Professional Documents
Culture Documents
Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja
Seseorang yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan memperlihatkan sikap yang
positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak puas akan
memperlihatkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu sendiri (Robbins, 2003).
Menurut George dan Jones (2002), kepuasan kerja adalah perasaan yang dimiliki
oleh pegawai tentang kondisi tempat kerja merka saat ini. Kemudian menurut
Church (1995), kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap
(attitude) yang dipunyai seorang pegawai.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan sikap tersebut adalah hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan beserta faktor-faktor yang spesifik seperti
pengawasan/supervisi, gaji dan tunjangan, kesempatan untuk mendapatkan promosi
atau kenaikan pangkat, kondisi kerja, pengalaman kerja, hubungan sosial di dalam
pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan-keluhan dan
perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap pegawai. McNesee Smith (1996) yang
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja atau pegawai terhadap
pekerjaanya, hal ini merupakan sikap umum terhadap pekerjaan yang didasarkan
penilaian aspek yang berada dalam pekerjaan.
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian
upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu,
dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
Tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang
yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam
pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan
upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting
adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan
dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh
karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat
dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan
dari pekerjaan mereka.
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa
karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Discrepancy Theory
Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan
antara harapan dengan kenyataan.
2. Equity Theory
Teori ini mengatakan bahwa karyawan atau individu akan merasa puas terhadap
aspek-aspek khusus dari pekerjaan mereka. Misalnya gaji/upah, rekan kerja, dan
supervisi.
4. Teori Maslow
a. Kebutuhan fisiologis
a. Eksistensi
b. Keterkaitan kebutuhan-kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan
interpersonal yang baik
c. Pertumbuhan
Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan
bahwa kepuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor-faktor ekstrinsik.
7. Teori McClelland
McClelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari, yaitu teori yang
menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi
untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhannya. Tiga
kebutuhan yang dimaksud adalah :
a. Kebutuhan berprestasi
b. Kebutuhan berafiliasi
Profil atau kriteria kepuasan kerja dalam organisasi sangat banyak pengaruhnya, hal
ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ragam orang dalam bekerja dan bagaimana
cara mereka mengatasi pekerjaan yang ia miliki serta keinginan atau
kemampuannya untuk bertahan dalam organisasi tersebut.
Pegawai yang merasa puas dalam bekerja, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
3. Tidak mengeluh terhadap tugas dan pekerjaan yaitu selalu dapat menerima
pekerjaan yang baru dan sulit dengan lapang dada.
4. Selalu semangat dalam bekerja yaitu pegawai dalam bekerja mempunyai suatu
energi yang penuh dalam bekerja.
5. Betah berada di tempat kerja yaitu karyawan merasa nyaman berada di tempat
kerja.
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan dijelaskan
sebagai berikut :
Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu
dari alternatif jawaban : ‘Sangat tidak puas’, ‘Tidak puas’, ‘Netral’, ‘Puas’, dan
‘Sangat puas’ terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban-jawaban
tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
Pada pengukuran metode ini responden diharuskan memilih salah satu gambar
wajah orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan
sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat
pilihan gambar yang diambil responden.
Berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau
mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kepada mereka. Berikut ini adalah
contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka merasa tidak puas
menurut Stephen Robbins (2003:105):
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau
negatif.
Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Menurut Kreiter
dan Knicki (2001;226), hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat
mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatnya kepuasan
kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut:
1. Motivasi.
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan.
Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan
dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana
perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara
potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk
meningkatkan kepuasan kerja.
2. Pelibatan Kerja.
Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan
peran
kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan
peran
5. Ketidakhadiran (Absenteisme).
Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan
kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.
6. Perputaran (Turnover).
7. Perasaan stres.
8. Prestasi Kerja/Kinerja.
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Dikatakan
kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan
lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja
atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan
kepuasan.
3.1 Kesimpulan.
Kepuasan kerja itu penting dipelajari dalam kajian perilaku organisasi, karena
dengan mengetahui kepuasan kerja maka akan memudahkan bagi organisasi untuk
mengembangkan organisasinya tersebut.
Kepuasan kerja merupakan sebentuk rasa senang terhadap apa yang telah
dikerjakannya, namun kepuasan kerja bersifat subjektif. Kepuasan antara individu
satu dengan individu lainnya cenderung berbeda, karena setiap individu mempunyai
kriteria kepuasan tersendiri dalam mengukur tingkat kepuasan hidupnya, namun
kepuasan pegaawai dalam bekerja dapat dilihat dari bagaimana kinerja pegawai
tersebut namun hal tersebut tidak menjamin pegawai merasa puas karena pada
hakikatnya manusia tidak mempunyai rasa puas.
Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada keseluruhan sikap yang akan
terjadi pada diri setiap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja di antaranya kondisi kerja/lingkungan
kerja, peraturan atau budaya organisasi serta karakteristik organisasi, kompensasi
yang memuaskan, efisiensi kerja dan partner kerja.
4. Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah
sebagai berikut : Discrepancy Theory, Equity Theory, Opponent Theory – Process
Theory, Teori Maslow, Teori ERG Alderfer, Teori dua faktor dari Herzberg, dan Teori
McClelland.
Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg dalam tahun 1959, berdasarkan atas
penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah perusahaan
di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji hubungan kepuasan
dengan produktivitas. Menurut Herzberg dalam Sedarmayanti (2001)
mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang
motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut
dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor)
yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang
disebut juga motivator yang merupakan fakor pendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik)
antara lain:
a. Kompensasi,
c. Kondisi kerja,
d. Status,
e. Prosedur perusahaan,
f. Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman, sejawat,
dengan atasan,dan dengan bawahan.
Kesimpulan dari teori dua faktor bahwa terdapat faktor pendorong yang
berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa
kepuasan kerja, dan yang kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan
kerja. Kepuasan kerja adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu
sendiri, sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan
anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan
dengan lingkungan. Karyawan akan merasa puas bekerja jika memiliki persepsi
selisih antara kondisi yang diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi
aktual (kenyataan), karyawan akan puas jika imbalan yang diterima seimbang
dengan tenaga dan ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan karyawan akan
puas jika terdapat faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih dominan
daripada faktor pencetus ketidakpuasan kerja (disatisfier).
a. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan. pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi,
jumlah jam kerja.
b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, misalnya
upah, keuntungan tumbahan. status simbol, pengenalan kembali,kesempatan untuk
berprestasi atau mengekspresikan diri.
d. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi
dan kondisi kerja yang stabil.
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan
ketrampilan tertentu. Sukar mudahnya serta kebanggan akan tugas akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan konsumen.
g. Kondisi kerja, termasuk kondisi tempat, ventilasi, kantin serta tempat parkir.
h. Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor penunjang kepuasan kerja.
j. Fasilitas lainnya, seperti rumah sakit, cuti, dana pensiun atau perumahan
merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulakan
kepuasan kerja.
Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Robinson dan Corners (2000),
diperkirakan tidak kurang dari 3.350 buah artikel yang berkaitan dengan kepuasan
kerja, menyebutkan bahwa kepuasan kerja akan memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut:
Menurut Robbins (2001:84) ada empat respon karyawan terhadap kepuasan kerja
yaitu:
Dalam hal ini kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para pimpinan
perusahaan, karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan.
Menurut Umar (2000:36) dampak kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada
out put yang dihasilkan seperti:
d. Kepuasan kerja dengan efek lainnya seperti dengan kesehatan fisik mental,
kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan kecelakaan kerja.
Berikut adalah contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka
merasa tidak puas menurut Stephen Robbins (2003:105) :
Usia. Ketika para karyawan bertambah lanjut usianya, mereka cenderung sedikit
lebih puas dengan pekerjaannya. Ada sejumlah alasan mengenai hal ini,
sepertisemakin rendahnya harapan dan penyesuaian yang lebih baik dengan situasi
itu. Sebaliknya, karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas karena
berpengharapan lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan berbagai sebab lain.
Jika seorang satu sekelompok pekerja merasa tidak puas langkah pertama
untuk mengembangkan kepuasan yang seharusnya dilakukan adalah menentukan
penyebab-penyabab ketidakpuasan. Terdapat banyak penyebab, seperti:
pengawasan yang lemah, kondisi-kondisi kerja yang lemah, kurangnya keamanan
kerja, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi
diantaara pekerja, atau kurangnya kesempatan untuk memenuhi urutan kebutuhan
yang lebih tinggi. Suatu pendekatan yang dnamakan non directive counseling
kadang-kadang efektif untuk menangani pekrja secara individual yang merasa kesal
terhadap sesuatu. Pengawas seharusnya mengawali berusaha mengajak pekerja
membicarakan tentang apa yang menjadi keluhannya. Pengawas seharusnya
berhati-hati dengan menghindarkan penelaahan masalahnya atau memberikan
saran pemecahannya pada waktu yang bersangkutan, karena mungkin saja pekerja
tersebut memandang tindakan itu sebagai kritik terhadapnya. Malahan pengawas
seharusnya mendorong pekerja untuk mendiagnosis masalahnya dan menyarankan
sejumlah pemecahan.
H. Tindakan-Tindakan Pencegahan.
Kepuasan kerja dapat berdampak pada diri karyawan dan secara tidak
langsung dapat mempengaruhi produktivitas maupun kelangsungan organisasi.
Wexley and Yulk (1977) menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari
kepuasan kerja terhadap tingkah laku karyawan adalah:
a. Performance (kinerja)
Kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja dari sumber daya manusia, bila
kepuasan kerja tinggi maka kinerja para karyawan juga akan tinggi begitu pula
sebaliknya.
b. Turnover
Kepuasan kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan turnover, hal ini
dapat dilihat dengan banyaknya karyawan yang mengundurkan diri dari pekerjaan.
c. Absenteism.
Sama seperti halnya turnover tetapi, dilihat dari sisi banyaknya jumlah
ketidakhadiran pekerja.