Professional Documents
Culture Documents
Maruli Salaungan Harahap: Universitas Sumatera Utara
Maruli Salaungan Harahap: Universitas Sumatera Utara
SKRIPSI
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur Penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas
Utara.
Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari
kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik
tersebut, maka diharapkan penulis dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari
kepada:
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku dekan Fakultas
3. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku pembantu Dekan I Fakultas
kepada masyarakat.
umum.
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III
kesejahteraan mahasiswa.
6. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum., selaku pelaksana tugas ketua Departemen
penulis, yang mana hal tersebut sangat membangun dan tidak mempersulit
menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu, serta sabar dan perhatian
8. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S., bapak Prof. Dr .Syafruddin
Kalo, SH. M.Hum, bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S., bapak
Prof. Dr. Ediwarman, S.H., M.Hum, bapak Prof. Dr. Suwarto, S.H., M.H.,
Syafruddin S.H., M.H., D.F.M., bapak Dr. Edi Yunara, S.H., M.Hum,
bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum, bapak Alwan, S.H., M.Hum
dan bapak Muhammad Din Al Fajar, S.H., M.H selaku sebagai Dosen
9. Ibu Dr. Marlina, S.H., M.Hum, Ibu Nurmalawaty, S.H., M.Hum, Ibu
Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum, dan Ibu Wessy Trisna, S.H., M.H. selaku
Sumatera Utara.
11. Orang Tua saya yang saya cintai dan banggakan, ayah Ali Mukti Harahap
dan ibu (Teti Ratnawati) yang selalu turut setia mendoakan penulis,
penulis, kakak saya (Malinda Aurora Erauki Harahap dan Yunita Tiffany
Harahap) yang sudah merawat saya dari kecil sampai dewasa dan selalu
12. Teman-teman didalam dan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ............................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
DI INDONESIA
Non-Penal ..................................................................................... 93
BAB V PENUTUP
ABSTRAK
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum seringkali dimaknai sebagai gejala sosial, yaitu suatu gejala yang
naluri manusia yang selalu berusaha menuju ke arah kesejahteraan. Ketika setiap
tersebut maka hukum membatasi hak setiap individu secara terukur dan
berimbang, agar setiap hak dari masing individu agar dapat berjalan selaras dan
1
Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, (Medan: Pustaka
Angkasa Press, 2016), hal. 221
2
Wasis S.P., Pengantar Ilmu Hukum, (Malang : UMM Press, 2002), hal. 9
3
Ninik Widiyanti & Yulius Waskita, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya,
(Jakarta: PT Bina Aksara, 1987), hal. 8
4
Sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa salah satu tujuan didirikannya Negara Republik
Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.
hak-haknya, maka setiap individu di dalam ruang sosial yang terikat oleh hukum
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu tentunya sebelum ada
hukum, terlebih dahulu ada perisitiwa yang secara harfiah melanggar norma tidak
berdasarkan pada fakta empiris, maka aturan hukum itu baru di buat setelah ada
perisitiwa yang “tidak bisa di terima oleh masyarakat pada umumnya”. Oleh
karena itu, apabila belum pernah ada peristiwa tersebut, maka aturan belum ada.
Keadaan seperti inilah yang dapat disebut “Hukum tertinggal dari peradaban
manusia lainnya yang selalu berkembang, maka akan selalu ada peristiwa baru
yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Salah satu peristiwa baru tersebut dapat
Selama manusia masih memiliki hawa nafsu dan tidak mampu mengekangnya,
negara.6 Kejahatan tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus
pidana semakin sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kasus pidana yang
paling sering terjadi adalah jenis kasus pidana dengan kejahatan terhadap harta
5
Hukum merupakan suatu pencerminan dari suatu peradaban. Kebudayaan dan hukum
merupakan sebuah jalinan, yang erat dan sesungguhnya, hukum merosot ke dalam suatu
dekedansi, jika kekurangan-kekurangan dari para pembentuk hukum, memperlihatkan
ketertinggalan berkenaan dengan fakta-fakta dan pemikiran-pemikiran yang berlaku atau yang
mulai berkembang. Lihat Syaiful Bakhri, Kebijakan Kriminal Prespektif Pembaruan Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, (Yogyakarta: Total Media & P3IH UMJ, 2010), hal. 6
6
Teguh Sulistia & Aria Zurnetti, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, (Depok:
PT Rajagrafindo Persada, 2012), hal. 35
kekayaan. Salah satu bentuk kejahatan yang baru dan berkembang terhadap harta
merupakan salah satu bentuk tingkah laku atau perbuatan yang secara ekonomis,
pejabat negeri sipil atau aparat yang di luar wewenangnya dengan tanpa memiliki
izin resmi meminta sejumlah uang kepada pihak yang berkepentingan dan
perbuatan yang ilegal dan dapat digolongkan sebagai tindak pidana. 7 Berdasarkan
hal tersebut, pungli kemudian diakui oleh masyarakat sebagai salah satu bentuk
kejahatan.
Pungli bukan merupakan hal yang baru, pungli adalah fenomena birokrasi
mutakhir yang sebenarnya jejaknya sudah berlangsung sejak zaman dulu, sisa-sisa
sudah ada sejak dulu. Seperti contoh pada tahun 1974, praktek pungli berhasil di
bongkar oleh Menteri Penertiban Aparatur Negara, J.B. Sumarlin yang menyamar
7
Modul Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pungli oleh Kejaksaan Negeri
Lamongan. Lihat https://lamongankab.go.id/wp-content/uploads/sites/49/2016/12/19.-kejari-
MODUL-PEMBERANTASAN-KORUPSI.pdf. Diakses pada 10 Desember 2019 pukul 20.00
WIB.
8
Disampaikan oleh Adrianus Eliasta Meliala, anggota Ombudsman Republik Indonesia
yang juga mengajar di Departemen Kriminologi Universitas Indonesia. Lihat https://historia.id/
politik/articles/ pungli-tak-pernah-pergi-6mmkj. Diakses pada 7 November 2019 pukul 21.30
WIB.
(RSCM) yang pada saat itu praktek pungli dilakukan oleh oknum Kantor
Sampai pada tahun 2019, Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar 10 telah
dan adanya sms pengaduan sebanyak 23.534 kali, 36.951 surat, call centre, web,
Praktek melakukan pungli sudah ada dan sudah diakui sejak dulu sampai
saat ini sebagai salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana yang dapat
diberikan suatu sanksi pidana. Walaupun demikian, hingga saat ini baik di dalam
KUHP belum memiliki aturan hukum pidana yang mengatur pungli secara jelas
dan khusus yang menyebutkan pungli sebagai tindak pidana dan dapat diberi
praevia legi poenale” yang di jadikan sebagai salah satu asas legalitas hukum
pidana di Indonesia yaitu “tidak ada suatu tindakan di nyatakan bersalah sebelum
9
Uang pelicin adalah uang yang diberikan secara tidak resmi kepada petugas yang
berwenang untuk memperlancar urusan.
10
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang disingkat Satgas Pungli adalah sebuah
unit atau formasi yang dibentuk di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia
beranggotakan lintas instansi dan diberikan tanggung jawab untuk membangun sistem pencegahan
dan pemberantasan pungutan liar, melakukan pengumpulan data dan informasi dari
kementrian/lembaga terkait, mengkoordinasikan, merencanakan, dan melakukan operasi
pemberantasan pungutan liar, melakukan operasi tangkap tangan dan memberikan rekomendasi
kepada pimpinan kementrian/ lembaga/daerah untuk memberi sanksi kepada pelaku pungli.
11
Dalam Artikel yang berjudul “Perihal Pungutan Liar” yang ditulis oleh Darius Beda
Daton yang merupakan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Nusa
Tenggara Timur : https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--perihal-pungutan-liar. Diakses pada
30 November 2019 Pukul 23.00 WIB.
hukum pidana itu tidak dapat berlaku surut, maka akibatnya akan muncul
tidak fleksibel dan tidak pernah lengkap untuk memenuhi segala peristiwa hukum
atau tuntutan hukum. Salah satu penyebab kekosongan hukum di bidang hukum
pidana Indonesia terjadi karena KUHP yang berlaku saat ini merupakan KUHP
Intepretasi hukum bukan pada arti sebuah kalimat saja, namun dengan
pemahaman pola pikir. Sehingga apabila ada peristiwa baru yang belum di atur
secara eksplisit namun itu merupakan sebuah kejahatan yang sudah menimbulkan
korban, dengan modus serta motifnya yang sudah jelas, maka tidak perlu
Berdasarkan Pasal 22 AB14 yang berlaku hingga saat ini, yang berbunyi :
12
Wetboek van Strafrecht voor Nederland Indie atau dikenal sebagai KUHP yang dibuat
oleh Belanda, telah dinyatakan berlaku bagi seluruh golongan hukum di Indonesia sejak tanggal 1
Januari 1918. Lihat Edi Setiadi dan Dian Andriasari, Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia,
(Yogyakarta: Ghalia Ilmu, 2014), hal. 3
13
Filsafat Hukum Progresif lahir dari kekacuan dan ketidakpercayaan kepada sistem hukum
di Indonesia, yang menurut sebagian anggapan telah gagal menegakkan hukum. Lihat Erman
Rajagukguk, Filsafat Hukum, (Jakarta Pusat: Universitas Indonesia Fakultas Hukum-
Pascasarjana, 2017), hal. 246.
14
Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie (Ketentuan-ketentuan Umum
mengenai Perundang-undangan di Indonesia), Lembaran Negara Hindia Belanda 1847 Nomor 23
jelas, atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut karena menolak mengadili” 15.
Aturan itu dapat disimpulkan bahwa seorang hakim tidak boleh menolak perkara
pungli sampai saat ini belum memiliki aturan hukum yang mengaturnya secara
tindak pidana, maka aparat penegak hukum terkhususnya Jaksa dan Hakim dalam
hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya
ketentuan hukum pidana yang berlaku sehingga pelaku pungli dapat dijerat
Pidana yaitu:18
15
Lihat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
16
Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas & Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, (Jakarta:
Erlangga, 2009), hal 46.
17
Perlunya interpretasi ini dilakukan oleh hakim dalam menghadapi perkara oleh karena
tidak semua norma atau kaidah yang tertulis dalam perundang-undangan dapat digunakan untuk
menyelesaikan perkara yang dihadapi. Lihat Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi
Penerapan Hukum oleh Hakim dan Strategi Pemberantasan Korupsi (Jakarta Pusat: Biro Hukum
dan Humas Badan Urusan Administrasi Republik Indonesia Mahkamah Agung Republik
Indonesia, 2015), hal. 10
18
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2 : Penafsiran Hukum Pidana, Dasar
Pemidanaan, Pemberatan & Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan, Pembarengan & Ajaran
Kausalitas, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal 4.
memiliki aturan Hukum Pidana yang jelas, namun karena pungli ini dianggap oleh
masyarakat sebagai salah satu bentuk kejahatan, maka terhadap perbuatan ini
pemberantasan perbuatan pungutan liar itu. Perbuatan apa saja yang meskipun
dijatuhi sanksi, maka hakim dapat mejatuhkan hukuman kepada pelaku perbuatan
tersebut.19
pidana pungli dapat dilihat pada dua putusan pengadilan yang berbeda yaitu
19
M. Ali Zaidan, Menuju Pembaruan Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hal
267
874/PID.B/2016/PN LBP, Hakim memutus pelaku pungli dengan pasal 368 ayat
(1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi sebagai berikut:
dan mencoba mengangkat kasus ini ke dalam sebuah bentuk skripsi dengan judul
B. Rumusan Masalah :
Indonesia?
LBP?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah pada skripsi ini, adapun tujuan penulisan
Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan
tersebut di Indonesia.
E. Keaslian Penulisan
Penulisan ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis sendiri yang
berasal dari literatur serta studi putusan dan berdasarkan masukan dari berbagai
Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan judul yang sama dengan skripsi-
HARAHAP. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang
tulisan ini asli atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan skripsi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta skripsi ini dapat
NIM : 130200092
Permasalahan :
Sitanggang)?
pemerasan
Yang Ditemukan:
sendiri yaitu menimbulkan rasa takut oleh orang lain untuk tidak
pemerasan.
NIM : 107005066/HK
Permasalahan:
liar?
K/2011/PN. Mdn?
Yang ditemukan:
bentuk
dapat
F. Tinjauan Kepustakaan
adalah barang apa yang dipungut atau pendapatan dari memungut20 dan
pengertian “liar” dalam KBBI adalah tidak teratur atau tidak menurut aturan
(hukum) atau sikap dan tingkahnya belum beradab atau tidak resmi ditunjuk atau
tidak resmi diakui oleh yang berwenang atau tanpa izin resmi dari yang
berwenang atau tidak memiliki izin usaha, mendirikan, atau membangun, dan
sebagainya.21 Secara umum dapat diartikan bahwa pungutan liar adalah suatu
pembayaran bea, iuran, kutipan, pajak, saweran atau tarif yang tidak sesuai atau
Pungutan Liar dalam Kamus Hukum yang ditulis oleh Yan Pramatya
Puspa adalah segala bentuk pajak, pembayaran apapun yang semestinya disetor
kepada kas negara yang tidak sesuai (lebih dari pada) ketentuan atau peraturan
yang berlaku.22
pungutan liar berdasarkan dua putusan pengadilan yang berbeda yaitu Putusan
Nomor 82 K/PID.SUS/2011
20
Pengertian “pungutan”, Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pungutan. Diakses
pada tanggal 27 November 2019 Pukul 23.00 WIB.
21
Pengertian “liar”, Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/liar. Diakses pada tanggal 27
November 2019 Pukul 23.00 WIB.
22
Yan Prayatma Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia Inggris,
(Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 470
2001, yaitu suatu perubatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau
dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
23
Lihat pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
24
Disampaikan oleh Dr. R. Widyopramono, S.H., M.M., M.Hum pada Workshop “Peran
APIP dalam, Pencegahan Pungutan Liar Pada Layanan Publik” yang diselenggarakan oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada hari Kamis, tanggal 12
Januari 2017 di Jakarta. Lihat https://www.kemdikbud.go.id/main/files/download/
5a43f0ab1419357. Diakses pada tanggal 29 November 2019 Pukul 17.35.
Tipikor adalah:
b. Membayar (uitbetaling);
dienst verrichten).
UU Tipikor adalah :
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum (zich of een
bevoordelen) .
Nomor 874/PID.B/2016/PN LBP dirujuk pada pasal 368 ayat (1) KUHP, yaitu
dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang yang bersangkutan atau orang
pasal 368 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi
sebagai berikut:
KUHP adalah:
3. Untuk menyerahkan sesuatu benda atau tot afgifte van eenig goed;
25
Unsur-unsur tindak pidana Pemerasan pada pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Lihat P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan yang
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, (Bandung: CV
Nuansa Aulia, 2010), hal.103
4. Untuk membuat suatu pinjaman atau tot het aangaan van eene
schuld;
5. Untuk meniadakan suatu piutang atau tot het tenietdoen van eene
inschuld; dan
sebagai rumusan tindak pidana pemerasan pada Pasal 368 ayat (1)
KUHP adalah:
Istilah Tindak Pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum
pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Terminologi strafbaar feit dalam hukum
Tindak Pidana atau straafbar feit dalam Kamus Hukum artinya adalah
tindak pidana, peristiwa pidana, suatu perbuatan yang merupakan suatu tindak
feit di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum
26
Agus Rusianto, Tindak Pidana & Pertanggungjawaban Pidana Tinjauan Kritis Melalui
Konsistensi Antara Asas, Teori dan Penerapannya, (Jakarta: Kencana, 2016), hal. 11
27
J.C.T. Simorangkir Rudy T. Erwin & J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Aksara
Baru, 1980), hal. 162
berusaha untuk memberkian arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum
berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit, yaitu
sebagai berikut:28
28
Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Medan: USU Press, 2017), hal 77
kata perbuatan jahat, dan kata perbuatan melawan hukum. Lebih jauh, Moeljanto
akibatnya, dan kata "perbuatan" berarti dibuat oleh seseorang yang dapat dipidana,
1. Kalau utrecht, sudah lazim memakai istilah "hukum", maka hukum itu
dan perkataan tindak berarti langkah baru dan tindak tanduk atau
tingkah laku.
29
Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hal. 8
30
Ibid.,hal. 9
31
Ibid.
Menurut Tolib Setiady, istilah yang paling populer dipakai adalah istilah
"tindak pidana", yaitu apabila kita perhatikan buku-buku hukum pidana, serta
diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan
kesalahan, dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertangung jawab. 33
aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang
berpendapat bahwa pada hakikatnya istilah yang paling tepat adalah delik yang
tetapi pembuatnya).
32
Ibid.
33
Ibid., hal 10
34
Ibid., hal 11
35
Ibid.
padangan yang harus melihat syarat untuk adanya tindak pidana harus
(criminal responbility).39
lahir oleh karena perbuatan, yang mengandung kelakuan dan akibat yang
36
Mohammad Ekaputra, Op.Cit.,hal. 85
37
Rahmanuddin Tomalili, Op.Cit., hal. 16
38
Mohammad Ekaputra, Op.Cit.,hal. 87
39
Rahmanuddin Tomalili, Op.Cit., hal. 14
40
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rimba Cipta, 2008), hal. 63
a. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
41
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,
2014), hal.193
42
Ibid., hal. 194
sebagai subjek.43 Bahwa hanya manusialah yang dianggap sebagai subjek tindak-
terutama dalam Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 49 KUHP, yang antara
nilai uang.
Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin “Coruptio” atau “Corruptus” yang
kemudian muncul dalam bahasa inggris dan prancis “Corruption”, dalam bahasa
“Korupsi”. Korupsi secara harifiah berarti jahat atau busuk, sedangkan A.I.N
Krmaer ST. menerjemahkannya sebagai busuk, rusak atau tidak disuapi. Oleh
karena itu, tindak pidana korupsi berarti suatu delik akibat perbuatan buruk,
43
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, (Jakarta: Storia Grafika, 2012), hal. 218
44
Ibid.
busuk, jahat, rusak atau suap.45 Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ini
yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak
resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau
orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.47
atau memeras suatu bayaran, ataupun ketika agen-agen swasta menawarkan satu
mereka.48
yaitu:
45
Darwan Prints, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2002), hal. 1
46
Elwi Danil, Korupsi : Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada), hal 3.
47
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar & Syarif Fadilah, Strategi Pencegahan & Penegakan
Hukum Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009) hal. 2
48
B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), hal.
126
Menurut B.N. Marbun, jenis korupsi sangat luas dan bervariasi, yaitu
antara lain:49
a. Pemerasan pajak;
b. Pembayaran fiktif;
c. Manipulasi perjalanan dinas;
d. Pelelangan fiktif atau “diatur”;
e. Uang komisi; dan
f. Dan lain-lain.
Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena
korupsi.
jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jenis sanksi yang dapat dijatuhkan
1. Pidana Mati
orang-orang yang tak dapat diperbaiki lagi. Dengan adanya pidana mati
49
Ibid., hal. 127
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
2. Pidana Penjara
dengan mewajibkan orang itu untuk menaati semua peraturan tata tertib
sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan
tersebut.52
50
Andi Hamzah, Pidana Mati di Indonesia: di Masa Lalu, Kini dan di Masa Depan,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hal. 27
51
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang
dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak
pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan
bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,
penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Lihat
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
52
Rahman Amin, Pengantar Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish: 2019), hal. 149
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (Pasal 2 ayat
(satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (Pasal 3);
c. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua
g. Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun (Pasal 12 A ayat (2), Pasal
3. Pidana Denda
53
Yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah penjara selama terpidana
masih hidup hingga meninggal.
lima puluh juta rupiah). (Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 8);
54
Gunadi dan Oci Senjaya, Penologi Dan Pemasyarakatan Edisi Revisi 2020,
(Yogyakarta: Deepublish: 2020), hal. 170
rupiah). (Pasal 12 A ayat (2), Pasal 13, dan Pasal 24); dan
4. Pidana Tambahan
antara lain:
55
F.H. Edy Nugroho, Konsep dan Upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di
Indonesia, (Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019), hal. 48
kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa
5. Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh dan atau atas nama badan
pidana korupsi. Ketiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
56
Muhammad Yusni, Keadilan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Perspektif
Kejaksaan, (Surabaya: Airlangga University Press, 2019), hal. 139
57
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi Buku Saku untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta : Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006), hal
3.
sebagai salah satu dasar hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Putusan
b. Membayar (uitbetaling);
dienst verrichten).
58
Disampaikan oleh Dr. R. Widyopramono, S.H., M.M., M.Hum pada Workshop “Peran
APIP dalam, Pencegahan Pungutan Liar Pada Layanan Publik” yang diselenggarakan oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada hari Kamis, tanggal 12
Januari 2017 di Jakarta. Lihat
https://www.kemdikbud.go.id/main/files/download/5a43f0ab1419357. Diakses pada tanggal 29
November 2019 Pukul 17.35.
bevoordelen) .
orang lain itu adalah bertentangan dengan hukum. Perbuatan memaksa hanya
mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti
tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam
oleh penguasa umum, bekerja pada negara atau bagian-bagiannya (organnya) dan
59
S.R Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, (Jakarta: 2016), hal. 183
60
Lihat Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 2 ayat (1)
Tipikor meliputi:61
a. Memberikan sesuatu;
atau
Sesuatu yang diberikan itu tidak hanya berupa benda atau uang saja tetapi
juga suatu hak, kewenangan, kesempatan dan lain sebagainya. Misalnya hak untuk
61
Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
anak di suatu sekolah, dan lain sebagainya. Dalam hal ini tidak dipersoalan
apakah sesuatu itu adalah milik negara, milik seseorang yang dipaksa itu atau
dipersoalkan.
terjadi dilakukan oleh para juru bayar. Misalnya seharusnya seseorang itu
menerima pembayaran tiga puluh juta rupiah tetapi yang dibayarkan dua puluh
juta rupiah.
penjaga tahanan memaksa orang tahanan untuk mengerjakan kebun pribadi dari
Pemerasan berasal dari kata “peras” yang mendapat imbuhan kata “pe”
dan “an” yang menunjukkan sebuah kata kerja. Dimana pemerasan mengartikan
secara paksa.
62
Citra Umbara, Kamus Hukum, (Bandung: Citra Umbara, 2008), hal. 314
tekanan atau paksaan.63 Pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary lebih
mendekati dari maksud hukum terhadap pemerasan sebagai sebuah kejahatan atau
tindak pidana.
mengenai pemerasan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP,
pemerasan yang diperberat diatur Pasal 368 ayat (2) KUHP. Kedua macam tindak
pidana pemerasan dan pengancaman mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu
perbuatan bertujuan untuk mengancam orang lain, sehingga tindak pidana ini
kekerasan” dari pasal 365 KUHP. Perbedaannya yaitu, bahwa dalam hal
pencurian si pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri, sedang dalam hal
kepada si pemeras.65
pasal 368 ayat (1) KUHP: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan
63
Mohammad Kenny Alweni, Kajian Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan Pasal 368
KUHP, Jurnal Lex Crimen, Vol. VIII Nomor 3 (Maret 2019), hal 48.
64
M. Lutfi Chakim, Afpersing dan Afdreiging, Majalah Konstitusi Nomor 124 Juni 2017,
hal. 73
65
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta: P.T.
Eresco, 1974), hal. 28
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
66
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Bogor: Politeia, 1989), hal. 256
67
Ibid.
Menurut Andi Hamzah ada empat inti delik atau delicts bestanddelen
dalam pasal 368 KUHP. Pertama, dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain. Kedua, secara melawan hukum. Ketiga, memaksa
barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang
goed;
68
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di KUHP (Edisi Kedua),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal. 76
69
P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan yang
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, (Bandung: CV
Nuansa Aulia, 2010), hal.103
4. Untuk membuat suatu pinjaman atau tot het aangaan van eene
schuld;
5. Untuk meniadakan suatu piutang atau tot het tenietdoen van eene
inschuld; dan
untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain. Jadi, pelaku sadar atas
kekerasan. Tanpa ada paksaan, orang yang dipaksa tidak akan melakukan
perbuatan tersebut.70
membayar utang atau menghapus piutang. Jika yang terjadi penyerahan barang,
melengkapi unsur pasal ini. Putusan Hoge Raad 17 Januari 1921 menyebutkan
penyerahan baru terjadi apabila korban telah kehilangan penguasaan atas barang
tersebut.71
70
Bahasa Hukum : Tindak Pidana „Pemerasan‟. Lihat https://www.hukumonline.com/
berita/baca/lt5056a2c308a48/bahasa-hukum--tindak-pidana-pemerasan/. Diakses pada Tanggal 15
November 2019 Pukul 20.40
71
R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah
Agung dan Hoge Raad, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hal. 229
merupakan unsur yang penting, oleh karena sudah cukup sifat pelanggaran hukum
dari yang menguntungkan diri ini tercakup dalam maksud si pelaku. Jadi si pelaku
itu. Misalnya barang yang diminta dengan kekerasan itu merupakan milik si
pemerasan.72
tindak pidana pemerasan yang diatur dalam Pasal 368 KUHP harus dilakukan
dengan sengaja, tetapi dengan melihat pada adanya unsur memaksa dengan
seperti yang dimaksudkan pada Pasal 368 KUHP harus dilakukan dengan sengaja
atau bahwa tindak pidana pemerasan yang diatur dalam Pasal 368 itu merupakan
opzettelijk misdriff atau suatu kejahatan yang harus dilakukan dengan sengaja.73
397, W. 9604 dan tanggal 18 Oktoer 1915, NJ halaman 1116 telah mensyaratkan
bahwa:74
pribadinya; dan
72
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 29
73
P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 70
74
Ibid., hal. 73
Putusan Hoge Raad pada 23 Maret 1936, NJ 1936 halaman 563 dan 814
barang yang dengan penyerahan itu dapat memperoleh piutangnya, juga jika
memaksa orang untuk menjual barangnya walaupun dia harus bayar harganya
tanggal 11 Juni 2008 telah menghukum seorang terdakwa yang berinisial “RSP”
dua bulan penjara karena terbukti memaksa orang lain menyerahkan uang seribu
rupiah.76
barang yang ada pada orang lain baik seluruhnya atau sebagian milik orang itu,
belum jatuh ke tangan pelaku atau dengan perkataan lain, bahwa barang tersebut
“ Tidaklah menjadi syarat Pasal 368 KUHP bahwa Terdakwa telah benar-
benar menerima apa yang dimintanya, karena perbuatan Terdakwa
meminta uang dengan disertai ancaman dianggap telah terbukti, semua
unsur delik pemerasan telah dipenuhi.”78
75
Ibid., hal. 79
76
Bahasa Hukum : Tindak Pidana „Pemerasan‟. Lihat https://www.hukumonline.com/
berita/baca/lt5056a2c308a48/bahasa-hukum--tindak-pidana-pemerasan/. Diakses pada Tanggal 15
November 2019 Pukul 20.40
77
Ibid.
78
Lihat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 81 K/PID/1982 tanggal 19
Juli 1982.
G. METODE PENULISAN
Metode penulisan diperlukan agar tujuan penulisan dapat lebih terarah dan
1. Jenis Penelitian
atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.79
2. Sifat Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang terdiri atas satu variabel atau lebih dari satu
3. Sumber Data
adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian melainkan
melalui studi pustaka (library research). Peneliti mendapat data yang sudah jadi
79
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 118
80
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 11
yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara
antara lain:
Pidana
Hukum Pidana
elektronik
lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang
data dari buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi untuk
studi dokumen atau bahan pustaka yang disusun secara ilmiah (metodologi) guna
sebelumnya.
5. Analisis Data
kualitatif.
hipotesis.82
H. SISTEMATIKA PENULISAN
81
Putusan Pengadilan yang penulis gunakan adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 82
K/PID.SUS/2011 dan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 874/PID.B/2016/PN LBP
82
Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum : Penulisan Skripsi, (Medan:
Pustaka Bangsa Press, 2005), hal. 104
secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan yang
BAB I : PENDAHULUAN
LIAR DI INDONESIA
LIAR
non-penal.
874/PID.B/2016/PN LBP.
BAB V: PENUTUP
BAB II
Pungutan liar terdiri dari dua kata yaitu “pungutan” dan “liar”. Pungutan
liar sering disebut dengan pungli merupakan singkatan kata dari pungutan liar itu
sendiri.
Pungutan Liar dalam Kamus Hukum yang ditulis oleh Yan Pramatya
Puspa adalah segala bentuk pajak, pembayaran apapun yang semestinya disetor
kepada kas negara yang tidak sesuai (lebih dari pada) ketentuan atau peraturan
yang berlaku.84
adalah barang apa yang dipungut atau pendapatan dari memungut 85 dan
pengertian “liar” dalam KBBI adalah tidak teratur atau tidak menurut aturan
(hukum) atau sikap dan tingkahnya belum beradab atau tidak resmi ditunjuk atau
tidak resmi diakui oleh yang berwenang atau tanpa izin resmi dari yang
berwenang atau tidak memiliki izin usaha, mendirikan, atau membangun, dan
83
Ibrahim Hot, Rahasia Dibalik Sapu Bersih Pungli, (Sleman: CV Budi Utama, 2017), hal.
8
84
Yan Prayatma Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia Inggris,
(Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 470
85
Pengertian “pungutan”, Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pungutan. Diakses
pada tanggal 27 November 2019 Pukul 23.00 WIB.
51
sebagainya.86 Berdasarkan itu, secara umum dapat diartikan bahwa pungutan liar
adalah suatu pembayaran bea, iuran, kutipan, pajak, saweran atau tarif yang tidak
yaitu:
86
Pengertian “liar”, Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/liar. Diakses pada tanggal 27
November 2019 Pukul 23.00 WIB.
87
Tujuan penertiban dalam Inpres ini yaitu:
1. Meningkatkan dayaguna dan hasil guna serta meningkatkan kewibawaan aparatur
Pemerintah dan mengikis habis praktek-praktek penyelewengan dalam semua bentuk dan
perwujudannya.
2. Menegakkan dan meningkatkan kesadaran nasional dan disiplin nasional baik aparatur
Pemerintah maupun masyarakat dalam rangka ketahanan nasional. Lihat Lampiran Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 1977 tentang Operasi Penertiban, hal 1
88
Ruang lingkup penertiban dalam Inpres ini meliputi, Pertama Penertiban di bidang sistim
organisasi dan administrasi yang terdiri dari penertiban struktur organisasi, Personalia, dan
Tatakerja/laksana dan Kedua Penertiban di bidang operasionil yaitu terdiri dari penertiban
terhadap penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan tugas di lapangan terhadap ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dan penertiban terhdap penyimpangan-penyimpangan/
penyelewengan antara lain dalam bentuk pungutan liar, komersialisasi jabatan, pemborosan
keuangan negara, dan lain sebagainya. Lihat Ibid.
KUHP).
Istilah pungli mulai terkenal pada tahun 1977, yaitu saat Kepala Staf
89
Kantor Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPN adalah kantor
pemerintah yang ditugasi untuk melakukan: a. Pengujian atas SPPP (Surat Permintaan
Pembayaran Pembangunan) dan SPPR (Surat Permintaan Pembayaran Rutin) yang diajukan oleh
bendaharawan, dengan memperhatikan batas biaya tolak ukur dan atas biaya jenis pengeluaran
dalam tiap tolok ukur yang tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan atau Daftar Isian Proyek serta
hal-hal yang berkaitan dengan kelengkapan pembuktian dan kebenaran tagihan; dan b. Penelitian
atas SPJP (Surat Pertanggungjawaban Pembangunan/Proyek) dan SPJR (Surat
Pertanggungjawaban Rutin) dengan memperhatikan kebenaran dan kelengkapan pembuktian dan
selanjutnya melaporkan hasilnya kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran. Lihat,
Budi Haryono, Akutansi Pemerintahan di Indonesia, (Pustaka GD), hal. 130
90
Surat Keputusan Otorisasi yang selanjutnya disingkat SKO adalah suatu surat yang
dikeluarkan oleh Biro Keuangan masing-masing Departemen atau Lembaga Negara atas nama
Menteri Keuangan unutk melakukan pengeluaran sejumlah uang. Lihat, Ibid., hal. 129
utamanya adalah pungli, maka istilah pungli menjadi terkenal, dan penertiban
pungli pun disertai penertiban usil (uang siluman), yaitu merujuk kepada
mobilisasi uang yang diparkir dalam jangka waktu tertentu untuk dana taktis
kantor. Setelah itu populer pula uang–uang pungli yang dilakukan oleh oknum
atau lembaga tertentu, apakah dalam bentuk uang pengamanan, uang beking, uang
sukarela iuran bulanan) dan susu tekan (sumbangan sukarela tanpa tekanan) yang
pelesetan (akronim) susu ibu ataupun susu tekan tersebut dieuphemiskan oleh
mengenai pungli atau pungli adalah uang suap, uang sogokan, uang pelicin, uang
semir, uang rokok, uang lelah, salam tempel, uang jasa dan komisi-komisi.
Upetisme secara paksaan ialah upeti yang diberíkan kepada Pegawai Negeri,
dengan pemberian itu, pemberi upeti dapat dilepaskan dari tuntutan Hukum.
Apabila upeti itu tidak diberikan kepada oknum pejabat yang bersangkutan, maka
91
Upetisme merupakan sebagai satu bentuk pemberian dari bawahan kepada atasan dalam
rangka memperoleh prioritas-prioritas kedinasan seperti naik pangkat, promosi jabatan atau
kedudukan. Upetisme memiliki 3 (tiga) bentuk yaitu : Sukarela, Imbalan/Suap dan Paksaan. Lihat
Ati Suryati & Djoko Prakoso, Upetisme Ditinjau dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Tahun 1977, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal 25
atau upeti untuk maksud memuluskan sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur.
Istilah lainnya selain suap atau penyogokan adalah pemerasan, yaitu permintaan
setengah memaksa oleh pejabat kepada masyarakat agar prosedur yang diberikan
tidak berbelit-belit atau agar beberapa ketentuan aturan dapat dilewati. Kedua
istilah ini hampir sama, suap, penyogokan (penyuapan) maupun pemerasan yaitu
masyarakat yang memberi uang jasa dan tanda terimakasih pada pelayanan yang
92
Ibid., hal 50
93
Disampaikan Mohamad Fajri Mekka Putra dalam Acara diskusi Pungli dalam Distribusi
Logistik dan Risiko Hukum bagi Pelaku Usaha yang diadakan Hukumonline dan Ikatan Alumni
FHUI, Pada hari Kamis, tanggal 20 Juni 2019. Lihat https://www.hukumonline.com/berita/baca/
lt5d0cf51ad8076/penegakan-hukum-kejahatan-pungl-imasih-lemah/. Diakses pada tanggal 27
November 2019 Pukul: 22.05 WIB.
oleh seseorang kepada pihak lain dan hal tersebut merupakan sebuah
94
Disampaikan oleh Dr. R. Widyopramono, S.H., M.M., M.Hum pada Workshop “Peran
APIP dalam, Pencegahan Pungutan Liar Pada Layanan Publik” yang diselenggarakan oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada hari Kamis, tanggal 12
Januari 2017 di Jakarta. Lihat
https://www.kemdikbud.go.id/main/files/download/5a43f0ab1419357. Diakses pada tanggal 29
November 2019 Pukul 17.35.
95
Wahyu Rahmadhani, Penegakan Hukum Dalam Menanggulangi Pungutan Liar
Terhadap Pelayanan Publik, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Volume 12 Nomor 2 (Juli-
Desember 2017), hal. 271
96
Ari Suryati & Djoko Prakoso, Op.Cit., hal. 53
melibatkan dua pihak atau lebih, baik itu pengguna jasa ataupun
pungutan liar yaitu suatu pengenaan biaya yang tidak seharusnya biaya itu
dikenakan atau dipungut di suatu tempat arau lokasi, pada suatu kegiatan yang
mana pungutan tersebut tidak sesuai ketentuan, yang secara tidak sah atau
atau dilakukan oleh pejabat negeri sipil atau aparat di luar wewenangnya dengan
meminta sejumlah uang yang tidak berijin resmi dan dilakukan dengan kontak
97
Samodra Wibawa, Arya Fauzy F.M, dan Ainun Habibah, ”Efektivitas Pengawasan
Pungutan Liar Di Jembatan Timbang”. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Vol 12 No 2, Januari
2013, hal.75
98
Ibrahim Hot, Op.Cit., hal. 9
99
Dalam Artikel yang berjudul “Perihal Pungutan Liar” yang ditulis oleh Darius Beda
Daton yang merupakan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lihat
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--perihal-pungutan-liar. Diakses pada 30 November 2019
Pukul 23.00
kepentingan dari si pembayar pungutan terhadap uang negara dan atau terhadap
uang anggota masyarakat yang melibatkan dua pihak, yaitu oknum petugas dan
berkaitan antara si pemberi dan si penerima, namun sebagian ada juga yang
mendahulukan dibanding yang lain atau mengambil hak orang lain. 100 Oknum
100
Ibrahim Hot, Op.Cit., hal. 10
perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat diancam dengan sanksi
sendiri.102
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar sebagai langkah kebijakan pidana yang
mengandung esensi pemenuhan sifat melawan hukum dalam arti formil karena
telah nyata berbentuk aturan berupa Perpres, sedangkan sifat melawan hukum
secara khusus mengatur tentang perbuatan pungli sebagai tindak pidana yang
kemudian dapat diberikan sanksi pidana, namun ketentuan hukum Indonesia yang
saat ini berlaku secara tidak langsung dapat mengakomodir permasalahan hukum
101
Kejahatan jabatan merupakan konsekuensi logis dari aktivitas ketatanegaraan setiap
negara yang tentu membutuhkan person, organ dan kewenangan. Lihat Firman Wijaya, Delik
Penyalahgunaan Jabatan dan Suap dalam Praktek, (Jakarta: Penaku, 2011), hal 4.
102
Majalah Paraikatte, Volume 26 Triwulan III (Makassar: Perwakilan BPKP Prov. Sulsel,
2016), hal. 2
103
Nyoman Trisna Sari Indra Pratiwi dan Ni Nengah Kertha Wicara Adiyaryani,
Pemberantasan Pungutan Liar (Pungli) Sebagai Bentuk Kebijakan Kriminal di Indonesia, Journal
Ilmu Hukum Vol. 08, No. 01, Maret 2019, hal 4
perbuatan pungutan liar ini sebagai tindak pidana. Ketentuan hukum sebgaimana
menyebutkan beberapa Pasal diantaranya Pasal 368 KUHP, Pasal 415 KUHP,
Pasal 418 KUHP, Pasal 419 KUHP, Pasal 420 KUHP, Pasal 423 KUHP, dan
Pasal 425 KUHP dan Ketentuan Hukum juga terdapat di beberapa Undang-
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa atau
Pasal 8.
Perlu kita cermati bahwa Pungli bisa terjadi apabila adanya kesepakatan
dan persetujuan diantara kedua belah pihak. Apabila benda atau uang serta
fasilitas yang diberikan sebelumnya sudah dalam kuasa oknum tersebut dan
104
Hamdan, M., Tindak Pidana Suap & Money Politik, (Medan: Pustaka Bangsa Press,
2005), hal 14
dipaksakan oleh salah satu pihak maka perbuatan tersebut mengarah kepada
perbuatan pemerasan.105
Dalam Skripsi ini, secara khusus Penulis akan berfokus kepada Pasal 368
Sejak dulu hingga saat ini pelaku Tindak Pidana korupsi sudah berasal dari
penyuapan dan gratifikasi yang pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan
pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah.
mengambil atau menerima sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang
pelancar atau pelumas, baik dalam bentuk uang tunai maupun benda, atau
malahan juga wanita. Pejabat yang diberikan akan melakukan sesuatu pada
Korupsi pada hakikatnya berawal dari suatu kebiasaan yang tidak disadari
oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan mernerima upeti, hadiah suap, pemberian
fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-
lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan
negara.106
105
Ibrahim Hot, Op.Cit., hal.
106
Tri Karyanti, Yani Prihatini dan Sinta Tridian Galih, Pendidikan Anti Korupsi Berbasis
Multimedia, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hal. 11
Korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) tidak lagi melakukan
pelaku kejahatan Korupsi muncul pula modus Tindak Pidana Korupsi dengan
tindak pidana korupsi. Menurut J. Soewartojo, ada beberapa bentuk tindak pidana
Dari uraian pendapat J. Soewartojo diatas, dapat kita ketahui dengan jelas
J. Soewartojo juga membedakan pungli menjadi tiga macam yaitu pungli jenis
107
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta:Sinar Grafika,, 2005), hal. 20
tindak pidana, pungli jenis pidana yang sulit dibuktikan dan pungli jenis pungutan
Dalam Buku Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan
Korupsi, Korupsi terdiri dari 7 (tujuh) bentuk.108 Perbuatan pungutan liar dapat
bentuk korupsi dari 7 (tujuh) bentuk korupsi. Bentuk korupsi pemerasan terdiri
dari tiga poin atau tiga bentuk yang berbeda, yaitu : 109
kedalam point pertama dari tiga poin bentuk korupsi pemerasan. Karena terdapat
sesuatu secara melawan hukum, dan adanya niat untuk menguntungkan diri.
pemberian hadiah kepada pegawai negeri sipil atau pejabat negara, baik atas dasar
108
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), hal. 25.
109
Ibid.,hal. 26
didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
Salah satu contoh perbuatan pungli sebagai bentuk korupsi gratifikasi adalah
pungli di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak
jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas),
retribusi (dinas pendapatan daerah), petugas pejabat Lalu Lintas dan Angkutan
Praktik pungli merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi, pada
Pungli sebagai tindak pidana korupsi sudah dapat dipahami sejak dulu,
seperti contohnya salah satu kasus pungli yang terjadi pada sekitar tahun 1986.
Tertib Ketua Operasi Tertib Pusat turun ke jalan-jalan raya untuk dalam rangka
110
Rocky Marbun, Kiat Jitu Menyelesaikan Kasus, (Jakarta: Visimedia, 2011), hal. 114
111
Lihat Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150) pada Pasal 12B
ayat (1)
112
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Op.Cit., hal. 29
113
Eddy Mulyadi Soepardi, Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu
Unsur Tindak Pidana Korupsi, (Yograkarta: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 3
oleh pejabat-pejabat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya atau disingkat
LLAJR.114
Berapa jumlah kendaraan yang melalui jembatan timbang itu, dan berapa
jumlah uang yang diberikan oleh supir-supir truck kepada para pejabat Dinas Lalu
Lintas Jalan Raya sebagai upeti secara dapat dihitung berdasarkan laporan dari
penertiban Opstib baru ini, yaitu jumlah kendaraan yang melalui jembatan
timbang antara 1600 sampai 1500 kendaraan, dikalikan dua ratus rupiah dengan
Pegawai Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tersebut, pungli itu di
lakukan secara paksa, karena apabila truck-truck yang kelebihan muatan itu tidak
memberikan upeti sebanyak dua ratus rupian, maka kendaraan akan ditahan dan
1965 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahum 1951 tentang Peraturan Lalu
yang merugikan keuangan negara. Hal ini disebabkan karena apabila pegawai-
114
Ati Suryati & Djoko Prakoso, Op.Cit., hal 50
115
Ibid.
116
Ibid.
117
Ibid.
pegawai Dinas Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Raya tersebut tidak menerima
sopir-sopir untuk dipungut secara paksa truck itu, maka perkaranya akan
diteruskan kepada pengadilan setempat dan denda yang diperoleh sebagai akibat
Pada saat itu, pelaku dari perbuatan pungli seperti contoh kasus diatas
Tindak Pidana Korupsi, yaitu pada pasal 1 ayat (1) sub d Undang-undang Nomor
3 tahun 1971 bagi sopir-sopir truck yang memberikan upeti pada pegawai negeri
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dan bagi penerima upeti yaitu
pegawai Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dapat dikenakan pasal 1 ayat
(1) sub e Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971. Ancaman Pidana terhadap pelaku
perbuatan pungli jika dilihat ketentuan yang tercantum dalam pasal 28 Undang-
Undang Nomor 3 tahun 1971, maka ancaman hukuman bagi penerima dan
rupiah.119
Berdasarkan uraian diatas dapat kita ketahui bahwa pungli sudah ada sejak
dulu dan sejak dulu pungli juga sudah dipersamakan sebagai tindak pidana
korupsi.
118
Ibid., hal 51
119
Ibid.
kerugian negara.
Mahfid, Pungli merupakan sebuah jenis korupsi yang tidak merugikan keuangan
pelaksanaan tugasnya.120
Prasetyo, yang mengatakan bahwa pelaku pungli dapat dijerat dengan Undang-
sebagai berikut:
120
Mahfud Md: Korupsi Tak Hanya Kerugian Negara, Pungli Pun Termasuk: https://
nasional.tempo.co/read/1341194/mahfud-md-korupsi-tak-hanya-kerugian-negara-pungli-pun-term
asuk/full&view=ok. Diakses pada Tanggal 20 Mei 2020 Pukul : 13.00 WIB
121
Pelaku Pungli Bisa Dijerat Pasal Korupsi, Bukan Hanya Pemerasan :
https://nasional.kompas.com/read/2016/10/20/20110891/pelaku.pungli.bisa.dijerat.pasal.korupsi.b
ukan.hanya.pemerasan?page=all . Diakses pada Tanggal 20 November 2019 Pukul : 22.00 WIB
pungli oleh oknum Pegawai Negeri maupun Penyelenggara Negara saat ini
telah disebutkan diatas, hal ini disebabkan karena adanya pemahaman oleh aparat
suatu perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
Berdasarkan akan hal itu maka pungutan liar terdiri atas unsur-unsur
122
Pelaku Pungli Bisa Dijerat Pasal Korupsi, Bukan Hanya Pemerasan :
https://nasional.kompas.com/read/2016/10/20/20110891/pelaku.pungli.bisa.dijerat.pasal.korupsi.b
ukan.hanya.pemerasan?page=all . Diakses pada Tanggal 20 November 2019 Pukul : 22.00 WIB
123
Disampaikan oleh Dr. R. Widyopramono, S.H., M.M., M.Hum pada Workshop “Peran
APIP dalam, Pencegahan Pungutan Liar Pada Layanan Publik” yang diselenggarakan oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada hari Kamis, tanggal 12
Januari 2017 di Jakarta. Lihat https://www.kemdikbud.go.id/main/files/
download/5a43f0ab1419357. Diakses pada tanggal 29 November 2019 Pukul 17.35.
Pemerasan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang terdapat unsur-
unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan atau
dengan ancaman agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya. 125
Jika dikaji lebih dalam maka pungli adalah segala bentuk pungutan tidak
resmi yang tidak mempunyai landasan hukum. Dalam bekerjanya, pelaku pungli
selalu diikuti dengan tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pihak
124
La Sina, Dampak dan Upaya Pemberantasan serta Pengawasaan Korupsi di Indonesia.
Jurnal Hukum Pro Justitia. Vol 26 No 21, Januari 2008, hal.40
125
Wahyu Rahmadhani, Op.Cit.,hal. 273
126
Ibid., hal. 272
pidana.
Apabila aksi pungli itu dilakukan dengan cara kekerasan secara paksa
(premanisme) maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP, yang dapat
mengancam pelaku dengan pidana pemerasan dan dapat dipidana paling lama 9
(sembilan) tahun.
Pungli sebagai tindak pidana pemerasan dapat dipahami bahwa pungli itu
adalah permintaan sebagian uang dari pejabat birokrasi atau masyarakat biasa di
luar biaya yang seharusnya yang pembayarannya di luar dari keharusan biaya
yang harus dibayar, apabila pungli itu tidak dibayar maka akan dikhawatirkan
sehingga korban tidak memiliki pilihan lain dan terpaksa mengikuti keinginan
pelaku.
Pungli sebagai tindak pidana pemerasan dapat di lihat pada salah satu
kasus yang terjadi pada akhir November 2016, yaitu kasus pungli di Pelabuhan
Belawan. Pada akhir November 2016, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda
Sumut) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas pungli yang dilakukan di
Mafrizal, bersama Sabam Parulian Manalu dan Frans Holmes Sitanggang). Dalam
putusan tersebut terdakwa dikenakan pasal 368 KUHP, yaitu pasal tindak pidana
pemerasan.
yaitu Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena menurutnya apabila
pungli dijerat dengan pasal korupsi maka akan menimbulkan persoalan penegak
hanya ada di tingkat provinsi. Sehingga apabila perbuatan pungutan liar yang di
tuntut dengan pasal korupsi itu terjadi di daerah, itu akan menyulitkan aparat
perbuatan pungutuan liar juga kecil. Sehingga apabila pungli diterapkan pasal
Korupsi maka terhadap penanganan perkaranya memakan biaya lebih besar yang
perbuatan pungutan liar ini. Hal ini akan memberatkan bahkan merugikan
keuangan negara.128
Sebagai contoh apabila perbuatan pungutan liar ini sebagai tindak pidana
korupsi maka penanganannya hanya bisa dilakukan di Ibu kota provinsi. Sebagai
60.000,00 (enam puluh ribu rupiah) dan sidangnya harus di Jayapura yang
memakan biaya hingga puluhan juta rupiah. Contoh lainnya apabila perbuatan
sidangnya harus di Medan, yang dapat memakan biaya puluhan juta rupiah untuk
127
Jaksa Agung Ingin Pungli Dijerat Pasal Pemerasan, Bukan Korupsi : https://news.
detik.com/berita/d-3807016/jaksa-agung-ingin-pungli-dijerat-pasal-pemerasan-bukan-korupsi.
Diakses pada tanggal 30 November 2019 Pukul 23.30 WIB
128
Ibid.
dihadapi apabila perbuatan pungutan liar itu diancam sebagai tindak pidana
korupsi.129
Kendala lain juga dapat di timbulkan apabila perbuatan pungutan liar ini di
sejumlah uang dengan paksa berbeda dengan korupsi, yang dalam hal ini pelaku
dapat merupakan kedua pihak yang sepakat bekerjasama sebagai pemberi suap
tindak pidana korupsi, yang dalam hal ini adalah perbuatan suap maka tentulah
tidak adil apabila pemberi uang pungutan liar dapat dipidana. Karena pada
praktiknya pemberi uang pungutan liar ini dengan keadaan terpaksa untuk
menyerahkannya.131
pidana korupsi karena pemaknaan mengenai pungli dan Tipikor itu juga berbeda.
Tindak pidana korupsi itu terjadi bilamana adanya kerugian negara akibat
kerugian negara yang didapatkan dari adanya transaksi tersebut. Maka memang
konsep penindakan bagi pelaku korupsi dan pungli juga berbedea secara
bagi pelaku Tipikor dan juga pungli itu berbeda, yang mana hal tersebut dapat
129
Ibid.
130
Ibid.
131
Ibid.
menjadi vage norm dalam penegakan hukum bagi kasus pungli dan Tipikor di
Pengadilan Tipikor.132
negara. Pemaknaan dari kerugian negara sendiri bilamana apabila ada uang yang
Pemahaman ini merupakan konsekuensi logis tentu tidak bisa disamakan dengan
tindak pidana korupsi dan lebih cenderung pada delik umum. Dalam pungli, tidak
ada kerugian negara dalam transaksi pungli. Sehingga akan lebih cocok pungli
apakah perbuatan pungli itu termasuk tindak pidana suap ataukah perbuatan
menciptakan situasi keterpaksaan agar „mau tidak mau‟ pelaku usaha harus
memberi suap atau uang pelicin, maka dalam hal ini akan timbul masalah, apakah
posisi dari pelaku usaha sebagai tersangka tindak pidana penyuapan ataukah
sebagai korban dari tindak pidana pemerasan dari oknum pemungut pungli.135
132
Dalam Artikel Online yang berjudul “Pungutan Liar (tidak) sama dengan Korupsi “
yang ditulis oleh Basuki Kurniawan,S.H.I., M.H. Lihat https://kumparan.com/basuki-kurniawan/
pungutan-liar-tidak-sama-dengan-korupsi. Diakses pada Tanggal 10 November 2019 pada pukul
20.30. WIB
133
Ibid.
134
Disampaikan dalam diskusi Hukumonline 2019 dengan tema : “Pungli: Tindak Pidana
Suap atau Pemerasan (Permasalahan yang masih Menghambat Kemudahan Berusaha di
Indonesia)” bertempat Surabaya pada hari Senin tanggal 4 Maret 2019. Lihat
https://www.hukumonline.com/ berita/baca/lt5c7e650d70141/pungli--antara-suap-atau-
pemerasan/. Diakses pada Tanggal 13 November 2019 pada pukul 21.00 WIB
135
Ibid.
dengan pemberian uang maka potensi masuknya kasus itu ke ranah pidana
melapor kepada aparat yang berwenang, seperti tim saber pungli. Inilah yang
akan melepaskan pelaku usaha agar tak dianggap suap. Ada tidaknya pelaporan
tersebut antara suap dan pemerasan. Jika pelaku usaha melaporkan, kemudian
aparat melakukan tindakan dan dalam hal ini pelapor ikut serta membantu aparat,
maka unsur niat jahat (mens rea) untuk melakukan suap tak akan terpenuhi.
Namun, apaabila tidak ada pelaporan oleh pelaku usaha yang diperas, peristiwa itu
akan masuk dalam wilayah abu-abu dan pebisnis menjadi tidak lagi memiliki alat
pelaku usaha termasuk tersangka tindak pidana suap ataukah sebagai korban
tindak pidana pemerasan adalah dengan tidak adanya niat jahat pemohon izin
yang dalam hal ini adalah pelaku usaha dalam konteks pungli, yakni adanya bukti
bahwa iktikad untuk memberi uang tidak datang dari pemohon, melainkan harus
136
Ibid.
137
Ibid.
posisi dari Pelaku Usaha dapat ditentukan apakah pelaku usaha tersebut
merupakan korban tindak pidana pemerasan ataukah sebagai tindak pidana . 138
138
Ibid.
BAB III
Pungutan liar terjadi akibat adanya tekanan buruk dalam diri seseorang
setara dengan orang lain yang ada, sehingga terputusnya sifat jujur di hati dan
pikiran yang jernih, yang terkoneksi adalah antara hati yang rakus dengan
kecerdasan emosional yang tak terkontrol sehingga keberadaan Tuhan pada diri
yaitu pada jumlah besar kecilnya hasil yang diperoleh serta kesempatan dan
peluang yang ada.140 Hampir semua pejabat atau pegawai yang bekerja pada
untuk melakukan pungutan liar atau korupsi, namun yang membedakan adalah
menduduki suatu jabatan maka penghasilan peluang pungli semakin besar bahkan
Dengan kata lain makin tinggi jabatan seseorang pegawai maka indikasi peluang
korupsi semakin besar. Pegawai yang berada di level bawah biasanya peluang
139
Ibrahim Hot, Op.Cit., hal. 40
140
Ibid., hal. 41
76
pejabat negara maupun pejabat swasta, hal itu terjadi tidak terlapas dengan adanya
pungutan liar.tersebut.
memperkaya diri.141
disebabkan oleh:143
141
Soedjono D., Pungli Analisa Hukum Dan Kriminologi, (Bandung: CV Sinar Baru,
1983), hal.36
142
Pejabat Fungsional Auditor (PFA) Bidang Ivestigasi Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan
143
Majalah Paraikatte, Op.Cit., hal. 2
publik.144
144
Agus Dwiyanto, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi,
(Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2011), hal 91
145
Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT). Strata 1 pada
Fakultas Hukum UNSRAT, Strata 2 pada Pascasarjana Universitas Hasanuddin (UNHAS), dan
Strata 3 pada Pascasarjana UNHAS
146
Wempie Jh. Kumendong, Kajian Hukum Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan
Liar Menurut Perpres RI No. 87 Tahun 2016, Vol. V, No. 2, Maret-April 2017, hal. 8.
perbuatan pungli.
miskin.
terjadi akibat tidak ada "rasa syukur". Segala sesuatu yang sudah di
dapat masih merasa kurang dan masih ingin yang lebih dan lebih
kepada pegawainya masih kecil dibanding negara lain. Hal ini dapat
bisa menyamai orang lain dalam segi ekonomi merupakan salah satu
g) Pengaruh Lingkungan
baik maka secara otomatis hidup akan baik. Jika seseorang hidup
jadi sesorang tersebut menjadi salah satu bagian dari pelaku pungli.
hal yang sama mulai dari pungutan liar sampai korupsi. Pimpinan yang
adalah pungli atau korupsi berjamaah serta saling menutupi satu sama
lain.
tidak bersih yang sering dinodai dengan suap atau pungli. Rotasi atau
mutasi para pegawai dan pejabat yang diwarnai dengan tarif atau mahar
memadai
salah diakibatkan karena tidak adanya panduan yang tepat yang bisa
rancu. Sistem pengelolaan kerja instansi atau lembaga yang tidak dapat
dalam instansi atau lembaga itu sendiri tidak untuk konsumsi publik.
pemerintahan.
apabila adanya suatu kebijakan baru atau teguran dari pimpinan atas
menyalahi aturan.
ada duit.
yang mudah terpengaruh dengan suap atau pungli itu sendiri. Sehingga
pungli dan korupsi akan terus bertambah bahkan ada yang sampai
berulang.
dan karyawan memberi dampak buruk terhadap mental dan moral. Jika
penghantar nikah, surat izin usaha, dasar penerbitan surat tanah dan lain
benda-benda materiil terbatas, sementara cara untuk memperoleh benda itu juga
terbatas. Sudah menjadi kodrat alamiah, apabila kebutuhan satu telah dipenuhi,
maka kebutuhan selanjutnya akan segera timbul, begitu seterusnya tanpa henti.
kebutuhan itu dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum. Begitu juga harta
merupakan masalah sosial, bahkan dinyatakan sebagai the oldest social problem.
Bukan hanya karena kepentingan umum dari masyarakat bahwa kejahatan tidak
boleh dilakukan, tapi bahwa kejahatan jenis apapun harus berkurang, sebanding
kejahatan atau bisa disebut juga politik kriminal memiliki tujuan akhir atau tujuan
enforcement policy).151
dua macam yaitu, jalur ”penal” (hukum pidana) dan jalur “non penal” (diluar
mengandalkan penerapan hukum pidana semata, tetapi juga melihat akar lahirnya
147
M. Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016), hal. 1
148
Dey Ravena & Kristian, Kebijakan Kriminal (Criminal Policy), (Jakarta: Kencana,
2017), hal. 1
149
Cesare Beccaria, Perihal Kejahatan dan Hukuman, (Yogyakarta: Genta Publishing,
2011), hal 17
150
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2016), hal. 4.
151
Ibid., hal. 28
152
Teguh Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan
Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal 17
persoalan kejahatan ini dari persoalan sosial, sehingga kebijakan sosial juga
hakikatnya dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. 154
Kebijakan penal adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya
dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada
pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa ”social welfare” dan
“social defence”.156
lebih bersifat preventif yakni berotientasi pada upaya pemahaman terhadap faktor-
153
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal
Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal.
57
154
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 188
155
Barda Nawaei Arief, Bunga Rampai…, Op.Cit. hal. 23
156
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 73
terjadi. Upaya-upaya nonpenal dapat meliputi bidang yang sangat luas dari
seluruh sektor kebijakan sosial. Tujuan utama dari upaya-upaya nonpenal adalah
undangan yang secara khusus mengatur tentang perbuatan pungli sebagai tindak
pidana yang dapat diberikan sanksi pidana, namun terdapat beberapa ketentuan
adalah sebagai cara penanggulangan perbuatan pungli melalui jalur penal yang
157
Dey Ravena & Kristian, Op.Cit., hal. 178
158
Disampaikan Dr. R. Widyopramono, S.H., M.M., M.Hum pada Workshop “Peran
APIP dalam, Pencegahan Pungutan Liar Pada Layanan Publik” yang diselenggarakan oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada hari Kamis, tanggal 12
Januari 2017 di Jakarta.: https://www.kemdikbud.go.id/main/files/download/5a43f0ab1419357.
Diakses pada tanggal 29 November 2019 Pukul 17.35
(2) Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga dan keempat berlaku
bagi kejahatan ini.
2. Pasal 415 KUHP, yang isinya sebagai berikut:
sebagai berikut:
bahwa kejahatan akan selalu ada, jika ada kesempatan untuk melakukannya
partisipan yang dapat terlibat secara aktif dalam suatu kejahatan. 159 Korban
membentuk pelaku kejahatan dengan sengaja atau tidak sengaja berkaitan dengan
situasi dan kondisi masing-masing. Antara korban dan pelaku ada hubungan
pungutan liar itu tidak dapat dihapus begitu saja akan tetapi dapat diusahakan
untuk diminimalisir kejahatan pungutan liar itu. Menurut Bonger, dalam teori
a. Metode Pre-emtif
kejahatan sejak awal atau sejak dini, yang mana tindakan itu lebih bersifat
psikis atau moril untuk mengajak atau menghimbau kepada masyarakat agar
dapat berupa:
dan
159
Eko Budi S, Pemberantasan Pungutan Liar pada Pelayanan Publik dari Perspektif
Sosiologi Hukum, Jurnal Wajah Hukum, Volume 3 Nomor 1, (November 2019), hal. 16
160
W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia
Indonesia, 1981), hal. 15.
b. Metode Preventif
mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan jauh lebih baik dari pada
memulihkan kembali dampak dari apa yang terjadi. Upaya tersebut dapat
berupa:
c. Metode Represif
action so that the perpetrators deter and do not repeat the crime again”
Provinsi.
Selain itu Pemerintah dalam hal ini telah membentuk Satuan Tugas Sapu
2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar diketahui bahwa Satgas
tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menyebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3,
161
Lihat Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 Tentang
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
162
Majalah Paraikatte, Op.Cit., hal. 3
prinsip sosiologi hukum bahwa hal yang terpenting dan ditumakan untuk diubah
agar masyarakat itu tertib tertib terhadap hukum adalah masyarakatnya bukan
hukumnya.
BAB IV
1. Kronologis Perkara
Sekolah SMP Negeri 1 Kota Pinang Kecamatan Kota Pinang, Kabupaten Labuhan
Batu Selatan yang berdasarkan Surat Keputusan Bupati Labuhan Batu Nomor :
SMP Negeri 1 Kota Pinang Kecamatan Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu,
pada kurun waktu tanggal 11 Mei 2009 sampai dengan tanggal 24 Juni 2009 atau
setidak-tidaknya pada suatu waktu lain dalam tahun 2009 bertempat di SMP
Negeri 1 Kota Pinang Kecamatan Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu Selatan
atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah
sendiri atau pihak-pihak tertentu secara melawan hukum, yang dilakukan oleh
102
selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Kota Pinang pada tanggal 11 Mei
Ujian Nasional yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 20 Juni
2009 sekitar pukul 14.00 WIB bertempat di SMP Negeri 1 Kota Pinang;
- Bahwa pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 2009 bertempat di SMP Negeri 1
orang tua murid yang hadir untuk memberikan uang senilai Rp. 125.000, -
(seratus dua puluh lima ribu rupiah) per siswa yang harus diserahkan
ucapan terima kasih dan orang tua siswa kepada pihak sekolah yang akan
c. Fotokopi SKHUN;
sekolah/madrasah ;
Nasional;
dan lain-lain;
- Bahwa sekira pukul 14.00 WIB Terdakwa yang mewakili sekolah dan
seluruh guru membuka acara dan memberikan kata sambutan yang pada
intinya meminta maaf kepada seluruh orang tua siswa apabila selama
Kota Pinang ada kesalahan. Setelah itu, Terdakwa keluar dari ruangan dan
tersebut adalah Ketua Komite Sekolah yaitu H. Saidi Siregar namun rapat
antara orang tua siswa/i dengan sekolah SMP Negeri 1 Kota Pinang dalam
sesuai dengan Surat Undangan yang dibuat dan di tanda tangani oleh
- Bahwa pada hari Rabu tanggal 24 Juni 2009 sekitar pukul 09.00 WIB
Tiga Jari tersebut seluruh siswa/i SMP Negeri 1 Kota Pinang diharuskan
membayar uang sejumlah Rp. 125.000, - (seratus dua puluh lima ribu
tersebut dapat melaksanakan Cap Tiga Jari serta apabila siswa/i tidak
membayar uang sejumlah Rp. 125.000, - (seratus dua puluh lima ribu
Jari SKHU hingga siswa/ i tersebut membayar uang sejumlah Rp. 125.000,
- Bahwa pelaksanaan Cap Tiga Jari SKHU pada tanggal 24 Juni 2009 dibagi
kelas IX.5 s/d IX.9 yang dilaksanakan oleh saksi Sunardi dengan dibantu
diterima pada daftar nama atas nama siswa yang menyerahkan uang
tersebut dan setelah itu barulah siswa/i tersebut melaksanakan Cap Tiga
Jari;
pemeriksaan terhadap guru yang sedang melakukan Cap Tiga Jari dan
- Bahwa berdasarkan keterangan dari orang tua siswa dan siswa SMPN 1
Kota Pinang antara lain saksi Rosmian Br. Rambe, saksi Fitri Aminah,
saksi Tamimah Br. Daulay, saksi Rasita Dewi, saksi Nur Cahaya Br.
Harahap, saksi Farida Ariyani Br. Sagala, saksi Ilham dan saksi Aida Sari
maka siswa/i tidak dapat melaksanakan Cap Tiga Jari SKHUN dan
pendaftaran di Sekolah Lanjutan. Bahwa saksi Aida Sari Siregar yang pada
saat itu tidak membawa uang sejumlah Rp. 125.000, - (seratus dua puluh
lima ribu rupiah) tidak diperbolehkan untuk melaksanakan Cap Tiga Jari
dilakukan proses lebih lanjut hingga pada akhirnya terdakwa nantinya diadili dan
Terdakwa di dakwa dengan pasal 12 huruf e Undang- Undang No. 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dan di tambah dengan Undang- Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
yang pada pokoknya menerangkan bahwa suatu perbuatan yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
3. Tuntutuan
Negeri Rantau Prapat di Kota Pinang tanggal 26 Agustus 2010 sebagai berikut:
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 31 Tahun 1999
Terdakwa segera di tahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000 ,- (dua ratus
dengan Hormat Pegawai Negeri Sipil yang tersebut dalam lajur 2 yaitu
Pinang yang merupakan tugas tambahan dari jaba tan guru dari
18 April 2009;
6. Daftar Nama Siswa Kelas IX.1, IX.2, IX.3, IX.4, IX.5, IX.6, IX.7,
7. Berita Acara Penitipan Uang yang dibuat pada hari Sabtu tanggal 27
Juni 2009 pukul 11.10 WIB antara Sunardi, S.IP. dengan H. Saidi
Hamzah, S.Pd.;
8. Berita Acara Penitipan Uang yang dibuat pada hari Sabtu tanggal 27
Juni 2009 pukul 11.10 WIB antara Sunardi, S.IP. dengan 0. Butar -
Hamzah, S.Pd.;
sedangkan :
rupiah) ;
Sekolah); dan
4. Fakta-Fakta Hukum
telah terpenuhi, yaitu menerima hadiah yang patut diduganya ada jabatan dan
pekerjaannya sebagai Kepala Sekolah SMP, yang sekali pun jumlahnya relatif
kecil, namun termasuk ilegal levire karena ternyata jumlahnya sama masing-
kelas, dengan pungutan sebesar Rp. 125.000, - (seratus dua puluh lima ribu
tua murid mengenai permintaan dana tersebut, memang Ketua Komite Sekolah,
sebesar Rp. 15.130.000 , - (lima belas juta seratus tiga puluh ribu rupiah), namun
sebelum aksi pengumpulan dana itu selesai Cabang Kejaksan Negari Pinang
5. Putusan
sebagai berikut :
Kedua;
tersebut;
serta martabatnya;
1) Uang tunai sejumlah Rp. 16.000.000, - (enam belas juta rupiah) yang
terdiri dari:
(satu) lembar;
lembar;
2009;
- Undangan dari SMP Negeri 1 Kota Pinang Nomor : 421.3 /90 /2009
- Daftar Nama Siswa Kelas IX.1, IX.2, IX.3, IX.4, IX.5, IX.6, IX.7,
- Berita Acara Penitipan Uang yang dibuat pada hari Sabtu tanggal 27
Juni 2009 pukul 11.10 WIB antara Sunardi, S.IP. dengan H. Saidi
Hamzah, S.Pd.;
- Berita Acara Penitipan Uang yang dibuat pada hari Sabtu tanggal 27
Hamzah, S.Pd.;
dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim karena Terdakwa
(dua) tahun;
1 (satu) lembar;
(lima) lembar;
- Daftar Nama Siswa Kelas IX.1, IX.2, IX.3, IX.4, IX.5, IX.6, IX.7,
- Berita Acara Penitipan Uang yang dibuat pada hari Sabtu tanggal
- Berita Acara Penitipan Uang yang dibuat pada hari Sabtu tanggal
semua tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500, -
1. Analisis Dakwaan
Surat Dakwaan yang digunakan dalam perkara ini adalah surat dakwaan
berjenis Alternatif, yaitu antara dakwaan yang satu dengan yang lain saling
“mengecualikan”.163
tambah dengan Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Korupsi.
disampaikan oleh penuntut umum adalah dapat dibenarkan. Hal ini mengartikan
bahwa dakwaan yang diajukan jaksa selaku penuntut umum terbukti sehingga
163
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan
dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal.399
Pinang, Kabupaten Labuhan Batu, pada kurun waktu tanggal 11 Mei 2009
waktu lain dalam tahun 2009 bertempat di SMP Negeri 1 Kota Pinang
melawan hukum ;
kepada orang tua murid yang hadir untuk memberikan uang senilai Rp.
125.000, - (seratus dua puluh lima ribu rupiah) per siswa yang harus
Ujian (SKHU)
Sekolah.
memiliki maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
kewajiban yang dibebankan oleh atau yang melekat pada jabatan atau
yang hadir untuk memberikan uang senilai Rp. 125.000, - (seratus dua
puluh lima ribu rupiah) per siswa yang harus diserahkan paling lambat
Sekolah.
pungutan liar. Pungutan sebesar Rp. 125.000, - (seratus dua puluh lima
ribu rupiah) yang diwajibkan kepada orang tua siswa merupakan bentuk
Bahwa unsur ini bersifat alternatif sehingga cukup salah satu unsur
perbuatan saja yang terbukti maka unsur ini dapat dinyatakan terbukti.
1) Memberikan sesuatu;
2) Membayar;
SMPN 1 Kota Pinang antara lain saksi Rosmian Br. Rambe, saksi Fitri
Aminah, saksi Tamimah Br. Daulay, saksi Rasita Dewi, saksi Nur Cahaya
Br .Harahap, saksi Farida Ariyani Br. Sagala, saksi Ilham dan saksi Aida
Sari Siregar diketahui bahwa mereka keberatan atas pungutan tersebut dan
maka siswa/i tidak dapat melaksanakan Cap Tiga Jari SKHUN dan
suatu waktu lain dalam tahun 2009 bertempat di SMP Negeri 1 Kota
Uang pungutan liar itu sebelumnya diberikan terlebih dahulu oleh wali
dengan hadiah.
orang yang memberikan hadiah atau janji mengetahui dengan tepat apa
2. Analisis Tuntutan
Melalui surat tuntutan pidana164, Jaksa yang dalam hal ini sebagai penuntut
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi
dengan perintah Terdakwa segera di tahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000 ,-
(dua ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan, hal ini sesuai dengan
pidana minimum yang tertulis dalam Pasal 12 huruf e Undang- Undang No. 20
Tahun 2001.
164
Tuntutan Pidana yang dibuat oleh penuntut umum pada hakikatnya adalah kesimpulan
yang diambil dari fakta yang terungkap di persidangan menurut visi penuntut umum, disertai
dengan tuntutan sanksi pidana/tindakan yang akan dijatuhkan pada terdakwa. Lihat Al.
Wisnubroto, Praktik Persidangan Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014), hal. 104
g. Saksi Ilham;
j. Saksi Rizallahi;
4. Petunjuk;
165
Monang Siahaan, Falsafah dan Filosofi Hukum Acara Pidana,(Jakarta: PT Grasindo,
2017), hal. 29
terlampir dalam berkas perkara pidana namun ada pengecualian terhadap uang
tunai sejumlah Rp. 16.000.000, - (enam belas juta rupiah) yang dikembalikan
kepada orang tua murid a.n Ade Ardiansyah dan kawan-kawan melalui H. Saidi
sejumlah Rp. 16.000.000, - (enam belas juta rupiah) menurut penulis adalah
membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000, - (lima ribu rupiah). Biaya perkara
sebesar Rp. 5.000, - (lima ribu rupiah) sesuai dengan asas Kitab Undang-Undang
3. Analisis Putusan
Pengadilan Negeri Rantau Prapat dan putusan kedua pada Mahkamah Agung.
perkara ini tidak memahami dengan baik unsur-unsur pasal yang didakwakan dan
mangabaikan fakta-fakta hukum yang diperoleh dari uraian kronologi dalam berita
terhadap terdakwa.
Kemudian dalam poin kedua dari putusan Negeri Rantau Prapat terdakwa
tersebut dibebaskan lalu poin ketiga berisi tentang pemulihkan hak terdakwa
dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dan poin keempat
Poin kedua sampai keempat dari putusan Negeri Rantau Prapat atas
perkara ini merupakan implikasi dari poin pertama yaitu tidak terbuktinya
terdakwa melakukan tindak pidana sehingga hak-hak yang dibatasi saat proses
yang dimaksudkan salah satu asas Kitab Hukum Acara Pidana yaitu Asas
pinsip keseimbangan serasi antara perlindungan harkat dan martabat manusia dan
liar sebesar enam belas juta rupiah kepada orang tua murid melalui SMPN 1 Kota
Pinang. Sebagaimana yang telah penulis sampaikan bahwa uang pungutan liar
tersebut merupakan salah satu barang bukti167 dalam perkara ini. Menurut
166
Ibid, hal. 74
167
Barang bukti adalah barang mengenai mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang
dengan mana delik dilakukan yaitu alat yang dipakai untuk melakukan delik misalnya pisau yang
dipakai menikam orang. Termasuk juga barang bukti ialah hasil dari delik, misalnya uang negara
pendapat penulis, Hakim melalui putusannya ini telah sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana yang menentukan bahwa apabila perkara sudah diputus, maka
benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada yang
hakim sehingga upaya hukum yang bisa dilakukan oleh jaksa penuntut umum
oleh penuntut umum pada hekekatnya didorong oleh perasaan yang kurang puas
atas hukuman yang dijatuhkan hakim; dengan kata lain hukuman yang dijatuhkan
oleh hakim itu menurut penilaian penuntut umum terlalu ringan dibandingkan
melakukan tindak pidana Korupsi, menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada
Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Namun pidana
tersebut tidak akan dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada perintah lain dalam
yang dipakai (korupsi) untuk membeli rumah pribadi, maka rumah pribadi itu merupakan barang
bukti atau hasil delik. Lihat Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2018), hal. 15
168
Lihat Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
169
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Op.Cit., hal. 162
hakim sangat rendah, bahkan sampai menyalahi ketentuan hukum yang tertulis
tahun penjara, sementara terdakwa hanya dijatuhi sanksi pidana 1 (satu) tahun
penjara saja. Bahkan dalam poin kelima dari putusan ini ditetapkan bahwa
terdakwa dijatuhkan pidana bersyarat, dimana artinya adalah sanksi pidana selama
1 (satu) tahun tersebut tidak akan dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada
sesuatu kejahatan atau tidak mencukupi suatu syarat yang ditentukan sebelum
terdakwa melakukan pungutan yang tidak resmi terhadap uang masyarakat yang
merupakan para orang tua/wali murid yang ingin mengambil Surat Keterangan
170
Ketentuan Pidana bersyarat (vootwaardelijke veroordeling) diatur dalam Pasal 14a – 14f
KUHP, yang ditambahkan ke dalam KUHP pada tahun 1926 dengan Staatsblaad tahun 1926
Nomo 251 jo. Nomor 486, dan mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Januari 1927. Lihat
Mohammad Ekaputra dan Abdul Khair, Sistem Pidana di Dalam KUHP dan Pengaturannya
Menurut Konsep KUHP Baru, (Medan: USU Press, 2010), hal 112
membayar uang sebesar Rp. 125.000,-. Padahal ketentuan yang dibuat terdakwa
dilakukan terdakwa termasuk bentuk pungutan liar karena pungutan ini memiliki
berlaku;
3. Hasil pungutan liar hanya untuk digunakan oleh oknum pemungut atau
wewenang yang ada padanya dapat dimasukkan sebagai tindak pidana korupsi
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu dasar hukum mempidanakan
pelaku pungutan liar adalah dengan pasal 12 huruf e UU Tipikor. Namun perlu di
ingat bahwa poin terpenting dari pernyataan ini adalah bahwa pungutan liar
padanya.
1. Kronologis Perkara
Maret 2016 sekira pukul 15.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam
bulan Maret 2016 bertempat di Jalan Pertahanan Depan Pabrik PT. Glopes Desa
suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lubuk
Pada hari Selasa tanggal 8 Maret 2016 sekira pukul 15.00 WIB sewaktu
saksi Roy Siahaan bersama rekan saksi Jufi Irawan anggota Polri menangkap
saksi korban Muhammad Irfan. Ketika itu saksi bersama rekan saksi melintas
dijalan Pertahanan tepatnya di Depan Pabrik PT. Glopes Ds. Patumbak Kec.
Patumbak, kemudian mereka melihat beberapa orang laki-laki salah seorang satu
(satu) unit mobil box, lalu terdakwa berbicara dengan kenek yang duduk disebelah
mereka melihat terdakwa meminta uang SPSI sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu
rupiah) kemudian Muhammad Irfan mengatakan “ndak bisalah sepuluh ribu, yang
bisa lima ribu” sambil menyerahkan uang dua ribuan sebanyak tiga lembar kepada
terdakwa, lalu saksi korban meminta kembalian uang akan tetapi terdakwa tidak
memberikannya dan langsung mengambil secara paksa uang dari tangan saksi
pemerasan tersebut adalah 1 (satu) buah kwitansi berstempel ikatan pemuda karya
PAC Kec. Patumbak sedangkan uang senilai Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu) adalah
Terdakwa di dakwa pasal 368 Ayat (1) KUHP yang pada pokoknya menerangkan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang,
yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri,
kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan
piutang.
3. Tuntutan
berikut:
sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan
yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri,
kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau
Patumbak.
Ribu Rupiah).
4. Fakta-Fakta Hukum
Bahwa berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan, melalui
berikut:
a. Bahwa benar pada hari Selasa tanggal 8 Maret 2016 sekira pukul 15.00
Depan Pabrik PT. Glopes Ds. Patumbak Kec. Patumbak, dimana terdakwa
meminta uang SPSI sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) kemudian
Muhammad Irfan mengatakan “ndak bisalah sepuluh ribu, yang bisa lima
ribu” sambil menyerahkan uang dua ribuan sebanyak tiga lembar kepada
terdakwa, lalu saksi korban meminta kembalian uang akan tetapi terdakwa
berlogo ikatan pemuda karya PAC Kec. Patumbak kepada saksi korban;
dan
c. Bahwa benar dari terdakwa disita barang bukti berupa 1 (satu) buah
uang senilai Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu) adalah uang saksi korban yang
5. Putusan
Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, pada hari Rabu, tanggal 29 Juni 2016,
bulan;
Patumbak;
1. Analisis Dakwaan
Jenis surat dakwaan dalam perkara ini adalah berjenis surat dakwaan
tunggal. Surat dakwaan tunggal adalah surat dakwaan yang hanya berisi satu
tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung faktor concursus maupun faktor
alternatif. Hal ini sesuai dengan kronologi perkara yang telah disampaikan
sebelumnya yaitu pelaku dalam hal ini tertangkap tangan melakukan perbuatan
171
Ratna Sari, Penyidikan dan Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana, (Medan:
Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1995), hal. 103
pungutan liar oleh pihak kepolisian yang kemudian menjadi saksi polisi dalam
perkara ini sehingga jaksa selaku penuntut umum memiliki keyakinan kuat
terbukti yaitu dengan pasal 368 Ayat (1) KUHP yang berisi:
kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau
lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang.”
1. Barang Siapa;
kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau
undang dalam hal ini adalah orang sebagai subyek hukum haruslah orang
dimaksudkan dengan unsur “Barang Siapa” dalam hal ini sebagai yang
orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan
piutang”;
Bahwa unsur ini bersifat alternatif sehingga cukup salah satu unsur
perbuatan saja yang terbukti maka unsur ini dapat dinyatakan terbukti.
3. Meniadakan piutang.
Apabila salah satu dari tiga unsur tersebut terpenuhi maka unsur ini
dinyatakan terbukti.
Alberto Simanjuntak menyetop 1 (satu) unit mobil box dan meminta uang
Irfan mengatakan “ndak bisalah sepuluh ribu, yang bisa lima ribu” sambil
menyerahkan uang dua ribuan sebanyak tiga lembar kepada terdakwa, lalu
uang senilai Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu) adalah uang saksi korban yang
Oleh karena semua unsur dari Pasal 368 Ayat (1) KUHP terpenuhi,
dakwaan tunggal.
2. Analisis Tuntutan
melakukan pungutan liar yang dalam hal ini merupakan tindak pidana pemerasan
yang diatur pada pasal 368 Ayat (1) KUHP. Jaksa menunut terdakwa dengan pasal
penuntut umum yang dalam hal ini menurutnya bahwa terdakwa memenuhi unsur-
172
Terbukti atau tidaknya suatu dakwaan ditentukan pada proses pembuktian di
persidangan. Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaaan sidang
pengadilan yang menentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti
yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada
terdakwa, terdakwa “dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat
dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam pasal 184, terdakwa dinyatakan “bersalah”
dan kepadanya dijatuhkan hukuman. Lihat M. Yahya Harahap, Pembahasasn Permasalahan dan
Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 273
supaya ditahan. Dalam Pasal 368 Ayat (1) KUHP memang tidak menyebutkan
terkait ancaman pidana minumum dari tindak pidana pemerasan. KUHP hanya
menyebutkan ancaman pidana maksimum dari tindak pidana ini yaitu (9)
sembilan tahun. Kemudian dijelaskan juga bahwa terdakwa hanya dituntut dengan
pidana penjara, hal ini sesuai dengan KUHP yang menyatakan bahwa sanksi
pidana dalam pasal 368 Ayat (1) KUHP hanya terdiri dari satu jenis sanksi pidana
saja yaitu pidana penjara. Sehingga dapat di simpulkan bahwa tuntutan jaksa yang
menuntut terdakwa agar ditahan selama 1 (satu) Tahun penjara itu tidak
keadilan.
tuntutan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi agar pungutan liar yang dilakukan
agar uang senilai Rp.30.000;- (Tiga Puluh Ribu Rupiah) yang diminta oleh
Dalam hal ini uang tersebut diperoleh terdakwa atas kejahatan pungutan liar
dari Jaksa Penuntut Umum belum tentu sana dengan kesimpulan yang dibuat oleh
Hakim.173
3. Analisis Putusan
Putusan dalam perkara ini terdiri dari 6 poin. Poin pertama menyatakan
terdakwa atas nama Lamhot Alberto Simanjuntak, terbukti secara sah dan
surat dakwaan tunggal. Poin pertama dari putusan ini mengartikan bahwa hakim
penjara selama 7 (tujuh) bulan. Poin kedua putusan ini tidak seusai dengan
tuntutan kedua yang dituntut oleh jaksa. Dalam tuntutan jaksa, terdakwa ditutntut
agar diberikan pidana penjara selama 1 (satu) tahun, namun dalam putusan hakim
terdakwa hanya dijatuhi pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan yang berarti
waktunya lebih cepat 5 (lima) bulan dari tuntutan jaksa. Poin pertama dalam
putusan ini mengartikan bahwa perbuatan pungutan liar dapat dipidana dengan
pasal 368 KUHP. Sebagaimana sebelumnya yang telah diterangkan dalam uraian
Irfan dan Julianto. Dalam pengutipan yang dilakukan terdakwa tanpa dasar hukum
173
H. Sugianto, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek Peradilan Di Indonesia,(Yogyakarta:
Deepublish, 2018), hal. 80
menggunakan kekerasan fisik yaitu dengan merampas uang korban secara paksa
dari tangan korban. Korban pungut biaya sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu
rupiah) yang mana biaya tersebut tidak seharusnya dikenakan kepada korban.
Karena pungutan yang dilakukan terdakwa memiliki ciri-ciri dan karakteristik dari
berlaku;
3. Hasil pungutan liar hanya untuk digunakan oleh oknum pemungut atau
artinya pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan akan dikurangi dengan waktu yang
putusan ini, si terdakwa bisa saja tidak menjalani pidana penjara yang telah
Pasal 14a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dinyatakan bahwa salah satu
syarat dari pidana bersyarat dapat dijatuhkan bilamana dalam putusan yang
menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak lebih dari satu tahun. Jadi dalam
hal ini pidana bersyarat dapat dijatuhkan dalam hubungan dengan pidana penjara,
dengan syarat hakim tidak ingin menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun. Yang
menentukan bukanlah pidana yang diancam atas tindak pidana yang dilakukan,
tetapi pidana yang akan dijatuhkan pada si terdakwa. Namun dalam putusan ini
poin keempat sudah tepat, karena dalam perkara ini pidana penjara bertujuan174
dalam melakukan pungutan liar. Poin kelima pada putusan ini merupakan salah
satu cara untuk mengantisipasi agar perbuatan pungutan liar tidak dilakukan oleh
pelaku lagi yaitu dengan memusnahkan alat yang digunakan dalam melakukan
tindak pidana. Sehingga pun apabila pelaku nantinya bebas, setidaknya sudah
Kemudian dalam poin yang sama, di putuskan bahwa uang senilai Rp. 30.000,-
(tiga puluh ribu rupiah) dikembalikan kepada saksi korban Muhammad Irfan dan
dilakukan pelaku. Melalui putusan ini, hakim telah memberikan keadilan kepada
174
Tujuan pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita pada narapidana karena
kehilangan kemerdekaan bergerak, membimbing narapidana agar bertobat, mendidik agar menjadi
anggota masyarakat yang bak. Lihat Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: PT Refika Aditama,
2016), hal. 100
para korban dengan memutus agar terdakwa mengembalikan uang haram yang ia
biaya perkara sejumlah Rp.2.000,- (dua ribu rupiah). Biaya perkara ini adalah
ongkos yang harus dibayarkan oleh terpidana atas persidangan perkara yang
dijalan.
dapat dipidana dengan pasal 12 huruf e UU Tipikor sebagai tindak pidana korupsi,
perbuatan pungutan liar juga dapat di pidana dengan pasal 368 KUHP sebagai
tindak pidana pemerasan. Catatan penting dari uraian ini adalah apabila pungutan
liar itu menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan maka pungutan liar itu
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada pembahasan dalam skripsi ini,
pungutan liar sebagai tindak pidana yang memiliki sanksi pidana. Namun,
yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu antara
lain pada Pasal 368 Ayat (1), Pasal 415, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420, Pasal
423, dan Pasal 425 dan ketentuan hukum yang terdapat di luar KUHP yaitu pada
ditanggulangi melalui 2 (dua) jalur yaitu pertama melalui jalur penal merupakan
upaya yang dilakukan melalui jalur hukum pidana. Upaya ini merupakan upaya
142
melalui jalur non penal, disebut sebagai upaya yang dilakukan melalui jalur di
luar hukum pidana. Upaya ini merupakan upaya penanggulangan yang lebih
sebelum terjadinya kejahatan. Melalui upaya non penal ini sasaran utamanya
tahun, namun pidana tersebut tidak akan dijalani pelaku, kecuali jika dikemudian
hari ada perintah lain dalam putusan Hakim karena pelaku dipersalahkan
melakukan sesuatu kejahatan atau tidak mencukupi suatu syarat yang ditentukan
sebelum berakhir nya masa percobaan selama 2 (dua) tahun. Penerapan Hukum
pungutan liar dengan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
diri sendiri secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan, untuk
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut:
1. Lembaga legislatif dan eksekutif selaku lembaga yang memiliki peran dalam
jelas mengenai pungutan liar. Ketentuan hukum tersebut bisa dibuat dan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau dapat juga membuat suatu
tindak pidana yang dapat diberikan suatu sanksi pidana. Sehingga dengan
ketentuan hukum mana yang digunakan dalam mengadili pelaku pungutan liar.
Apabila belum terdapat suatu aturan hukum yang khusus yang mengatur
perbuatan pungutan liar sebagai tindak pidana maka perlu diadakan suatu
sosialisasi mengenai dasar hukum saat ini yang dapat digunakan untuk
mengadili pelaku pungutan liar. Dasar hukum tersebut dapat dilihat dalam
pelaku pungutan liar. Dapat juga dibuat suatu surat atau keterangan tertulis resmi
yang dikeluarkan oleh lembaga penegak hukum yang berisikan pedoman dalam
pungutan liar.
pungutan liar. Pencegahan tersebut dapat melalui jalur penal yaitu dengan
menggunakan hukum pidana dan melalui jalur non penal dengan cara-cara
mengawasi aparatur sipil negara terkhusus aparatur sipil negara yang memiliki
perbuatan pungutan liar, melaporkan pelaku pungutan liar kepada pihak yang
berwenang.
pungutan liar. Apabila pelaku pungutan liar di dakwa dengan pasal dalam UU
Tipikor maka pelaku pungutan liar akan diadili di pengadilan Tipikor yang
bertempat di ibukota provinsi, yang mana dalam hal ini apabila pelaku pungli
berasal dari daerah diluar ibukota provinsi tentunya akan memakan biaya yang
Sebaliknya apabila pelaku pungli didakwa dengan pasal dalam KUHP maka
kabupaten/kota.
A. Buku-Buku
Afiah, Ratna Nurul, 2018, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Jakarta: Sinar Grafika
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Arief, Barda Nawawi, 2016, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Publishing
Ghalia Indonesia
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar & Syarif Fadilah, 2009, Strategi Pencegahan &
149
Chazawi, Adami, 2007, Pelajaran Hukum Pidana 2 : Penafsiran Hukum Pidana, Dasar
D., Soedjono, 1983, Pungli Analisa Hukum dan Kriminologi, Bandung: CV Sinar Baru
RajaGrafindo Persada
Gunadi, dan Oci Senjaya, 2020, Penologi Dan Pemasyarakatan Edisi Revisi 2020,
Yogyakarta: Deepublish
_____________, 1984, Pidana Mati di Indonesia: di Masa Lalu, Kini dan di Masa Depan,
Hamdan, M., 2005, Tindak Pidana Suap & Money Politik, Medan: Pustaka Bangsa
Press
Hiariej, Eddy O.S., 2009, Asas Legalitas & Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana,
Jakarta: Erlangga
Hot, Ibrahim, 2017, Rahasia Dibalik Sapu Bersih Pungli, Sleman: CV Budi Utama
J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. Prasetyo, 1980, Kamus Hukum, Jakarta:
Aksara Baru
Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami untuk Membasmi Buku Saku untuk
Korupsi
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak yang Timbul dari Hak
Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2015, Kompilasi Penerapan Hukum oleh Hakim
dan Strategi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Pusat: Biro Hukum dan Humas
Indonesia
Marbun, B.N., 2006, Kamus Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Mulyadi, Mahmud, 2008, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-
Bangsa Press
Nugroho, F.H. Edy, 2019, Konsep dan Upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik Hukum Pidana Kajian
Aditya Bakti
P.T. Eresco
Puspa, Yan Prayatma, 1977, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia
Ravena, Dey dan Kristian, Kebijakan Kriminal (Criminal Policy), Jakarta: Kencana
Rusianto, Agus, 2016, Tindak Pidana & Pertanggungjawaban Pidana Tinjauan Kritis
Sari, Ratna, 1995, Penyidikan dan Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana, Medan:
Siahaan, Monang, 2017, Falsafah dan Filosofi Hukum Acara Pidana, Jakarta: PT
Grasindo
Sianturi, S.R, 2016, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Jakarta: Alumni
Sikumbang, Jusmadi, 2016, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Medan: Pustaka
Angkasa Press
Soepardi, Eddy Mulyadi, 2009, Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah
Sulistia, Teguh dan Aria Zurnetti, 2012, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi,
Sugianto, H., 2018, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek Peradilan Di Indonesia,
Yogyakarta: Deepublish
Suryati, Ati dan Djoko Prakoso, 1986, Upetisme Ditinjau dari Undang-Undang
Tri Karyanti, Yani Prihatini dan Sinta Tridian Galih, 2019, Pendidikan Anti Korupsi
Widiyanti, Ninik dan Yulius Waskita, 1987, Kejahatan Dalam Masyarakat dan
Wijaya, Firman, 2011, Delik Penyalahgunaan Jabatan dan Suap dalam Praktek,
Jakarta: Penaku
Wisnubroto, Al., 2014, Praktik Persidangan Pidana, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka
B. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas
C. Jurnal/Artikel/Majalah
Eko Budi S, Pemberantasan Pungutan Liar pada Pelayanan Publik dari Perspektif
M. Lutfi Chakim, Afpersing dan Afdreiging, Majalah Konstitusi Nomor 124 Juni 2017
Mohammad Kenny Alweni, Kajian Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan Pasal 368
Nyoman Trisna Sari Indra Pratiwi dan Ni Nengah Kertha Wicara Adiyaryani,
Indonesia, Journal Ilmu Hukum Vol. 08, No. 01, Maret 2019
Samodra Wibawa, Arya Fauzy F.M, dan Ainun Habibah, Efektivitas Pengawasan
12 No 2, Januari 2013
Wempie Jh. Kumendong, Kajian Hukum Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan
Liar Menurut Perpres RI No. 87 Tahun 2016, Vol. V, No. 2, Maret-April 2017
Majalah Paraikatte, Volume 26 Triwulan III, Makassar: Perwakilan BPKP Prov. Sulsel,
2016
D. Website
https://lamongankab.go.id/wp-content/uploads/sites/49/2016/12/19.-kejari-MODUL-
PEMBERANTASAN-KORUPSI.pdf
https://historia.id/politik/articles/ pungli-tak-pernah-pergi-6mmkj
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--perihal-pungutan-liar
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5056a2c308a48/bahasa-hukum--tindak-
pidana-pemerasan/
https://www.kemdikbud.go.id/main/files/download/5a43f0ab1419357
https://nasional.kompas.com/read/2016/10/20/20110891/pelaku.pungli.bisa.dijerat.pasal
.korupsi.bukan.hanya.pemerasan?page=all
https://news.detik.com/berita/d-3807016/jaksa-agung-ingin-pungli-dijerat-pasal-
pemerasan-bukan-korupsi.
https://www.hukumonline.com/ berita/baca/lt5c7e650d70141/pungli--antara-suap-atau-
pemerasan/
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d0cf51ad8076/penegakan-hukum
kejahatan-pungl-imasih-lemah/
https://kbbi.kemdikbud.go.id
https://kumparan.com/basuki-kurniawan/pungutan-liar-tidak-sama-dengan-korupsi
156
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
10
Disclaimer
Disclaimer
12
Disclaimer
Disclaimer
14
Disclaimer
Disclaimer
16
Disclaimer
Disclaimer
18
Disclaimer
Disclaimer
20
Disclaimer
Disclaimer
22
Disclaimer
Disclaimer
24
Disclaimer
Disclaimer
26
Disclaimer
Disclaimer
28
Disclaimer
Disclaimer
30
Disclaimer
Disclaimer
32
Disclaimer
Disclaimer
34
Disclaimer
Disclaimer
36
Disclaimer
Disclaimer
38
Disclaimer
Disclaimer
40
Disclaimer
Disclaimer
42
Disclaimer
Disclaimer
44
Disclaimer
Disclaimer
46
Disclaimer
Disclaimer
48
Disclaimer
Disclaimer
50
Disclaimer
Disclaimer
52
Disclaimer
Disclaimer
54
Disclaimer
Disclaimer
56
Disclaimer
Disclaimer
58
Disclaimer
Disclaimer
60
Disclaimer
Disclaimer
62
Disclaimer
Disclaimer
64
Disclaimer
Disclaimer
Pani t e r a Penggant i ;
ttd. /
RAHAYUNINGSIH, SH.MH.
66
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Disclaimer
Panitera Pengganti,
dto
Disclaimer