You are on page 1of 19

Kepuasan Kerja.

Seseorang yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan memperlihatkan sikap yang
positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak puas akan
memperlihatkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu sendiri (Robbins, 2003).
Menurut George dan Jones (2002), kepuasan kerja adalah perasaan yang dimiliki
oleh pegawai tentang kondisi tempat kerja merka saat ini. Kemudian menurut
Church (1995), kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap
(attitude) yang dipunyai seorang pegawai.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan sikap tersebut adalah hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan beserta faktor-faktor yang spesifik seperti
pengawasan/supervisi, gaji dan tunjangan, kesempatan untuk mendapatkan promosi
atau kenaikan pangkat, kondisi kerja, pengalaman kerja, hubungan sosial di dalam
pekerjaan yang baik, penyelesaian yang cepat terhadap keluhan-keluhan dan
perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap pegawai. McNesee Smith (1996) yang
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja atau pegawai terhadap
pekerjaanya, hal ini merupakan sikap umum terhadap pekerjaan yang didasarkan
penilaian aspek yang berada dalam pekerjaan.

Sikap seseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang


menyenangkan dan tidak menyenangkan juga harapan dimasa mendatang.
Kepuasan kerja seorang pegawai tergantung karesteristik pegawai dan situasi
pekerjaan. Setiap pegawai akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai
dengan sistem nilai yang berlaku dalam dirinya.. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan kepentingan dan harapan pegawai tersebut maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya dan sebaliknya. Vroom (1964)
dalam Luthan (2005) menggambarkan kepuasan kerja sebagai sikap positif terhadap
pekerjaan pada diri seseorang.

Bukti-bukti penelitian terhadap kepuasan kerja dapat dibagi menjadi beberapa


katagori seperti, kepemimpinan, kebutuhan psikologis, penghargaan atas usaha,
manajemen ideologi dan nilai-nilai, faktor-faktor rancangan pekerjaan dan muatan
kerja. Selanjutnya, menurut Locke (1976) dalam Luthan (2005) kepuasan kerja
adalah suatu keadaan emosional positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari
penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja. Locke membagi sembilan dimensi
pekerjaan yang merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya dan memiliki
kontribusi yang kuat terhadap kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri,
pembayaran, promosi, peng-akuan, benefit, kondisi kerja, supervisi, rekan sekerja,
dan perusahaan (manajemen). Berdasarkan Luthan (2005), kepuasan kerja adalah
hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan
hal yang dinilai penting. Misalnya, jika anggota organisasi merasa bahwa mereka
bekerja terlalu keras daripada yang lain dalam depertemen, tetapi menerima
penghargaan lebih sedikit, maka mereka mungkin akan memiliki sikap negatif
terhadap pekerjaan, pimpinan, dan atau rekan kerja mereka. Mereka tidak puas.
Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa mereka diperlakukan dengan baik dan
dibayar dengan pantas, maka mereka mungkin akan memiliki sikap positif terhadap
pekerjaan mereka. Mereka merasa puas.

Sedangkan Luthan (2005) membagi dimensi-dimensi pekerjaan yang memiliki


hubungan dengan kepusan kerja yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan
promosi, pengawasan, kondisi kerja dan rekan kerja. Berdasarkan uraian diatas,
terlihat ada enam dimensi serupa dalam penelitianpenelitian yang dilakukan oleh
Church, Luthan, dan Locke tersebut, sehingga dimensi-dimensi ini dianggap paling
mempengaruhi kepuasan kerja yang dinginkan. Keenam dimensi tersebut adalah
pekerjaan itu sendiri, gaji/tunjangan, kesempatan promosi, pengawasan, kondisi
kerja dan rekan kerja.
Aspek-aspek Kepuasan Kerja.

1. Kerja yang Secara Mental Menantang.

Kebanyakan karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka


kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan
yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak
menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang
sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.

2. Ganjaran yang Pantas.

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian
upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu,
dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
Tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang
yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam
pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan
upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting
adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan
dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh
karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat
dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan
dari pekerjaan mereka.

3. Kondisi Kerja yang Mendukung.

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa
karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).

4. Rekan Kerja yang Mendukung

Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang


berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah
dan menyenangkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi
perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.

5. Kesesuaian Kepribadian dengan Pekerjaan


Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka
mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang
lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.

2.4 Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja.

Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah
sebagai berikut :

1. Discrepancy Theory

Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan
antara harapan dengan kenyataan.

2. Equity Theory

Teori ini mengatakan bahwa karyawan atau individu akan merasa puas terhadap
aspek-aspek khusus dari pekerjaan mereka. Misalnya gaji/upah, rekan kerja, dan
supervisi.

3. Opponent Theory – Process Theory

Teori ini menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan


keseimbangan emosionalnya.

4. Teori Maslow

Menurut Maslow, kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai dari


tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingakatan-tingakatan yang
dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan fisiologis

b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan

c. Kebutuhan akan rasa memiliki

d. Kebutuhan untuk dihargai

e. Kebutuhan akan aktualisasi diri

5. Teori ERG Alderfer

Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia menjadi 3 tingkatan, yaitu :

a. Eksistensi
b. Keterkaitan kebutuhan-kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan
interpersonal yang baik

c. Pertumbuhan

6. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan
bahwa kepuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor-faktor ekstrinsik.

7. Teori McClelland

McClelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari, yaitu teori yang
menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi
untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhannya. Tiga
kebutuhan yang dimaksud adalah :

a. Kebutuhan berprestasi

b. Kebutuhan berafiliasi

c. Kebutuhan akan kekuasaan

2.5 Profil Kepuasan Kerja Individu dalam Organisasi.

Profil atau kriteria kepuasan kerja dalam organisasi sangat banyak pengaruhnya, hal
ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ragam orang dalam bekerja dan bagaimana
cara mereka mengatasi pekerjaan yang ia miliki serta keinginan atau
kemampuannya untuk bertahan dalam organisasi tersebut.

Pegawai yang merasa puas dalam bekerja, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Selalu datang tepat waktu, artinya pegawai tersebut menghargai pekerjaannya


dan bertanggung jawab atas tugas yang harus dikerjakannya.

2. Senang dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu pekerja dalam bekerja


berusaha menyukai pekerjaan yang dikerjakannya.

3. Tidak mengeluh terhadap tugas dan pekerjaan yaitu selalu dapat menerima
pekerjaan yang baru dan sulit dengan lapang dada.

4. Selalu semangat dalam bekerja yaitu pegawai dalam bekerja mempunyai suatu
energi yang penuh dalam bekerja.

5. Betah berada di tempat kerja yaitu karyawan merasa nyaman berada di tempat
kerja.

6. Mempunyai hubungan harmonis dengan pegawai lain dan atasannya.


7. Selalu belajar untuk lebih baik sehubungan dengan pekerjaan yang
dikerjakannya misalnya seorang guru sejarah yang selalu belajar dan mengikuti
perkembangan sejarah yang terjadi.

2.6 Pengukuran Kepuasan Kerja.

Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan dijelaskan
sebagai berikut :

1. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job description index.

Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada


karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh
karyawan dengan jawaban ‘Ya’, ‘Tidak’, atau ‘Ragu ragu’. Dengan cara ini dapat
diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.

2. Pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare.

Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu
dari alternatif jawaban : ‘Sangat tidak puas’, ‘Tidak puas’, ‘Netral’, ‘Puas’, dan
‘Sangat puas’ terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban-jawaban
tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.

3. Pengukuran kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah.

Pada pengukuran metode ini responden diharuskan memilih salah satu gambar
wajah orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan
sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat
pilihan gambar yang diambil responden.

2.7 Bagaimana Karyawan Dapat Mengungkapkan Ketidakpuasan.

Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dengan sejumlah cara. Misalnya


daripada

Berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau
mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kepada mereka. Berikut ini adalah
contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka merasa tidak puas
menurut Stephen Robbins (2003:105):

1. Exit, perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mecakup


pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
2. Suara (Voice), dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi.
Mencakup saran, perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan
beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.

3. Kesetiaan (Loyality), pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi.


Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai
organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang tepat”.

4. Pengabaian (Neglect), secara pasif membiarkan kondisi memburuk, temasuk


kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat
kekeliruan yang meningkat.

2.8 Korelasi Kepuasan Kerja.

Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau
negatif.

Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Menurut Kreiter
dan Knicki (2001;226), hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat
mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatnya kepuasan
kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut:

1. Motivasi.

Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan.
Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan
dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana
perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara
potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk
meningkatkan kepuasan kerja.

2. Pelibatan Kerja.

Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan
peran

kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan
peran

atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan


untuk

meningkatkan keterlibatan kerja pekerja.

3. Organizational Citizenship Behavior.

Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.


4. Organizational Commitment.

Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan


mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan
kepuasan terdapat hubungan yang siknifikan dan kuat, karena meningkatnya
kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya
komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja.

5. Ketidakhadiran (Absenteisme).

Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan
kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.

6. Perputaran (Turnover).

Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran


dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan
atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi
perputaran.

7. Perasaan stres.

Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif


dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif
stres.

8. Prestasi Kerja/Kinerja.

Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Dikatakan
kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan
lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja
atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan
kepuasan.

3.1 Kesimpulan.

Kepuasan kerja itu penting dipelajari dalam kajian perilaku organisasi, karena
dengan mengetahui kepuasan kerja maka akan memudahkan bagi organisasi untuk
mengembangkan organisasinya tersebut.

Kepuasan kerja merupakan sebentuk rasa senang terhadap apa yang telah
dikerjakannya, namun kepuasan kerja bersifat subjektif. Kepuasan antara individu
satu dengan individu lainnya cenderung berbeda, karena setiap individu mempunyai
kriteria kepuasan tersendiri dalam mengukur tingkat kepuasan hidupnya, namun
kepuasan pegaawai dalam bekerja dapat dilihat dari bagaimana kinerja pegawai
tersebut namun hal tersebut tidak menjamin pegawai merasa puas karena pada
hakikatnya manusia tidak mempunyai rasa puas.

Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada keseluruhan sikap yang akan
terjadi pada diri setiap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja di antaranya kondisi kerja/lingkungan
kerja, peraturan atau budaya organisasi serta karakteristik organisasi, kompensasi
yang memuaskan, efisiensi kerja dan partner kerja.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Motivasi adalah keadaan di mana usaha dan kemauan keras seseorang


diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil atau tujuan tertentu.

2. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap


situasi dan kondisi kerja.

3. Aspek-aspek kepuasan kerja : kerja yang secara mental menantang, ganjaran


yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan
kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.

4. Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah
sebagai berikut : Discrepancy Theory, Equity Theory, Opponent Theory – Process
Theory, Teori Maslow, Teori ERG Alderfer, Teori dua faktor dari Herzberg, dan Teori
McClelland.

5. Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan


dijelaskan sebagai berikut : Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job
description index, pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction
Questionare, dan pengukuran kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah.
A. Teori kepuasan kerja.

Teori tentang kepuasan kerja yang telah cukup terkenal adalah :

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory)

Menurut Locke kepuasan atau ketidakpuasan dengan aspek pekerjaan


tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan
dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang “diinginkan” dari karakteristik pekerjaan
didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
anda. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang
diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak
hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya. Jika lebih banyak
jumlah faktor pekerjaan yang diterima secara minimal dan kelebihannya
menguntungkan (misalnya : upah ekstra, jam kerja yang lebih lama) orang yang
bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.
Proter mendefiniskan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang
“seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini pada dasarnya
sama dengan model Locke, tetapi “apa yang seharusnya ada” menurut Locke berarti
penekanan yang lebih banyak pada pertimbangan-pertimbangan yang adil dan
kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan karena determinan dari banyaknya faktor
pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Laler menemukan bahwa para
pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut bagaimana
kekurangan/selisih itu didefinisikan. Keduanya menyimpulkan bahwa orang memiliki
lebih dari satu jenis perasaan terhadap 28 pekerjaannya, dan tidak ada “cara yang
terbaik” yang tersedia untuk mengukur kepuasan kerja.

Kesimpulan dari teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi


yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan). Jika ada selisih jauh antara
keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang
menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin
dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas.

2. Teori Keadilan (Equity Theory).

Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang bekerja


akan menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam pekerjannya.
Teori ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan variasi dari teori
proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah “input”, “hasil”,
”orang bandingan” dan “keadilan dan ketidak adilan‟. Input adalah sesuatu yang
bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti:
pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah
jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk
pekerjaannya. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja
yang diperoleh dari pekerjaanya, seperti: upah/gaji, keuntungan sampingan, simbul
status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

Menurut teori ini, seorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan


hasilnya : rasio inputnya dengan hasil : rasio input seseorang/sejumlah orang
bandingan. Orang bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi 29
maupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan pekerjaan-
pekerjaan pendahulunya. Teori ini tidak memerinci bagaimana seorang memilih
orang bandingan atau berapa banyak orang bandingan yang akan digunakan. Jika
rasio hasil : input seorang pekerja adalah sama atau sebanding dengan rasio orang
bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh para pekerja. Jika para
pekerja menganggap perbandingan tersebut tidak adil, maka keadaan ketidakadilan
dianggap adil.

Teori keadilan memiliki implikasi terhadap pelaksanaan kerja para pekerja


disamping terhadap kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang pekerja
akan mengubah input usahanya bila tindakan ini lebih layak daripada reaksi lainnya
terhadap ketidakadilan. Seorang pekerja yang mendapat kompensasi kurang dan
dibayar penggajian berdasarkan jam kerja akan mengakibatkan keadilan dengan
menurunkan input usahanya, dengan demikian mengurangi kualitas atau kuantitas
dari pelaksanaan kerjanya, Jika seorang pekerja mendapatkan kompensasi kurang
dari porsi substansinya gaji atau upahnya terkait pada kualitas pelaksanaan kerja
(misalnya upah perpotong) ia akan meningkatkan 30 pendapatan insentifnya tanpa
meningkatkan usahanya. Jika pengendalian kualitas tidak ketat, pekerja biasanya
dapat meningkatkan kuantitas outputnya tanpa usaha ekstra dengan mengurangi
kualitasnya.Kesimpulannya teori keadilan ini memandang kepuasan adalah
seseorang terhadap keadilan atau kewajaran imbalan yang diterima.

3. Teori Dua Faktor

Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg dalam tahun 1959, berdasarkan atas
penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah perusahaan
di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji hubungan kepuasan
dengan produktivitas. Menurut Herzberg dalam Sedarmayanti (2001)
mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang
motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut
dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor)
yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang
disebut juga motivator yang merupakan fakor pendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik)
antara lain:

a.Prestasiyang diraih (achievement),


b.Pengakuan orang lain (recognition),

c.Tanggung jawab (responsibility),

d.Peluang untuk maju (advancement),

e.Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self),

f.Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)

Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene


factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan
kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang
merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke
dalam faktor ekstrinsik, meliputi:

a. Kompensasi,

b. Keamanan dan keselamatan kerja,

c. Kondisi kerja,

d. Status,

e. Prosedur perusahaan,

f. Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman, sejawat,
dengan atasan,dan dengan bawahan.

Kesimpulan dari teori dua faktor bahwa terdapat faktor pendorong yang
berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa
kepuasan kerja, dan yang kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan
kerja. Kepuasan kerja adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu
sendiri, sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan
anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan
dengan lingkungan. Karyawan akan merasa puas bekerja jika memiliki persepsi
selisih antara kondisi yang diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi
aktual (kenyataan), karyawan akan puas jika imbalan yang diterima seimbang
dengan tenaga dan ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan karyawan akan
puas jika terdapat faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih dominan
daripada faktor pencetus ketidakpuasan kerja (disatisfier).

4. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam (I960) menyebutkan beberapa komponen


yaitu input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Pandangan Wexley
dan Yukl (1977), mengemukakan beberapa komponen dari teori keseimbangan di
antaranya yaitu (Mangkunegara, 2001: 120),:

a. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan. pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi,
jumlah jam kerja.

b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, misalnya
upah, keuntungan tumbahan. status simbol, pengenalan kembali,kesempatan untuk
berprestasi atau mengekspresikan diri.

c. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama


seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam
pekerjaan sebelumnya.

d. Equity-in-equity adalah teori yang menyatakan seorang pegawai dalam organisasi


merasa puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan
antara input-outcome dirinya dengan 33 perbandingan input outcome pegawai lain
(comparison person).

Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai


tersebut akan merasa puas, Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat
menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under
compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang
menjadi pembanding atau comparison person).

5. Teori Pemenuhan Kebutuhan Pandangan Mangkunegara (2001:121 )

Menjelaskan bahwa teori kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi


atau tidaknya kebutuhan pegawai. Oleh karena itu, seorang pegawai akan merasa
puas apabila pegawai mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar
kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula
sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, maka pegawai itu akan
merasa tidak puas.

6. Teori Pandangan Kelompok Sosial Mangkunegara (2001:121)

Menyatakan bahwa teori kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada


pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan.
Pada hakikatnya, teori pandangan kelompok sosial atau acuan tersebut oleh
pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya 34 maupun lingkungannya. Jadi.
pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan
kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.

a. Faktor individual, meliputi umur, watak dan harapan.

b. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat,


kesempatan berekreasi, kebebasan berpolitik, kegiatan perserikatan pekerja dan
hubunan masyarakat.

c. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah/gaji, pengawasan, ketentraman


kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju.

Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan hubungan sosial didalam


pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan
diperlakukan adil, baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut As’ad (2003:114)


yaitu:

a. Kesempatan untuk maju, yaitu ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh


pengalaman dan peningkatan kemempuan selama kerja.

b. Keamanan, sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja baik bagi


karyawan pria maupun wanita.

c. Gaji/upah lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan dan jarang orang


mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

d. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi
dan kondisi kerja yang stabil.

e. Pengawasan atau supervisi, bagi karyawan supervisor diangap sebagai figur


ayah sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat menakibatkan kemangkiran
dan perputaran pegawai.

f. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan
ketrampilan tertentu. Sukar mudahnya serta kebanggan akan tugas akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan konsumen.

g. Kondisi kerja, termasuk kondisi tempat, ventilasi, kantin serta tempat parkir.

h. Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor penunjang kepuasan kerja.

i. Komunikasi, antara karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan


untuk mneyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk
mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi para karyawan
sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.

j. Fasilitas lainnya, seperti rumah sakit, cuti, dana pensiun atau perumahan
merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulakan
kepuasan kerja.

C. Manfaat Kepuasan Kerja.

Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Robinson dan Corners (2000),
diperkirakan tidak kurang dari 3.350 buah artikel yang berkaitan dengan kepuasan
kerja, menyebutkan bahwa kepuasan kerja akan memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut:

a. Menimbulkan peningkatan kebahagiaan hidup karyawan.

b. Peningkatan produktivitas dan pretasi kerja.

c. Penguranan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawan.

d. Meningkatkan gairah dan semanat kerja.

e. Mengurangi tingkat absensi

f. Mengurangi labor turn over (perputaran tenaga kerja)

g. Mengurangi tingkat kecelakaan kerja

h. Mengurangi keselamatan kerja

i. Meningkatkan motivasi kerja

j. Menimbulkan kematangan psikologis.

k. Menimbulkan sikap positif terhadap pekerjaannya.\

D. Efek Kepuasan Kerja.

Kepuasan kerja sangat berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan, maka


manager atau pimpinan organisasi harus menciptakan lingkungan kerja yang
mendukung untuk tercapainya kepuasan kerja tersebut.

Menurut Robbins (2001:84) ada empat respon karyawan terhadap kepuasan kerja
yaitu:

a. Penilaian untuk tetap bertahan dalam organisasi.


b. Tidak melakukan upaya menuggu baiknya kondisi organisasi secara pasif.

c. Tidak melakukan upaya aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi.

d. Tetap perduli dengan kondisi organisasi.

Dalam hal ini kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para pimpinan
perusahaan, karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan.
Menurut Umar (2000:36) dampak kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada
out put yang dihasilkan seperti:

a. Kepuasan kerja dengan produktifitas.

b. Kepuasan kerja dengan turn over.

c. Kepuasan kerja dengan absensi

d. Kepuasan kerja dengan efek lainnya seperti dengan kesehatan fisik mental,
kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan kecelakaan kerja.

Selanjutnya Siagian (2000:113) menyatakan bahwa karyawan yang produktif


adalah mereka yang merasa bahagian dalam kepentingannya. Dari teori
sumberdaya manusia diketahui bahwa terdapat empat variabel yang menjadi
indikator bahagian tidaknya karyawan dalam berkarya yaitu tingkat produktifitas
yang tinggi, tingkat kemangkiran yang rendah, tingkat perpindahan karyawan yang
rendah dan kepuasan kerja yang tinggi.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.


Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu
yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Manajemen harus senantiasa memonitoe
kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga
kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital lainnya.

E. Bagaimana Karyawan Dapat Mengungkapkan Ketidakpuasan ?.

Berikut adalah contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka
merasa tidak puas menurut Stephen Robbins (2003:105) :

1. Exit, perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mencakup


pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.

2. Suara (Voice), dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi.


Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan
beberapa kegiatan serikat buruh.
3. Kesetiaan (Loyalitas), pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi.
Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai
organisasi dan manajemennya untuk ”melakukan hal yang tepat”.

4. Pengabaian (Negled), secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk


kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat
kekeliruan yang meningkat.

F. Profil Karyawan yang Puas.

Kepuasan kerja berkaitan dengan jumlah variabel yang memungkinkan para


manajer untuk memperkirakan kelompok yamh lebih cenderung mengalami masalah
ketidakpuasan. Sebagian variabel itu adalah variabel pegawai, yang lain variabel
linkungan kerja.

Usia. Ketika para karyawan bertambah lanjut usianya, mereka cenderung sedikit
lebih puas dengan pekerjaannya. Ada sejumlah alasan mengenai hal ini,
sepertisemakin rendahnya harapan dan penyesuaian yang lebih baik dengan situasi
itu. Sebaliknya, karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas karena
berpengharapan lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan berbagai sebab lain.

Tingkat pekerjaan. Orang-orang tingkat pekerjaan lebih tinggi cenderung merasa


lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan
kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk
menggunakan kemampuan mereka sepenunhnya, oleh karena itu, mereka memiliki
alasan yang baik untuk merasa lebih puas.

Ukuran organisasi. Ukuran organisasi seringkali berlawanan dengan kepuasan kerja,


istilah “ukuran organisasi” lebih mengacu pada ukuran unit operasioanal, seperti
pabrik cabang, ketimbang pada perusahaan secara menyeluruh atau unit
pemerintahan. Pada saat organisasi semakin membesar, ada beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil
tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu. Tanpa adanya tindakan
itu, organisasi besar cenderung kurang memperhatikan aspek manusia dan
mengganggu proses supportif, seperti komunikasi, koordinasi, dan partisipasi.

G. Mengembangkan Kepuasan Pekerja.

Jika seorang satu sekelompok pekerja merasa tidak puas langkah pertama
untuk mengembangkan kepuasan yang seharusnya dilakukan adalah menentukan
penyebab-penyabab ketidakpuasan. Terdapat banyak penyebab, seperti:
pengawasan yang lemah, kondisi-kondisi kerja yang lemah, kurangnya keamanan
kerja, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi
diantaara pekerja, atau kurangnya kesempatan untuk memenuhi urutan kebutuhan
yang lebih tinggi. Suatu pendekatan yang dnamakan non directive counseling
kadang-kadang efektif untuk menangani pekrja secara individual yang merasa kesal
terhadap sesuatu. Pengawas seharusnya mengawali berusaha mengajak pekerja
membicarakan tentang apa yang menjadi keluhannya. Pengawas seharusnya
berhati-hati dengan menghindarkan penelaahan masalahnya atau memberikan
saran pemecahannya pada waktu yang bersangkutan, karena mungkin saja pekerja
tersebut memandang tindakan itu sebagai kritik terhadapnya. Malahan pengawas
seharusnya mendorong pekerja untuk mendiagnosis masalahnya dan menyarankan
sejumlah pemecahan.

H. Tindakan-Tindakan Pencegahan.

Program pengelolaan upah yang dilakukan dengan baik akan membantu


menghindarkan jenis-jenis masalah ketidakadilan. Seleksi yang sistematik dan
program-program latihan akan membantu menciptakan pasangan yang tepat antara
tuntutan pekerjaan dengan karakteristik pekerja. Sosialisasi dan orientasi yang tepat
akan lebih penting bagi pekerja baru yang direkrut.

I. Dampak Kepuasan Kerja.

Kepuasan kerja dapat berdampak pada diri karyawan dan secara tidak
langsung dapat mempengaruhi produktivitas maupun kelangsungan organisasi.
Wexley and Yulk (1977) menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari
kepuasan kerja terhadap tingkah laku karyawan adalah:

a. Performance (kinerja)

Kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja dari sumber daya manusia, bila
kepuasan kerja tinggi maka kinerja para karyawan juga akan tinggi begitu pula
sebaliknya.

b. Turnover

Kepuasan kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan turnover, hal ini
dapat dilihat dengan banyaknya karyawan yang mengundurkan diri dari pekerjaan.

c. Absenteism.

Sama seperti halnya turnover tetapi, dilihat dari sisi banyaknya jumlah
ketidakhadiran pekerja.

d. Union Activity (serikat pekerja)


Kepuasan kerja juga berpengaruh pada serikat pekerja dan akan
mempengaruhi aktivitas didalam kelompok. Serikat pekerja hanya berlaku untuk
karyawan yang bekerja secara tim.

You might also like