 Adapun judul-judul
tersebut adalah sebagai berikut:

a. Karya dalam bidang Tafsir al-Quran/Ilmu Tajwid


1) Raudhatul Irfan fi Ma’rifat al-Quran
14
Munandi Shaleh, K.H Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam
Pergerakan Nasional,hal.12
15
(Batavia: Habib Usman,1931)
16
Ibid, hal.53
17
Ibid, hlm.53-54

9
2) Tamsyiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al ‘Alamin
3) Tafsir Maljau al-Thalibin
4) Tijanul Gilman (Ilmu Tajwid)
5) Hilyatullisan
6) Sirajul Mukminin
7) Tafsir Surat Yasin
8) Tafsir Surat Waqi’ah
9) Tafsir Surat Tabarak
10) Tafsir Surat ad-Dukhan
11) Tafsir Surat Kahfi
12) Hilaatul Iman (Kaifiat Khatam al-Quran)
13) Silahul Irfan (2 buku dari 2 juz al-Quran)
14) Yasin Waqi’ah (di Gantung Logat dan Keterangannya)
15) Kasyf adz-Dzunun fi tafsir La Yamassuhu Illa al-Muthaharun
16) Tafsir Surat al-Falaq
17) Tafsir Surat an-Nas 18

b. Karya dalam bidang Hadis


1) Tafsir Bukhari (syarah/penjelasan kitab Bukhari)
2) Al-Hidayah (Menerangkan Hadis-hadis Kitab Sapinah/fikih)

c. Karya dalam bidang Ilmu Tauhid/Aqidah


1) Al Lu Lu Un-Nadid (Menerangkan Bahasan Ilmu Tauhid)
2) Matan Ibrahim Bajuri (Gantung Logat)
3) Matan Sanusi (Gantung Logat)
4) Majma’ul Fawaid (Terjemah Qowaidul Aqoid)
5) Tauhidul Muslimin (Tentang Ilmu Tauhid)
6) Terjemah Jauhar Tauhid
7) Al-Mufhimat (Menerangkan tentang Bid’ah dan Ijtihad)
8) Hilyatul Aqli (Bab Murtad)
9) Lu Lu Un-Nadi Ilmu tauhid
10) Al-Muthahhirat (Bab Musyrik)
11) Nurul Yakin (Penolakan Ahmadiah)
12) Usulul Islam
13) Silahul Mahijah Firqah 73
14) Assuyufussarimah (Menolak Macam-macam Bid’ah)

d. Karya dalam bidang Ilmu Fiqh


1) Al-Jauharatul Mardiyah (Fiqih Syafi’i)
2) Terjemah Fiqih Akbar (karangan Imam Hanafi)

18
Hanwar Priyo Handoko, “Konsep Pendidikan K.H Ahmad Sanusi”, hlm. 33

10
3) Hilyatul Gulam (Bab Siam/puasa)
4) Al-Adwiyyatussafiah (Bab Shalat hajat dan Istikharah)
5) Miftah Darussalam
6) Al-Ukud Al-Fahirah
7) Bab Zakat dan Fitrah
8) Qowaninuddiniyah (Bab Zakat)
9) Bab Nikah
10) Bab Tarawih
11) Hidayatuusomad
12) Targib Tarhib
13) Kitab Talqin
14) Bab Kematian
15) Bab Wudhu
16) Bab Bersentuh
17) Bab Air Teh
18) Kasyiful Auhamm (Tentang Menyentuh Al-Quran)
19) Al-Aqwalul Mufidah (Tentang Azan Awal)
20) Kitab Bab Tiung (Kerudung)
21) Diyafah dan Sadaqah
22) Ijtihad Taqlid
23) Al-Uhud fi Hudud78
24) Al-Jaubar al-Mardiyah fi Mukhtar al-Furu asy-Syafi’iah
25) Nurul Yakin fi Mabwi Mazhab al-Li’ayn wa al-Mutanabbi’in
26) Tasyfif Al-Aubam fi ar-Rad’an at-Tabdzir al-‘Awam fi Muftariyat
Cahaya Islam

e. Karya dalam bidang Ilmu Bahasa Arab


1) Durusunnahwiyah (Keterangan Jurumiyah)
2) Bahasan Jurumiyah
3) Kasyfunniqab (Terjemah Qawa’idul I’rab)
4) Matan Sorof Bina
5) Bahasan Nadham Yaqulu (Ilmu Shorof)
6) Tanwirurribat (Syarah Nadham Imriti)

f. Karya dalam bidang Ahlak/Tasawuf/Tariqat/Doa/Aurod


1) Misbah al-Falah (Wiridan Sore dan Subuh)
2) Sirojul Afkar (Wiridan Siang dan Malam)
3) Matlaul Anwar
4) Bab Istigfar
5) Miftahul Gina (Tentang Tasbih)
6) Kitab Asmaul Husna
7) Al-Kawakibuddurriyyah (Do’a Nabi-nabi)
8) Dalilussairin (Menerangkan Keutamaan Shalawat)
9) Asmaul Husna (Dengan Makna dan keutamaannya)
10) Fadoilul Kasbi (Bab Kasab dan Ikhtiar)

11
11) Al-Majama’atul Mufidah (Menerangkan Tiga Kitab)
12) Attamsyiyyatul Islamiyah (Manaqib Imam Empat)
13) Fahrul Albab (Manaqib Wali-wali)
14) Do’a Nabi Ibrahim
15) Mandummat Ar-Rijal (Tawasul Kepada Aulia)
16) Aqaid ad-Durur (Memaknakan Kitab Barjanji)
17) Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani
18) Terjemah Kitab Hikam
19) Al-Jawahirul Bahijah (Tentang adab seorang istri)
20) Pengajaran Istri
21) Tarbiyatul Islam (Menerangkan peradaban Islam)

g. Karya dalam bidang Ilmu Mantiq: Mutiyyatul Gulam (Terjemah Mantiq


Sulam)
h. Karya dalam bidang Ilmu Bade’: Al-Kalimatul Mubayyinah.
i. Karya dalam bidang Ilmu Bayan: Kifayatul Mubtadi’ (Bahasan
Samarqondie Ilmu Bayan)
j. Karya dalam bidang Sejarah

1) Tarikh Ahli Sunnah


2) Liyamul Gaddar (Bab Ayah Bunda Nabi)
3) Miftahur Rahmah (Bab Khadijah)

k. Kitab Jum’ah
a. Tanbihut Thalabah (Khutbah Jum’ah)
b. Bab Jum’ah
c. Sirajul Ummah
d. Fathul Muqlatain (Tentang Pendirian Jum’ah)

l. Kitab Munadoroh: Terjemah Ilmu Munadoroh

m. Lain-lain
1. Tasqiqul Auham (Menolak Majalah Cahaya Islam)
2. Silahul Basil (Menolak Kitab Tazahiqul Bathil)
3. Arru’udiyyah (Menolak Dowabit Qonturiyah)
4. Al-Hidayatul Islamiyah (10 Buku Huruf Latin)
5. Tahdzirul Afkar (Menolak Kitab Tasfiyatul Afkar)
6. Tahdzirul Awam (Menerangkan Kesetiaan Majalah Cahaya Islam)
7. Tolakan kepada Futuhat
8. Kursus Al-Ittihad
9. Pengajaran Al-Ijtihad
10. Tabligul Islam
11. Ad-dalil

12
12. Nurul Iman19
Ketika mengajar di pesantren-pesantren beliau banyak melahirkan ulama-
ulama besar diantaranya ketika mengajar di Pesantren Cantayan, melahirkan
santri angkatan pertama menjadi ulama besar, diantaranya:

a. Ajengan Qomaruddin
b. Ajengan Sirodj
c. Ajengan Marfu
d. Ajengan sholeh
e. Ajengan Mukhtar
f. Ajengan Hafidz
g. Ajengan Zaen
h. Ajengan Badruddin Syarkoni
i. Ajengan Nuryayi
j. Ajengan Oyon
k. Ajengan Nakhrowi
l. Ajengan Masturo
m. Ajengan Uci Sanusi
n. Ajengan Afandi
o. Ajengan M. Fudholi. Dll

D. Sistematika penulisan tafsir


Sistematika penyajian yang digunakan K.H. Ahmad Sanusi dalam
Tamsyiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-‘ Alamin adalah sistematika
penyajian runtut yang mengacu pada urutan mushaf standar (tertib mushafi),
mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas.20

Berikut ini sistematika penyajian yang digunakan K.H Ahmad Sanusi:


a. K.H. Ahmad Sanusi menuliskan nama tafsir menggunakan bahasa Arab,
Latin dan maknanya pada setiap jilid. Arti dari Tamsyiyyatul Muslimin fi
Tafsir Kalam Rabb Al-‘Alamin sendiri adalah menggerakkan seluruh umat
Islam untuk memahami Firman Tuhan Pemilik seluruh alam. Setelah nama
tafsir, beliau menuliskan namanya sendiri sebagai penulis tafsir dengan
bahasa: dikeluarkan oleh H. Ahmad Sanusi bin Abdurrahim.21
b. Pada setiap jilid K.H Ahmad Sanusi menuliskan tahun terbit tafsir.
c. Setelah tahun terbit, K.H Ahmad Sanusi menuliskan alamat rumah dan
nama penerbit.

19
H. Munandi Shaleh, K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pergolakan
Sosial, hlm 58
20
Ahmad Sanusi, Tamsiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-Alamin Jilid 1, (Sukabumi:
Masduki dan al-Ittihad, 1934-1935).
21
Ahmad Sanusi, Tamsiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-Alamin Jilid 1.

13
d. Sebelum menafsirkan ayat, pada halaman pertama setiap jilid K.H Ahmad
Sanusi menulis tanbihat (segala peringatan) yang termuat dalam 5 point.
Point pertama, permohonan maaf penulis kepada pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam tafsirnya, baik itu dari segi susunan ataupun
bahasa Melayu yang digunakan. Point kedua, pernyataan tentang tafsir.
Beliau mengatakan bahwa tafsir ini cukup memberikan penerangan kepada
masyarakat yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Kolonial
Belanda. Point ketiga, permintaan pengarang kepada pembaca agar tafsir
ini diperlihatkan kepada orang lain sebagai wujud amar ma’ruf
(menunjukkan kepada kebaikan). K.H Ahmad Sanusi pun menyertakan
hadis yang mahsyur, yaitu ad-daalu ‘ala al-khoiri kafaa’ilihi (orang-orang
yang menunjukkan kepada kebaikan, maka akan mendapat pahala sama
persis dengan orang yang mengerjakan). Point keempat, pernyataan
tersirat penulis apabila memesan tafsir harus disertakan pula uangnya.
Point kelima, pernyataan bahwa jika tidak ingin berlangganan maka
tafsirnya harus segera dikembalikan.22
e. Setelah itu, pada jilid pertama K.H Ahmad Sanusi memberikan
pendahuluan berupa peringatan dan pengetahuan yang disertai ayat al-
Quran dan artinya.
f. Setelah memberikan pendahuluan kata, K.H Ahmad Sanusi memberikan
penjelasan tentang ta’awuz.
g. Sebelum menafsirkan surat, ajengan Sanusi memberikan penjelasan terkait surat
yang dikaji, mulai dari tempat turun ayat, jumlah ayat, kalimat dan huruf.
h. Setelah memberikan penjelasan terkait surat yang dikaji, barulah K.H
Ahmad Sanusi menafsirkan ayat demi ayat dalam setiap surat. Setiap kata
atau kalimat dalam suatu ayat dipenggal, teks Arab ditulis dan
dicantumkan pula terjemahan di samping teks arab tersebut. Kemudian di
bawah redaksi ayat dan teks terjemahan, diberi transliterasi al-Quran ke
dalam huruf Lain. Setelah itu, barulah penjelasan/penafsiran terkait ayat
yang dikaji.
i. Dalam setiap jilid ajengan Sanusi mencantumkan berita-berita yang
menggemparkan serta alasan dan kebolehan menulis tafsir dengan huruf
Latin dan bahasa Melayu, karena pada saat itu tafsir Tamsyiyyat menjadi
bahan perdebatan.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, beliau menggunakan
metode riwayat, yaitu cara menafsirkan ayat dengan menggunakan ayat lain
yang memiliki hubungan dengannya atau dengan hadits-hadits. Metode ini
adalah metode terbaik dalam menafsirkan Al-Qur’an dan salah satu kitab
Tafsir yang menggunakan metode ini adalah kitab Adhwaul Bayan fi Idhah
Al-Qur’an bil Qur’an karya ulama berdarah Afrika yang bermukim di Tanah

22
Ahmad Sanusi, Tamsiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-Alamin Jilid 1, hlm. 1

14
Hijaz (sekarang Arab Saudi), yaitu Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi.
Metode Kiai Sanusi ini dapat kita cermati dalam penafsirannya, dimana beliau
banyak memasukkan ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dibahas. Terkadang, beliau pun menafsirkan
dengan pemikiran (pendapat sendiri), tetapi lebih dominan menggunakan
riwayat.

E. Corak Penafsiran
Kitab Tafsir Tamsyiyyat karya K.H Ahmad Sanusi ini memiliki corak
yang banyak. Beliau menguasai berbagai ilmu sehingga tak heran jika
penafsirannya terkadang bernuansa Akidah, fikih, tasawuf, dan lain-lain.
Namun, nuansa fikihlah yang lebih dominan dalam tafsirnya. Hal tersebut
dapat kita cermati tatkala beliau menjelaskan tentang masalah-masalah fikih
seperti persoalan haji dan puasa. Beliau membahas persoalan haji sampai
menghabiskan dua puluh halaman dan persoalan puasa sepuluh halaman. Hal
lain yang menunjukkan bahwa tafsir beliau bernuansa fikih adalah
bahwasannya beliau banyak mengutip pendapat imam madzhab dalam
penafsirannya.23

F. Karakteristik kitab tafsir


Tafsir yang bernama lengkap Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsīr
kalām Rabbal-‘Alamīn ini adalah karya tafsir yang ditulis oleh Ahmad Sanusi
sewaktu dia menjalani tahanan kota di Sukabumi. Dalam tafsir ini tulisan ayat
al-Qur‘annya memakai bahasa Arab dan dibawahnya dicantumkan alat bantu
cara baca dengan tekhnik penuliasan transliterasi Arab-Latin. Terjemah serta
uraian global tentang tentang tafsirnya ditulis dengan huruf Latin dan
berbahasa melayu dengan menggunakan ejaan Van Ophusyen. Berbeda
dengan karya tafsir pada umumnya, Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn ini adalah
sebuah karya tulis yang memuat tentang tafsir tetapi memakai format seperti
majalah atau buletin yang terbit secara berkala. Hal ini dalam abad itu
mungkin sebuah terobosan baru yakni, sebuah kitab tafsir memakai format
sebuah majalah.24

G. Contoh-contoh Penafsiran
Bentuk penyajian yang ditempuh oleh Ahmad Sanusi dalam Tafsîr
Tamsyiyyat al-Muslimîn adalah bentuk penyajian global. Yang dimaksud
dengan bentuk penyajian global adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian
karya tafsir dimana penjelasan yang dilakukan cukup singkat dan global, yang
biasanya bentuk ini lebih menitik beratkan kepada inti dan maksud ayat ayat

23
http://muhdarazzarnuji.blogspot.com/p/para-pembaca-yang-budiman-pada-edisi.html diakses
pada tanggal 28 september.
24
Muhammad Indra Nazaruddin, Analisis Terhadap Tafsir Tamsyiatul Muslimin Fi Tafsir Kalam
Rabb Al 'alamin, skripsi.hlm.62

15
yang dikaji. Bentuk ini bisa diidentifikasi melalui model analisis tafsir yang
digunakan, yang hanya menampilkan bagian terjemah, sesekali asbâb al-
Nuzûl, dan perumusan pokok pokok kandungan dari ayat-ayat yang dikaji.

• Misalnya ketika Ahmad Sanusi menafsiran Surah Al-baqarah ayat 26

◌ۚ ‫ﺿﺔً ﻓَ َﻤﺎ ﻓَـ ْﻮﻗَـ َﻬﺎ ۗ◌ ﻓَﺎَ ﱠﻣﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ ٰا َﻣﻨُـ ْﻮا ﻓَـﻴَـ ْﻌﻠَ ُﻤ ْﻮ َن اَﻧﱠﻪُ ا ْﳊَ ﱡﻖ ِﻣ ْﻦ ﱠرِِّ ْﻢ‬
َ ‫ب َﻣﺜَ ًﻼ ﱠﻣﺎ ﺑَـﻌُ ْﻮ‬ َ ‫ﻀ ِﺮ‬
ْ ‫َ َﻻ ﻳَ ْﺴﺘَ ْﺤ ٓﻲ اَ ْن ﻳﱠ‬5‫ا‬ ّٰ ‫ا ﱠن‬
ِ

‫ﻀ ﱡﻞ ﺑِﻪ اِﱠﻻ‬ ِ ‫ﻀ ﱡﻞ ﺑِﻪ َﻛﺜِﻴـﺮا ﱠوﻳـ ْﻬ ِﺪي ﺑِﻪ َﻛﺜِﻴـﺮا ۗ◌ وﻣﺎ ﻳ‬ ِ ‫ ِ ٰ َﺬا ﻣﺜًَﻼ ۘ◌ ﻳ‬5‫ا‬ َ ‫َواَ ﱠﻣﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ َﻛ َﻔ ُﺮْوا ﻓَـﻴَـ ُﻘ ْﻮﻟ ُْﻮ َن َﻣﺎ َذآ اَ َر‬
ُ ََ ًْ ْ َ ًْ ُ َ ُّٰ ‫اد‬
ۙ ِِ
َْ ‫اﻟ ْٰﻔﺴﻘ‬
‫ﲔ‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau syang lebih besar daripadanya, adapun orang-orang yang
beriman, maka mereka mengetahui bahwa perumpamaan itu adalah benar
tuhan mereka, tetapi mereka yang kâfir mengatakan: apakah maksud Allah
menjadikan ini untuk perumpamaan? Dengan perumpamaan itulah banyak
orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak
orang yang diberi petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali
orang-orang yang fâsiq”

Asbab al-Nuzul ayat ini adalah di zaman Nabi, orang-orang musyrik dan
Yahudi, tatkala diturunkannya Surah al-Nahl (tawon), Surah al-Ankabut
(laba-laba), dan juga surah al-Naml (semut), maka mereka berkata: buat apa
Tuhan menceritakan sagala perkara-perkara yang rendah itu? Maka
diturunkanlah ayat ini. 25

Karena dalam pandangan akal binatang yang kecil itu nyata, aneh dan
ajaib. Misalnya seumpama nyamuk, tengoe dan agas, yang semuanya itu
hampir tidak terlihat oleh mata kita kerena ukurannya yang memang sangat
kecil. Padahal hakikatnya semua binatang kecil juga mempunyai gigi, mulut,
tenggorokan, berurat, bertulang dan berusus. Maka menurut ilmu pengetahuan
dan pemeriksaan, tidak akan ada alat yang bisa membuat yang seperti itu,
bahkan walaupun dikumpulkan seluruh manusia sedunia untuk membuat yang
seperti itu, tentu mereka tidak akan berdaya. Maka perumpamaan yang
demikian itu sungguh nyata, menunjukkan kekuasaan yang luar biasa, yaitu
kekuasaan Tuhan.

Kemudian Ahmad sanusi menggaris bawahi kata (Yastahyî) asal katanya


malu,tetapi makna itu mustahil buat Allah, karena malu itu terbitnya daripada
takut dicela. Maka ia mengambil maknanya dengan ( ̳aqibah) malu, yaitu
berpaling atau meninggalkan. Selanjutnya ketika ia menjelaskan kata (idlâl)
25
Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimin, no. 4, Januari 1935, h. 99-101

16
yang mempunyai makna menyesatkan atau bid‘ah,ia terlihat memasukkan
wacana keindonesiannya. Ia mengatakan bahwa tidak semua perkara yang
tidak dilakukan pada zaman Nabi adalah bid‘ah. Sambil mengutip sebuah
hadis, ia mengemukakan bahwa bid‘ah itu tidak semuanya menyesatkan. Ada
juga bid‘ah yang baik.26

• Q.S At-taubah 60
ِّٰ ‫ﺎب واﻟْ ٰﻐ ِﺮِﻣﲔ وِﰲ ﺳﺒِﻴ ِﻞ‬
‫ َواﺑْ ِﻦ‬5‫ا‬ ْ َ ْ َ َْ َ ِ َ‫اﻟﺮﻗ‬ ِّ ‫ﲔ َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ َواﻟ ُْﻤ َﺆﻟﱠَﻔ ِﺔ ﻗُـﻠُ ْﻮﺑُـ ُﻬ ْﻢ َوِﰱ‬ ِ ِ ْ ‫ﺖ ﻟِ ْﻠ ُﻔ َﻘﺮۤا ِء َواﻟ َْﻤ ٰﺴ ِﻜ‬
َْ ‫ﲔ َواﻟْ ٰﻌ ِﻤﻠ‬ ٰ ‫اِ ﱠﳕَﺎ اﻟ ﱠ‬
َ ُ ‫ﺼ َﺪﻗ‬
‫ُ َﻋ ِﻠ ْﻴ ٌﻢ َﺣ ِﻜ ْﻴ ٌﻢ‬5‫ا‬ ِّٰ ‫ﻀﺔً ِﻣﻦ‬ ۗ ِ ‫اﻟ‬
ّٰ ‫ َۗو‬5‫ا‬ َ ّ َ ْ‫ﺴﺒ ْﻴ ِﻞ ﻓَ ِﺮﻳ‬
‫ﱠ‬

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-


orang miskin,pengurus-pengurus zakat, paramu´allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak,orang-orang yang berhutang untuk jalan
Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”

Berdasarkan ayat tersebut ajengan Sanusi menjelaskan bahwa mustahiq


(yang berhak menerima) zakat ada delapan, maka tidak diperbolehkan
memberikannya kepada golongan yang lain. Delapan golongan yang dimaksud
adalah:

1) Fakir (orang-orang yang pendapatannya tidak mampu memenuhi


kebutuhannya, hanya mampu menghasilkan setengah dari kebutuhan, atau
bahkan kurang).
2) Miskin (orang yang mempunyai harta atau penghasilan namun tidak
mencukupi kebutuhan sehingga meminta-minta)
3) Amil (orang yang diperintah untuk mengumpulkan zakat fitrah dan
membagikannya kepada orang yang berhak, dan gugur haknya ‘amil
apabila orang-orang yang mengeluarkan zakat membagikannya sendiri).
4) Mu’allaf (orang yang baru masuk Islam atau lemah imannya).
5) Gharim (orang yang mempunyai hutang karena membereskan permusuhan
diantara dua pihak).
6) Sabilillah (orang yang secara suka rela menjadi tentara melakukan jihad,
membela agama Allah).
7) Riqab (hamba sahaya yang ingin memerdekan dirinya)
8) Ibnu Sabil (orang-orang yang berada dalam perjalanan dan memerlukan
pertolongan untuk kembali kenegaranya).

26
Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimin, no. 4, Januari 1935, h. 102-104

17
Walaupun dalam ayat tersebut dijelaskan demikian, ajengan Sanusi
menjelaskan bahwa mustahiq zakat yang ada dinegeri ini terutama di pulau
Jawa hanya ada lima golongan yaitu: fakir, miskin, mu’alaf, gharim,dan ibn
sabil. Hal itu diungkapkan pula oleh Sajjid Oesman moeftie Batawi. Gagasan
tersebut muncul karena pada saat itu pengolahan zakat fitrah yang dilakukan
oleh Ulama Pakauman dianggap tidak sesuai dengan syariat oleh ajengan
Sanusi.27

H. Kelebihan dan kekurangan

Pada dasarnya setiap karya tentu memiliki aspek kelebihan maupun aspek
kekurangan. Adapun kelebihan dari tafsir Tamsyiyyatul muslimin adalah
sebagai berikut :

1. Pelopor dalam penulisan tafsir menggunakan bahasa Melayu/Indonesia


khususnya didaerah Jawa Barat.
2. Penulisan tafsir Tamsyiyyat disertai dengan transliterasi al-Quran
(mendobel huruf Arab) ke dalam huruf Latin. Hal ini sangat memudahkan
masyarakat yang tidak mampu membaca huruf Arab.
3. Tafsir ini memiliki perbedaan unik dibanding tafsir yang lain,yaitu
diterbitkan setiap sebulan sekali layaknya sebuah majalah atau koran.Pada
saat itu,hal tersebut merupakan suatu terobosan baru bagi penulisan karya
tafsir di indonesia.
4. Penjelasan terhadap ayat al-Quran selalu dikaitkan dengan pengetahuan
umum,seperti sejarah,di ilmu falak, geografi, psikologi, dan yang lainnya.
Hal tersebut dapat menambah wawasan para pembacadi samping
memahami kandungan ayat.

Tamsyiyyatul muslimin memiliki pula beberapa kekurangan di samping


memiliki kelebihan, sebagai berikut :

1. Dalam penyajiannya tafsir ini tidak mencantumkan nomor urut ayat. Hal
ini akan membuat para pembaca kesulitan dalam mencari ayat yang akan
dibahas.
2. Format majalahnya (selain mempunya kelebihan, juga memiliki
kekurangan) dengan bentuk yang diterbitkan tiap edisi satu bulan sekali,
hal ini yang bisa mengakibatkan akan mudah dilupakan oleh para
pembaca karena sifatnya terpisah-pisah.
3. Penulisan tafsir ini tidak diselesaikan sampai 30 juz (tidak ditafsirkan
secara keseluruhan).

27
Muhammad Indra Nazaruddin, Analisis Terhadap Tafsir Tamsyiatul Muslimin Fi Tafsir
Kalam Rabb Al 'alamin, skripsi.hlm.68.

18
Cuplikan

Di dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terdapat secara


berurutan; nomor terbit, judul kitab, pengarang, harga langganan, alamat
pengarang, agen agen Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn, pengumuman, dan
penerbit. Baru terbit empat nomor telah ada permintaan dari pelanggan agar
Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn diterbitkan satu bulan dua kali, tetapi dari
pihak penerbit keberatan karena alat percetakannya tidak memadai. Dalam
cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor enam, tertulis
pengumuman bagi para pelanggan agar mengirimkan uang langganannya dan
menjadi pelanggan baru. Dalam cover depan bagian dalam Tafsîr Tamsyiyyat
al-Muslimîn nomor sepuluh dicantukan surat dari Wedana Batavia yang
mengusulkan agar Tafsir Tamsyiyyat terbit sebulan empat kali dan dinaikkan
harganya. Dalam cover depan Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor sebelas,
tertera pemberitahuan mengenai; agen-agen yang masih punya tunggakan
uang langganan, hanya enam pelanggan yang setuju Tafsîr Tamsyiyyat al-
Muslimîn terbit satu bulan empat kali. Dalam cover depan bagian luar Tafsîr
Tamsyiyyat al-Muslimîn nomor tiga belas diberitahukan bahwa yang setuju
Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn terbit satu bulan empat kali telah mencapai
enam belas agen.

Dalam setiap Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn secara umum dan ada pula
nomor-nomor yang tidak ada dalam cover belakang bagian luarnya ditulis
sebuah peringatan-peringatan; pertama, meminta agar setiap kesalahan dalam
redaksi dan struktur bahasanya dapat dikritisi. Ke-2, Tafsîr Tamsyiyyat al-
Muslimîn adalah tafsir yang memuat hadis-hadis, kisah-kisah dan madzha-
madzhab baik fiqh maupun theologi. Ke-3, meminta supaya Tafsîr
Tamsyiyyat al-Muslimîn terus diterbitkan dan ditingkatkan.

Tafsîr Tamsyiyyat al-Muslimîn disetiap awal sûrah, diurai dengan detail


masalah yang berkaitan dengan surat yang dikaji. Misalnya tentang jumlah
ayat, tempat turunnya ayat, tema-tema yang menjadi pokok kajian dalam
sûrah, nama-nama lain dari surat tersebut, dan seterusnya. Salah satu contoh
pada kasus sûrah al-Fâtihah. Disini Tafsîr Tamsyiyyat menguraikan nama-
nama lain dari surat yang telah diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW,
seperti: Umm al-Qurân, Al-Sab‘ul al-Matsânî’ dan lain sebagainya.28

28
Ahmad Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn (Sukabumi: Al-
Ittihâd, 1934), no. 1,Oktober 1934, hal.13

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kitab Tafsir Tamsyiatul Muslimin fii Tafsir Kalam Rabb al-


‘Alamin (Arab: ‫ )ﺗﻤﺸﯿﺔ اﻟﻤﺴﻠﻤﯿﻦ ﻓﻲ ﺗﻔﺴﯿﺮ ﻛﻼم رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ‬yang artinya
“Menggerakkan Seluruh Kaum Muslimin Dalam Memahami Tafsir
Firman Rabb Semesta Alam.” Sang penyusun yang bernama KH. Ahmad
Sanusi atau dikenal dengan sebutan Ajengan Cantayan atau Ajengan
Genteng atau Ajengan Gunungpuyuh lahir di Desa Cantayan, Cibadak,
Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 18 September 1888 merupakan
tokoh Sarekat Islam dan pendiri Al-Ittihadiyatul Islamiyah (AII), sebuah
organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, social
kemasyarakatan, dan ekonomi. Beliau juga yang mendirikan Persatuan
Umat Islam Indonesia (PUII), selain itu beliau juga pendiri Pondok
Pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi dan pernah menjadi anggota Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
pada tahun 1945.
2. Kyai Sanusi dikenal sebagai ulama yang produktif menghasilkan banyak
karya tulis/kitab. Jumlah karya tulis/kitab sang kyai telah mencapai 125
judul kitab, baik dalam bidang Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Tauhid/Akidah,
fikih, Ilmu Bahasa Arab, Tasawuf, Manthiq, Balaghah, Sejarah, dan lain-
lain. Untuk karya tulis beliau dalam bidang Tafsir Al-Qur’an berjumlah 17
karya, salah satu karya tulis beliau dalam bidang tafsir yaitu kitab
Tamsyiatul Muslimin fii Tafsir Kalam Rabb al-‘Alamin.
3. Kitab Tafsir Tamsyiatul Muslimin ini disusun atas permintaan masyarakat
luas dan motivasinya sendiri sebagai bentuk dakwah, karena pada saat itu,
kiai Sanusi tidak dapat berjumpa dengan masyarakat secara bebas. Dengan
demikian, Kiai Sanusi mengungkapkan gagasannya dan menyampaikan
ilmunya melalui tulisan. Kitab Tafsir berbahasa Melayu tersebut disusun
ketika beliau menjalani tahanan di Kota Sukabumi (sebagai tahanan kota)
dan diterbitkan setiap bulan sekali layaknya majalah. Tafsir ini tidak hanya
dibaca oleh anggota AII saja, melainkan dibaca pula oleh kalangan
birokrat.
4. Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, beliau menggunakan
metode riwayat, yaitu cara menafsirkan ayat dengan menggunakan ayat
lain yang memiliki hubungan dengannya atau dengan hadits-hadits.
Metode ini adalah metode terbaik dalam menafsirkan Al-Qur’an dan salah

20
satu kitab Tafsir yang menggunakan metode ini adalah kitab Adhwaul
Bayan fi Idhah Al-Qur’an bil Qur’an karya ulama berdarah Afrika yang
bermukim di Tanah Hijaz (sekarang Arab Saudi), yaitu
Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi. Metode Kiai Sanusi ini dapat
kita cermati dalam penafsirannya, dimana beliau banyak memasukkan ayat
dan hadits-hadits yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang
dibahas.
5. Adapun cara Kiai Sanusi menafsirkan Al-Qur’an adalah dengan
memenggal setiap kata atau kalimat dalam suatu ayat, teks Arab ditulis
dan dicantumkan pula terjemahan di samping teks Arab tersebut.
Kemudian di bawah redaksi ayat dan teks terjemahan, diberi tansliterasi
Al-Qur’anke dalam huruf Latin. Setelah itu,barulah penjelasan/penafsiran
terkait ayat yang dikaji. Kitab Tafsir Tamsyiyyat karya Kiai Sanusi ini
memiliki nuansa yang banyak. Beliau menguasai berbagai ilmu sehingga
tak heran jika penafsirannya terkadang bercorak Akidah, fikih, tasawuf,
dan lain-lain. Namun, nuansa fiqihlah yang lebih dominan dalam tafsirnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Muaz, Ahmad Maymun, dkk .. (2020). Khazanah Mufasir


Nusantara, Jakarta : Program Studi Ilmu AlQuran dan Tafsir , Cet. 1

Ahmad Sanusi, Tamsiyyatul Muslimin fi Tafsir Kalam Rabb Al-Alamin Jilid 1

Ahmad Sanusi, Tamsyiyyat al-Muslimîn fî Tafsîr Kalâm Rabb al-‘Âlamîn


Sukabumi: Al-Ittihâd, 1934.

http://muhdarazzarnuji.blogspot.com/p/para-pembaca-yang-budiman-pada-
edisi.html diakses pada tanggal 28 september 2022.

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia: dari Hermeneutika hingga


Ideologi, Bandung: Teraju, 2003.

Mafri Amir dan Lilik Umi Kulsum, Literatur Tafsir Indonesia, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011)

Muhammad Indra Nazaruddin, 2007, “ Kajian Tafsir Indonesia : Analisis


Terhadap Tafsir Tamsyiatul Muslimin Fi Tafsir Kalam Rabb Al 'alamin K.H
Ahmad Sanusi, Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta.

Shaleh Munandi K.H. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya


dalam Pergolakan Sosial, Bekasi: Grafika Offset,2011.

22

You might also like