Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 5 Tafsir Almisbah Salinan Salinan
Kelompok 5 Tafsir Almisbah Salinan Salinan
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Literatur Tafsir Nusantara)
Dosen Pengampu: Syukran Abu Bakar,LC.,MA.
Disusun Oleh:
Kelompok 5
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB 1 ........................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
LATAR BELAKANG............................................................................................................ 3
BAB 2 ........................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
A. BIOGRAFI MUHAMMAD QURAISH SHIHAB ......................................................... 4
Rihlah Ilmiyah .................................................................................................................... 5
Karya-Karya M.Quraish Shihab ......................................................................................... 6
B. METODE,SISTEMATIKA,DAN CORAK PENAFSIRAN .......................................... 7
Metode ................................................................................................................................ 8
Sistematika.......................................................................................................................... 9
Corak ................................................................................................................................ 11
Pendekatan Tafsir Al-Misbah ........................................................................................... 13
C. CONTOH TAFSIR AL-MISBAH ................................................................................ 13
D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN............................................................................ 15
Kelebihan .......................................................................................................................... 15
Kelemahan ........................................................................................................................ 15
E. KESIMPULAN ............................................................................................................. 16
Cuplikan............................................................................................................................ 17
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pada garis besarnya, penafsiran Al-Qur’an itu dilakukan melalui empat metode, yaitu:
metode Ijmali (global), Tahlili (analitis), Muqarin (perbandingan), dan Maudhu’i (tematik).
Lahirnya metode-metode tafsir tersebut merupakan implementasi dan respon atas tuntutan
perkembangan zaman yang selalu dinamis. Pada umumnya orang yang hidup pada masa Nabi
Saw dan sahabat, adalah ahli dalam bahasa arab dan mengetahui secara baik latar belakang
turunnya ayat (Asbab al-Nuzul), serta mengalami langsung situasi dan kondisi umat ketika
ayat Al-Qur’an turun. Dengan demikian, mereka relatif dapat memahami ayat-ayat Al-Qur’an
secara benar, tepat, dan akurat.
Pada periode berikutnya, umat Islam semakin majemuk, terutama setelah tersebarnya
Islam di luar tanah Arab. Kondisi ini membawa konsekuensi logis terhadap perkembangan
ilmu tafsir. Akibatnya, para pakar tafsir ikut mengantisipasinya dengan menyajikan
penafsiran ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kehidupan umat
yang semakin beragam, dari sinilah lahir istilah tafsir modern.
Salah satu yang mendorong lahirnya tafsir modern adalah semakin melebar, meluas, dan
mendalamnya perkembangan aneka ilmu, dan semakin kompleksnya persoalan yang
memerlukan bimbingan Al-Qur’an. Disisi lain, kesibukan dan kesempatan waktu yang
tersedia bagi peminat tuntuan itu semakin menuntut gerak cepat untuk meraih informasi dan
bimbingan.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut di atas, ulama tafsir pada abad modern
menawarkan tafsir Al-Qur’an dengan metode baru, yang disebut dengan metode Maudhu’i
(tematik).
BAB 2
PEMBAHASAN
1 Saiful Amin Ghafur, Biografi Para Mufasir Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2008),
hal. 236.
2
Atik Wartini, Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Al-Mishbah, dalam Hunafa: Jurnal Studi
Islamika, vol. 11, no. 1, juni 2014, hal. 114
3 Alwi Shihab, Islam Insklusif: Menuju Terbuka dalam Agama, (bandung: Mizan, 1999), hal. V.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
(Bandung: Mizan, 2003), hal. 6.
5
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
hal. 5.
Rihlah Ilmiyah
Pendidikan formal yang ditempuh oleh M. Qurais Shihab, dimulai dari Sekolah Dasar di
Ujung Pandang, kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Menengah, sambil belajar agama di
Pondok Pesantren Dar al-Hadith al-Fiqhiyyah di kota Malang, Jawa Timur (1956-1958).6
Pada tahun 1958, ketikaia berusia 14 tahun ia melanjutkan pendidikan ke Al-Azhar Kairo
Mesir untuk mendalami studi keislaman, dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar.
Setelah selesai, M. Quraish Shihab berminat melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar
pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, tetapi ia tidak diterima karena belum
memenuhi syarat yang telah ditetapkan karena itu ia bersedia untuk mengulang setahun guna
mendapatkan kesempatan studi di Jurusan Tafsir Hadis walaupun jurusan-jurusan lain
terbuka lebar untuknya. Pada tahun 1967 ia dapat menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan
gelar Lc. Karena “kehausannya” dalam ilmu al-Qur’an ia melanjutkan kembali
pendidikannya dan berhasil meraih gelar MA pada tahun 1968 untuk spesalisasi di bidang
tafsir al-Qur’an dengan tesis berjudul “al-I’ja>z at-Tashri’i al-Qur’a>n al-Kari>m” dengan
gelar M.A.7
Setelah meraih gelar MA. M. Quraish Shihab tidak lansung melanjutkan studinya ke program
doktor, melainkan kembali ke kampung halamannya di Ujung Pandang. Dalam periode lebih
kurang 11 tahun (1969-1980) ia terjun ke berbagai aktifitas, membantu ayahnya mengelola
pendidikan di IAIN Alauddin, dengan memegang jabatan sebagai Wakil Ketua Rektor di
bidang Akdemis dan Kemahasiswaan (1972-1980), koordinator bidang Perguruan Tinggi
Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur.
Selain di luar kampus M. Quraish Shihab dipercaya sebagai Wakil Ketua Kepolisian
Indonesia Bagian Timur dalam bidang penyuluhan mental. Selama di Ujung Pandang ia
melakukan berbagai penelitian, di antaranya dengan tema:“Penerapan Kerukunan Hidup
Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan“Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” (1978).
Pada tahun 1980 M. Quraish Shihab kembali ke Kairo, Mesir untuk melanjutkan
pendidikannya, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur’an, dalam kurun waktu dua
tahun (1982) ia berhasil meraih gelar doktor dengan disertasi yang berjudul “Naz}m al-Durar
li al- Biqa’i Tahqi>q wa Dira>sah” (suatu kajian terhadap kitab Naz}m al-Durar karya al-
Pada tahun 1984 beliau pindah tugas dari IAIN Alaudin, Ujung Pandang ke Fakultas
Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sini M. Quraish Shihab aktif mengajar
dalam bidang tafsir dan ulum al-Qur’an di program S1, S2, dan S3. dan beliau juga mendapat
jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta dalam dua periode yaitu pada tahun 1992-1996 dan
1997-1998, ia juga dipercaya menjadi Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal
tahun 1998, pada kabinet terakhir Soeharto, kabinet Pembangunan IV. Pada tahun 1999, M.
Quraish Shihab diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk negara Republik
Arab Mesir yang berkedudukan di Kairo.
8
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,... 6.
Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’i (Nadzmu ad duru FiTanasubil Ayat wa as-Suwar), Seorang Mufassir asal
9
10. Asmâ' al-Husnâ; Dalam Perspektif al-Qur'an (4 buku dalam 1 boks), (Jakarta: Lentera
Hati, 2008). 11. Ensiklopedian al-Quran: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007).
15. Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah (Bandung: Mizan, 1999). 16. Fatwa-Fatwa
Seputar Wawasan Agama (Bandung: Mizan, 1999).
17. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir Al Quran (Bandung: Mizan, 1999).
18. Haji Bersama Quraish Shihab Panduan Praktis Menuju Haji Mabrur (Bandung: Mizan,
1999),
19. Panduan Puasa bersama Muhammad Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika,
Nopember 2000).
20. Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surah al-Fatihah, (Jakarta: Untagama, 1988).
21. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentara Hati, 1996).
22. Studi Kritis Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridha, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1994).
23. Tafsir al-Qur'an al-Karim atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1997).
24. Pengantin al-Qur'an; Kalung Permata Buat Anak-anakku, (Jakarta: Lentera Hati, 2009).
25. Mukjizat al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan
Gaib, (Bandung: Mizan, 1997).
26. Sahur Bersama Muhammad Quraish Shihab di RCTI, (Bandung: Mizan, 1997)
Dalam berbagai karyanya, M. Quraish Shihab lebih memilih metode maudlu’i dalam
menyajikan pemikirannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini dilakukan karena
metode maudlu’i (tematik) ini dapat mengungkapkan pendapat-pendapat al-Qur’an al-karim
tentang berbagai masalah kehidupan, dan juga menjadi bukti bahwa ayat-ayat al-Qur’an
sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat. Berbeda dengan
hasil karyanya yang fenomenal tafsir al-Mishbah beliau menggunakan metode tahlili.
Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan
kepada al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-
Qur'an. Menurut Muhammad Husain al- Dhahabi, bahwa corak penafsiran ini terlepas dari
kekurangannya berusaha mengemukakan keindahan bahasa (balaghah) dan kemukjizatan al-
Qur'an, menjelaskan makna-makna dan saran-saran yang dituju oleh al-Qur'an,
mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang
dikandungnya membantu memecahkan segala problema yang dihadapi umat Islam khususnya
dan umat manusia pada umumnya melalui petunjuk dan ajaran al- Qur'an untuk mendapatkan
Misalnya ketika Quraish Shihab menafsirkan QS. Al-Fa>tih}ah (1) : 7, kata al-D}a<lli>n
berasaldari kata d}alla. Tidak kurang dari 190 kali kata tersebut terulang dalam al-Qur’an
dalam berbagai bentuknya. Sedangkan kata d}alla dalam bentuk al- Dallun (huruf lam di
dhommah) ditemukan sebanyak 5 kali. Kata ini pada mulanya memiliki makna kehilangan
jalan, bingung, dan tidak mengetaui arah. Makna- makna tersebut berkembang sehingga kata
itu juga bisa mengandung arti binasa dan terkubur. Kata d}alla dalam pengertian immaterial
memiliki makna sesat dari jalan kebajikan atau lawan dari petunjuk.
Dari penggunaan al-Qur’an yang beraneka ragam tersebut dapat disimpulkan bahwa d}alla
dalam berbagai bentuknya mengandung arti tindakan atau ucapan yang tidak menyentuh
kepada kebenaran.13 Tafsir al-Mis}ba>h disajikan dalam bahasa yang ringan, enak dibaca dan
mudah dipahami oleh berbagai kalangan, tidak heran jika karya ini di minati oleh berbagai
elemen masyarakat, mulai dari kalangan intelektual muslim hingga seorang musisi.
Sistematika
Sebelum masuk ke Surat, terdapat pendahuluan yang menjelaskan tentang: Jumlah
ayat, tempat diturunkannya surat tersebut, surat yang diturunkan sebelum surat tersebut,
pengambilan nama surat, hubungan dengan surat yang lain, serta gambaran menyeluruh
tentang isi surat dan asbabun nuzul.
Diantara kelebihan tafsir ini adalah: Setiap Surat dikelompokkan menurut kandungannya,
diberikan penjelasan terhadap kalimat yang terdapat dalam ayat, pada beberapa kalimat/kata,
diberikan rujukan bagi pembaca jika ingin mengetahui penjelasan lebih lanjut, menyebutkan
sumber (yang mengeluarkan) pendapat, serta dalam penerjemahan/penjelasan ayat, diberikan
kalimat-kalimat tambahan sebagai penegasan (penjelasan).
13
Quraish, al-Mis}ba>h (Pesan, Kesan , Keserasian al-Qur’an), (Jakarta : Pelita Hati), Vol. 15, 11.
Mishbah wajah baru dilengkapi dengan navigasi rujukan silang, dan dikemas dengan bahasa
yang mudah dipahami serta pengemasan yang lebih menarik.
Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt
sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada
lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan
al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat,
kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Quraish Shihab juga memasukkan tentang
kaum Orientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil
melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada
bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karir Nabi Muhammad saw.
Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran
mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan
gambaran orang-orang yang taat. Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir,
tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq as-Sathibi (w.790
H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad
ibn Abdullah Az-Zarkasi (w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-
Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran. Tafsir al-Misbah terdiri dari 15 volume:
3. Al-Ma’idah
4. Al-An’am
Corak
Tafsir al-Misbah cenderung bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan (adabi al-
ijtimā’i) yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara
mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur'an secara teliti. Kemudian menjelaskan makna-
makna yang dimaksud al-Qur'an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, dan
seorang mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur'an yang dikaji dengan
kenyataan sosial dengan sistem budaya yang ada. corak penafsiran ini ditekankan bukan
hanya ke dalam tafsir lughawi, tafsir fiqh, tafsir ilmi dan tafsir isy'ari akan tetapi arah
penafsirannya ditekankan pada kebutuhan masyarakat dan sosial masyarakat yang kemudian
disebut corak tafsir Adabi al- Ijtimā'i.14
Corak tafsir al-Misbah merupakan salah satu yang menarik pembaca dan menumbuhkan
kecintaan kepada al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-
rahasia al-Qur'an.15 Menurut Muhammad Husein al- Dzahabi, corak penafsiran ini terlepas
dari kekurangan berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan kemu’jizatan al-Qur’an,
menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju oleh al-Qur’an, mengungkapkan
hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang di kandung, membantu
memecahkan segala problem yang dihadapi umat Islam khususnya dan umat manusia pada
umumnya, melalui petunjuk dan ajaran al-Qur’an untuk mendapatkan keselamatan di dunia
dan akhirat serta berusaha mempertemukan antara al-Qur’an dengan teori- teori ilmiah yang
benar. Di dalam al-Qur’an juga berusaha menjelaskan kepada umat manusia bahwa al-
Qur’an adalah kitab suci yang kekal, yang mampu bertahan sepanjang perkembangan zaman
dan kebudayaan manusia sampai akhir masa, yang berusaha melenyapkan kebohongan dan
14 Fajrul Munawwir, Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga (dkk), Metodologi Ilmu
Tafsir, (Yogyakarta: Teras 2005), 138.
15
Said Agil Husein al-Munawar, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), 71.
keraguan yang dilontarkan terhadap al-Qur’an dengan argumen yang kuat dan mampu
menangkis segala kebatilan, sehingga jelas bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar.16
Ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak sastra budaya dan
kemasyarkatan. Pertama, menjelaskan petunjuk ayat al-Qur'an yang berkaitan langsung
dengan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al- Qur'an itu kitab suci yang kekal
sepanjang zaman. Kedua, penjelasan-penjelasnnya lebih tertuju pada penanggulangan
penyakit dan masalah-masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat, dan ketiga,
disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar.
Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab memenuhi ketiga persyaratan tersebut. Kaitannya
dengan karakter yang pertama, tafsir ini selalu menghadirkan penjelasan akan petunjuk
dengan menghubungkan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al-Qur'an itu kitab
suci yang kekal sepanjang zaman. Kemudian karakter kedua, Quraish Shihab selalu
mengakomodasi hal-hal yang dianggap sebagai problem di dalam masyarakat. Kemudian
yang ketiga dalam penyajiannya, tidak dapat diragukan, ia menggunakan bahasa yang
membumi. M. Quraish Shihab menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh kalangan
umum khususnya masyarakat Indonesia. Sehingga jika dibandingkan dengan tulisan- tulisan
cendekiawan muslim Indonesia lainnya.
Karya-karya M. Quraish Shihab pada umumnya dan Tafsir al-Misbah pada khususnya, tampil
sebagai karya tulis yang khas. Memang, setiap penulis memiliki gaya masing-masing. Dalam
memilih gaya bahasa yang digunakan, M. Quraish Shihab lebih mengedepankan kemudahan
konsumen/pembaca yang tingkat intelektualitasnya relatif lebih beragam. Hal ini dapat dilihat
dalam setiap bahasa yang sering digunakan M. Quraish Shihab dalam menulis karya-
karyanya mudah dicerna dan dimengerti oleh semua lapisan khususnya di Indonesia.
Tafsir Al Mishbah secara garis besar memiliki corak kebahasaan yang cukup dominan. Hal
ini bisa difahami karena memang dalam tafsir bil ra’yi pendekatan kebahasaan menjadi dasar
penjelasannya dalam artian dengan cara menggunakan fenomena sosial yang menjadi latar
belakang dan sebab turunya ayat, kemampuan dan pengetahuan kebahasaan, pengertian
kealaman dan kemampuan Intelegensia. 17
16
Abdul Hayy Al-Farmawy, Metode Tafsir dan Cara Penerapannya, (Bandung: Pustaka Setia, 2002),
71-72.
17 Abdul Mu’in Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), 99.
Pendekatan Tafsir Al-Misbah
M. Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi dengan
pendekatan kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan
yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Pendekatan
kontekstual adalah pendekatan yang berorientasi pada konteks penafsir al-Qur’an. Bentuk
pendekatan ini menggunakan kontekstualitas dalam pendekatan tekstual yaitu latar belakang
sosial historis di mana teks muncul dan diproduksi menjadi variable penting. Serta ditarik
kedalam konteks penafsir di mana ia hidup dan berada, dengan pengalaman budaya, sejarah
dan sosialnya sendiri. Oleh karena itu, sifat gerakannya adalah dari bawah ke atas, yaitu dari
konteks menuju teks.18
Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik
tahlili maupun maudhu’i, diantaranya adalah bahwa al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang
tak terpisahkan. Dalam menafsirkan beliau tidak luput dari pembahasan ilmu al-munasabah
ayat yang tercermin dalam enam hal:
sesudahnya;
ْ َاحدَةٍ َّو َج َع َل ِم ْن َها زَ ْو َج َها ِليَ ْسكُنَ اِلَ ْي َه ۚا فَلَ َّما تَغَشّٰى َها َح َمل
ت َح ْم اًل ْ ه َُو الَّذ
ِ ِي َخلَقَكُ ْم ِم ْن نَّ ْف ٍس َّو
َ ّٰللا َربَّ ُه َما لَ ِٕى ْن ٰاتَ ْيتَنَا
َصا ِل احا لَّنَكُ ْون ََّن ِمنَ الشّٰ ِك ِريْن ْ َت ِب ٖه ۚفَلَ َّمآ اَثْقَل
َ َّت د
َ ّٰ ع َوا ْ َخ ِف ْيفاا فَ َم َّر
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi
suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus ragu-ragu.”
Dalam hal ini, penulis terkonsentrasi pada “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu
ajal yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab, pendapat yang terkuat tentang
arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya al-Qur’an menggunakan
kata “ajal” bagi manusia dalam arti kematian. Ajal yang pertama adalah kematian, yang
paling tidak dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah kematian seseorang.
Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah
SWT.
Untuk memperkuat ini, kembali ditegaskan oleh Quraish bahwa pembentukan diri manusia,
dengan segala potensi yang dianugrahkan Allah, menjadikan dia dapat hidup dengan normal,
bisa jadi sampai seratus atau seratus dua puluh tahun; inilah yang tertulis dalam lauh al-
mahwu wa al-itsbat. Tetapi semua bagian dari alam raya memiliki hubungan dan pengaruh
dalam wujud atau kelangsungan hidup makhluk. Bisa jadi, faktor-faktor dan penghalang yang
tidak diketahui jumlahnya itu saling memengaruhi dalam bentuk yang tidak kita ketahui
sehingga tiba ajal sebelum berakhir waktu kehidupan normal yang mungkin bisa sampai pada
batas100 atau 120 tahun itu.
Quraish kembali menjelaskan, hal inilah yang dimaksud sementara ulama Ahlus Sunnah
dinamai dengan qadha’ muallaq dan qadha’ mubram. Ada ketetapan Allah yang bergantung
dengan berbagai syarat yang bisa jadi tidak terjadi karena berbagai faktor, antara lain karena
doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang pasti dan tidak dapat berubah sama sekali.
Kelebihan
1) Tafsir ini sangat kontekstual dengan kondisi ke-Indonesiaan, dalamnya banyak merespon
beberapa hal yang aktual di dunia Islam Indonesia atau internasional.
2) Quraish Shihab meramu tafsir ini dengan sangat baik dari berbagai tafsir pendahulunya,
dan meraciknya dalam bahasa yang mudah dipahami dan dicerna, serta dengan sistematika
pembahasan yang enak diikuti oleh para penikmatnya.
3) Quraish Shihab orang yang jujur dalam menukil pendapat orang lain, ia sering
menyebutkan pendapat pada orang yang berpendapat.
4) Dalam menafsirkan ayat, Quraish shihab tidak menghilangkan korelasi antar ayat dan
antar surat.
Kelemahan
1. Dalam berbagai riwayat dan beberapa kisah yang dituliskan oleh Quraish dalam
tafsirnya, terkadang tidak menyebutkan perawinya, sehingga sulit bagi pembaca, terutama
penuntut ilmu, untuk merujuk dan berhujjah dengan kisah atau riwayat tersebut. Sebagai
contoh sebuah riwayat dan kisah Nabi Shaleh dalam tafsir surat al-A`raf ayat 78.
20
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran , (Bandung: Mizan,
E. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan yang bahwa Quraish Shihab merupakan seseorang
yang dibesarkan dalam lingkungan yang taat agama. Sejak umur sembilan tahun Quraish
sudah terbiasa mengikuti ayahnya ketika mengajar. Sosok ayahnya, Abdurrahman Shihab,
merupakan seseorang yang membentuk kepribadian Quraish Shihab. Dalam menulis tafsir al-
Misbah, metode tulisan M. Quraish Shihab lebih bernuansa kepada tafsir tahlili. Ia
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segi ketelitian redaksi kemudian menyusun
kandungannya dengan redaksi indah yang menonjolkan petunjuk al-Qur’an bagi kehidupan
manusia serta menghubungkan pengertian ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam
yang terjadi dalam masyarakat
Banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak
semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan- pesan yang terkandung di dalamnya
dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya,
khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Qur’an, tetapi dengan tetap
berpegang ketat pada kaidah- kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya,
penafsiran terhadap al- Qur’an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja
muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski
begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-
Qur’an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-
Qur’an. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya
atas nama al-Qur’an.
Cuplikan
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Alwi Islam Insklusif: Menuju Terbuka dalam Agama, (bandung: Mizan,
1999), hal. V.
Shihab, M. Quraish , Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2003), hal. 6.
Shihab, M. Quraish . Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, hal. 5.
Shihab, M. Quraish . Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994),6
Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’i (Nadzmu ad duru FiTanasubil Ayat wa as-Suwar), Seorang
Mufassir asal Lebanon yang meninggal pada tahun 885 H/1480M
Munawwir,Fajrul , Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga (dkk),
Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras 2005), 138.
Husein al-Munawar,Said Agil, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), 71.
Al-Farmawy ,Abdul Hayy, Metode Tafsir dan Cara Penerapannya, (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), 71-72.
Mu’in Salim ,Abdul, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), 99.
Islah Gusmian, Khasanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga
Ideologi,(Jakarta: Teraju, 2003), 249.