You are on page 1of 23

TINJAUAN PUSTAKA

KERATOKONJUNGTIVITIS VERNAL

Disusun untuk melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik

KSM Ilmu Kesehatan Mata di RSUD Nganjuk

Disusun Oleh :

I Putu Yogie Mahendra Putra

21710046

Pembimbing:

dr. Dini Irawati, Sp. M

dr. Linda Susanti, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA


KSM ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT DAERAH NGANJUK
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga
tinjauan pustaka yang berjudul "Katarak Traumatika" ini dapat diselesaikan
meskipun jauh dari sempurna. Pembuatan tinjauan pustaka ini merupakan salah satu
tugas dalam menempuh pendidikan kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya di bagian KSM Ilmu Kesehatan Mata RSUD
Nganjuk. Ucapan terima kasih karena bimbingan, dukungan dan bantuan dalam
pembuatan tinjauan pustaka ini disampaikan kepada :
1. dr. Dini Irawati, Sp. M selaku Kepala KSM Ilmu Kesehatan Mata di RSUD
Nganjuk.
2. dr. Linda Susanti, Sp. M selaku dokter pembimbing di bagian KSM Ilmu
Kesehatan Mata di RSUD Nganjuk
Besar harapan penulis agar tinjauan pustaka ini dapat memperluas wawasan dan
menambah pengetahuan khususnya pada para praktisi ilmu kesehatan mata serta
pembaca pada umumnya.

Nganjuk, 11 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………. i


DAFTAR ISI ………………………………………………….………. ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………. iii
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1 Anatomi Konjungtiva .............................................................................. 3
2.2 Keratokonjuntivitis Vernal....................................................................... 4
2.2.1 Definisi........................................................................................... 4
2.2.2 Epidemiologi ................................................................................. 4
2.2.3 Etiologi .......................................................................................... 5
2.2.4 Patofisiologi .................................................................................. 5
2.2.5 Klasifikasi ...................................................................................... 6
2.2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................... 7
2.2.7 Diagnosis banding ......................................................................... 9
2.2.8 Diagnosis ....................................................................................... 9
2.2.9 Tatalaksana .................................................................................... 10
2.2.10 Komplikasi .................................................................................. 12
2.2.11 Prognosis...................................................................................... 14
BAB III RINGKASAN ................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Anatomi Konjungtiva................................................................ 3


Gambar II.2 keratokonjungtivitis vernal menunjukkan konjungtiva
palpebra superior dengan papila raksasa........................................................ 7

v
DAFTAR SINGKATAN

IgE Immunoglobulin E

FBN-1 Fibrilin-1

FBN-2 Fibrilin-1

TGF-beta Transforming growth factor beta

VKC Keratokonjungtivitis vernal (VKC)

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Keratokonjungtivitis vernal yang juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”

dan “Konjungtivitis musiman” atau “ konjungtivitis musim kemarau”, merupakan

penyakit alergi yang jarang terjadi. Keratokonjungtivitis vernal (VKC) ditandai

dengan peradangan kronis yang parah dan sering terjadi bilateral pada permukaan

mata(Ilyas, 2018). Penyakit ini dapat megakibatkan cedera permanen bila tidak

dikenali dan dilakukan penatalksanaan dengan tepat. Penyakit ini jarang terjadi,

dengan prevalensi <1 kasus dari 10.000 di Eropa, yang terjadi terutama pada usia

anak-anak dan sembuh secara spontan setelah pubertas, penyakit ini lebih banyak

terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. VKC mengikuti pola musiman

yang khas dengan onset di musim semi, eksaserbasi di musim panas dan

kecenderungan untuk remisi pada periode musim gugur-musim dingin.( Mannis et

al., 2017)

VKC juga sering dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi.

Insiden, serta jenis, VKC bervariasi tergantung pada wilayah geografis: VKC limbal

adalah bentuk yang dominan di negara-negara Afrika tengah dan selatan, sedangkan

bentuk palpebral paling sering terjadi di Eropa dan Amerika.3 Eksaserbasi musiman

dapat terjadi sepanjang tahun, paling sering di Eropa dan Asia, tetapi sejumlah besar

pasien dapat mengembangkan penyakit kronis.4 Meskipun penyakit ini paling sering

sembuh sendiri, dan akan sering sembuh setelah pubertas, beberapa pasien dapat

berkembang menjadi mengancam penglihatan komplikasi. ( Mannis et al., 2017)

1
Berdasarkan latar belakang diatas, pembuatan tinjauan pustaka ini secara

umum bertujuan untuk memaparkan mengenai keratokonjungtivitis vernal dan secara

khusus untuk menjelaskan beberapa tanda dan gejala pada keratokonjungtivitis vernal

dan bagaimana penanganannya, sehingga diharapkan mampu melakukan deteksi dan

memberikan rencana penatalaksanaan yang tepat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis


yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris), karena
lokasinya, konjungtiva rentan terpapar oleh banyak mikroorganisme dan
substansi dari lingkungan luar. ( Basak, 2017)

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata


dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Adanya
lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik ( Basak, 2017)

Gambar II.1 Anatomi Konjungtiva

3
2.2. Keratokonjungtivitis Vernal

2.2.1 Definisi

Keratokonjungtivitis vernalis merupakan konjungtivitis yang

terjadi akibat reaksi hipersensitivitas humoral tipe I yang rekuren dan

mengenai kedua mata. Penyakit ini cenderung mengenai anak kecil dan

dewasa muda. Keratokonjungtivitis vernal (VKC) ditandai dengan

peradangan kronis yang parah dan sering terjadi bilateral pada

permukaan mata. ( Ilyas, 2018)

2.2.2 Epidemiologi

Penyakit ini jarang terjadi, dengan prevalensi <1 kasus dari

10.000 di Eropa, yang terjadi terutama pada usia anak-anak dan sembuh

secara spontan setelah pubertas.2 Penyakit ini lebih sering menyerang

laki-laki daripada perempuan, dengan rasio 2-3:1 dan lazim di iklim

panas kering, khususnya di cekungan Mediterania, Timur Tengah,

Afrika Tengah dan Barat, India, dan Amerika Selatan. Meskipun VKC

biasanya musiman, infeksi kronis dilaporkan dengan eksaserbasi pada

periode musim semi-musim panas.(Al-Hakmi et al., 2017).

4
2.2.3 Etiologi

Alergen spesifik yang berperan pada terjadinya penyakit VKC

sulit dilacak, tetapi biasanya terdapat riwayat alergi pada keluarga, dan

terkadang disertai riwayat alergi pada pasien itu sendiri. Secara luas

penyebab penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu eksogen (pollen) dan

endogen (sinar ultraviolet). (Sacchetti et al., 2020).

2.2.4 Patofosiologi

VKC ditandai dengan infiltrasi konjungtiva oleh berbagai jenis

sel inflamasi, terutama eosinofil. Meskipun VKC sebelumnya telah

dianggap sebagai penyakit yang dimediasi IgE, beberapa jalur

imunologis lainnya juga telah terlibat. Pasien dengan VKC telah terbukti

memiliki peningkatan jumlah limfosit T CD4+, terutama Th2, yang

menunjukkan bahwa ada reaksi hipersensitivitas terhadap patogen yang

tidak diketahui (Sacchetti et al., 2020). Peningkatan kadar sitokin

inflamasi IL-3, IL-4, dan IL-5 juga telah ditunjukkan (Leonardi, 2018).

Pembentukan papila konjungtiva terkait dengan aktivasi dan produksi

fibroblas, sedangkan nodul konjungtiva limbal terkait dengan infiltrasi

sel inflamasi. (Sacchetti et al., 2020).

5
Studi menggunakan mikroskop confocal in vivo telah

menunjukkan ketidakteraturan seluler pada pasien dengan VKC. Pasien

telah terbukti tidak hanya cedera pada lapisan epitel kornea superfisial

tetapi juga keterlibatan epitel basal dan stroma anterior. Saraf kornea

mungkin terpengaruh di VKC, dan mereka telah terbukti mengalami

penurunan kepadatan serta peningkatan konsentrasi sel inflamasi yang

berdekatan. (Leonardi, 2018).

Diperkirakan juga bahwa penyimpangan pada mikrobioma

permukaan okular yang normal mungkin berperan dalam VKC. Dalam

penelitian terbaru, Staphylococcus aureus lebih sering diisolasi dari

spesimen konjungtiva dari pasien dengan VKC, dan mungkin menjadi

penyebab signifikan eksaserbasi, sementara S. epidermidis lebih sering

ditemukan pada pasien kontrol normal.(Donnenfeld et al., 2019)

2.2.5 Klasifikasi

Konjungtivitis vernal memiliki tiga bentuk klinis yaitu (Al-Hakmi et


al., 2017) :

1. Bentuk Palpebra : terutama mengenai konjungtiva tarsal

superior. Konjungtiva tarsal tampak pucat dan menampilkan

papil raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk

poligonal dengan atap rata dan mengandung berkas kapiler. Papil

6
tersebut diliputi secret mukoid, disebut juga sebagai gambaran

cobble stone appearance

2. Bentuk Limbal : berupa pembengkakan gelatinosa yang terlihat

di limbus superior. Sebuah pseudogerontoxon (kabut serupa

busur) sering terlihat pada kornea dekat papil limbus. Disekitar

limbus terlihat konjungtiva bulbi menebal, berwarna putih susu,

kemerah-merahan seperti lilin (bintik tranta) pada pasien yang

mengalami fase aktif konjungtivitis vernal. Ditemukan banyak

eosinofil dan granula eosinofilik bebas dalam bintik tranta.

3. Gabungan : bentuk klinis konjungtivitis vernalis berupa bentuk

palpebra dan limbal yang terjadi secara bersamaan

Gambar II.2 keratokonjungtivitis vernal menunjukkan


konjungtiva palpebra superior dengan papila raksasa(Al-
Hakmi et al., 2017).

7
2.2.6 Manifestasi klinis

Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengen kotoran mata

berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat alergi di keluarga (hay fever,

eksim), dan terkadang disertai riwayat alergi pasien itu sendiri.

Konjungtiva tampak putih susu, dan terdapat banyak papil halus

dikonjungtiva tarsal inferior. Konjungtiva tarsal superior sering

memiliki papil raksasa mirip batu kali (cobblestone appearance). Setial

papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata, dan mengandung

berkas kapiler. (Sacchetti et al., 2020).

Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dengan

pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyson). Pada beberapa

kasus, terutama pada orang negro keturunan afrika, lesi paling mencolok

terdapat di limbus, yaitu berupa pembengkakan gelatinosa (papil). Dapat

terlihat bintik-bintik putih pada limbus (trantas dot) pada pasien dengan

fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Sering terlihat Mikropanus pada

keratokonjungtivitis palpebra dan limbus. Dapat disertai keratokonus

(Pucci et al., 2020).

Selain rasa pengeluaran sekret dan gatal yang sangat, pasien

juga mengalami epifora, serta fotofobia. Fotofobia dapat dirasa cukup

berat sehingga pasien merasa lebih nyaman berasa ditempat gelap.

Sensasi benda asing dirasakan pasien sebagai akibat dari permukaan

8
konjungtiva yang irregular dan pengeluaran sekret mukoid. Adanya rasa

sakit pada mata yang dirasakan pasien mengindikasikan perlibatan

kornea yang dapat berupa keratitis pungtata superfisial, erosi epitel,

ulkus, dan plak.(Oray, et al., 2018)

2.2.7 Diagnosis banding

Diagnosis banding VKC termasuk konjungtivitis alergi kronis

termasuk konjungtivitis alergi musiman, konjungtivitis alergi perenial,

keratokonjungtivitis atopik, atau konjungtivitis papiler raksasa, serta

infeksi klamidia, terutama pada tahap awal penyakit. 11 VKC dapat

dibedakan dari kelainan di atas dengan papila hipertrofi dalam bentuk

tarsal titik VKC atau Horner Trantas dalam bentuk limbal, atau

kombinasi keduanya, tanpa keterlibatan kelopak mata. (Tesse et al.,

2020)

Saat ini ada utilitas terbatas dalam pengujian untuk diagnosis

VKC. Tes kulit dan kadar IgE jarang berguna dan mungkin negatif pada

50% pasien dengan VKC. Dalam kasus di mana diagnosis tidak jelas,

kerokan konjungtiva yang menunjukkan infiltrasi eosinofilik mungkin

bermanfaat dalam membantu diagnosis. (Tesse et al., 2020)

2.2.8 Diagnosis

Diagnosa konjungtivitis vernal ditegakkan berdasarkan tanda

dan gejala klinis, serta hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan

9
laboratorium yang dapat dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk

mempelajari gambaran histopatologis. :asil pemeriksaan akan

menunjukkan gambaran eosinofil yang cukup banyak dengan granula-

granula bebas eosinofilik, serta basofil dan granula basofilik bebas.

(Tesse et al., 2020)

2.2.9 Tatalaksana

Saat ini tidak ada algoritma gold standar pengobatan yang

ditetapkan untuk VKC, tetapi ada banyak pilihan yang tersedia, dan

pengobatan harus disesuaikan dengan individu.(Kiliç et al., 2017)

1. Non-medikamentosa

a. Menghindari allergen : menghindari daerah berangin

kencang, memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin

(climate-therapy), menggunakan kacamata berpenutup

total.

b. Menghindari kegiatan menggosok mata.

c. Kompres dingin : menurunkan vasodilatasi dan dapat

memperbaikin gejala sementara.

d. Air mata buatan (artificial tears) 2-4 kali sehari dapat

membantu menghilangkan allergen serta berfungsi untuk

lubrikasi mata

10
e. Penggunaan ruangan ber-AC dapat membuat pasien

merasa nyaman. (Kiliç et al., 2017)

2. Medikamentosa

a. Kortikosteroid : mungkin dibutuhkan pada fase akut.

Ketika gejala sudah membaik, sebaiknya secara perlahan

diberhentikan dan terapi diganti dengan antihistamin dan

penstabil sel mast. Penggunaan jangka panjang steroid

dapat menimbulkan efek sampaing katarak, glaucoma,

dan peningkatan resiko terjadinya infeksi, oleh karnanya

perlu pemeriksaan berkala.

b. Antihistamin : secara competitive mengikat reseptor

histamine dan mengurangi rasa gatal dan vasodilatasi.

Levocabastine Hydrocloride 0.05%, Azelastine

Hydrocloride 0.05%, Emedastine difumarate 0.05%

merupakan beberapa jenis antihistamin yang sering

dipakai untuk konjungtivitis alergi

c. Penstabil sel mast : bekerja dengan menghambat

degradasi sel mast sehinggal menurunkan pengeluaran

substansi inflamatorik. Sodium cromolyn 4%,

11
lodoxamide tromethamine 0.1%, merupakan obat pilihan

untuk terapi keratokonjungtivitis vernal.

d. Anti-inflamasi nonsteroid : bekerja dengan menghambat

aktivitas siklooksigenase, yang merupakan salah satu

enBim yang berfungsi mengubah asam arachidonat

menjadi prostaglandin. Ketorolac tromethamine 0.5%

merupakan pilihan.

e. Immunosupresan : Cyclosporine 2% efektif untuk kasus

berat yang tidak responsive

f. Antibiotik broad spectrum topical dapat digunakan

sebagai terapi profilaksis pada konjungtivitis yang

menyertai kornea (Kiliç et al., 2017)

2.2.10 Komplikasi
Keratokonjungtivitis vernal yang parah paling sering merupakan

penyakit yang sembuh sendiri namun, dalam beberapa kasus,

komplikasi yang mengancam penglihatan dapat terjadi. Epitel kornea

bertindak sebagai barier terhadap patogen yang bersirkulasi, tetapi dapat

menjadi rusak pada penyakit yang parah baik karena trauma dari papila

tarsal atas dan susunan molekul inflamasi yang kompleks. Kombinasi

12
trauma berulang dan lingkungan inflamasi ini kemudian dapat

menyebabkan ulkus pelindung dan plakat. Ulkus pelindung biasanya

terbentuk pada sepertiga bagian atas kornea dan dapat menyebabkan

komplikasi yang mengancam penglihatan pada hingga 6% pasien. Ulkus

ini dimulai sebagai erosi epitel pungtata yang bergabung membentuk

makroerosi yang kemudian berkembang menjadi ulkus pelindung yang

dapat sembuh sendiri. membatasi atau mengembangkan konsekuensi

lebih lanjut seperti keratitis bakteri. Plak terbentuk ketika puing-puing

inflamasi menumpuk di dasar ulkus pelindung. Mereka sangat resisten

terhadap terapi topikal dan mungkin memerlukan intervensi bedah.

(Kiliç et al., 2017)

Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal yang berlangsung

lama juga dapat mengalami defisiensi sel induk limbal karena

peradangan yang berlangsung lama. Prevalensi defisiensi sel induk

limbal pada pasien dengan VKC mungkin setinggi 1,2% dan terjadi

pada pasien yang lebih tua dengan VKC. Perawatan mungkin termasuk

transplantasi membran amnion atau transplantasi sel induk allo-

limbal.37 Komplikasi lain yang umum terkait dari keratokonjungtivitis

vernal termasuk keratoconus dan astigmatisme tidak teratur karena

sering menggosok mata pada populasi pediatrik atopik dan glaukoma

yang diinduksi steroid dari penggunaan kortikosteroid topikal yang

sering. (Kiliç et al., 2017)

13
14
2.2.11 Prognosis

Prognosis untuk pasien VKC umumnya baik dan penyakit ini

umumnya sembuh sendiri dengan pengobatan yang tepat. Meskipun

prognosisnya baik secara keseluruhan, hingga 6% pasien akan

mengalami kehilangan penglihatan karena komplikasi yang terkait

dengan VKC. Pada pasien yang diteliti, lebih dari setengahnya akan

terus memiliki gejala setelah 5 tahun dan kehadiran papila raksasa dapat

menunjukkan prognosis yang lebih buruk. (Kiliç et al., 2017)

15
BAB III

RINGKASAN

Keratokonjungtivitis vernal adalah penyakit inflamasi bilateral yang dapat

menyebabkan kehilangan penglihatan. VKC mengikuti pola musiman yang khas

dengan onset di musim semi, eksaserbasi di musim panas dan kecenderungan untuk

remisi pada periode musim gugur-musim dingin.

VKC ditandai dengan infiltrasi konjungtiva oleh berbagai jenis sel inflamasi,

terutama eosinofil. Pasien dengan VKC telah terbukti memiliki peningkatan jumlah

limfosit T CD4+, terutama Th2, yang menunjukkan bahwa ada reaksi

hipersensitivitas terhadap patogen yang tidak diketahui.Peningkatan kadar sitokin

inflamasi IL-3, IL-4, dan IL-5 juga telah ditunjukkan.

Pasien VKC umumnya mengeluh sangat gatal dengen kotoran mata berserat-

serat. Biasanya terdapat riwayat alergi di keluarga (hay fever, eksim), dan terkadang

disertai riwayat alergi pasien itu sendiri. Konjungtiva tampak putih susu, dan terdapat

banyak papil halus dikonjungtiva tarsal inferior. Diagnosis banding VKC termasuk

konjungtivitis alergi kronis termasuk konjungtivitis alergi musiman, konjungtivitis

alergi perenial, keratokonjungtivitis atopik, atau konjungtivitis papiler raksasa, serta

infeksi klamidia, terutama pada tahap awal penyakit

Sayangnya, kasus VKC yang parah dan berlarut-larut tetap menjadi tantangan

untuk diobati. Dengan demikian, penelitian lanjutan diperlukan untuk lebih

memahami sifat kompleks VKC dan untuk mengembangkan terapi yang lebih efektif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S, Yulianti SR. 2018. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-5.Jakarta:BalaiPenerbit


FKUI.

Mannis MJ, Holland EJ. 2017. Cornea. 2nd ed. Vol. 1. Edinburgh: Elsevier.
Leonardi A, Lazzarini D, Bortolotti M, Piliego F, Midena E, Fregona I.
2017.Corneal confocal microscopy in patients with vernal
keratoconjunctivitis. Ophthalmology;119(3):509-515.
Basak SK. 2016. Essentials of ophthalmology, 6th edition. New Delhi:Jaypee
Brothers Medical Publishers. p. 427-447.
Al-Hakami AM, Al-Amri A, Abdulrahim I, Hamid ME. 2017. Is there is an
association between the presence of Staphylococcus species and
occurrence of vernal keratoconjunctivitis? Saudi J Ophthalmol;
29(4):255-258.
Sacchetti M, Lambiase A, Mantelli F, Deligianni V, Leonardi A, Bonini S.
2020.Tailored approach to the treatment of vernal keratoconjunctivitis.
Ophthalmology. 117(7):1294-1299.
Leonardi A, Bogacka E, Fauquert JL. 2018. Ocular allergy: recognizing
anddiagnosing hypersensitivity disorders of the ocular surface.
Allergy;67(11):1327-1337.
Leonardi A. 2018. Management of vernal keratoconjunctivitis. Ophthalmol
Ther;2(2):73–88.
Donnenfeld E, Pflugfelder SC. 2019. Topical ophthalmic cyclosporine: phar-
macology and clinical uses. Surv Ophthalmol;54(3):321–338.
Pucci N, Caputo R, Mori F, et al. 2020. Long-term safety and efficacy of topical
cyclosporine in 156 children with vernal keratoconjunctivitis. Int J
Immunopathol Pharmacol;23(3):865–871.
Oray M, Toker E. 2018. Tear cytokine levels in vernal keratoconjunctivitis: the
effect of topical 0.05% cyclosporine a therapy. Cornea; 32(8):1149–
1154.
Tesse R, Spadavecchia L, Fanelli P, et al. 2020. Treatment of severe ver-nal
keratoconjunctivitis with 1% topical cyclosporine in an Italian cohort of
197 children. Pediatr Allergy Immunol ;21(2 pt 1): 330–335.
Kiliç A, Gürler B. 2017. Topical 2% cyclosporine A in preservative-free
artificial tears for the treatment of vernal keratoconjunctivitis. Can J
Ophthalmol;41(6):693–698.
17

You might also like