You are on page 1of 30

MAKALAH

HUKUM INTERNASIONAL LANJUTAN

PERSPEKTIF INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM


TERHADAP BBNJ AGREEMENT

Dosen Pengampu:
1. Prof.Dr. Ningrum Natasya
Sirait, SH.,MLI
2. Dr. Rosmalinda, SH.,LLM

Kelompok 4:
Alisha Pasya Balqis Fadhli (190200078)
Bikram Yash Bhullar (200200457)
Devina Audrey Harefa (200200424)
Fadzil Sauqi (200200349)
Faried Aulia (200200442)
Inma Aglesia (200200421)
Naomi Christine Uliana (200200427)
Uli Christine Malau (200200425)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..i

A. Latar Belakang………………………………………………………….…..…………...1
1. BBNJ Agreement/BBNJ (Biodiversity Beyond National Jurisdiction)………………..1
2. Latar Belakang Munculnya BBNJ Agreement………………………………………...3
B. Issue, Rule, Analysis, and Conclusion (IRAC)…………………..……………………..6
C. Tantangan/Ancaman dalam BBNJ Agreement…..…..…………………...…………..11
1. Illigal Fishing………………………………………………………………………..11
2. Deep-Seabed Mining………………………………………………………………...14
D. Undang-Undang Ratifikasi UNCLOS Oleh Indonesia…………………………...….16
E. Pentingnya BBNJ Agreement Bagi Indonesia………………………………………..18
F. Kekuatan Yurisdiksi Indonesia Terhadap Negara Lain Dalam BBNJ Agreement...22
G. Analisis Kasus.…………………………..………………………...…………………....24
H. Kesimpulan…………………………………...…………………………...……………26

DAFTAR PUSTAKA………………………………………...………………………………...27

i
i
A. Latar Belakang
1. BBNJ Agreement/BBNJ (Biodiversity Beyond National Jurisdiction)
BBNJ (Biodiversity Beyond National Jurisdiction) dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai Keanekaragaman Hayati di Luar Yurisdiksi Nasional. Sebagaimana yang
dicantumkan Rachel Tiller seorang Chief Scientist Climate and Environment dalam sebuah
karya ilmiahnya yang berjudul “The BBNJ Treaty – governing the areas of the Ocean owned
by none and all”, Rachel Tiller menyatakan pengertian BBNJ sebagai berikut:

“The BBNJ treaty is a new international legally binding instrument (ILBI)


under the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), aimed at
the conservation and sustainable use of marine biodiversity in areas beyond
national jurisdiction (BBNJ).”1
BBNJ Agreement adalah instrumen baru yang mengikat secara hukum
internasional (ILBI) di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS),
yang bertujuan untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan
keanekaragaman hayati laut di wilayah di luar yurisdiksi nasional (BBNJ).

Pemahaman makna dari keanekaragaman hayati di wilayah luar yurisdiksi nasional


(Biodiversity Beyond National Jurisdiction), harus dijabarkan terlebih dahulu agar terdapat
keseragaman dalam pengertian tersebut. Pertama harus mengetahui pengertian dari
keanekaragaman hayati yang ada pada UNCBD 1992, yaitu keragaman di antara organisme
hidup dari semua sumber termasuk, antara lain, terrestrial, laut dan ekosistem perairan
lainnya dan kompleks ekologi di mana mereka menjadi bagian, termasuk keanekaragaman di
dalam spesies, antara spesies dan ekosistem. 2

UNCLOS mendefinisikan wilayah-wilayah di luar batas yurisdiksi nasional meliputi :


1. Kawasan (The Area), yaitu dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya, di luar batas
yurisdiksi nasional;3

1
Rachel Tiller (Chief Scientist Climate and Environment), The BBNJ Treaty – governing the areas of the Ocean
owned by none and all, (December, 2021),
https://www.sintef.no/en/shared-research-areas/global_ocean_governance/the-bbnj-treaty-governing-the-areas-of-
the-ocean-owned-by-none-and-all/diakses, Diakses tanggal 6 Maret 2022.
2
UNCBD 1992, Pasal 2.
3
UNCLOS 1982, Pasal 1.

1
2. Laut Bebas, yaitu semua bagian laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif,
laut teritorial atau perairan pedalaman suatu negara, atau di perairan kepulauan suatu
negara kepulauan.4
Berdasarkan paparan di atas maka dapat kita pahami bahwa The Area (kawasan) dan
High Seas (Laut Lepas/ Laut bebas) merupakan wilayah di luar yurisdiksi nasional.

Keanekaragaman hayati Indonesia menjadi salah satu yang terbesar dan terkaya di dunia,
akan tetapi pemerintah seolah kurang memberikan perhatian terhadap kekayaan sumber daya
alam hayati tersebut. Pengelolaan keanekaragaman hayati yang sudah dilakukan selama ini
harus lebih ditingkatkan agar tidak ada minimnya pemahaman terhadap nilai kekayaan alam
yang ada pada keanekaragaman hayati di Indonesia. Penelitian keanekaragaman hayati harus
mencari tahu jenis apa saja yang berada di lokasi tersebut, lalu mampu menilai pentingnya
suatu jenis dan mampu mengidentifikasikan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjaga
jenis tersebut di masa depan.5

Keberagaman keanekaragaman hayati di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai sumber


obat-obatan, kosmetik, pangan, papan, sandang, aspek budaya, serta banyak hal lainnya yang
mampu mensejahterakan masyarakat Indonesia jika dikelola dengan baik. Sayangnya dewasa
ini, meski sudah banyak orang menyadari pentingnya keanekaragamaan hayati masih banyak
keanekaragaman hayati yang belum di pertimbangkan sebagai salah satu posor peningkatan
ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat.

Keanekaragaman hayati yang berada di wilayah luar yurisdiksi nasional Indonesia


dianggap mempunyai nilai ekonomi yang besar, salah satu kegunaannya adalah menjadi
sumber penemuan-penemuan baru dunia medis. Pemanfaatan keanekaragaman hayati di
Indonesia menjadi modal yang seiring dengan konsep pembangunan Indonesia yang
berkelanjutan. Pemanfaatan keanekaragaman hayati di luar wilayah yurisdiksi nasional harus
dilakukan untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Upaya untuk menguasai
keanekaragaman hayati laut merupakan perjuangan atas tatanan dunia dan ilmu pengetahuan
yang dikaitkan dengan keanekaragaman hayati di wilayah luar yurisdiksi nasional.

4
Ibid, Pasal 86.
5
10 Alvian Febry Anggana, S. Andy Cahyono, dan C. Yudi Lastiantoro, Keanekaragaman Hayati di Lahan
Rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri Dan Implikasi Kebijakannya: Kasus Desa Wonoasri, Jurnal Ilmu
Lingkungan, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP, (2019), hlm. 284.

2
Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan BBNJ adalah keanekaragaman organisme
hidup dari semua sumber seperti terrestrial laut dan ekosistem perairan lainnya yang termasuk
berbagai macam spesies dan ekosistem dimana mereka hidup dalam wilayah yang titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral seperti di wilayah
kawasan dan laut bebas.6

2. Latar Belakang Munculnya BBNJ Agreement


Ketakutan akan terancamnya keanekaragaman hayati sudah menjadi perhatian
internasional sejak lama, karenanya muncullah berbagai konvensi, diantaranya UNCLOS
(United Nation Convention of Law of the Sea). UNCLOS adalah hasil dari Konferensi-
konferensi PBB mengenai hukum laut yang berlangsung sejak 1973 sampai 1982. Dimana
konvensi ini berisikan poin-poin yang menjadi pertimbangan akan lahirnya BBNJ. Poin-poin
tersebut antara lain pengendalian lingkungan, penelitian ilmiah terkait kelautan, kegiatan
ekonomi dan komersial, transfer teknologi, serta penyelesaian sengketa yang berkaitan
dengan masalah kelautan.
Seiring berjalannya waktu, lingkungan dan iklim menjadi tidak menentu, sementara
keberlangsungan keberagaman hayati tergantung pada hal-hal tersebut. Terjadinya perubahan
iklim, kenaikan permukaan laut dan konsekuensi bencana bagi Kutub Utara semakin jelas
terlihat. Ketakutan internasional semakin besar, dan para ilmuan sudah mendesak masyarakat
internasional untuk memusatkan pandangan pada lingkungan yang harusnya sudah menjadi
kekhawatiran besar.
Dirasanya penting untuk melindungi keanekaragaman hayati laut di luar wilayah
yurisdiksi nasional pertama kali menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun
2003 dengan pertemuan ke-4 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait proses konsultasi
Informal tentang Lautan dan Hukum Laut.7 Pertanyaan diajukan mengenai kurangnya
mekanisme hukum dan kelembagaan yang efektif untuk melindungi ekosistem laut yang
rentan di area di luar yurisdiksi nasional.8 Diskusi tentang masalah ini menyebabkan
rekomendasi, disetujui oleh UNGA A/58/95, untuk membentuk Ad Hoc Kelompok Kerja
Informal Terbuka tentang Keanekaragaman Hayati Laut di Daerah di Luar Yurisdiksi

6
Igor Yoso Kahago Pubian dan Arie Afriansyah, Antisipasi Indonesia Dalam Pembentukan Kesepakatan
Internasional Mengenai Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Di Wilayah Luar Yurisdiksi Nasional, Jurnal IUS
Kajian Hukum dan Keadilan, (Agustus, 2021), Vol.9, hlm. 377-378.
7
Kristine Dalaker Kraabel, Institutional arrangements in a BBNJ treaty: Implications for Arctic
marine science, Marine Policy, (Oktober 2019), hlm. 1.
8
Ibid, hlm. 2.

3
Nasional (BBNJ Working Group).9 Tidak sampai 2011 BBNJ Working Group
merekomendasikan agar suatu proses dimulai untuk mempertimbangkan empat elemen dari
"package deal", yang meliputi: (i) sumber daya genetik laut (MGR), termasuk pembagian
manfaat; (ii) alat manajemen berbasis kawasan (ABMT), termasuk kelautan kawasan lindung
(KKL); (iii) penilaian dampak lingkungan (AMDAL); dan (iv) peningkatan kapasitas dan alih
teknologi kelautan (CBTT).10 Package Deal mendapatkan momentum dan dukungan politik
selama Konferensi Rio 2012, akhirnya mengarah pada pembentukan dan penyelenggaraan
Preparatory Committe (PrepCom).11 PrepCom berlangsung selama dua minggu empat sesi
pada tahun 2016 dan 2017, pada kesimpulannya PrepCom memenuhi mandatnya dan
mengadopsi Laporan PrepCom.12
Pada 24 Desember 2017, Majelis Umum PBB memutuskan untuk bersidang konferensi
antar pemerintah untuk menguraikan teks instrumen yang mengikat secara hukum nasional
untuk konservasi dan berkelanjutan penggunaan BBNJ (Conference).13 Konferensi awalnya
dijadwalkan untuk empat sesi dua minggu: sesi pertama berakhir pada bulan September
2018; dua sesi diadakan pada tahun 2019; dan satu sesi dua minggu terakhir akan
diadakan pada paruh pertama tahun 2020.14
UNCLOS mengambil pendekatan fungsional dan menetapkan hak dan kewajiban negara
untuk masing-masing zona maritim. Wilayah di luar yurisdiksi nasional terdiri dari:
The Area dan kolom air laut lepas.15 Sedangkan Wilayah dan sumber daya mineral, bersama-
sama dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya ini, dilakukan untuk "warisan bersama
umat manusia" (common heritage of mankind), laut lepas didasarkan pada kebebasan
tradisional laut lepas dan keinginan untuk mengamankan kebebasan navigasi. 16 Perlakuan

9
Ibid.
10
Surat tertanggal 30 Juni 2011 dari the Co-Chairs of the Ad Hoc Open-ended Informal Working Group to the
President of the General Assembly, UN GAOR Doc. A/66/119 (BBNJ Working Group Recommendations),
Lampiran, pada. 1(b).
11
Pengembangan instrumen yang mengikat secara hukum internasional di bawah Konvensi PBB tentang Hukum
Laut tentang konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di luar yurisdiksi nasional, UN
GAOR A/Res/69/292 (UNGA Res. 69/292)
12
Kraabel, Op.Cit., hlm. 2.
13
International legally binding instrument under the United Nations Convention on the Law of the Sea on the
conservation and sustainable use of marine biological diversity of areas beyond national jurisdiction, UN GAOR
A/Res/72/249 (UNGA Res. 72/249).
14
Ibid. Sesi ke-4 Conference akan diadakan pada 23 March sampai 3 April 2020. Namun karena pandemi Covid-
19, Sesi ke-4 diundur dan akan diadakan pada 7 sampai 18 Maret 2022.
15
UNCLOS, Art 1(1) dan Part VII.
16
Ibid.

4
zona maritim di wilayah luar yurisdiksi nasional di bawah UNCLOS mendasari ketegangan
dalam proses BBNJ didiskusi institutional arrangements.17

17
Kraabel, Loc.Cit.

5
B. Issue, Rule, Analysis, and Conclusion (IRAC)

Issue Perspektif Indonesia Sebagai Negara Maritim Terhadap BBNJ Agreement

Pertanyaanya:
1. Bagaimana perspektif Indonesia sebagai negara maritim terhadap BBNJ
Agreement?
2. Apa saja ancaman bagi Indonesia jika tidak ikut menyetujui BBNJ Agreement
kelak?

Rules UNCLOS 1982 (United Nation Convention of Law of the Sea)


UNCBD 1992 (United Nation Convention on Biological Diversity)
BBNJ Agreement (Biodiversity Beyond National Jurisdiction)

“The BBNJ treaty is a new international legally binding instrument (ILBI) under the
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), aimed at the
conservation and sustainable use of marine biodiversity in areas beyond national
jurisdiction (BBNJ).”18
BBNJ Agreement adalah instrumen baru yang mengikat secara hukum internasional
(ILBI) di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang bertujuan untuk
konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di wilayah di
luar yurisdiksi nasional (BBNJ).

Application 1. Indonesia sendiri menganggap bahwa BBNJ adalah sebuah perjanjian yang
krusial dan memiliki kesempatan yang besar dalam pemanfaatan nya pada
kemaritiman nasional, karena Bila tidak dikelola dengan baik dan tidak diatur
dengan tegas maka Indonesia yang berbatasan langsung dengan area beyond
national jurisdiction tidak akan memperoleh manfaat sama sekali. Indonesia
juga dapat mengambil opsi untuk menjawab persoalan kapasitas riset kelautan
adalah pengembangan program peningkatan kapasitas jangka panjang. Dengan
lebih dari dua pertiga dari wilayahnya, sudah sewajarnya Indonesia sendiri
menganggap bahwa BBNJ adalah sebuah perjanjian yang krusial dan memiliki

18
Tiller, Loc.Cit.

6
kesempatan yang besar dalam pemanfaatan nya pada kemaritiman nasional,
karena Bila tidak dikelola dengan baik dan tidak diatur dengan tegas maka
Indonesia yang berbatasan langsung dengan area beyond national jurisdiction
tidak akan memperoleh manfaat sama sekali.
Indonesia juga dapat mengambil opsi untuk menjawab persoalan kapasitas
riset kelautan adalah pengembangan program peningkatan kapasitas jangka
panjang. Dengan lebih dari dua pertiga dari wilayahnya, sudah sewajarnya
Indonesia memprioritaskan sektor kelautan dalam program pembangunan
nasionalnya. Penelitian adalah bagian penting dari setiap program
pembangunan, termasuk di sektor kelautan. Oleh karena itu, Indonesia perlu
meningkatkan kapasitasnya di bidang penelitian kelautan. Investasi dalam
membeli fasilitas penelitian kelautan, seperti kapal penelitian dan penelitian
oseanografi lainnya.
2. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam dan
keanekaragaman hayati yang tinggi, baik yang sumberdaya alam yang
terbarukan maupun yang tidak dapat terbarukan. Potensi ekonomi yang sangat
besar yang terkandung di perairan laut dan pesisir Indonesia, antara lain berupa
perikanan, baik tangkap maupun budidaya, industri bioteknologi laut, industri
pertambangan laut yaitu minyak bumi, mineral dan energi; parawisata laut,
perhubungan laut dan sumberdaya laut lainnya. Namun sayangnya keunggulan
kompetitif tersebut belum dapat dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia secara
maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seperti halnya negara-
negara berkembang lainnya di dunia, Indonesia juga masih menghadapi kendala
dalam pengelolaan, konservasi dan perlindungan kawasan laut beserta
ekosistem dan sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Karena itu, banyak
ancaman-ancaman yang siap menghantui Indonesia jika tidak menyepakati
BBNJ Agreement, diantaranya:
a) Illegal fishing
Maraknya kegiatan Illegal Unreported and Unregulated (IUU)
Fishing yang terjadi di laut Indonesia semakin menghawatirkan
Kerugian tersebut berdampak merugikan negara dan mengancam
kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan. Konkret untuk
antisipasi krisis ikan tersebut, sehingga akan sangat memicu praktek
illegal fishing.

7
Akibat Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing bagi
kelestarian ikan di laut Indonesia, yaitu:19
i. Tingkat konsumsi ikan global semakin meningkat sedangkan
ketersediaan sumber daya perikanan global mengalami defisit
hingga 9-10 juta ton per tahun. Maka dengan meningkatnya jumlah
konsumsi ikan secara global akan mengakibatkan krisis ikan di
lautan, terlebih tidak adanya langkah antisipasi yang cepat dari
negara-negara di dunia, begitu juga di Indonesia belum adanya
langkah konkret untuk antisipasi krisis ikan tersebut, sehingga akan
sangat memicu praktek illegal fishing.

ii. Sumber daya ikan di negara lain Semakin berkurang karena negara-
negara dengan teknologi canggih telah mengalami krisis ikan di
laut mereka sedangkan kebutuhan ikan laut di negara-negara maju
tersebut sangat besar maka yang terjadi adalah ekspansi
penangkapan ikan terhadap negara lain yang dianggap masih
mempunyai stok ikan yang banyak, salah satu tujuan ekspansinya
adalah Indonesia. Tentunya jika ekspansi ikan tersebut dilakukan
secara ilegal dan tidak memenuhi syarat, maka yang terjadi adalah
illegal fishing yang dilakukan di perairan Indonesia.

iii. Lemahnya pengawasan aparat di laut Indonesia, lemahnya sikap


reaktif aparat yang berkewajiban mengawasi laut Indonesia adalah
salah satu faktor penyebab maraknya kasus illegal fishing yang
banyak terjadi di perairan Indonesia saat ini. Salah satu upaya
pengawasan dari pihak pemerintah adalah dengan adanya Vessel
Monitoring System (VMS) yaitu sebuah sistem monitoring kapal
ikan dengan alat transmitor yang berfungsi untuk mengawasi proses
penangkapan ikan yang dilakukan di perairan Indonesia.

b) Pencemaran

19
Jaelani, Q.A. dan Basuki, Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing: Upaya Mencegah dan
Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun Poros Maritim Indonesia, Supremasi Hukum, (2014), Vol. 3 No.
1, hlm. 169-170.

8
Overfishing adalah proses pengambilan stok ikan secara berlebihan,
terlalu banyak sampai pada tahap sebagian besar potensi makanan dan
kekayaan yang diambil tidak berhasil dimanfaatkan dengan
sepenuhnya. Dampak yang ditimbulkan pun sudah nampak jelas, yaitu
menurunnya populasi ikan ada di perairan Indonesia. Overfishing
terjadi karena permintaan ikan di pasaran sangat tinggi, mengingat di
Indonesia kekayaan sumber lautnya sangat melimpah.
c) Deep-seabed mining
Semua kegiatan diarea dasar laut internasional dilakukan dengan
memperhatikan seperlunya hak dan kepentingan sah setiap negara
pantai yang yurisdiksinya dilintasi endapan tersebut, dan dalam hal
kegiatan di area dasar laut internasional dapat mengakibatkan
eksploitasi kekayaan-kekayaan yang terletak di dalam yurisdiksi
nasional, maka disyaratkan adanya persetujuan terlebih dahulu dari
negara pantai yang bersangkutan. Khusus terkait dengan eksplorasi dan
eksplotiasi diatur dalam Pasal 153 UNCLOS 1982 bahwa kegiatan di
kawasan (area dasar laut) harus diorganisasikan, dilaksanakan dan
dikendalikan oleh ISA. Sehingga dilihat dari aspek pengaturan maka
perlu untuk diatur mengenai eksplorasi dan eksploitasi area dasar laut
internasional yang akan menjadi dasar dalam mengatur mekanisme atau
tata cara Indonesia menjadi negara sponsor apabila terdapat warga
negara atau perusahaan yang mengajukan permohonan untuk
melakukan kegiatan di Deep-seabed Internasional yang terkait dengan
Indonesa sebagai negara pantai.

Conclusion 1. Indonesia yang memiliki 2/3 laut sebagai wilayhnya dan berbatasan
langsung dengan area beyond national jurisdiction menganggap bahwa BBNJ
adalah sebuah perjanjian yang krusial dan memiliki kesempatan yang besar
dalam pemanfaatan nya pada kemaritiman nasional, karena Bila tidak dikelola
dengan baik dan tidak diatur dengan tegas maka Indonesia tidak akan
memperoleh manfaat sama sekali.
2. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam dan
keanekaragaman hayati yang tinggi, baik sumberdaya alam yang terbarukan
maupun yang tidak dapat terbarukan. Dengan potensi ekonomi sebesar itu

9
dimana sebagian besarnya terkandung dalam perairan laut dan pesisir Indonesia,
menjadikan perairan Indonesia rawan eksploitasi. Macam-macam ancaman
yang mungkin timbul jika Indonesia tidak menyetujui BBNJ Agreement ialah:
a) Illegal fishing
1. Indonesia belum memiliki langkah konkret untuk antisipasi krisis
ikan dikemudian hari, sehingga akan sangat memicu praktek illegal
fishing.
2. Ekspansi penangkapan ikan terhadap negara lain yang dianggap
masih mempunyai stok ikan yang banyak contohnya Indonesia.
3. Kurangnya pengawasan pada perairan Indonesia.
b) Pencemaran, seperti penggunaan pukat harimau yang akhirnya akan
mecemari perairan dan biota laut disekitarnya.
c) Deep-seabed mining, yang memicu adanya eksploitasi kekayaan-
kekayaan yang terletak di dalam yurisdiksi nasional.

C.

10
D. Tantangan/Ancaman dalam BBNJ Agreement
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati
yang tinggi, baik yang sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources) maupun yang
tidak dapat terbarukan (un-renewable resources), potensi ekonomi yang sangat besar yang
terkandung di perairan laut dan pesisir Indonesia, antara lain berupa perikanan, baik tangkap
maupun budidaya, industri bioteknologi laut, industri pertambangan laut yaitu minyak bumi,
mineral dan energi; parawisata laut, perhubungan laut dan sumberdaya laut lainnya (KKP, 2018).
Namun sayangnya keunggulan kompetitif tersebut belum dapat dimanfaatkan oleh bangsa
Indonesia secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seperti halnya negara-
negara berkembang lainnya di dunia, Indonesia juga masih menghadapi kendala dalam
pengelolaan, konservasi dan perlindungan kawasan laut beserta ekosistem dan sumberdaya alam
yang ada di dalamnya. Laut sebagai pemisah antar pulau memerlukan biaya dan usaha optimal
serta ancaman-ancaman tersendiri bagi persatuan dan kedaulatan Indonesia diantaranya:

1) Illegal Fishing:
a. Illegal fishing
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana dua pertiga wilayahnya adalah
perairan laut. Secara geografis hampir 70 persen (70%) wilayah Indonesia merupakan
perairan yang sangat berpotensi menyimpan kekayaan laut yang luar biasa, mulai dari
potensi perikanan, industri kelautan, jasa kelautan, transportasi, hingga wisata bahari.
Luas lautan Indonesia yang mencapai 5,8 juta kilometer persegi, dengan panjang
garis pantai Indonesia yang mencapai 95.181 km dan luas perairan 5,8 juta km2 serta
telah diakuai dunia memiliki 17.500 pulau, tidak dimanfaatkan secara optimal,
begitu juga lautan dangkal yang luasnya 24 juta hektar dan teluk yang luasnya 4,1
juta hektar masih disia-siakan.20

Maraknya kegiatan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang


terjadi di laut Indonesia semakin menghawatirkan. Kerugian tersebut berdampak
merugikan negara dan mengancam kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan. 21
konkret untuk antisipasi krisis ikan tersebut, sehingga akan sangat memicu praktek
illegal fishing.

20
Ibid.
21
Ibid, hlm. 172.

11
Faktor Penyebab dan Akibat Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing
bagi kelestarian ikan di laut Indonesia, yaitu: 22
a) Tingkat konsumsi ikan global yang semakin meningkat. Ikan mengandung
sumber protein yang sangat besar dan tidak terlalu banyak mengandung lemak
berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga ikan sangat banyak diburu oleh para
konsumen baik di Indonesia maupun di dunia, Sedangkan ketersediaan sumber
daya perikanan global mengalami defisit hingga 9-10 juta ton per tahun. Maka
dengan meningkatnya jumlah konsumsi ikan secara global akan mengakibatkan
krisis ikan di lautan, terlebih tidak adanya langkah antisipasi yang cepat dari
negara-negara di dunia, begitu juga di Indonesia belum adanya langkah konkret
untuk antisipasi krisis ikan tersebut, sehingga akan sangat memicu praktek
illegal fishing.
b) Sumber daya ikan di negara lain semakin berkurang karena negara-negara
dengan teknologi canggih telah mengalami krisis ikan di laut mereka sedangkan
kebutuhan ikan laut di negara-negara maju tersebut sangat besar maka yang
terjadi adalah ekspansi penangkapan ikan terhadap negara lain yang dianggap
masih mempunyai stok ikan yang banyak, salah satu tujuan ekspansinya adalah
Indonesia. Tentunya jika ekspansi ikan tersebut dilakukan secara ilegal dan tidak
memenuhi syarat, maka yang terjadi adalah illegal fishing yang dilakukan di
perairan Indonesia.
c) Lemahnya pengawasan aparat di laut Indonesia, lemahnya sikap reaktif aparat
yang berkewajiban mengawasi laut Indonesia adalah salah satu faktor penyebab
maraknya kasus illegal fishing yang banyak terjadi di perairan Indonesia saat ini.
Salah satu upaya pengawasan dari pihak pemerintah adalah dengan adanya
Vessel Monitoring System (VMS) yaitu sebuah sistem monitoring kapal ikan
dengan alat transmitor yang berfungsi untuk mengawasi proses penangkapan
ikan yang dilakukan di perairan Indonesia.

Kerugian Akibat Illegal fishing

Setiap kejahatan tentunya menghasilkan kerugian yang berdampak pada semua sektor
kehidupan, negara, masyarakat, dan lingkungan laut adalah korban langsung dari tindakan
illegal fishing tersebut. Merusak kelestarian ikan di laut Indonesia. Faktanya sekarang praktek

22
Ibid, hlm. 175-179.

12
perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah (misreported), laporan ikannya di
bawah standar (underreported), dan praktek perikanan yang tidak diatur (unregulated) akan
menimbulkan permasalahan yang sangat krusial bagi kelestarian ikan Indonesia yaitu
masalah akurasi data tentang stok ikan yang tersedia. Merugikan ekonomi negara dan secara
nasional negara adalah pihak yang dirugikan langsung oleh adanya kejahatan illegal fishing
ini.
b. Pencemaran
Overfishing (tingkat penangkapan ikan melampaui kemampuan pulihnya), dan
degradasi fisik habitat utama pesisir dan laut (seperti kerusakan hutan mangrove,
terumbu karang) di beberapa kawasan laut dunia telah mencapai tingkat yang dapat
mengancam kemampuan berkelanjutan (sustainable capacity) ekosistem laut untuk
mendukung kehidupan manusia.
Overfishing adalah proses pengambilan stok ikan secara berlebihan, terlalu banyak
sampai pada tahap sebagian besar potensi makanan dan kekayaan yang diambil tidak
berhasil dimanfaatkan dengan sepenuhnya. Dampak yang ditimbulkan pun sudah
nampak jelas, yaitu menurunnya populasi ikan ada di perairan Indonesia.Overfishing
terjadi karena permintaan ikan di pasaran sangat tinggi, mengingat di Indonesia
kekayaan sumber lautnya sangat melimpah.
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 8, setiap orang
dilarang melakukan penangkapan ikan atau pembudidayaan ikan dengan
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak. Selain itu, dilarang pula
menggunakan alat atau cara yang dapat merugikan dan membahayakan kelestarian
sumber daya ikan lingkungan di wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia.23
Meskipun merupakan salah satu ancaman major dalam kondisi perikanan,
overfishing masih sering luput dari perhatian masyarakat sekitar. Berdasarkan
kuesioner yang disebar secaara daring, dari 104 sampel, hanya 6.7% dari responden
yang berkata mereka mengetahui mengenai overfishing.

2) Deep-seabed Mining

23
Rohman, R. dan Leonardo, Dampak overfishing bagi ekosistem bawah laut (2020),
URL:https://ketik.unpad.ac.id/posts/778/dampak-overfishing-bagi-ekosistem-bawah-laut-1, Diakses tanggal 6 Maret
2022.

13
Potensi kekayaan yang terkandung di laut Indonesia bisa dijadikan modal dasar
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia dapat mengelola sumberdaya laut di luar
kedaulatan wilayah indonesia, seperti potensi sumberdaya alam di area dasar laut
internasional yang terkandung mineral berharga dengan konsentrasi yang lebih besar dari
pada di sebagian besar lokasi mineral di darat. Mineral di area dasar laut internasional berasal
dari erosi mekanis dari batuan kontinental terkonsentrasi dalam endapan placer, yang
diurutkan berdasarkan gerakan air (gelombang, pasang surut, arus) sesuai dengan densitas
yang bervariasi (massa per unit volume) dari mineral penyusunnya. 24

Secara umum kewenangan pengelolaan sumber daya alam di laut berdasarkan United
Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun1985 tentang Pengesahan United Nations
Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum
Laut) telah menentukan wilayah yang tunduk pada kedaulatan negara, wilayah yurisdiksi
negara dan wilayah laut internasional (International Sea Bed Area). Indonesia memiliki hak
untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya mineral dan energi di area dasar laut
internasional. Hak tersebut dijalankan secara merata dan berkeadilan dibawah pengendalian
ISA. Mahkamah Konstitusi telah meletakkan kerangka konstitusional yang kongkrit akan
sistem pengelolaan sumber daya energi di Indonesia, pemaknaan atas kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi dan air Indonesia yang harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (2) dan ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Dalam
putusan tersebut dipertimbangkan pula bahwa makna “dikuasai oleh negara” tidak dapat
diartikan hanya sebagai hak untuk mengatur, karena hal demikian sudah dengan sendirinya
melekat dalam fungsi-fungsi negara tanpa harus disebut secara khusus dalam Undang-
Undang Dasar.

Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada
negara untuk mengadakan 5 hal yaitu:25
1) Fungsi kebijakan (beleid),
2) Fungsi pengurusan (bestuursdaad),
3) Fungsi pengaturan (regelendaad),
24
Putuhena, Urgensi Pengaturan Mengenai Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan di Area Dasar Laut
Internasional, Intenasional Sea Bed Area, Rechts Vinding, (2019), Vol. 8, hlm. 168.
25
Ibid, hlm. 172.

14
4) Fungsi pengelolaan (beheersdaad),
5) Fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad)

Sedangkan terkait pengelolaan wilayah laut secara hukum internasional diatur dalam
UNCLOS 1982 menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah kedaulatan (sovereignty) dan wilayah hak
berdaulat (sovereign rights) atau wilayah yuridiksi, dan wilayah bebas (global common).
Sedangkan pada pada wilayah yuridiksi, negara tidak punya kedaulatan penuh tetapi secara
hukum internasional negara berhak untuk mengelola dan mengatur kekayaan alamnya
termasuk bertindak terhadap peristiwa dalam wilayah tersebut. Wilayah yuridiksi adalah
wilayah Zona Ekonomi Eksklusif dan wilayah Zona Landas Kontinen. Begitupun pada
wilayah bebas bukan menjadi kepemilikan satu negara tetapi merupakan kepemilikan
bersama (Global Common) sehingga tidak ada satu negara pun yang memiliki wilayah
tersebut. Adapun wilayah bebas adalah laut lepas (High Sea), area dasar laut internasional
(International Sea Bed Area), Antartika (Antarctic Treaty), dan Antariksa (Moon Treaty).
Wilayah area dasar laut internasional diatur untuk kepentingan pencadangan sumber daya
alam bagi generasi yang akan datang, baik perairannya maupun dasar laut dan tanah di
bawahnya dan memerlukan pengaturan pengelolaan yang hati-hati dari seluruh negara. Oleh
sebab itu, diperlukanadanya kerja sama negara-negara pantai melalui badan khusus yang
dikenal dengan suatu badan bernama Otorita Dasar Laut Internasional (International Seabed
Authority/ISA) yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Menurut
Pasal 137 UNCLOS 1982, diatur bahwa status hukum kawasan dan kekayaan- kekayaan
dalam area dasar laut internasional (International Sea Bed Area) adalah:26
1. Tidak satu Negarapun boleh menuntut atau melaksanakan kedaulatan atau hak- hak
berdaulatnya atas bagian manapun dari kawasan atau kekayaan-kekayaannya,
demikian pula tidak satu negara atau badan hukum atau peroranganpun boleh
mengambil tindakan pemilikan terhadap bagian kawasan manapun. Tidak satupun
tuntutan atau penyelenggaraan kedaulatan atau hak-hak berdaulat ataupun tindakan
pemilikan yang demikian akan diakui.

2. Segala hak terhadap kekayaan-kekayaan di Kawasan ada pada umat manusia sebagai
suatu keseluruhan, yang atas nama siapa Otorita bertindak. Kekayaan-kekayaan ini
tidak tunduk pada pengalihan hak. Namun demikian mineral-mineral yang dihasilkan

26
Ibid, hlm. 174-175.

15
dari kawasan hanya dapat dialihkan sesuai dengan ketentuan bab ini dan ketentuan-
ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur otoritas.

3. Tidak satu negara, badan hukum atau peroranganpun boleh menuntut, memperoleh
atau melaksanakan hak-hak yang bertalian dengan mineral-mineral yang dihasilkan
dari kawasan, kecuali apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan bab ini. Apabila
tidak demikian, maka tidak satupun juga tuntutan, perolehan atau pelaksanaan hak-
hak demikian akan diakui.

Semua kegiatan di area dasar laut internasional,dilakukan dengan memperhatikan


seperlunya hak dan kepentingan sah setiap negara pantai yang yurisdiksinya dilintasi endapan
tersebut, dan dalam hal kegiatan di area dasar laut internasional dapat mengakibatkan
eksploitasi kekayaan-kekayaan yang terletak di dalam yurisdiksi nasional, maka disyaratkan
adanya persetujuan terlebih dahulu dari negara pantai yang bersangkutan. Khusus terkait
dengan eksplorasi dan eksplotiasi diatur dalam Pasal 153 UNCLOS 1982 bahwa kegiatan di
kawasan (Area Dasar Laut Internasional) harus diorganisasikan,dilaksanakan dan
dikendalikan oleh ISA. Pengaturan mengenai pertambangan saat ini diatur dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Undang-Undang
Minerba) Sehingga dilihat dari aspek pengaturan maka perlu untuk diatur mengenai
eksplorasi dan eksploitasi area dasar laut internasional yang akan menjadi dasar dalam
mengatur mekanisme atau tata cara Indonesia menjadi negara sponsor apabila terdapat warga
negara atau perusahaan yang mengajukan permohonan untuk melakukan kegiatan di area
dasar laut internasional yang terkait dengan Indonesa sebagai negara pantai.

D. Undang-Undang Ratifikasi UNCLOS Oleh Indonesia


UNCLOS ditandatangani masyarakat internasional pada tanggal 10 Desember 1982, dan
berlaku setelah satu tahun negara ke-60 (Guyana) meratifikasi konvensi tersebut pada tanggal
16 Novemeber 1994.27 Indonesia sebelum meratifikasi UNCLOS 1982, memiliki ketentuan
hukum yang dibuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan nasional yaitu undang-
undang mengenai Landas Kontinen Indonesia (UU No.1 Tahun 1973).

27
Pemaparan Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Internasional FH USU) dalam Pekan Ilmiah
Webinar Series 6 Refleksi Hukum, dalam Rangkaian Dies Natalis ke-68 FH USU dengan tema Tema: Conservation
and Sustainable Use of Marine Biodiveristy in Areas and beyond National Jurisdiction (BBNJ Agreement) under
UNCLOS.

16
Pengaturan Landas Kontinen Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1973 sudah cukup lama, kurang lebih telah berusia hampir empat dasawarsa.
Dasar hukum penyusunan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 masih menggunakan
ketentuan Konvensi Jenewa Tahun 1958, sehingga secara substansial ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Hukum
Laut Internasional.28 Oleh sebab itu, Indonesia kemudian meratifikasi Konvensi Hukum Laut
Internasional (UNCLOS 1982) pada tahun 1985 dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun
1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982).

Ratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 belum didukung upaya untuk
melindungi perairan nasional yang kaya akan kekayaan alam dengan jumlahnya sangat besar.
Maka dari itu diperlukan pengembangan hukum nasional khususnya untuk bagian Landasan
Kontinen Indonesia. Pengembangan hukum nasional diperlukan guna hukum nasional
Landasan Kontinen Indonesia selaras dengan perkembangan hukum laut internasional beserta
ilmu pengetahuan juga teknologi. Setelah lebih dari dua puluh tahun UNCLOS 1982
diratifikasi, nyatanya banyak hukum nasional yang belum sejalan dengan UNCLOS 1982 —
belum dibuat tindak lanjutnya dalam bentuk aturan perundang-undangan nasional. Salah satu
contohnya adalah peraturan setingkat undang-undang perihal Landas Kontinen Indonesia.

Walaupun demikian, sepanjang menyangkut hak-hak berdaulat Republik Indonesia atas


sumber-sumber kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya, khususnya minyak dan
gas bumi, Undang-undang Landas Kontinen Nomor 1 Tahun 1973 telah dikuatkan dengan
diterbitkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982, Undang-undang ZEE
Indonesia telah menetapkan hak-hak berdaulat Republik Indonesia atas sumber-sumber
kekayaan alam hayati dan non-hayati sampai sejauh 200 mil diukur dari garis pangkal
Kepulauan Indonesia. Dengan demikian pemanfaatan segala kekayaan alam yang terkandung
di dasar laut dan tanah dibawahnya secara yuridis telah mempunyai landasan hukum pada dua
undang-undang sekaligus, yaitu: Undang-undang Landas Kontinen dan Undang-undang Zona
Ekonomi Eksklusif.29

28
Suparman A. Diraputra, Rancangan Undang-undang Tentang Perubahan Undang-undang
No. 1 Tahun 1973 Tentang Landas Kontinen Indonesia”, Naskah Akademik RUU, (Oktober, 2012), hlm. 2.
29
Pubian dan Afriansyah, Loc.cit.

17
Indonesia sebagai negara maritim dimana 2/3 wilayahnya adalah laut juga sudah
menunjukkan komitmennya terhadap penggunaan wilayah perairan Indonesia yang meliputi
laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman, serta perlindungan dan
pemanfaatannya mengenai batas wilayah perairan juga mengenai hak lintas bagi kapal-kapal
asing yang kemudian diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang perairan
Indonesia.

E. Pentingnya BBNJ Agreement Bagi Indonesia


Laut merupakan aset yang sangat berharga bagi Indonesia karena di dalamnya terkandung
berbagai jenis keanekaragaman hayati yang belum teridentifikasi oleh manusia termasuk
kekayaan mineral yang berada di dasar lautan. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki
wilayah negara yang terdiri dari satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan
kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di
atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. 30 Terdapat potensi
ekonomi yang sangat besar yang terkandung di perairan laut dan pesisir Indonesia, antara lain
berupa perikanan,baik tangkap maupun budidaya, industri bioteknologi laut, industri
pertambangan laut yaitu minyak bumi, mineral dan energi, pariwisata laut, perhubungan laut
dan sumberdaya laut lainnya.31

Keanekaragaman hayati Indonesia menjadi salah satu yang terbesar dan terkaya di dunia,
akan tetapi pemerintah seolah kurang memberikan perhatian terhadap kekayaan sumber daya
alam hayati tersebut. Pengelolaan keanekaragaman hayati yang sudah dilakukan selama ini
harus lebih ditingkatkan agar tidak ada minimnya pemahaman terhadap nilai kekayaan alam
yang ada pada keanekaragaman hayati di Indonesia. Penelitian Keanekaragaman hayati harus
mencari tahu jenis apa saja yang berada di lokasi tersebut, lalu mampu menilai pentingnya
suatu jenis dan mampu mengidentifikasikan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjaga
jenis tersebut di masa depan.32

Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia khususnya biota laut harus dijaga agar tidak
dapat dengan mudah diambil negara lain sehingga dibuat yuridiksi mengenai batas wilayah

30
Pasal 1 Penjelasan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008
tentang Wilayah Negara.
31
David Maharya Ardyantara, Harmonisasi UU Kelautan untuk Menjaga Kedaulatan dalam Pengelolaan
Sumberdaya Laut di Indonesia Menghadapi Kebijakan PBB tentang Area Beyond National Jurisdiction, Seminar
Nasional Politik dan Hubungan Internasional (2019), Vol. 1 No. 1, hlm. 187.
32
Anggana, Cahyono, dan Lastiantoro, Loc.Cit.

18
negara. Penetapan Batas wilayah negara dilakukan melalui perjanjian bilateral dan/atau
trilateral apabila terdapat dua atau tiga negara yang menyatakan pengakuan atas wilayah yang
sama ataupun adanya kemungkinan tumpeng-tindih pengakuan atas wilayah yang sama.
Penetapan batas wilayah negara dilakukan secara unilateral apabila tidak terdapat pengakuan
atas wilayah yang sama ataupun tidak adanya kemungkinan tumpang tindih pengakuan atas
wilayah yang sama.33

Namun jika yurisdiksi yang dibahas adalah mengenai batas laut maka ada sebuah
perjanjian yang menjadi perhatian khalayak ramai, yaitu BBNJ Agreement. Perjanjian BBNJ
adalah instrumen baru yang mengikat secara hukum internasional (ILBI) dibawah Konvensi
PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang bertujuan untuk konservasi dan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di wilayah di luar yurisdiksi nasional (BBNJ). 34

Pertanyaan yang muncul selanjutnya ialah, bagaimana dampak ataupun implikasi dari
perjanjian ini terhadap negara-negara di dunia, terutama Indonesia secara terkhusus.
Indonesia sendiri menganggap bahwa BBNJ adalah sebuah perjanjian yang krusial dan
memiliki kesempatan yang besar dalam pemanfaatan nya pada kemaritiman nasional, karena
bila tidak dikelola dengan baik dan tidak diatur dengan tegas maka Indonesia yang berbatasan
langsung dengan area beyond national jurisdiction tidak akan memperoleh manfaat sama
sekali. Oleh karena itu, bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Kemenko Bidang
Kemaritiman menggelar Seminar Nasional bertema “Kepemimpinan Indonesia dalam
Pengelolaan Marine Genetic Resources di Luar Jangkauan Yurisdiksi Nasional: Menuju
Lahirnya Agreement Under UNCLOS on the Conservation and Sustainable Use of Marine
Biological Diversity of Reas Beyond National Jurisdiction di Jakarta.

Deputi Purbaya membeberkan bahwa sumber daya genetik (MGR) yang berada di lautan
berpotensi dikelola dan dikembangkan di berbagai industri seperti kesehatan, kecantikan dan
rekayasa genetik lainnya. Namun, konvensi hukum laut internasional (UNCLOS 1982) belum
mengatur mengenai keanekaragaman hayati di laut bebas.Menurutnya bahwa satu sumber
daya genetik kelautan memiliki potensi ekonomi miliaran dollar. Indonesia memiliki
kepentingan tentang regulasi BBNJ, Ini didasarkan pada fakta bahwa secara geografis

33
Jeanne Darc Noviayanti Manik, Judul Pengaturan Hukum Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Berdasarkan Undang-undang Wilayah Negara, (2018), https://media.neliti.com/media/publications/281755-
pengaturan-hukum-perbatasan-negara-kesat-a61f545c.pdf, (Diakses pada 05/03/2022)
34
Tiller, Loc.Cit.

19
Indonesia berbatasan langsung dengan laut bebas, dan juga fakta bahwa perairan Indonesia
juga memiliki MGR yang sangat kaya. Hal ini membuktikan seberapa pentingnya BBNJ bagi
Indonesia karena bisa menjadi kesempatan besar yang tidak bisa disia-siakan. Karena BBNJ
juga tentunya akan memberikan dampak baik dan signifikan bagi perekonomian nasional di
masa yang akan datang.

Melalui adopsi perjanjian baru BBNJ dan diikuti dengan pengawasan yang efektif dan
kepatuhan, diharapkan kegiatan peningkatan kapasitas dan alih teknologi kelautan dapat
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan peraturan yang ada. Jika ini bisa terwujud, Indonesia
dan negara berkembang lainnya akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk peningkatan
kapasitas dan transfer teknologi program kelautan. Selain memperoleh manfaat dari
pengumpulan data dan informasi oseanografi di suatu wilayah tertentu, kerjasama penelitian
juga akan meningkatkan kapasitas ilmuwan Indonesia dalam melakukan penelitian secara
mendalam. Terkadang kolaborasi penelitian juga mencakup pengembangan kapasitas untuk
personel dan institusi. Program peningkatan kapasitas personel biasanya berupa pelatihan,
pendidikan, magang, publikasi bersama, dan seminar. Sementara itu, program peningkatan
kapasitas kelembagaan adalah biasanya berupa bantuan fasilitas penelitian seperti peralatan
penelitian. Diyakini banyak lembaga penelitian dari negara maju yang mau bekerja sama
dengan Indonesia di bidang penelitian kelautan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
peneliti Indonesia telah bekerjasama dengan banyak Lembaga penelitian kelautan di dunia.
Baru-baru ini, Pusat Penelitian untuk Oseanografi – LIPI melakukan ekspedisi bersama
dengan lembaga penelitian Singapura, dengan fokus pada penelitian keanekaragaman hayati
laut di selatan Jawa (Samudera Hindia). Ekspedisi dengan judul Ekspedisi Keanekaragaman
Hayati Laut Dalam Jawa Selatan 2018 dilakukan oleh para ilmuwan dari Indonesia,
Singapura, dan Prancis. Ekspedisi ini adalah penelitian non-komersial, dengan fokus pada
kelautan penelitian keanekaragaman hayati di perairan laut dalam. Ekspedisi ini sepenuhnya
dibiayai oleh Singapura. Beberapa manfaat yang didapat dari ekspedisi bersama ini antara
lain pengetahuan tentang keanekaragaman hayati laut di selatan Jawa, Samudera Hindia;
peningkatan kapasitas peneliti Indonesia dalam melakukan survei lapangan di perairan laut
dalam dan analisis laboratorium; dan sejumlah publikasi ilmiah. melalui dengan cara ini,
diharapkan juga isu pembentukan KKL multiguna di ABNJ apakah di Samudra Hindia atau
Samudra Pasifik mungkin terwujud.35
35
Dirhamsyah, Biodiversity Beyond National Jurisdiction (BBNJ): Indonesian Perspective as an Archipelagic
State, (2020), https://www.researchgate.net/publication/352814954_Biodiversity_Beyond_National _Jurisdiction
_BBNJ_Indonesian_Perspective_as_an_Archipelagic_Statev, (Diakses pada 05/03/2022)

20
Opsi kedua yang bisa diambil Indonesia untuk menjawab persoalan kapasitas riset
kelautan adalah pengembangan program peningkatan kapasitas jangka panjang. Dengan lebih
dari dua pertiga dari wilayahnya, sudah sewajarnya Indonesia memprioritaskan sektor
kelautan dalam pembangunan nasionalnya program. Penelitian adalah bagian penting dari
setiap program pembangunan, termasuk di sektor kelautan. Oleh karena itu, Indonesia perlu
meningkatkan kapasitasnya di bidang penelitian kelautan. Investasi dalam membeli fasilitas
penelitian kelautan, seperti kapal penelitian dan penelitian oseanografi lainnya peralatan tidak
sia-sia.

Mengingat sejarah dan banyak manfaat yang diperoleh Indonesia sebagai negara anggota
UNCLOS, Indonesia perlu mendukung pengembangan BBNJ perjanjian baru. Pengembangan
perjanjian baru BBNJ sangat penting bagi Indonesia karena akan memungkinkan Indonesia
untuk mendapatkan bagian yang adil dan setara dari manfaat yang dihasilkan dari eksploitasi
MGR di ABNJ dengan bangsa lain di dunia. Namun, masih ada masalah lain yang harus
dipertimbangkan oleh Indonesia dalam penyusunan perjanjian BBNJ, yang merupakan
masalah kewenangan untuk mengeksploitasi MGRs di landas kontinen yang diperpanjang,
sebagaimana diketahui bahwa usulan Indonesia untuk perpanjangan landas kontinen di
Sumatera Barat Laut di Samudera Hindia telah disetujui oleh CLCS. Terlepas dari banyak
manfaat yang dihasilkan oleh BBNJ, instrumen hukum ini sangat kompleks karena banyak
aspek yang diatur. BBNJ adalah instrumen yang mengikat secara hukum internasional di
bawah UNCLOS, tetapi juga akan digunakan oleh instrumen hukum internasional lainnya,
seperti CBD. Ini mempunyai membuat perjanjian BBNJ menjadi sangat kompleks. Oleh
karena itu, BBNJ harus diperlakukan secara komprehensif mendekati. Selain itu,
memperhatikan pembahasan dan negosiasi penyusunan perjanjian BBNJ yang baru, Untuk
mengantisipasi berlakunya perjanjian baru ini, Indonesia harus menyusun perencanaan
strategis. Itu Rencana strategis seharusnya terdiri dari beberapa kegiatan strategis seperti
harmonisasi beberapa peraturan yang ada; pengembangan program jangka panjang nasional
penelitian kelautan dalam rangka memenuhi kebutuhan infrastruktur riset kelautan nasional;
serta sosialisasi BBNJ kepada publik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan antara
lain, ahli hukum kelautan, ilmuwan kelautan, dan pihak terkait lainnya.ahli.

F. Kekuatan Yurisdiksi Indonesia Terhadap Negara Lain Dalam BBNJ Agreement

21
Sejak tahun 2004, Majelis Umum PBB membentuk suatu kelompok kerja yang bertugas
untuk membahas isu mengenai keanekaragaman hayati di luar yurisdiksi negara atau
Biodiversity Beyond National Jurisdiction (BBNJ). Indonesia memiliki peran sebagai negara
pihak UNCLOS (United Nations Convention of Law of the Sea) yang secara umum
mengadvokasi bahwa pentingnya kepastian serta penegakan hukum di laut, Hal tersebut
dilakukan agar pembahasan di PBB itu dapat membuat negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, bisa turut menikmati hasil dari eksplorasi maupun eksploitasi dari sumber daya
non-mineral di dasar lautan.

Sesuai dengan undang-undang 1945, Indonesia dimandatkan untuk berperan aktif dalam
menjaga perdamaian dunia, Hal ini di interpretasikan dalam tugas Indonesia untuk
menjalankan peranan aktif dalam lingkup internasional. Secara historis Indonesia sangat
berperan aktif dalam konfrensi yang menyangkut tentang hukum kelautan, salah satu cikal
bakal UNCLOS, Dalam konfrensi ketiga, Indonesia juga sangat mendukung rezim “Warisan
Bersama Umat Manusia di dalam dasar laut” (Regime Common Heritage Of Mankind In The
Deep Seabed Area)36

Indonesia juga mempunyai keterlibatan yang aktif dalam otoritas dasar laut internasional
(International Seabed Authority) sebuah institusi yang dibuat oleh UNCLOS yang memiliki
fungsi untuk mengatur aktivitas di area dasar laut. 37 Pengalaman yang dimiliki Indonesia
dalam peranannya didalam organisasi internasional yang berkaitan dengan aturan hukum
kelautan memberikan motivasi bagi negara Indonesia dalam membangun dan menegakkan
aturan hukum di lautan.

Setiap samudra memiliki fitur oseanografi umum yang khas, tetapi tidak ada batas di
antara mereka. Ekosistem laut tidak mengikuti batas laut atau zona maritim yang ditentukan
oleh hukum internasional. Oleh karena itu, biota laut yang berpotensi sebagai
keanekaragaman yang berada di tepi wilayah yurisdiksi Indonesia mungkin juga ada di
ABNJ. Dengan demikian, diperlukan pengaturan khusus untuk mengelola keanekaragaman
hayati tersebut. Adanya kesepakatan baru BBNJ akan memberikan peluang bagi Indonesia

36
Steven Kotz, The Common Heritage of Mankind: Resource Management of the International Seabed,
Ecology Law Quarterly, (1976), Vol. 6 No. 1, hal. 78.
37
UNCLOS, art. 157 para. 1.

22
untuk memperoleh manfaat moneter dan nonmoneter dari sumber daya laut yang ada di ujung
dan di luar yurisdiksi Indonesia.

Perjalanan menuju kesepakatan instrumen hukum internasional BBNJ masih panjang dan
berliku. Pembahasan dan negosiasi kesepakatan baru ini untuk sementara dihentikan karena
merebaknya Covid-19, namun akan dilanjutkan kedepannya. Bagian berikut didasarkan pada
asumsi bahwa negosiasi memiliki hasil positif untuk kepentingan Indonesia sebagai
archipelagic state. Indonesia termasuk dalam kelompok Archipelagic state karena Indonesia
merupakan negara yang terdiri atas satu gugus kepulauan besar atau lebih dan dapat
mencakup pulau-pulau lain. Oleh karena itu, perjanjian BBNJ akan menghasilkan beberapa
manfaat bagi Indonesia, diantaranya yaitu :
(I) Manfaat untuk mengakses MGR, termasuk pembagian manfaat moneter dan non-moneter;
(ii) Manfaat untuk memperoleh pengembangan kapasitas; dan
(iii) Manfaat yang diperoleh dari pembentukan KKL multiguna di ABNJ.

23
G. Analisis Kasus

Bagaimana keberlangsungan BBNJ Agreement saat ini?

Dalam resolusi 72/249 tanggal 24 Desember 2017, Majelis Umum memutuskan untuk
menyelenggarakan Konferensi Antar pemerintah, di bawah naungan Perserikatan Bangsa-
Bangsa, untuk mempertimbangkan rekomendasi dari Komite Persiapan yang dibentuk oleh
resolusi 69/292 tanggal 19 Juni 2015 tentang unsur-unsur dan untuk menguraikan teks
instrumen yang mengikat secara hukum internasional di bawah Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tentang konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan
keanekaragaman hayati laut di luar yurisdiksi nasional, dengan maksud untuk
mengembangkan instrumen tersebut sesegera mungkin.38

Sesuai dengan resolusi 72/249, Konferensi mengadakan pertemuan organisasi selama tiga
hari di New York, dari 16 hingga 18 April 2018, untuk membahas masalah organisasi,
termasuk proses persiapan draft nol instrumen. 39

Sidang pertama dilaksanakan pada tanggal 4 sampai dengan 17 September 2018, sidang
kedua pada tanggal 25 Maret sampai dengan 5 April 2019 dan sidang ketiga pada tanggal 19
sampai dengan 30 Agustus 2019. Sidang keempat yang ditunda dengan keputusan 74/543 dan
75/570 karena pandemi COVID-19, dan akan diselenggarakan pada tanggal 7 hingga 18
Maret 2022.40

Indonesia sendiri menganggap bahwa BBNJ adalah sebuah perjanjian yang krusial dan
memiliki kesempatan yang besar dalam pemanfaatan nya pada kemaritiman nasional, karena
Bila tidak dikelola dengan baik dan tidak diatur dengan tegas maka Indonesia yang
berbatasan langsung dengan area beyond national jurisdiction tidak akan memperoleh
manfaat sama sekali. BBNJ Agreement di Indonesia semakin naik pamor, bahkan sejak
pertama kali BBNJ Agreement ini dicanangkan. Penyebabnya hanya satu, yaitu Indonesia
membutuhkannya demi keberlangsungan perairan Indonesia. Oleh karena itu, bekerja sama
dengan Kementerian Luar Negeri, Kemenko Bidang Kemaritiman menggelar Seminar
38
Intergovernmental Conference on an international legally binding instrument under the United Nations
Convention on the Law of the Sea on the conservation and sustainable use of marine biological diversity of areas
beyond national jurisdiction (General Assembly resolution 72/249).
39
Ibid.
40
Ibid.

24
Nasional bertema “Kepemimpinan Indonesia dalam Pengelolaan Marine Genetic Resources
di Luar Jangkauan Yurisdiksi Nasional: Menuju Lahirnya Agreement Under UNCLOS on the
Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity of Reas Beyond National
Jurisdiction” di Jakarta. Tidak hanya itu, banyak seminar dan webinar lainnya terkait BBNJ
Agreement yang kemudian diselenggarakan di Indonesia yang dihadiri narasumber ahli baik
dari luar dan dalam negeri.

25
H. Kesimpulan
Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional
pertama kali menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2003 dengan
pertemuan ke-4 dari PBB terkait proses konsultasi Informal tentang UNCLOS. Dengan
disadari bahwa kurangnya mekanisme hukum dan kelembagaan yang efektif untuk
melindungi ekosistem laut yang rentan di area di luar yurisdiksi nasional, menjadi cikal bakal
Lahirnya BBNJ Agreement.
Indonesia sebagai negara maritim yang 2/3 wilayahnya adalah laut dan berbatasan langsung
dengan area beyond national jurisdiction menganggap bahwa BBNJ adalah sebuah perjanjian
yang tepat untuk dapat memenuhi kebutuhan pengawasan serta perlindungan Indonesia yang
memiliki kesempatan besar dalam pemanfaatannya pada kemaritiman nasional, karena bila
tidak dikelola dengan baik dan tidak diatur dengan tegas maka Indonesia tidak akan
memperoleh manfaat sama sekali.
Tanpa BBNJ Agreement Indonesia yang dikenal sebagai negara yang kaya akan kekayaan
alam dan keanekaragaman hayati yang tinggi seperti potensi sumberdaya alam di area dasar
laut internasional yang terkandung mineral berharga dengan konsentrasi yang lebih besar dari
pada di sebagian besar lokasi mineral di darat. Dengan potensi ekonomi sebesar itu yang
dimana sebagian besarnya terkandung dalam perairan laut dan pesisir Indonesia, menjadikan
perairan Indonesia rawan eksploitasi. Maka dari itu sangat penting bagi Indonesia untuk aktif
dalam konvensi UNCLOS tentang BBNJ Agreement.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anggana Febry Alvian, Cahyono S. Andy, dan Lastiantoro C. Yudi ,


Keanekaragaman Hayati di Lahan Rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri Dan Implikasi
Kebijakannya

Diraputra A. Suparman , (Oktober, 2012),


Rancangan Undang-undang Tentang Perubahan Undang-undang No. 1 Tahun 1973 Tentang
Landas Kontinen Indonesia”, Naskah Akademik RUU, (Oktober, 2012), hlm. 2.

Jaelani, Q.A. dan Basuki, (2014)


Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing: Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal
Fishing dalam Membangun Poros Maritim Indonesia, Supremasi Hukum, (2014), Vol. 3 No. 1,
hlm. 169-170

Kristine Dalaker Kraabel, (Oktober 2019)


Institutional arrangements in a BBNJ treaty: Implications for Arctic marine science, Marine
Policy, (Oktober 2019), hlm. 1.

Kotz Steven , (1976)


The Common Heritage of Mankind: Resource Management of the International Seabed,
Law Quarterly, (1976), Vol. 6 No. 1, hal. 78

Maharya Ardyantara David , (2019)


Harmonisasi UU Kelautan untuk Menjaga Kedaulatan dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut di
Indonesia Menghadapi Kebijakan PBB tentang Area Beyond National Jurisdiction, Seminar
Nasional Politik dan Hubungan Internasional (2019), Vol. 1 No. 1, hlm. 187

Pubian Kahago Yoso Igor, dan Afriansyah Arie , (Agustus, 2021)


Antisipasi Indonesia Dalam Pembentukan Kesepakatan Internasional Mengenai Pemanfaatan
Keanekaragaman Hayati Di Wilayah Luar Yurisdiksi Nasional, Jurnal IUS Kajian Hukum dan
Keadilan, (Agustus, 2021), Vol.9, hlm. 377-378

Putuhena, (2019),
Urgensi Pengaturan Mengenai Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan di Area Dasar Laut
Internasional, Intenasional Sea Bed Area, Rechts Vinding, (2019), Vol. 8, hlm. 168

27

You might also like